Anda di halaman 1dari 78

STERILISASI WANITA ( MOW/TUBEKTOMI )

Pengertian
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan)
seorang perempuan secara permanen.
Mekanisme Kerja:
Mencegah pertemuan sperma dengan sel telur (fertilisasi) dengan cara mencapai tuba falopii
dan mengoklusi (menutup tuba falopii)
Tindakan yang dapat dilakukan pada tubektomi:
Mencapai tuba falopii
Abdominal / Trans abdominal
Laparatomi
Laparatomi saja untuk kontap wanita tidak dianjurkan karena diperlukan insisi yang panjang
dan anastesi umum atau anastesi spinal.
Laparatomi hanya diperlukan bila cara-cara kontap lainnya gagal atau timbul komplikasi
sehingga memerlukan insisi yang lebih besar,atau pada keadaan lain, jika kontap bukan
merupakan operasi utama tetapi sebagai pelengkap, misalnya pada section secarea, KET, dll.
Mini laparatomi.
Sub-umbilikal/infra-umbilikal ( biasanya pada post-partum)
Supra-pubis/ Mini-pfannenstiel pada post-abortus dan interval atau pada saat bukan post-
partum atau post abortus.
Keuntungan mini laparatomi:
Mudah dipelajari
Dapat dikerjakan oleh tenaga medis yang memiliki dasar & keterampilan ilmu bedah.
Alat murah dan sederhana.
Dapat dilakukan segera setelah melahirkan
Kerugian mini laparatomi:
Waktunya sedikit lama rata-rata memerlukan 10-20 menit.
Sukar pada wanita yang agak gemuk, bila ada perlekatan pelvis/ mengalami operasi pelvis.
Meninggalkan bekas luka parut.
Angka kejadian infeksi operasi lebih tinggi.
Laparaskopi.
Adalah suatu pemeriksaan endoskopik dari bagian dalam rongga peritoneum dengan alat
laparoskop yang dimasukkan melalui dinding anterior abdomen.
Keuntungan laparaskopi:
Komplikasi rendah
Cepat (rata-rata 5-15 menit)
Insisi kecil sehingga luka parut sedikit sekali
Dapat dpakai juga untuk diagnostic maupun terapi.
Kurang menyebabkan rasa sakit.
Sangat berguna bila jumlah calon aseptor banyak.
Kerugian laparaskopi:
Risiko komplikasi dapat serius (bila terjadi)
Memerlukan pneumo-peritoneum dengan segala akibatnya.
Lebih sukar dipelajari.
Memerlukan keahlian dan keterampilan dalam bedah abdomen.
Harga peralatannya mahal dan memerlukan perawatan yang teliti.
Tidak dianjurkan untuk digunakan segera post-partum.
Vaginal/Transvaginal
Kolpotomi
Dikenal: Kolpotomi posterior (kuldotomi)
Cara ini sering dipakai
Cul-de-sac atau cavum douglas, yang terletak diantara dinding depan rectum dan dinding
belakang uterus, dibuka melalui vagina untuk sampai pada tuba falopii.
Kolpotomi anterior
Jarang dipakai lagi pada saat ini.
Peritoneum di insisi diantara kandung kencing dan uterus, dan uterus diputar sehingga tuba
falopii terlihat.
Keuntungan kolpotomi:
Dapat dilakukan secara rawat-jalan.
Hanya memerluka waktu 5-15 menit.
Cukup dengan neurolept-analgesia+anastesi lokal.
Rasa sakit post-operatif lebih kecil.
Tidak ada insisi abdominal
Peralatan yang digunakan sederhana, murah dan mudah pemeliharaannya.
Morbiditas dan komplikasi mayor rendah.
Angka kegagalan rendah.
Kuldoskopi.
Rongga pelvis dapat dilihat melalui alat keldoskop dimasukkan melalui vagina
fornixposterior kedalam cavum douglas.
Tuba ditarik dan dijepit keluar untuk dilakukan penutupan dengan cara:
Pomeroy
Kroener
Kauterisasi
Cincin falope
Kerugian kuldoskopi:
Posisi aseptor yaitu posisi lutut-dada (knee-chest position) yang mungkin kurang
menyenangkan baginya.
Transervical/transuterine
Histeroskopi
Prinsipnya sama seperti laparaskopi, hanya pada histeroskopi tidak dipakai trocar, tetapi
suatu vacuum servical adaptor untuk mencegah keluarnya gas pada saat dilatasi servik/cavum
uteri.
Keuntungan histeroskopi:
Tidak diperlikan insisi
Dapat secara rawat-jalan karena prosedurnya singkat/cepat.
Kerugian histeroskopi:
Risiko perforasi uterus dan luka bakar
Angka kegagalan tinggi
Resiko kehamilan ektopik
Sering timbul kesulitan tehnis dalam mencari lokasi orificium tubae.
Oklusi tuba falopii mungkin tidak segera efektif.
Blind Delivery(tanpa melihat langsung)
Pada cara ini operator tidak melihat langsung kedalam cavum uteri untuk melokaliser
orifisium tubae.
Keuntungan Blind Delivery:
Pelaksanaannya mudah.
Dapat secara rawat-jalan
Kerugian Blind Delivery:
Kebanyakan kurang efektif setelah satu kali pemberian.
Beberapa zat kimia sangat toksik terhadap jaringan.
Daya kerja zat-zat kimia irreversible
Dosis zat-zat kimia tidak selalu dapat diketahui/diramalkan.
Oklusi/penutupan tuba falopii
Dilakukan berdasarkan :
Tempat oklusi tuba falopii
Dapat dilakukan pada bagian:
Infundibulum (bagian distal/frimbiae)
Ampulla atau isthmus (bagian tengah)
Interstitial (dekat utero-tubal junction)
Cara oklusi tuba falopii
Ada beberapa cara diantaranya adalah ligasi tuba falopii. Ligasi atau pengikatan yuba falopii
untuk mencegah perjalanan dan pertemuan spermatozoa dan ovum. Merupakan salah satu
caraoklusi tuba falopii yang paling tua.
Keuntungan ligasi tuba falopii:
Hanya memerlukan keahlian /keterampilan sedang-sedang saja.
Hanya memerlukan alat-alat sederhana
Morbiditas rendah.
Kerugian ligasi tuba falopii:
Umumnya irreversible.
Bila dikerjakan dengan laparotomi, memerlukan hospitalisasi.
Tehnik ligasi tuba falopii:
Ligasi biasa
Keuntungan ligasi biasa:
Mudah melakukannya
Morbiditas rendah
Potensi tinggi untuk reversibilitas
Kerugian ligasi biasa adalah angka kegagalan tinggi (sampai 20%)
Ligasi+ penjepitan
Menggunakan tehnik Madlener:
Bagian tengah tuba falopii diangkat sehingga membentuk suatu loop
Dasar dari loop dijepit dengan klem kemudian diikat dengan benang yang tidak diserap( silk,
cotton)
Keuntungan tehnik madlener:
Morbiditas rendah
Mudah dikerjakan
Dapat dilakukan melalui beberapa cara dalam mencapai tuba falopii.
Kerugian tehnik madlener adalah angka kegagalan tinggi (1-2%).
Ligasi+pembagian/pembelahan +penanaman
Menurut:
Tehnik Irving
Tuba falopii diikat pada 2 tempat dengan benang yang dapat diserap kemudian dibagi
diantara kedua ikatan.
Ujung/punting proximal ditanamkan ke dalam myometrium uterus.
Ujung/ punting distal ditanamkan ke dalam mesosalpinx.
Keuntungan tehnik ini adalah hamper 100% efektif dan kerugiannya lebih sukar dikerjakan
dan reversibilitas sangat rendah.
Tehnik Wood (Australia 1973), dikenal dengan “Atraumatic midampullary sterilization”
Pars ampullaris tuba falopii dibelah /dibagi (division).
Kedusa ujung/puntung yang dibelah /dibagi diikat dengan benang yang dapat diserap.
Ujung/puntung medial ditanamkan ke dalam kantong yang dibuat di dalam mesosalpinx,
Keuntungan tehnik ini adalah sangat efektif, tidak ada eksisi dari tuba falopii dan potensi
reversibilitas tinggi. Kerugiannya adalah mengerjakannya lebih sukar.
Tehnik Cooke
Suatu segmen tuba falopii dijepit dan dirusak, kemudian ujung proximal ditanamkan kedalam
ligamentum rotundum.
Ligasi + Resksi tuba falopii.
Yaitu legasi di pemotongan atau pembuangan tuba, yang masih dikerjakan sampai sekarang.
Salpingektomi
Keuntunganya adalah sangat efektif dan dapat dilakukan trans abdominal dan trans vaginal.
kerugiannya adalah ireversibel.
Tehnik pomeroy
Merupakan tehnik yang sering digunakan:
Bagian tengah tuba falopii dijepit, lalu diangkat sehingga membentuk loop
Dasar dan loop diikat dengan cat gut
Bagian loop diatas ikatan diputar.
Ujung punting tuba akan saling terpisah
Memotong tuba/ membuang tuba sekitar 3-4 cm.
Keuntungan pomeroy:
Mudah mengerjakannya
Sangat efektif
Dapat dilakukan segera post-partum
Dapat dikerjakan transabdominal atau transvaginal
Potensi reversibilitas tinggi
Morbiditas rendah
Kerugian tehnik ini tidak ada.
Tehnik Pritchardsis (parkland)
Suatu segmen kecil dari tuba falopii dipisahkan dari pesosalpinx
Masing-masing ujung dari segmen tersebut diikat dengan benang chromic kemudian dipotong
di antara kedua ikatan dan segmen tuba falopii dibuang
Tehnik ini banyak dipakai di Amerika serikat
Fimbriektomi kroener
Bagian 1/3 distal dari tuba falopii diikat dengan dua ikatan benang silk dan ujung fimbriae di
eksisi.
Keuntungan tahnik ini adalah hampi 100% efektif dan mudah dikerjakan baik transabdominal
meupun transvaginal. Kerugiannya kurang efektif pada keadaan post-partum
(transabdominal)
Ligasi + reseksi + penanaman tuba falopii
Reseksi Cornu
Prosedur ekstensif yang memerlukan laparotomi.
Utero-tubal junction diikat dengan benang yang dapat diserap
Insisi tuba falopii proximal dari ikatan, membebaskannya dari mesosalpinx, kemudian
membuang 1 cm dari tuba falopii.
Myometrium uterus disekitarnya di eksisi berbentuk baji (wedge excision) untuk mencegah
endometriosis dan kehamilan ektopik, dan bagian proximal dari segmen distal tuba falopii di
tanam ke dalam ligamentum latum.
Keuntungan tehnik ini adalah gangguan minim pada suplai darah ligamentum latum dan
ovarium. Kerugian adalah angka kegagalan cukup tinggi dan dapat terjadi perdarahan hebat.
Tehnik Uchida
Larutan garam fisiologis-adrenalin (1:1000) disuntikkan di bawah serosa pars ampullaris,
sehinnga terjadi spasme vaskuler lokal dan pembengkakan (ballooning) dari mesosalpinx,
dan terjadi pemisahan dari permukaan serosa dengan bagian muskularis tuba falopii.
Serosa di insisi dan dibebaskan ke belakang
Segmen sepanjang 5 cm dari bagian proximal tuba falopii dipotong, ujung yang pendek diikat
dengan benang yang tidak diserap dan segmen tuba falopii yang telah diikat secara otomatis
membenamkan dirinya dibawah serosa
Pinggir dari insisi serosa dikumpulkan sekitar ujung distal tuba falopii dan diikat secata
ikatan –rangkaian- kantong (purse-string-suture) sehingga tuba falopii ditinggalkan menonjol
kedalam cavum abdomen.
Keuntungan tehnik ini adalah sangat efektif dan kerugiannya adalah mengerjakannya jauh
lebih sukar dari metode ligasi lainnya.
Manfaat
Sangat efektif (0,2 – 4 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
Permanen
Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
Tidak bergantung pada faktor sanggama
Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius
Pembedahan sedarhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)
Berkurangnya risiko kanker ovarium
Keterbatasan
Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan
kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi
Klien dapat menyesal di kemudian hari
Risiko komplikasi kecil
Rasa sakit/ ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
Dilakukan oleh dokter yang terlatih
Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/ AIDS
Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi
usia > 26 tahun
paritas > 2
yakin telah mempunyai besar keluarga sesuai dengan kehendaknya
pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
pascapersalinan
pascakeguguran
paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Kontraindikasi
hamil
perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
infeksi sistemik atau pelvik yang akut
tidak boleh menjalani proses pembedahan
kurang pasti mengetahui keinginannya untuk fertilitas di masa depan
belum memberikan persetujuan tertulis
Waktu penggunaan
Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak
hamil
Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
Pascapersalinan
Minilap: di dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
Laparoskopi: tidak tepat untuk klien-klien pascapersalinan
Pasca keguguran
Triwulan pertama: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (minilap atau
laparoskopi)
Triwulan kedua: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (minilap saja

