Anda di halaman 1dari 16

PENGHINDARAN PAJAK PERUSAHAAN APPLE Inc.

Oleh :

Khairunnisa Alfina Damayanti (2017320077)


Ade Umayah (2017320081)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
PENGHINDARAN PAJAK PERUSAHAAN APPLE

A. Pendahuluan
Tulisan diatas adalah salah satu pernyataan dalam dokumen testimoni Apple Inc
pada tanggal 21 Mei 2013 lalu. Saat itu, Apple dimintai keterangan terkait kasus
penghindaran pajaknya. Tidak hanya terkenal dengan produk fenomenal seperti iPad
atau iPhone—yang dijual dengan harga dasar rata-rata tiga kali dari harga produksi dan
baru-baru ini dinyatakan telah terjual lebih dari satu miliar buah, Apple sepertinya juga
bisa dibilang terkenal dengan keunikan dan kreatifitasnya dalam menghindari pajak.

Unik karena metode yang digunakan oleh Apple ternyata lebih simpel dari
teknik “double irish with dutch sandwich”; sebuah strategi teknik penghindaran pajak
dengan melibatkan beberapa anak perusahaan yang terdaftar di Irlandia dan Belanda
dengan tujuan memindahkan laba dari negara dengan tarif pajak yang tinggi ke negara
dengan tarif pajak yang lebih rendah. Teknik ini, meski simpel—karena secara prinsip
hanya memanfaatkan celah hukum pajak dua negara (Irlandia dan Amerika), sementara
teknik ‘double irish with dutch sandwich’ seperti yang diterapkan oleh Google dan
banyak perusahaan multinasional seringkali untuk penerapannya memerlukan
keterlibatan grup perusahaan di setidaknya empat negara yang berbeda—ternyata
mampu meminimalisir pajak penghasilan perusahaan Apple dengan sangat signifikan.

Tulisan ini akan membahas lebih detail bagaimana Apple menerapkan teknik
penghindaran pajak untuk menghemat pajak penghasilan senilai 44 milyar US Dollar
(atau sekitar 570 triliun Rupiah) pada tahun 2009 s.d. 2012.
B. Konsep dasar penghindaran pajak internasional

Penghindaran pajak (tax avoidance) pada prinsipnya adalah sesuatu yang legal.
Inilah mengapa banyak otoritas pajak memiliki seperangkat alat penangkal berupa anti
tax-avoidance rules. Hasilnya, ada dua kategori lanjutan untuk penghindaran pajak:
yang dapat diterima (acceptable tax avoidance) dan yang tidak dapat diterima
(unacceptable tax avoidance). Sementara yang acceptable tax avoidance bisa dibagi
lagi ke dalam kategori deferential (santun) dan defiant (kasar), dalam beberapa
kasus unacceptable tax avoidance bisa juga disebut aggressive tax planning. Skema ini
biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan menggunakan
teknik transfer pricing, treaty shopping, controlled foreign corporation (CFC),
maupun thin capitalisation. Transfer pricing dan CFC sedikit banyak akan dibahas
dalam tulisan ini.

Dalam konteks perpajakan internasional, setiap negara memiliki sistem


perpajakan sendiri-sendiri, yang mungkin tidak sama atau bahkan saling bertentangan
dengan sistem negara lain. Ini menjadi masalah ketika masuk ke ranah penerimaan
perpajakan. Dalam konteks ini lokasi memiliki peran penting. Bagaimana pengenaan
pajak terhadap individu atau perusahaan yang kegiatan bisnisnya di negara A
sementara mereka berdomisili di negara B? Adalah wajar jika kemudian negara dimana
individu tinggal akan berupaya mengenakan pajak dari sisi domisili, sementara negara
dimana kegiatan bisnis dilakukan akan mengenakan pajak dari sisi sumber penghasilan.