KONTRASEPSI

BAB I

PENDAHULUAN

Hak reproduksi adalah hak seseorang untuk mempunyai kehidupan seksual yang memuaskan, aman
dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan
apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringnya. 1 Dalam konteks terakhir
tersebut tercakup pula tentang hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai
akses terhadap cara-cara Keluarga Berencana (KB) yang aman, efektif, terjangkau dan dapat diterima,
yang kemudian menjadi pilihan mereka. Pada akhirnya, kesehatan reproduksi yang disadari kedua
belah pihak dalam rumah tangga, akan berujung pada keselamatan wanita saat menjalani kehamilan
dan melahirkan anak yang sehat.

Untuk mengelola program KB, pemerintah membentuk sebuah institusi Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970, sebagai institusi pemerintah nondepartemen yang bertugas
mengoordinasikan program KB secara nasional. Sejak itu, KB di Indonesia mulai dirancang sebagai
salah satu program pemerintah. Saat ini paradigma baru keluarga berencana yang diusung oleh
BKKBN adalah membentuk keluarga berencana berkualitas tahun 2015 yang mencakup
kesejahteraan keluarga, Sehat, Maju, Mandiri, Jumlah anak ideal, Berwawasan kedepan,
Bertanggung jawab, Harmonis, serta Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 1 Salah satu langkah
pelaksanaan program tersebut adalah pengenalan alat kontrasepsi kepada masyarakat. Pada
masyarakat umum, kontrasepsi diistilahkan juga sebagai Keluarga Berencana (KB).

2,3
Kontrasepsi adalah pencegahan kehamilan atau pencegahan konsepsi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, berbagai cara dapat dilakukan, antara lain penggunaan pil KB/ kontrasepsi oral,
suntikan atau intravaginal, penggunaan alat dalam saluran reproduksi (kondom, alat kontrasepsi
dalam rahim/implan), operasi (tubektomi, vasektomi) atau dengan obat topikal intravaginal yang
bersifat spermisida.
Terdapat bermacam alasan pribadi seseorang menggunakan kontrasepsi, antara lain untuk
mengatur jumlah dan jarak anak yang diinginkan, mencegah kehamilan di luar nikah dan mengurangi
resiko terjangkit penyakit hubungan seksual. Secara internasional, kontrasepsi dibutuhkan untuk
membatasi jumlah penduduk dunia dan menjamin ketersediaan sumber daya alam sehingga
menjaga kualitas hidup manusia. Mengambil keputusan yang tepat untuk sebuah keluarga yang
terencana bukanlah hal mudah. Hendaknya kedua pasangan harus mengetahui fakta dan informasi
yang benar seputar kontrasepsi, termasuk efek samping yang dapat timbul agar dapat membuat
keputusan yang tepat.

Informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan hendaknya jelas dan dapat mudah dipahami
oleh masyarakat. Untuk itu, pemahaman dokter ataupun bidan tentang metode kontrasepsi harus
terus diasah dan mengikuti perkembangan sehingga dapat memberikan penjelasan yang lengkap
pada masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan sepsi yang mengandung pengertian tidak terjadinya
konsepsi. Kontrasepsi dimaksudkan sebagai usaha-usaha untuk mencegah pertemuan antara
sel telur yang matang dengan sel sperma yang dapat menyebabkan kehamilan (konsepsi). 2,3
Tindakan (upaya) yang dilakukan dapat bersifat sementara atau permanen, tanpa
menggunakan alat, secara mekanis, penggunaan obat/alat, atau dengan operasi.3,4,5
Kontrasepsi tidak sama dengan aborsi. kontrasepsi menghindari kehamilan dengan mencegah
terjadinya pembuahan itu sendiri. Sedangkan aborsi adalah penghentian kehamilan dimana
telah terjadi pembuahan.3
2.2 Metode Kontrasepsi
Secara umum kontrasepsi bekerja dengan mencegah terjadinya ovulasi, menghalangi
pertemuan sel telur dengan sperma, dan/atau melumpuhkan sel sperma.3
Terdapat banyak jenis kontrasepsi yang beredar di masyarakat saat ini. Setiap jenis
kontrasepsi memiliki cara kerja yang berbeda-beda. Secara umum kontrasepsi-kontrasepsi ini
di kelompokkan menjadi 5 berdasarkan metode kerja masing-masing, yaitu:
1. Metode kontrasepsi alami
2. Metode kontrasepsi barrier
3. Metode kontrasepsi hormonal
4. Metode kontrasepsi dalam rahim
5. Metode kontrasepsi mantap
2.3 Metode Kontrasepsi Alami

2.3.1 Pantang berkala

Metode pantang berkala atau metode Kalender, dikenal juga sebagai metode ritme atau
metode Knaus-Ogino, bergantung pada penghitungan hari untuk memperkirakan kapan
jatuhnya fase subur. Metode ini diperkenalkan oleh Kyusaku Ogino (dari Jepang) dan
Hermann Knaus (dari Jerman).3,4,5,6
Metode ini menggunakan perkiraan kapan jatuhnya masa subur dengan asumsi bahwa fase
subur rata-rata perempuan dimulai semenjak hari ke 14 setelah menstruasi, sampai dengan 5 hari
menjelang datangnya haid lagi. Sebelum memulai melakukan perkiraan fase subur, aseptor harus
melakukan pengamatan siklus menstruasi selama minimal 6 bulan dulu. Atau, ada juga yang
menentukan bahwa fase subur terjadi 14+2 hari sesudah atau 14-2 hari sebelum menstruasi yang
akan datang. Selain itu perlu juga untuk diingat bahwa sperma dapat hidup dan membuahi dalam
48 jam setelah ejakulasi dan ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi. Di luar masa tersebut adalah
fase infertil, yang artinya tidak akan berakibat pada kehamilan jika melakukan hubungan seksual.
Sebaiknya selama fase subur tersebut, pasangan berpuasa atau pantang berhubungan intim.3,5

Apabila siklus haid tidak teratur, cara memperkirakan fase subur adalah sebagai berikut:
Siklus terpendek anda dikurangi 18 hari, sedangkan siklus terpanjang dikurangi dengan 11 hari. Fase
subur akan akan dimulai pada perhitungan daur haid terpendek yang telah dikurangi.

Metode kalender tidaklah akurat karena panjang siklus menstruasi setiap wanita tidaklah
sama. Dalam praktik, sukar untuk menentukan saat ovulasi dengan tepat. Agar efektif, harus sering
dilakukan pantang. Hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur; selain itu kadang dapat
terjadi variasi, terutama sesudah melahirkan, dan pada tahun-tahun menjelang menopause dimana
Ovulasi tidak selalu terjadi pada hari ke-14.

Cara ini akan lebih tinggi efektifitasnya jika disertai dengan pengukuran suhu basal tubuh
dan penilaian lendir serviks. Menjelang ovulasi suhu tubuh basal badan turun, kurang dari 24 jam
sesudah ovulasi suhu badan naik kembali sampai tiingkat lebih tinggi daripada tingkat suhu sebelum
ovuulasi, dan tetap tinggi sampai akan terjadinya menstruasi. Bentuk grafik suhu tubuh basal badan
menjadi bifasik. Pengukuran suhu basal badan dilakukan setiap hari setelah menstruasi berakhir
sampai mulainya menstruasi berikutnya. Usaha tersebut dilakukan sewaktu bangun pagi sebelum
melakukan kegiatan, dengan memasukkan thermometer dalam rectum atau dalam mulut di bawah
lidah selama 5 menit.5

Dalam metode lendir serviks dilakukan penilaian konsistensi lendir. Sifat cairan vagina
bervariasi selama siklus haid. Lendir di vagina diperiksa dengan cara memasukkan jari tangan klien ke
dalam vagina dan mencatat bagaimana lendir tersebut dirasakan setiap hari. Setelah haid berakhir,
umumnya wanita mengalami beberapa hari tidak ada lendir dan vagina dirasakan kering. Setelah itu,
seorang wanita mulai melihat adanya lendir. Lendir ini secara khas lengket, seperti bubur dan rapuh.
Saat ovulasi terjadi dan estrogen meningkat, lendir menjadi basah. Lendir ini jumlahnya bertambah
secara bertahap dan warnanya semakin jernih. Lendir ini semakin basah, elastic dan licin,
menyerupai putih telur dan dapat diregangkan perlahan-lahan. Umumnya wanita akan merasa
basah di daerah vaginanya selama waktu-waktu ini. Ini adalah jenis lender yang memungkinkan
sperma hidup dan berenang menuju sel telur sampai selama lima hari. 4

2.3.2 Senggama terputus


Cara ini merupakan cara kontrasepsi yang tertua yang dikenal oleh manusia. Senggama
terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum terjadi ejakulasi. 4,5 Hal ini berdasarkan
kenyataan, bahwa akan terjadinya ejakulasi disadari sebelumnya oleh sebagian besar pria,
dan setelah itu masih ada waktu kira-kira 1 detik sebelum ejakulasi terjadi. Waktu yang
singkat ini dapat digunakan untuk menarik penis keluar dari vagina. Cara ini murah, tidak
memerlukan biaya ataupun alat, akan tetapi memerlukan pengendalian diri yang besar dari
pihak pria secara jasmani dan emosional. Kegagalan cara ini dapat disebabkan oleh :
Adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi (praejaculatory fluid) yang dapat
mengandung sperma, apalagi pada koitus berulang.
Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina
Pengeluaran semen dekat dengan vulva dapat menyebabkan kehamilan, karena adanya
hubungan antara vulva dan kanalis servikalis uteri oleh benang lender serviks yang
pada masa ovulasi memilki spinnbarkeit yang tinggi.

2.3.3 Pembilasan pasca senggama


Pembilasan vagina dengan air biasa dengan atau tanpa tambaan larutan obat (cuka atau obat
lain) segera setelah koitus merupakan suatu cara yang telah lama dilakukan. Tindakan ini
bertujuan mengeluarkan sperma secara mekanik dari vagina. Penambahan cuka ialah untuk
mendapatkan efek spermatiside serta menjaga asiditas vagina.5

2.3.4 Lactation Amenorrhea Method (LAM)


Kemungkinan seorang wanita menjadi hamil menjadi lebih kecil apabila mereka terus
menyusui anaknya setelah melahirkan. Menyusui menyebabkan penurunan produksi
gonadotropin-releasing hormone, LH, dan FSH. β-endorphin yang dihasilkan saat menyusui
juga menurunkan sekresi dopamine, dimana dopamine dalam kadar normal menekan
pembentukan prolaktin.7 Peningkatan prolaktin akan menekan terjadinya ovulasi.5,7 Hal ini
akan menyebabkan terjadinya amenorehea dan anovulasi. Metode ini maksimum hanya dapat
dilakukan selama 6 bulan setelah melahirkan. Penelitian WHO menunjukkan bahwa
kemungkinan hamil dalam 6 bulan pertama menyusui berkisar antara 0,9-1,2%,. Namun
risiko kehamilan ini meningkat menjadi 7,4% pada wanita menyusui lebih dari 1 tahun.7
2.4 Metode Kontrasepsi Barrier

2.4.1 Kondom

Kondom adalah selaput karet yang dipasang pada penis selama hubungan seksual. Awal
penggunaan kondom bertujuan perlindungan terhadap penyakit menular seksual kemudian
kondom juga digunakan sebagai kontrasepsi. Prinsip kerja kondom ialah sebagai prisai dari
penis sewaktu melakukan hubungan seksual, dan mencegah pengumpulan sperma dalam
vagina. Kondom terbuat dari karet sintetis tipis, ketebalan 0,05 mm, berbentuk silindris,
dengan berpinggir tebal pada ujung yang terbuka, sedangkan ujung yang buntu berfungsi
sebagai penampung sperma. Diameter rata-rata 31-36,5 mm dan panjang ± 19 mm. kondom
dilapisi dengan pelicin yang mempunyai sifat spermatisid. 4,5,7

Gambar 2.1 Kondom

2.4.2 Diafragma vaginal


Diafragma adalah mangkuk karet yang fleksibel dengan pinggir yang mudah dibengkokkan
dan disisipkan di bagian atas vagina, mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi bagian
atas, untuk mencegah terjadinya konsepsi. Diafragma dimasukkan kedalam vagina sebelum
koitus dan harus tetap tinggal di dalam vagina selama 6 jam setelah melakukan hubungan
seksual. Untuk meningkatkan efektifitas diafragma, obat spermatisida dimasukkan ke dalam
mangkuk dan dioleskan pada pinggirannya. Diafragma yang beredar di pasaran mempunyai
diameter 55-100 mm. tiap ukuran memiliki perbedaan diameter masing-masing 5 mm.
besarnya ukuran diafragma yang akan dipakai aseptor ditentukan secara individual. 4,5,7