Namun demikian, bagi perusahaan konsep domisili ini tidak berlaku. Yang
berlaku adalah konsep residensi (kriteria untuk menentukan apakah sebuah perusahaan
asing seharusnya diperlakukan sebagai wajib pajak dalam negeri suatu negara). Konsep
ini ditentukan melalui beberapa pertimbangan, misalnya dimana perusahaan terdaftar,
dimana aktivitas bisnis dilakukan, dimana perusahaan dikelola dan dikendalikan.
Setiap negara memiliki pertimbangan yang berbeda dan sangat mungkin berubah
(misalnya, melihat dinamika perkembangan digital economy, pada tahun 2013 Inggris
merevisi konsep ‘residensi’ dalam sistem pajaknya). Prinsip-prinsip ini akan dikaji
lebih lanjut untuk membahas kasus Apple.

Salah satu norma dasar dalam perpajakan internasional adalah ‘semua


penghasilan akan dikenakan sekali dan hanya sekali’. Artinya, secara prinsip,
perpajakan internasional tidak hanya harus bisa menghindarkan adanya pengenaan
pajak berganda (avoid double taxation), tapi juga harus bisa mencegah adanya upaya
untuk ‘terbebas dari pajak’ baik dari sisi domisili si penerima penghasilan maupun dari
sisi sumber pemberi penghasilan (double non-taxation). Singkat kata, ada dua ‘double’
yang seharusnya dihindari dalam konteks perpajakan internasional: double
taxation dan double non-taxation. Dalam konteks ‘double non-taxation’ inilah struktur
perpajakan internasional Apple akan dibahas.

Untuk memberikan gambaran awal bagaimana mekanisme penghindaran pajak


dilakukan dalam konteks perpajakan internasional, tulisan ini akan memberikan contoh
sederhana. Katakanlah PT A di Indonesia memproduksi barang untuk dijual di
Australia. Karena tarif Pajak Penghasilan di Indonesia dianggap terlalu tinggi (25%),
PT A ingin melakukan penghematan pajak dengan mendirikan anak perusahaan di
Irlandia (X Ltd), dimana tarif pajak hanya 12,5%. Dengan cara ini PT A bisa
melakukan penggeseran laba (profit shifting) dengan cara menjual produk dengan
harga rendah (under pricing) ke X Ltd di Irlandia terlebih dahulu sebelum menjualnya
ke konsumen akhir di Australia (Z Ltd).

Sama halnya untuk kasus pembelian. PT A di Indonesia bisa menaikkan harga


pokok produksi dengan mencatat pembelian diatas harga yang sebenarnya (over
pricing) dengan melakukan pembelian barang dari anak perusahaan di Irlandia yang
membeli bahan dengan harga pasar wajar dari pihak independen di Australia. Ilustrasi
dari penjelasan ini bisa dilihat dalam Gambar 1 berikut.
Agar lebih mudah dipahami, mengacu pada Gambar 1 diatas, contoh
sederhana akan diberikan untuk kasus penjualan. Untuk menjual produk seharga,
katakanlah, 1000 AUD, PT A memiliki dua pilihan. Pertama, langsung menjual
produk ke konsumen akhir (Z Ltd) di Australia. Jika hal ini dilakukan, maka PT A
akan membayar pajak 100 AUD dan memiliki laba bersih setelah pajak 300 AUD
(lihat skema A dalam tabel dibawah). Skema ini, karena hanya melibatkan dua
entitas, bisa disebut dengan ‘direct sales under bilateral model’. Rincian
perhitungan bisa dilihat di Tabel 1 dibawah.