2.4.3 Cervical cap


Cervical cap dibuat dari karet atau plastic, dan mempunyai bentuk mangkuk yang dalam
dengan pinggiran terbuat dari karet yang tebal. Ukurannya ialah dari diameter 22 mmm
sampai 33 mm, jadi lebih kecil dibandingkan diafragma vaginal. Cap ini dipasang pada
porsio servisis uteri seperti memasang topi. Dewasa ini alat kontrasepsi ini telah jarang
dipakai. 5
2.5 Metode Kontrasepsi dalam Rahim
Ada berbagai jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/ intra uterine device (IUD) yang
beredar di Indonesia. AKDR
tersebut terdiri dari 3 tipe, yaitu: 4
1. Inert, dibuat dari plastic (lippes loop) atau baja anti karat (The Chinese Ring)
2. Mengandung tembaga, seperti TCu 380A, TCu 200C, multiload® MLCu 250 dan
375), dan Nova T®
3. Mengandung hormon steroid, seperti progestasert® (hormon progesterone), dan
levonova® (Levonorgestrel). AKDR jenis ini sering disebut dengan Metode
Kontrasepsi Progresteron releasing intrauterine. IUS atau Intra Uterine System
adalah bentuk kontrasepsi terbaru yang menggunakan hormon progesteron sebagai
ganti logam. Cara kerjanya sama dengan IUD tembaga, ditambah dengan
beberapa nilai tambah seperti lebih tidak nyeri dan kemungkinan menimbulkan
pendarahan lebih kecil, dan menstruasi menjadi lebih ringan (volume darah lebih
sedikit) dan waktu haid lebih singkat.
Sampai saat ini mekanisme kerja AKDR belum diketahui secara pasti. Pendapat terbanyak
menyebutkan AKDR menimbulkan reaksi radang endometrium dengan sebukan leukosit yang dapat
menghancurkan blastokista atau sperma. AKDR yang mengandung tembaga (Cu) juga menghambat
efek anhidrase karbon dan fosfatase alkali, memblok bersatunya sperma dan ovum, mengurangi
jumlah sperma yang mencapai tuba falopii, dan menginaktifkan sperma. AKDR yang mengeluarkan
hormon juga menebalkan lender serviks hingga menghalangi pergerakan sperma. 4,5

AKDR jenis lipper loop terbuat dari plastic berbentuk spiral. AKDR bentuk T dengan kawat
tembaga tipis yang distabilkan dengan inti polyethylene dipasang selama akhir periode haid atau 1-2
hari pasca haid. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setelah satu minggu pemasangan, tiga bulan
kemudian, dan selanjutnya setiap 6 bulan. Tidak ada konsensus yang menyebutkan berapa lama
AKDR jenis lippes lopp boleh ditinggalkan dalam uterus, akan tetapi demi efektivitasnya, AKDR
copper T sebaiknya diganti tiap 3 tahun.

AKDR yang mengandung levonorgestrel bisa digunakan untuk jangka waktu 3 atau 5 tahun.
Kontrasepsi ini dipasang pada rongga rahim /subdermal antara hari pertama sampai dengan hari ke
7 siklus menstruasi. Juga dapat dipasang segera dalam 4 bulan pertama pasca aborsi. Pemasangan
pasca melahirkan harus ditunda sampai dengan 6 minggu sesudah melahirkan. 5,7

AB
Gambar 2.2 Cara pemasangan dan posisi AKDR copper T dalam uterus (A); bentuk
AKdR copper T (B)
Efek samping ringan yang dapat ditimbulkan dalam penggunaan AKDR ialah
pendarahan (menoragia atau spotting menoragia), rasa nyeri dan kejang perut, secret vagina
lebih banyak, dan gangguan pada suami. Sedangkan efek samping yang lebih serius dan
mungkin terjadi ialah perforasi uterus, infeksi pelvic, dan endometritis. 4
2.6 Metode Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal umumnya mengandung estrogen dan/atau progesterone sintetik.
Estrogen sebagai kontrasepsi bekerja dengan jalan menghambat ovulasi melalui fungsi
hipotalamus-hipofisis-ovarium, menghambat perjalanan ovum, mengganggu proliferasi
sehingga endometrium menjadi lebih tipis dan menggagalkan terjadinya implantasi.
Sedangkan progesterone bekerja dengan cara membuat lender serviks menjadi lebih kental,
sehingga penetrasi dan transportasi sperma menjadi sulit, menghambat kapasitasi sperma,
perjalanan ovum dalam tuba, implantasi, dan menghambat ovulasi melalui fungsi
hipotalamus-hipofisis-ovarium. 4,5
Efek samping pemberian kontrasepsi hormonal tergantung dari kadar hormon yang di
kandungnya. Kelebihan hormon estrogen dapat menimbulkan nausea, edema, keputihan,
kloasma, disposisi lemak berlebihan, eksotrofia serviks, teleangiektasia, nyeri kepala,
hipertensi, superlaktasi, dan payudara tegang. Rendahnya dosis estrogen dapat menyebabkan
spotting dan breakthrough bleeding antara masa haid. Sedangkan kelebihan progesterone
dapat menimbulkan pendarahan yang tidak teratur, nafsu makan meningkat, cepat lelah,
depresi, libido berkurang, jerawat, alopesia, hipomenore, dan keputihan. Kekurangan
hormon progesterone menyebabkan darah menstruasi yang lebih banyak dan lama. 4

2.6.1 Pil

Pil hormonal untuk kontrasepsi tidak terbuat dari estrogen dan progesterone alamiah, melainkan
dari steroid sintetik. Ada 2 jenis progesterone sintetik yang dipakai, yaitu yang berasal dari 19 nor
testosterone, dan yang berasal dari 17 alfa-asetoksi-progesteron. Jenis terakhir telah jarang
digunakan karena hasil penelitian pada binatang menunjukkan besarnya risiko timbulnya tumor
mamma. Derivate dari 19 nor-testosteron yang sekarang banyak digunakan untuk pil kontrasepsi
ialah noretinodrel, norethindron asetat, etinodiol, diasetat, dan norgestrel. 5

Estrogen yang banyak dipakai untuk pil kontrasepsi ialah etinil estradiol dan mestranol.
Masing-masing dari zat ini memiliki ethynil group pada acon C 17, sehingga efeknya akan meningkat
jika dimakan per os oleh karena zat tersebut tidak mudah berubah saat melewati system portal,
berbeda dengan steroid alamiah. Jadi steroid sintetik memiliki potensi yang lebih tinggi per unit jika
dibandingkan dengan steroid alamiah jika ditelan per os. 5

Terdapat 4 jenis pil KB / kontrasepsi oral : 4,5,8

1. Pil KB / kontrasepsi oral tipe kombinasi

Efek farmakologi pil kombinasi tidak hanya atas dasar besarnya dosis saja, melainkan juga
memperhitungkan jenis hormone dalam pil tersebut. Menurut penelitian Greenblatt,
etinodiol diasetat merupakan derivate progesterone yang paling kuat, sedangkan etinil
estradiol terkuat pada golongan derivate estrogen. Dewasa ini terdapat banyak macam pil
kombinasi, tergantung dari jenis dan dosis estrogen dan progesterone yang dipakai. 5

Terdiri dari 21-22 pil KB / kontrasepsi oral dan setiap pilnya berisi derivat estrogen dan
progestin dosis kecil, untuk pengunaan satu siklus. Pil KB / kontrasepsi oral pertama mulai
diminum pada hari pertama perdarahan haid, selanjutnya setiap pil hari 1 pil selama 21-22
hari. Umumnya setelah 2-3 hari sesudah pil KB / kontrasepsi oral terakhir diminum, akan
timbul perdarahan haid, yang sebenarnya merupakan perdarahan putus obat. Penggunaan
pada siklus selanjutnya, sama seperti siklus sebelumnya, yaitu pil pertama ditelan pada hari
pertama perdarahan haid. Jika lupa meminumnya, pil hendaknya diminum keesokan
paginya, sedangkan pil untuk hari tersebut diminum pada waktu biasa. Jika lupa minum pil
dua hari berturut-turut, dapat diminum 2 pil keesokan paginya dan 2 pil lusanya. 5,8

Gambar 2.3 satu paket pil kombinasi

2. Pil KB / kontrasepsi oral tipe sekuensial

Di Indonesia jenis ini tidak beredar lagi. Pil sekuensial ini tidak seefektif pil kombinasi dan
pemakaiannya hanya dianjurkan pada keadaan tertentu saja. Terdiri dari 14-15 pil KB /
kontrasepsi oral yang berisi derivat estrogen dan 7 pil berikutnya berisi kombinasi estrogen
dan progestin. Cara penggunaannya sama dengan tipe kombinasi. Efektivitasnya sedikit lebih
rendah dan lebih sering menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. 8

3. Pil KB / kontrasepsi oral tipe pil mini

Hanya berisi derivat progestin, noretindron atau norgestrel, dalam dosis kecil (0,5 mg per
hari), terdiri dari 21-22 pil. Cara pemakaiannya sama dengan cara tipe kombinasi. Mini-pil
bukan penghambat ovulasi, efek utamanya ialah terhadap lender serviks dan endometrium.

4. Pil KB / kontrasepsi oral tipe pil pascasanggama (morning after pil)


Berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari, dalam waktu kurang dari 72 jam
pascasanggama, selama 5 hari berturut-turut. Metode kontrasepsi ini berdasarkan penelitian
Morris dan Van Wagemen (1966) yang menemukan bahwa estrogen dalam dosis tinggi
dapat mencegah kehamilan jika diberikan segera setelah koitus yang tidak dilindungi.