Kedua, PT A bisa menjual terlebih dahulu ke anak perusahaan di Irlandia


(X Ltd) seharga 600 AUD dan kemudian X Ltd menjualnya ke Australia seharga
1000 AUD (skema B). Dengan skema ini, PT A di Indonesia tidak perlu membayar
pajak karena tidak memiliki laba bersih sebelum pajak. Namun demikian, sebagai
grup, dengan biaya operasional tambahan sebesar 10 AUD, PT A akan menghemat
pajak sebesar 51,25 AUD (100 dikurangi 48.75) dan memiliki tambahan
penghasilan neto sebesar 41,25 AUD (341,25 dikurangi 300). Skema ini, karena
melibatkan tiga entitas (X Ltd sebagai perantara), bisa disebut dengan ‘indirect
sales under trilateral model’. Perlu dicatat, sebagaimana lazimnya transaksi
penghindaran pajak, meski secara legal barang ini dijual oleh PT A ke X Ltd di
Irlandia— antara lain dengan alasan efisiensi—dalam praktek secara fisik barang
akan dikirim langsung dari Indonesia ke Z Ltd di Australia.
Salah satu cara sederhana untuk memahami implikasi pajak dari
penggunaan dua skema tax arbitrage diatas adalah dengan menggunakan effective
tax rate (ETR) terhadap penghasilan (perlu dicatat, dalam beberapa kasus nilai ETR
ini diterapkan terhadap laba bersih sebelum pajak). Dalam contoh diatas, skema A
akan menghasilkan nilai ETR sebesar 10% (100 dibagi 1000) sementara skema B
akan menghasilkan ETR sebesar 4,9% (48,75 dibagi 1000). ETR ini adalah salah
alat uji untuk mengetahui besarnya pajak yang berhasil ‘dihemat’ oleh Apple.

C. Struktur perpajakan internasional Apple


Kasus penghindaran pajak Apple lebih mudah dipahami jika kita mengetahui
struktur besar grup perusahaan Apple. Dari struktur ini bisa diketahui bahwa tidak
seperti perusahaan multi nasional yang cenderung memakai teknik ‘Double Irish with
Dutch Sandwich’ yang lumayan rumit, teknik penghindaran pajak Apple bisa dikatakan
jauh lebih sederhana. Meski sederhana, teknik ini baru bisa diketahui setelah pihak
induk perusahaan Apple di Amerika dipanggil oleh Senat untuk dilakukan
parliamentary hearing pada bulan Mei 2013 lalu.

Teknik ini berawal ketika induk perusahaan, Apple Inc., mendirikan tiga anak
perusahaan dengan kepemilikan saham 100% (wholly owned subsidiaries) di Irlandia
pada tahun 1980, sesaat sebelum listing di bursa efek New York. Ketiga perusahaan
dimaksud adalah: (i) Apple Operation International (AOI); (ii) Apple Operation
Europe; dan (iii) Apple Sales International (ASI).  Secara sederhana, struktur
perusahaan Apple bisa diilustrasikan dalam Gambar 2 dibawah (dimodifikasi dari Ting,
2014).

Garis merah dalam gambar tersebut menunjukkan bahwa perusahaan induk


Apple dengan domisili di Amerika menguasai sepenuhnya tiga anak perusahaan di
Irlandia dan penguasaan sebagian beberapa perusahaan distributor di beberapa negara
(termasuk misalnya di Irlandia dan Singapura). Perusahaan Apple, jika dilihat dari
perspektif enterprise doctrine atau sebagai sebuah entitas yang ‘utuh’ meliputi seluruh
perusahaan yang berada dalam wilayah yang berwarna abu-abu. Namun demikian,
dalam konteks struktur perpajakan, AOI dan ASI yang memiliki peran paling penting.
D. Skema penghindaran pajak Apple
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, dari tiga anak perusahaan Apple dengan
status wholly owned subsidiaries (AOI, AOE, dan ASI), AOI dan ASI yang memiliki
peran kunci terkait penerapan teknik double non-taxation (Ting, 2014). Atas dasar
inilah kedua anak perusahaan ini dibahas secara lebih detail, termasuk peran yang 
mereka jalankan.

Pertama, Apple Operations International (AOI). AOI digunakan oleh Apple Inc
untuk memanfaatkan celah hukum yang ada di Irlandia dan Amerika. Yang menarik—
untuk tidak dibilang mengejutkan—meski memiliki tiga direktur, AOI tidak memiliki
pegawai. Tiga dari dua direktur AOI berasal dari Apple Inc dan tinggal di Amerika dan
seluruh rapat direksi dilakukan di Amerika. AOI secara legal terdaftar di Irlandia,
namun pusat manajemen dan pengendaliannya berada di Amerika.

Meski terdaftar di Irlandia, AOI bukanlah ‘corporate tax residence’ di Irlandia.


Hal ini karena definisi legal dari corporate tax residence di Irlandia semata-mata
merujuk dimana lokasi perusahaan yang menjadi pusat manajemen dan pengendalian
perusahaan berada (dalam hal ini di Amerika). Sementara itu, AOI juga bukanlah ‘tax
residence’ di Amerika. Mengapa? Karena hukum pajak Amerika menetapkan bahwa
status residensi sebuah perusahaan hanya ditentukan oleh dimana perusahaan tersebut
terdaftar (dalam hal ini di Irlandia). Dalam kasus ini, istilah it takes two to tango adalah
benar adanya. Jelas bukan kalau AOI secara substansi bukan ‘wajib pajak’ tidak hanya
di Amerika tetapi juga di Irlandia?

Hal ini cukup mengejutkan melihat posisi AOI yang sangat strategis karena
merupakan perantara perusahaan induk Apple dengan berbagai anak perusahaan Apple
di berbagai negara. AOI juga membawahi ASI dan beberapa anak perusahaan
distributor untuk pangsa pasar di Eropa dan Asia. Dengan penguasaan dominan di
beberapa anak perusahaan, AOI menerima jumlah dividen dengan jumlah yang
signifikan dari grup anak perusahaan (misalnya, antara tahun 2009 – 2011 AOI
menerima dividen sebesar 30 miliar US Dollar atau sekitar 390 triliun Rupiah), tanpa
pernah membayar pajak penghasilan badan di negara-negara dimana anak perusahaan
beroperasi. Selain aset berupa grup anak perusahaan, aset dominan dari AOI adalah
uang kas yang tersimpan di bank-bank di New York.

Kedua, Apple Sales International (ASI). ASI juga terdaftar di Irlandia. Seperti
halnya AOI, ASI juga secara residensi bukan merupakan ‘wajib pajak’ baik di Amerika
maupun di Irlandia. Meski berdiri sejak tahun 1980, ASI baru memiliki pegawai pada
tahun 2012; ketika ada 250 orang staff dipindahtugaskan dari AOE (induk langsung
perusahaan ASI, lihat gambar 3). ASI mempunyai dua fungsi utama: (i) berhubungan
dengan beberapa pabrikan pihak ketiga di China untuk merakit produk-produk Apple
dan (ii) memasarkan produk Apple melalui anak perusahaan distributor di Eropa dan
Asia. Perlu dicatat, khusus untuk pasar China, produk Apple tidak dipasarkan melalui
ASI, tapi oleh grup anak perusahaan yang lain di Irlandia (Apple Distribution
International – ADI). Meski sebagai penjual ASI berlokasi di Irlandia, secara fisik
produk Apple yang dirakit di China tidak pernah singgah di Irlandia.
Hal yang unik dari ASI adalah anak perusahaan ini memiliki skema
pembagian biaya (cost sharing arrangement) dengan sang induk perusahaan, Apple
Inc. Dengan skema ini, ASI memiliki hak ekonomi atas penggunaan hak kekayaan
intelektual dari Apple, meskipun secara legal kepemilikannya tetap berada di Apple
Inc yang berada di Amerika. Artinya, dengan adanya persetujuan ini, ASI memiliki
kewenangan untuk membiayakan biaya riset dan pengembangan (R&D expenses)
secara proporsional dengan besarnya penjualan produk untuk pasar di luar
Amerika. Sebagai contoh, melalui skema cost sharing arrangement ini, pada tahun
2011, karena 60% penjualan Apple secara global berada di luar Amerika, ASI
memiliki kewajiban untuk membebankan 60% dari total biaya R&D Apple sebesar
2,4 miliar US Dollar (sekitar 31 triliun Rupiah), atau sekitar 1,4 miliar US Dollar
(atau sekitar 19 triliun Rupiah).