2.6.2 Suntikan (Depo Provera)


Depo-provera ialah 6-alfa-metroksiprogesteron yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi
parenteral, mempunyai efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Obat ini termasuk
obat depot. Noristerat termasuk dalam golongan kontrasepsi ini. Mekanisme kerja kontrasepsi
ini sama seperti kontrasepsi hormonal lainnya. depo-provera sangat cocok untuk program
postpartum oleh karena tidak mengganggu laktasi. 5
Kontrasepsi suntikan yang banyak digunakan ialah medroksiprogesteron asetat 150 mg
dalam bentuk depo (lepas lambat) dan kombinasi medroksiprogesteron asetat 50 mg dengan
10 mg estradiol cipionat. Kedua jenis kontrasepsi suntikan ini diberikan secara IM (intra
muskular) dan harus cukup dalam, di daerah gluteus. Untuk jenis kontrasepsi suntikan
medroksiprogesteron asetat 150 mg disuntikkan tiap 12 minggu pada hari ke 1 sampai dengan
hari ke 5 dalam siklus haid atau dalam waktu 6 minggu setelah melahirkan. Sedangkan
kombinasinya diberikan setiap 30 hari. 8

2.6.3 Susuk / implant


Norpan merupakan salah satu jenis implant. Norplant implant subdermal adalah metode
kontrasepsi bagi wanita yang bersifat jangka panjang, dosis rendah, reversibel dan hanya
mengandung progestin. 4
Norplant terdiri dari 6 kapsul, masing-masing panjangnya 34 mm dengan diameter 2,4
mm dan mengandung 36 mg crystalline levonorgestrel. Kapsul dibuat fleksibel, dari tabung
silastic (polymethylsiloxane dan methylvinyl siloxane copolymer) yang dilapisi dengan silastic
adesif (polydimethylsiloxane). Rongga kapsul bagian dalam berdiameter 1,57 mm dan
panjangnya 30 mm. 6 kapsul mengandung 216 mg levonorgestrel yang sangat stabil dan
dipastikan tidak berubah dalam uji coba penggunaan kapsul lebih dari 9 tahun. 5,8
Implant dikemas dalam kantung yang hangat dan tertutup yang masa waktunya 5
tahun dari waktu dikeluarkan dan sekali dimasukkan mempunyai masa efektif 5 sampai 7
tahun. Penyimpanan di ruang dengan kelembaban yang tidak diubah-ubah atau jangka waktu
setelah 4 tahun, tapi optimalnya, implant sebaiknya disimpan di tempat sejuk, kering dan jauh
dari sinar matahari langsung.
Kecepatan pengeluaran dari kapsul ditentukan oleh total permukaan dan ketebalan
dinding kapsul. Penyebaran levonorgestrel terus-menerus pada dinding tabung ke sekitar
jaringan dimana diabsorbsi oleh sistem sirkulasi dan disebarkan secara sistemik, menghindari
kadar yang tinggi dalam sirkulasi dengan oral atau suntikan steroid. Selama 24 jam setelah
dimasukkan, konsentrasi plasma levonorgestrel antara 0,4-0,5 ng/mL, cukup tinggi untuk
mencegah konsepsi, penelitian mengenai perubahan lendir serviks menunjukkan bahwa
metode lain yang mendukung sebaiknya digunakan selama 3 hari setelah dimasukkan.
Kapsul melepaskan levonorgestrel kira-kira 85 µg per 24 jam selama penggunaan 6-
12 bulan pertama. Kemudian berkurang berangsur-angsur sampai 50 µg setiap harinya
selama 9 bulan dan 30 µg per hari selama sisa waktu penggunaan. 85 µg hormon dikeluarkan
oleh implant selama beberapa bulan pertama penggunaan yang hampir sama dengan dosis
levonorgestrel yang disebarkan setiap harinya oleh progestin, minipill kontrasepsi oral, dan
25-50% dari dosis disebarkan oleh kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah. 8

Berat badan mempengaruhi sirkulasi levonorgestrel. Semakin gemuk pemakai, konsentrasi


levonorgestrel lebih rendah selama beberapa waktu menggunakan Norplant. Terbesar menurun
pada wanita dengan berat badan lebih dari 70 kg (154 pounds), tapi pada wanita gemuk tingkat
pengeluarannya cukup tinggi untuk mencegah kehamilan paling sedikit sebanding dengan
kontrasepsi oral.

2.7 Metode Kontrasepsi Mantap

2.7.1 Tubektomi
Metode Operatif Wanita (MOW) atau tubektomi merupakan salah satu cara kontrasepsi
melalui pembedahan yang bersifat sukarela pada saluran telur wanita untuk menghentikan
fertilitas seorang wanita secara permanen, sehingga wanita tersebut tidak akan memperoleh
keturunan lagi. Sebagian besar kontrasepsi mantap atau sterilisasi pada mulanya dilakukan
bersamaan dengan seksio sesarea, laparotomi pada kehamilan ektopik terganggu, atau pada
pengangkatan tumor. Di Indonesia, teknik minilaparotomi baru dikembangkan pada tahun
1974 dan sejak tahun 1976 telah banyak dokter umum yang dididik dan dilatih tehnik
minilaparotomi yang dapat dilakukan pasca persalinan, pasca keguguran atau dalam masa
interval (keadaan tidak hamil).9
Prosedur postpartum (seperti minilaparotomi sub-umbilikus) biasanya dilakukan
dalam 48 jam pertama setelah persalinan pervaginam, atau dengan perawatan khusus 3-7
hari setelah persalinan. Tubektomi pasca persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh
edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan
karena alat-alat genital telah menciut dan mudah berdarah. Setelah suatu keguguran (yang
tidak disertai komplikasi lain) tubektomi dapat langsung dilakukan. Dianjurkan agar
tubektomi pasca keguguran sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam, atau selambat-
lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin. Sedangkan sterilisasi interval dapat dilakukan 6
minggu atau lebih setelah melahirkan (saat uterus telah berinvolusi secara penuh) atau saat
waktu lain ketika wanita tersebut tidak hamil.
Cara-cara pembedahan yang umum dilakukan (termasuk di Indonesia) saat ini antara
lain adalah laparotomi, minilaparotomi, laparoskopi, atau kuldoskopi. Sedangkan teknik
penutupan tuba bermacam-macam, tergantung pada keahlian operator. Teknik-teknik
tubeknomi yang telah dikenal antara lain teknik Madlener, teknik Pomeroy, teknik Irving,
teknik Aldridge, teknik Uchida, dan teknik Kroener. 5,9
Penyesalan pasca sterilisasi merupakan kondisi yang kompleks dan sering disebabkan
oleh peristiwa-peristiwa penting dalam hidup yang tidak terduga. Faktor resiko penyesalan
yang mungkin bermanfaat pada konseling pra-sterilisasi termasuk usia muda, paritas rendah,
dan status orangtua tunggal atau dalam keadaan hubungan yang tidak harmonis. Sebanyak
6% dari wanita yang disterilisasi dilaporkan menyesali atau meminta informasi tentang
pembalikan prosedur dalam periode 5 tahun setelah prosedur dilakukan. Wawancara follow-
up 14 tahun pasca prosedur menunjukkan bahwa penyesalan diungkapkan oleh 20.3%
wanita berusia 30 tahun atau lebih muda pada saat TLB dilakukan serta 5.9% dari wanita
lebih tua dari usia 30 tahun saat prosedur.9

Gambar 2.4. Tehnik Parkland merupakan salah satu teknik tubektomi

2.7.2 Vasektomi
Di Indonesia vasektomi tidak termasuk dalam program keluarga berencana nasional.
Vasektomi merupakan tindakan pemotongan vas deferens melalui operasi dengan anestesi
local. Pada dasarnya indikasi untuk melakukan vasektomi ialah bahwa pasangan suami-istri
tidak menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia dilakukan tindakan kontrasepsi
pada dirinya. 5,7
2.8 Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET)
Pemilihan jenis kontrasepsi didasarkan pada tujuan penggunaan kontrasepsi, yaitu: 4

1. Menunda kehamilan

Pasangan dengan istri berusia dibawah 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya.
Metode yang dipilih hendaknya memiliki reversibilitas dan efektifitas tinggi. Kontrasepsi
yang sesuai antara lain pil, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), maupun kontrasepsi
alamiah.

2. Menjarangkan kehamilan (mengatur kesuburan)

Masa saat istri berusia 20-30 tahun adalah saat yang paling baik untuk melahirkan 2 anak
dengan jarak kelahiran 3-4 tahun. Untuk itu sebaiknya dipilih alat kontrasepsi dengan
reversibilitas dan efektifitas yang cukup tinggi, dapat dipakai 3-4 tahun, dan tidak
menghambat produksi air susu ibu (ASI). Kontrasepsi yang sesuai adalah AKDR, pil, suntik,
metode alamiah, dan implant.