Tentu saja, dari perspektif bisnis, proporsi pengalokasian biaya ini apabila
dikaitkan dengan jumlah penghasilan yang diterima kurang beralasan. ASI
memperoleh rasio laba yang jauh lebih besar melalui mekanisme cost sharing
agreement ini. Misalnya, rasio laba terhadap biaya (profit to cost ratio) untuk Apple
Inc adalah 7 berbanding 1 (setiap 1 dollar biaya akan berkorelasi dengan
keuntungan 7 dollar), sementara rasio yang sama untuk ASI adalah 15 berbanding
satu. Penting untuk diketahui, Apple Inc telah diaudit secara reguler oleh otoritas
pajak Amerika (IRS), dan mekanisme cost sharing ini tidak pernah
dipermasalahkan dan dinyatakan memenuhi peraturan perpajakan dimana grup
anak perusahaan beroperasi.

Meski demikian, dari hasil hearing dengan Senat Amerika diketahui bahwa


proporsi alokasi penghasilan dan biaya yang dilakukan oleh Apple kurang bisa
diterima akal sehat. Lokasi aktual dari aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh
Apple—misalnya biaya R&D dan penjualan—berbeda jauh dengan lokasi dimana
laba berada. Singkat kata, terjadi profit shifting. Penjualan lebih banyak dicatat di
anak perusahaan di Irlandia yang memiliki jauh lebih sedikit pegawai dan lebih
sedikit aktivitas ekonomi. Sebagai gambaran, alokasi penghasilan yang tidak
proporsional untuk anak perusahaan di Irlandia bisa diuraikan sebagai berikut:

Seperti terlihat dalam Gambar 4, meski hanya memiliki porsi 1% dari


jumlah konsumen global Apple dan 4% jumlah karyawan dari total Apple grup,
grup anak perusahaan Apple di Irlandia mencatat laba sebelum pajak dengan senilai
64% dari total laba sebelum pajak untuk keseluruhan Apple grup. Sebagai
tambahan, jika perbandingan Amerika dan non-Ameriksa digunakan, dari total
pegawai Apple sebanyak 80 ribu, 65% (52 ribu) berada di Amerika dan sisanya
(35%; 28 ribu) berada di luar Amerika. Selain itu, sekitar 95% kegiatan R&D
dilakukan oleh Apple di Amerika. Sedangkan ETR atas penghasilan di Amerika
sebesar 20,1%, sementara untuk ETR untuk penghasilan dari luar Amerika hanya
sebesar 1,8%.
Sebagai anak perusahaan Apple, ASI memang telah melaporkan SPT
Tahunan pajak penghasilannya di Irlandia. Namun jumlah pajak penghasilan yang
dibayarkan tidak sebanding dengan besarnya penghasilan yang mereka peroleh.
Sebagai, contoh pada tahun 2010, ASI hanya membayar pajak penghasilan sekitar
130 miliar Rupiah atas penghasilan sebesar 286 triliun Rupiah. Sedangkan pada
tahun 2011, ASI memperoleh penghasilan sebesar 156 triliun Rupiah dan hanya
membayar pajak penghasilan sebesar 91 miliar Rupiah. Dengan kata lain ETR dari
pembayaran pajak ASI pada tahun 2010 dan 2011 hanya sebesar 0.05% dan 0.06%.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana ASI bisa membayar pajak sedemikian kecil?

Singkatnya, alih-alih menghindari ‘pajak berganda’ (double-taxation),


Apple sepertinya melakukan apa yang disebut dengan ‘penghindaran pajak ganda’
(doube non-taxation). Dengan kata lain, Apple bisa menghindari pajak ‘dua kali’.
Pertama, melalui pencatatan laba di anak perusahaan Apple di Irlandia tidak
dikenakan pajak di Amerika. Kedua, laba yang dibukukan oleh anak perusahaan
Apple di Irlandia tersebut juga tidak dikenakan pajak di negara-negara dimana
produk Apple dijual ke konsumen akhir.

E. Bagaimana hal ini bisa terjadi?


Ada setidaknya empat kondisi yang memungkinkan Apple bisa melakukan
‘penghindaran pajak ganda’. Keempat faktor tersebut dapat ditunjukkan dalam diagram
dibawah.

1. Celah legal dari definisi ‘wajib pajak dalam negeri’


Adanya celah legal yang memungkinkan Apple mendirikan perusahaan
yang bukan ‘wajib pajak dalam negeri’ baik di Irlandia maupun di Amerika akibat
definisi yang saling melengkapi (complementay definitions). Kedua negara
menggunakan pendekatan faktor tunggal untuk menentukan ‘residensi’ dari sebuah
perusahaan: Amerika menggunakan tempat dimana perusahaan terdaftar, sementara
Irlandia menggunakan pusat manajemen dan pengendalian perusahaan. Jadi, sebuah
perusahaan yang didirikan di Irlandia, namun penguasaan manajemen dan
pengendaliannya berada di Amerika bukanlah wajib pajak dalam negeri baik di
kedua negara.

2. Kelemahan aturan transfer pricing untuk aset tidak berwujud


Salah satu bagian penting dari skema penghindaran pajak Apple adalah
adanya pemindahan hak ekonomis atas hak kekayaan intelektual Apple kepada ASI
melalui skema cost sharing agreement. Berdasarkan kontrak, ASI mendapatkan hak
untuk memproduksi dan memasarkan produk Apple di Eropa dan Asia. Namun
demikian, karena dianggap memiliki kepemilikan aset ekonomi tidak berwujud
yang terpisah, ASI tidak perlu membayar biaya royalti kepada Apple. Artinya,
meskipun hak memproduksi dan memasarkan yang ada di anak perusahaan Apple
di Irlandia secara nyata ‘terpisah’ dari fakta bahwa seluruh
kegiatan R&D dilakukan di Amerika, kepemilikan legal dari hak kekayaan
intelektual tetap berada di Apple Inc yang berada di Amerika.

Tentu saja, teknik perencanaan pajak berupa pemindahan aset tidak


berwujud ke negara dengan tarif pajak rendah bukanlah teknik yang baru.
Perusahan multinasional di Amerika telah melakukan teknik penggeseran laba
(profit shifting) ke negara-negara dengan tarif pajak yang rendah sejak tahun 1970-
an. Terlebih lagi, ketika skema ‘cost sharing’ mulai diperkenalkan di Amerika pada
tahun 1990-an, skema transfer pricing tidak lagi efektif bisa digunakan untuk
memastikan transfer dilakukan sesuai dengan prinsip harga pasar wajar (arm’s
length principle). Misalnya, melalui skema ‘cost sharing’, sebuah perusahaan di
Amerika mungkin akan mengalokasikan biaya R&D ke anak perusahaan di Irlandia
dengan porsi, katakanlah, 35:65. Artinya, dengan kontribusi 65% dari biaya R&D,
anak perusahaan di Irlandia berhak untuk mendapatkan porsi sebesar dari 65% dari
laba yang terkait dengan aset tidak berwujud. Dan, hal ini tetap bisa dilakukan
meskipun secara nyata seluruh aktivitas R&D dilakukan di Amerika.

Skema cost sharing ini pada awalnya dibuat dengan keyakinan bahwa


sebuah perusahaan multinasional tidak akan mengetahui sebelumnya apakah
aktivitas R&D yang dilakukan akan berhasil atau tidak. Keyakinan menghasilkan
pemahaman bahwa jika kegiatan penelitian dan pengembangan produk yang
dilakukan tidak berhasil, maka induk perusahaan multi nasional akan menanggung
biaya R&D yang seharusnya menjadi beban anak perusahaan di luar negeri. Oleh
karenanya, pada awal pengenalan konsep ini, perusahaan multinasional
diasumsikan tidak akan terlalu agresif dalam menerapkan skema ‘cost sharing’
semata-mata untuk alasan penghindaran pajak.