3. Mengakhiri kesuburan (tidak ingin hamil lagi)

Saat usia istri di atas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2
anak. Ciri kontrasepsi yang diperlukan memiliki efektifitas tinggi, reversibilitas rendah, dapat
dipakai untuk jangka panjang, serta tidak menambah kelainan yang telah ada. Kontrasepsi
yang sesuai ialah kontrasepsi mantap (tubektomi/vasektomi).
Metode kontrasepsi Efektifitas

Vasektomi ± 100 %

Tubektomi ± 100 %

Pil ± 100 %

Suntik ± 100 %
IUS 98-99 %

IUD 97-98 %

Mini-pil ± 98 %

Kondom 90-98 %

Diafragma dengan spermaticid 90-96 %

Table 2.1 metode kontrasepsi dan efektifitasnya


Konseling sangat diperlukan untuk dapat memutuskan metode dan jenis kontrasepsi apa yang
paling tepat bagi aseptor KB. Langkah-langkah konseling KB dikenal dengan moto “SATU
TUJU”, yaitu:

SA : beri salam kepada klien

T : tanyakan kepada klien infrmasi tentang dirinya


U : uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan reproduksi yang
paling mungkin

TU : bantulah klien menentukan pilihannya

J : jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya

U : kunjungan ulang


Jika kontrasepsi yang dipilih klien memerlukan tindakan medis, maka diperlukan surat
persetujuan tindakan (informed consent). Informed concent merupakan persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien tersebut.
2.9 Metode Kontrasepsi Masa Depan
Para peneliti terus mencari kemungkinan untuk menggunakan berbagai zat yang dapat
dimasukkan kedalam serviks guna menyumbat lumen tuba melalui sklerosis atau penutupan
mekanikal. Beberapa diantaranya dijelaskan berikut ini.
Quinacrine (sebelumnya digunakan sebagai obat anti-malaria) digunakan dalam
sterilisasi dengan dimasukkan kedalam tuba secara transservikal melalui alat intrauterin
copper T yang dimodifikasi. Walaupun belum disahkan sebagai metode sterilisasi di negara
manapun, diperkirakan 100.000 wanita telah menjalani metode sterilisasi ini. Cara kerja
penutupan tuba yang terjadi disebabkan oleh proses inflamasi dan fibrosis pada bagian
intramural dari tuba. Angka kegagalan jangka panjang, komplikasi, dosis optimal, serta
perlunya adjuvan (mis. obat anti radang nonsteroid) belum jelas karena tidak adanya
penelitian yang sistematik tentang metode ini serta buruknya follow-up terhadap wanita yang
menjalaninya. Penelitian toksikologis dan data follow-up yang lebih lanjut diperlukan
sebelum dapat dimulainya percobaan pada wanita di Amerika Serikat.9
Methylcyanoacrylate (MCA) merupakan zat perekat yang dipercaya dapat
menghasilkan sterilisasi tuba melalui proses nekrosis, inflamasi, serta fibrosis dari lumen
tuba. Proses memasukkan MCA kedalam kedua tuba secara konsisten masih menjadi sebuah
permasalahan yang belum terpecahkan. Maka dari itu penyempurnaan proses pemasukan,
data yang cukup mengenai kegagalan jangka panjang, serta angka kejadian komplikasi masih
diperlukan sebelum metode ini dapat disetujui untuk digunakan secara luas.9
Silikon yang diinjeksikan melalui sebuah alat khusus lewat servik kedalam tuba falopi
kemudian akan mengeras dan menjadi sumbat. Beberapa penelitian menunjukkan seringnya
kegagalan teknis akibat terjadinya spasmus tuba sehingga menyebabkan pembentukan
sumbat yang abnormal, serta diperlukannya prosedur kedua pada hampir dari 20% pasien dan
menetapnya patensi tuba pada 10% kasus.9
2.10 Peranan Pemerintah, Sosial, dan Agama Dalam Penggunaan Kontrasepsi
Pada awal pengenalan, KB termasuk kategori program yang masih dianggap aneh, tabu,
sulit, dan belum diterima oleh sebagian besar masyarakat. Pemerintah menunjukkan
peransertanya dalam menyukseskan program KB dengan mendirikan Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957. Untuk mengelola program KB, pemerintah
membentuk sebuah institusi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
pada 1970, sebagai institusi pemerintah nondepartemen yang bertugas mengoordinasikan
program KB secara nasional. Sejak itu, KB di Indonesia mulai dirancang sebagai salah satu
program pemerintah. Untuk lebih meningkatkan keberhasilan program, KB mulai
diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain. BKKBN juga telah lama menerapkan KB
Mandiri, yakni bagi warga yang mampu untuk mendapatkan alat kontrasepsi melalui dokter
atau bidan praktek swasta. Sementara bagi keluarga miskin masih menjadi tanggungan
pemerintah. Sehingga KB dapat dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat. 1,2
Di Indonesia, sangat sulit melihat peran pria dalam kesehatan reproduksi. Kurangnya
kesadaran pria dalam hal kesehatan reproduksi memang tidak terjadi begitu saja.
Permasalahannya adalah faktor budaya yang justru memanjakan suami, dalam artian
perempuan adalah pendamping setia yang sudah selayaknya bertanggung jawab seorang diri
soal kesehatan reproduksi. Kenyataannya, tidak dilibatkannya suami sebagai salah satu
pihak yang berkepentingan dengan kesehatan reproduksi, justru membuat mereka miskin
informasi, yang pada gilirannya merintangi pemenuhan hak reproduksinya. Dalam sebuah
penelitian, ditemukan suami-suami yang melarang pemakaian IUD sebagai alat kontrasepsi
pilihan istri, beranggapan yakin bahwa IUD atau spiral mengurangi kenikmatan hubungan
seksual. Hal lainnya, dari 14 persen isteri yang meminta suami untuk memakai metode
kontrasepsi pria, hanya separuh yang bersedia. Pasalnya, vasektomi sering dianggap dapat
mengurangi kemampuan seksual, sedangkan kondom membuat hubungan seksual menjadi
hambar.
Petugas kesehatan juga jarang melibatkan suami dalam konsultasi kesehatan, terutama
dalam perawatan kehamilan dan kelahiran anak. Bahkan, dari 50 dokter yang mengirimkan
laporan bulanan, kondom hanya ditawarkan kepada 16 persen klien ibu rumah tangga
penderita Penyakit Seks Menular (PSM).
Tak pelak lagi, kendala yang paling sering menghampiri pasangan dalam rumah
tangga adalah soal minimnya komunikasi. Dua pribadi yang berbeda, jika disatukan tanpa
perekat yang kuat berupa komunikasi yang kuat pula, akan menimbulkan berbagai masalah,
termasuk diantaranya ketidaktahuan akan pemenuhan hak dan kewajiban reproduksi yang
harus dilakukan suami.
Agama juga sering kali digunakan sebagai alasan untuk menolak penggunaan alat
kontrasepsi. Persoalan yang paling penting dan kadang diperdebatkan dalam Islam mengenai
KB adalah soal penentuan jumlah anak. Ada sebagian kalangan yang menilai membatasi
kelahiran dengan alasan takut tidak bisa menghidupi anak, tidak dibenarkan dalam Islam.
Dalam pandangan Islam sebagaimana difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada Musyawarah Nasional MUI tahun 1983, KB dinilai sebagai suatu ikhtiar atau
usaha manusia untuk mengatur kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum
agama, Undang-Undang (UU) Negara dan moral Pancasila. Untuk itu, dikatakan Ketua
Umum MUI, KH. MA Sahal Mahfudz, Agama Islam membenarkan pelaksanaan KB untuk
menjaga kesehatan ibu dan anak. Mengenai penjarangan kehamilan demi alasan kesehatan
ini, dikatakan telah dilakukan di zaman Rasulullah SAW. Dalam masa itu, sebagaimana
dikatakan dalam dua buah hadis yang diriwayatkan masing-masing oleh Bukhori dan
Muslim, seorang sahabat Rasul mengaku telah melakukan azal, yakni mengeluarkan air
mani di luar vagina istri atau yang lazim disebut saat ini sebagai senggama terputus, namun
tidak dilarang oleh Rasul. 1
Geraja Katolik menyatakan bahwa KB pertama-tama harus dipahami sebagai sikap tanggung
jawab. Soal metode, termasuk cara pelaksanaan tanggung jawab itu, umat Katolik harus
senantiasa bersikap dan berperilaku penuh tanggung jawab. Pelaksanaan pengaturan
kelahiran harus selalu memperhatikan harkat dan martabat manusia serta mengindahkan
nilai-nilai agama dan sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat. Sejauh ini Gereja
Katolik menganjurkan umat melaksanakan program KB dengan cara pantang berkala (tidak
melakukan persetubuhan saat masa subur). Para uskup Indonesia mendukung ajaran Paus
dengan memberi anjuran hendaknya metode alamiah (KB Alamiah-pantang berkala) beserta
segala perbaikannya lebih diperkenalkan dan dianjurkan, mengutip pedoman Pastoral
keluarga tahun 1975 No.26. Namun saat umat Katolik tidak dapat melaksanakan cara
tersebut (KB alamiah), mereka bisa bertindak secara tanggung jawab dan tidak perlu merasa
berdosa apabila menggunakan cara lain. Asal, cara tersebut tidak merendahkan martabat
suami atau istri, tidak berlawanan dengan hidup manusia (pengguguran dan pemandulan),
dan dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 1

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita

Nomor Registrasi : 28.21.29

Nama Pasien : Ni Made ‘N’

Umur : 43 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Br. Tatag, Desa Guwang, Sukawati, Gianyar, Bali

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Status : Menikah

Nama Suami : I Nyoman Jati

Umur : 50 tahun
Alamat : Br. Tatag, Desa Guwang, Sukawati, Gianyar, Bali

Pekerjaan : Petani

Tanggal Pemeriksaan : 19 Februari 2009

B. Anamnesis

Keluhan Utama

Ingin memasang IUD

Anamnesis Umum

Pasien datang ke poliklinik RSU Sanjiwani dengan tujuan ingin memasang kontrasepsi IUD.
Keluhan dikatakan tidak ada.

Anamnesis Khusus

Riwayat Menstruasi

Menarche umur 12 tahun, siklus haid dalam tiga bulan terakhir dikatakan teratur setiap 28 hari,
dengan lama haid 5-7 hari. Adapun jumlah darah haid adalah sebanyak 1 kali ganti pembalut
per harinya.

Hari Pertama Haid Terakhir : 13 Februari 2009

Riwayat Pernikahan

Menikah satu kali dengan suami sekarang sudah berjalan 14 tahun.

Riwayat Persalinan

1. Laki-laki, BBL: 2850 gr, lahir spontan belakang kepala, RS Sanjiwani, umur sekarang 13
tahun.

2. Perempuan, BBL:3000 gr, letak sungsang, lahir dengan SC, RS Sanjiwani, umur sekarang 7
tahun.

3. Perempuan, BBL:3000 gr, lahir spontan belakang kepala, RS Sanjiwani, umur sekarang 4
tahun.
Riwayat Kontrasepsi

Pil KB (4 tahun)

Pasien mengeluhkan merasa merepotkan untuk meminum pil tersebut setiap hari. Pasien
juga sering kali lupa meminumnya. Keluhan lain dikatakan tidak ada.

Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan kehamilan
seperti penyakit asma, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan lain-lain.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Di keluarga tidak diketahui adanya riwayat sakit berat.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : E4V5M6

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84 kali/menit

Laju Respirasi : 20 kali/menit

Temperatur : 36,7 °C (axilla)

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 47 kg

2. Status General

Kepala : Mata : Anemia (-), ikterus (-).

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-).

Pulmo : Vesikular (+)/(+),rhonki (-)/(-),wheezing (-)/(-).


Abdomen : Sesuai status gynekologi

Ekstremitas : Akral hangat : Ekstremitas atas +/+

Ekstremitas bawah +/+.

Oedem : Ekstremitas atas -/-

Ekstremitas bawah -/-.

3. Status gynekologi

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)

Vagina

Inspeksi: Flx (-), Fl (-)

Pembukaan serviks (-), livide (-), Jaringan (-)

Pemeriksaan Vaginal Toucher pukul 11.00 WITA.

Flx (-), Fl (-)

Pembukaan serviks (-),

Nyeri goyang (-)

CUAF : b/c normal

AP/CD : normal

RESUME

Wanita, 43 tahunn datang ke poliklinik RS Sanjiwani dengan tujuan memasang IUD. Keluhan
dikatakan tidak ada. Pasien telah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak, dimana anak terakhir
berusia 4 tahun. Pasien telah 4 tahun menggunakan pil KB sampai sekarang. Menstruasi terakhir
tanggal 13 Februari 2009.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Vital Sign dalam batas normal. Status general dalam batas normal.
Dari pemeriksaan ginekologi tidak ditemukan adanya kelainan.

D. Diagnosis Kerja

Aseptor KB IUD

E. Rencana Kerja

Rencana Diagnosa : konseling dan informed concern

Rencana Terapi :

Pasang IUD copper T


Medikamentosa:
Amoxicillin 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Monitor : kontrol poliklinik 1 minggu kemudian

KIE : jaga kebersihan

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien merupakan wanita berusia 45 tahun dengan 3 orang anak. Sebelumnya, selama 4 tahun
terakhir pasien menggunakan kontrasepsi jenis pil. Tidak ada keluhan fisik yang dirasakan
selain merasa repot dengan keharusan meminum pil KB tersebut setiap harinya. Pasien saat
ini ingin beralih menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim dengan alasan lebih praktis.
Dari bidang medis, pemilihan alat kontrasepsi harus berdasarkan tujuan dari pasien dengan
memperhatikan usia dan riwayat obstetrinya yang dikenal dengan metose kontrasepsi efektif
terpadu (MKET).
Saat usia istri di atas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2
anak. Ciri kontrasepsi yang diperlukan memiliki efektifitas tinggi, reversibilitas rendah, dapat
dipakai untuk jangka panjang, serta tidak menambah kelainan yang telah ada. Kontrasepsi
yang sesuai ialah kontrasepsi mantap (tubektomi/vasektomi).
Pasien telah memenuhi kriteria untuk dilakukan kontrasepsi mantap (tubektami). Namun Konseling
sangat diperlukan untuk dapat memutuskan metode dan jenis kontrasepsi apa yang paling tepat bagi
aseptor KB. Langkah-langkah konseling KB dikenal dengan moto “SATU TUJU”, yang salah satunya
: uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan reproduksi yang paling mungkin,
serta bantulah klien menentukan pilihannya.

Tubektomi sebagai salah satu jenis kontrasepsi mantap (kontap), memiliki ciri khusus dibandingkan
metode kontrasepsi lainnya yakni memiliki sifat permanen. Artinya bila tindakan kontap ini berhasil,
peserta KB yang bersangkutan tidak akan dapat memiliki keturunan lagi, dengan kata lain kontap
akan menghentikan kemampuan reproduksi seseorang. Oleh karena itu tindakan ini memerlukan
persiapan yang relatif lebih lama daripada metode lainnya karena harus mempertimbangkan baik,
buruk, manfaat dan kerugiannya dari aspek agama, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Sering terjadi
seseorang dalam mengambil keputusan tidak menyadari sepenuhnya konsekuensi dari keputusan itu
dan kemudian menimbulkan penyesalan. Dengan konseling yang baik, hal tersebut dapat dihindari
atau setidaknya dikurangi. Karena sifat kontap yang permanen, tidak semua orang dapat menjalani
tindakan tersebut. Calon peserta harus memenuhi 3 syarat, yaitu sukarela, bahagia, dan sehat.15
Pasien menyatakan dirinya belum siap untuk menggunakan kontrasepsi permanen ini.

Alat kontrasepsi dalam rahim yang dipilih pasien memiliki efektifitas cukup tinggi dan dapat dipakai
untuk jangka panjang. AKDR yang mengandung levonorgestrel bisa digunakan untuk jangka waktu 3
atau 5 tahun. Sehingga AKDR ini dapat menjadi pilihan dalam jangka panjang. Sedangkan Pil KB
kurang dianjurkan karena usia ibu relative tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya efek
samping dan komplikasi.

Pemasangan AKDR sebaiknya dilakukan sewaktu haid atau pada hari-hari haid akhir.
Pamasangan dapat juga dilakukan sesudah melahirkan, sesudah abortus, atau setiap waktu
selama siklus haid jika dapat dipastikan wanita tersebut tidak hamil. Pemeriksaan selanjutnya
dilakukan setelah satu minggu pemasangan, tiga bulan kemudian, dan selanjutnya setiap 6
bulan. Tidak ada konsensus yang menyebutkan berapa lama AKDR boleh ditinggalkan dalam
uterus, akan tetapi AKDR copper T sebaiknya diganti tiap 3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. BKKBN. Keluarga Berencana dan Kependudukan. Available from:


http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.aspx?MyID=2664 Accessed: Feb 20, 2009.
1. Medicastore. Serba-serbi Kontrasepsi. Available from:
http://www.medicastore.com/oc/serbaserbi.htm Acessed: Feb 20, 2009.

1. Wikipedia. Birth control. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Birth_control


Accessed: Feb 20, 2009.

4. Mansjoer A., Kontrasepsi. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 cetakan 1.


Media Aesculapius. Jakarta 2000. Hal.350-369

1. Albar E. Kontrasepsi. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu


Kandungan. Edisi kedua, cetakan kelima. Jakarta, 2007.

1. Suwiyoga K., dkk. Dalam: Buku Ajar Keluarga Berencana. Universitas Udayana. Denpasar.
2001. hal:161-377.

1. Burkman RT. Contraception and family planning. On: Current Essential Obstetric and
Gynecology. William & Wilkins. Pennsylvania. 1996; 579-596.

1. Medicastore. Kontrasepsi. Available from:


http://www.medicastore.com/apotik_online/kontrasepsi.htm Accessed: Feb 21, 2009.

1. Sklar Avi J. eMedicine – Tubal Sterilization. 2004. Available at : http://www.emedi-


cine.com/med/topic3313.htm Accessed Feb 23, 2009. Last update August 7, 2004.

 b)Persiapan
alat, terdiri
atas alat
medis dan
non
medis.c ) P e r s
iapan klien,
diantaranya
:(1)Klien
dianjurkan
mandi
sebelum
mengunjungi
tempat
pelayanan. Bila
tidak sempat,
anjurkan klien
untuk membersih
kan daerah perut
bagian bawah,
rambut kemaluan
danvagina dengan
sabun.( 2 ) B i l a
menutupi
daerah
operasi,
rambut
p u b i s cukup
digunting
(bukan/tidak
dicukur).
Pencukuran hanya
apabilasangat
menutupi daerah
operasi dan
waktu
pencukuran
adalahsesaat
sebelum operasi
dilaksanakan.
(3)Bila
menggunakan
elevator/
manipulator
r a h i m , sebaikny
a dilakukan
pengusapan
larutan antiseptik
(misalnyaProvid
on iodine) pada
servik dan
vagina (terutama
klien
masainterval).
(4)Setelah
pengolesan
Providone
Iodine pada
k u l i t , tunggu 1-
2 menit agar
yodium bebas
yang dilepaskan
dapatmembunuh
mikroorganisme
dengan
baik.d ) K e l e n g
kapan klien
dan petugas
ruang
operasi.
(1)Klien
menggunakan
pakaian operasi.
Bila tidak
tersedia,dapat
digunakan kain
penutup yang
bersih.
(2)Operator dan
petugas kamar
operasi harus
dalam
keadaansiap
(mencuci tangan,
berpakaian
operasi, memakai
sarung tangan,topi
dan masker) saat
berada di ruang
operasi.
(3)Masker
harus menutupi
mulut dan
hidung, bila
lembab/ basah
harus diganti.
(4)Topi harus
menutup
rambut.
(5)Sepatu luar
harus dilepas,
ganti dengan
sepatu/
sandaltertutup,
yang khusus
dipergunakan
untuk ruang
operasi.e ) P e n
cegahan
i n f e k s i (1)S
ebelum
p e m b e d a h a n (a
)Operator atau
petugas
mencuci
tangan
denganmenggun
akan larutan
antiseptik,
menggunakan
pakaian
operasidan sarung
tangan steril.
(b)Gunakan
larutan antiseptik
untuk
membersihkan
vaginadan servik.
(c)Usapan
larutan antiseptik
pada daerah
operasi, mulai
daritengah
kemudian
meluas ke
daerah luar
dengan
gerakanmemutar
hingga bagian
tepi perut.
Untuk klien
pasca persalinan,
bersihkan daerah
umbilikus dengan
baik. Tunggu 1-2
menit agar
yodium bebas
yang dilepaskan
dapat
membunuhmikro
organosme
dengan baik.
(2)Selama
p e m b e d a h a n (a)
Batasi jumlah
kegiatan dan
petugas di dalam
ruang operasi.
(b)Pergunakan
instrumen,
sarung tangan
dan kain
penutupyang
steril.
 
(c)Kerjakan
dengan
ketrampilan dan
teknik yang
tinggi
untuk menghindar
i trauma dan
komplikasi
(perdarahan).
(3)Setelah
p e m b e d a h a n (a)
Sementara
menggunakan
sarung tangan,
operator
dan petugas
ruang operasi
harus membuang
limbah ke
dalamwadah
yang tertutup
rapat dan bebas
dari kebocoran.
(b)Lakukan
tindakan
dekontaminasi
pada instrumen/
peralatanyang
akan
dipergunakan
sebelum
dilakukan
pencucian,dekont
aminasi dengan
larutan klorin
0,5%.(c)Lakukan
tindakan
dekontaminasi
pada meja
operasi,
lampu,meja
instrumen/ benda
lain yang
mungkin
terkontaminasise
lama operasi
dengan
mengusapkan
larutan klorin
0,5%.
(d)Dilakukan
pencucian dan
penatalaksanaan
instrumen
sesuai prosedur.
(e)Cuci tangan
setelah melepas
sarung
tangan.f ) T i n d a
kan dan
pelaksanaan
t u b e k t o m i (1)A
nestesi dan
membuka
dinding
perut(a)Berikan
obat anestesi
Diazepam per
oral.(b)Pasang
Wing Needle
(c)Jika klien
memerlukan
tambahan sedasi,
berikan Pethidin
1mg/ kg BB.
(d)Lakukan
tindakan asepsis
pada lapangan
operasi
yaknisekitar
pusat dengan
betadin atau
yodium alkohol
kemudiantutup
dengan kain steril
berlubang di
tengah.
(e)Suntikkan
secara infiltrasi
anestesi lokal
(lignokain
1%) pada tempat
insisi, tunggu
hingga anestesi
bereaksi.
(f)Lakukan insisi
melintang pada
kulit dan jaringan
subkutansepanjan
g 2-3 cm tepat di
bawah pusat.
(g)Insisi lapis
demi lapis
sampai
menembus
peritoneumkemu
dian peritoneum
dijepit dengan 2
klem,
transluminasiunt
uk identifikasi
dan digunting
selebar jari
sehingga
bisadimasuki jari
telunjuk dan
sebuah tampon
tang.
Masukkanlidoka
in 1% dalam
semprit 10 ml,
beritahu klien
akandialakukan
penyuntikan
bahan anestesi
(lakukan
komunikasialih
nyeri).
(2)Mencapai
t u b a (a)Masukk
an refraktor ke
dalam rongga
abdomen,
tarik refraktor
kearah tuba yang
akan dicapai.
(b)Jepit tuba
dengan pinset
atau klem
Babcock dan
tarik  pelan-
pelan keluar
melalui lubang
insisi sampai
terlihatfimbria.
(c)Bila tuba
tertutup
omentum atau
usus, sisihkan
denganmemakai
kasa bulat yang
dijepit klem arteri
dan posisi
klienTrendelenber
g.(3)Oklusi/
penutupan
TubaMenutup
dinding perut
 

(a)Periksa
rongga abdomen
(kemungkinan
perdarahan
ataulaserasi usus).
(b)Jahit fasia
dengan jahitan
simpul atau
angka 8
memakai benang
kromic
catgut 
nomer 1.(c)Jahit
subkutis dengan
jahitan simpul
memakai benang
 plain catgut 
nomer 0.(d)Jahit
kulit dengan
jahitan simpul
memakai benang
sutranomer 0.
(e)Tutup tempat
jahitan dengan
kasa larutan
antiseptik
danrekatkan
dengan
plester.Perawatan
pasca
tindakan(a)Berita
hu pada klien
bahwa prosedur
tubektomi
sudahselesai dan
klien diminta
untuk
beristirahat,
dipantau
danmendapat
penjelasan di
ruang pulih.
(b)Ukur dan nilai
tanda-tanda vital
serta keluhan
klien,
buatlaporan
prosedur dan hasil
prosedur
tubektomi.i.Kom
plikasi yang
mungkin terjadi
dan
penanganannyaT
ubektomi
seringkali
menimbulkan
beberapa
komplikasi,
antara laininfeksi
luka, demam, luka
pada kandung
kemih,
hematoma,
emboli, rasa
sakitdan
perdarahan.
Masing-masing
komplikasi
tersebut
memiliki
cara penanganan
yang berbeda-
beda.
Penjelasan
tentang
komplikasi
dan penanganan
lebih lanjut
terlampir. j.Angk
a Kegagalan
Metode
TubektomiMetod
e kontrasepsi
tubektomi
merupakan
metode yang
efektifitasnyacuk
up tinggi, hal ini
dapat dilihat dari
angka
kegagalannya
yang
cukuprendah.
Angka kegagalan
metode
tubektomi
berdasarkan cara
mencapai
tubadan cara
penutupan tuba
terlampir.k.Kunj
ungan
UlangKunjungan
ulang dianjurkan
pada setiap
pasien yang
dilakukan kontap,
baik minilap
maupun kontap
laparoskopi.
Waktu
kunjungan ulang
pertamadilaksan
akan pada
minggu pertama
sampai kedua
pasca operasi.
Waktukunjungan
ulang berikutnya
yaitu 1 bulan
sampai 3 bulan
pasca operasi
danselanjutnya 6
bulan sampai 12
bulan pasca
operasi.
(Winkjosastro,
2007

Anda mungkin juga menyukai