Asumsi ini ternyata terbukti jauh dari kebenaran. Kasus Apple ini adalah
salah satu buktinya. Asumsi ini mengabaikan adanya asimetri informasi antara
perusahaan multi nasional dan otoritas pajak. Perusahaanlah yang berada dalam
posisi terbaik untuk memperkirakan apakah riset dan pengembangan produk
mereka akan berhasil atau tidak; bukan otoritas pajak yang tidak memiliki
informasi apa-apa. Bahkan, dalam prakteknya, sebuah perusahaan akan berinisiatif
untuk menggunakan skema ‘cost sharing’ hanya jika menilai sebuah
proyek R&D akan berhasil. Dengan kata lain, skema ini malah memberikan
mekanisme legal bagi perusahaan multinasional untuk menggeser labanya ke
negara dengan tarif pajak rendah. Bahkan, dalam banyak kasus, sebuah perusahaan
multinasional tidak memiliki sebuah alasan yang bagus untuk menggunakan skema
‘cost sharing’ selain karena alasan penghindaran pajak.

3. Kelemahan aturan CFC (controlled foreign corporation) di Amerika


Aturan mengenai CFC untuk pertama kalinya dikenalkan di Amerika pada
tahun 1962. Aturan ini bertujuan untuk membatasi adanya pengaturan penundaan
atau pengalihan pembayaran pajak (tax deferral) atas penghasilan tertentu, misalnya
pembayaran dividen intra-group, bunga, royalti, dan penjualan intra-group.
Mungkin ada banyak anggapan bahwa CFC ini efektif dalam mencegah adanya
modifikasi transaksi dalam grup perusahaan. Hal ini tidak terjadi dalam kasus
Apple.

Alasan utama mengapa skema pajak Apple lolos dari jaring CFC Amerika
adalah fasilitas ‘manufacturing exception’. Fasilitas ini awalnya diberikan untuk
memberikan pengecualian kepada perusahaan CFC dari pengenaan pajak secara
segera (immediate) jika perusahaan CFC tersebut adalah harus perusahaan pabrikan
(manufacturer) yang memberikan nilai tambah secara substansial terhadap produk
yang dihasilkan. Pengecualian ini pada awalnya mungkin dimaksudkan agar aturan
CFC tidak menghalangi perusahaan multinasional Amerika untuk melakukan
ekspansi operasi manufakturnya di negara lain. Namun demikian, pada tahun 2008
kebijakan ini diperlonggar. Syarat sebuah perusahaan CFC berhak mendapat
fasilitas ‘manufacturing exception’ tidak harus perusahaan pabrikan; syaratnya
berubah menjadi yang penting memberikan ‘kontribusi yang signifikan’ terhadap
produk yang dihasilkan. Hal inilah yang memberikan peluang bagi ASI di Irlandia
untuk mendapatkan fasilitas ‘manufacturing exception’ dari Apple Inc di Amerika
sehingga penghasilan Apple di Irlandia ‘terlindung’ dari pengenaan pajak di
Amerika.

Kelemahan dalam skema pengawasan CFC diperburuk dengan


diperkenalkannya kebijakan ‘check-the-box regulation’. Kebijakan ini,
diperkenalkan pada tahun 1997, pada prinsipnya memberi keleluasaan pada entitas
bisnis di Amerika dalam konteks pemenuhan kewajiban pajak di Amerika untuk
memilih entitas bisnis (entity classification) mereka apakah sebuah perusahaan atau
bukan (pass-through entity). Disinilah Apple Inc memanfaatkan fasilitas ini. Hanya
dengan memberikan tanda ‘centang’ kolom pada formulir IRS Service Form 8832
untuk seluruh anak perusahaan AOI, seluruh anak perusahaan Apple Inc (termasuk
ASI yang punya peran krusial), tidak lagi muncul dalam administrasi perpajakan
Amerika dan menjadi bagian dari AOI untuk tujuan perpajakan Amerika. Kondisi
ini mengakibatkan apa yang disebut dengan ‘intra-group transactions’ dalam
jumlah signifikan dianggap tidak ada.

4. Keberadaan negara-negara dengan tarif pajak rendah (low tax jurisdictions)


Ini adalah salah satu penyebab paling utama yang memotivasi perusahaan
multinasional untuk melakukan penghindaran pajak. Seperti halnya air, dalam
konteks perpajakan, penghasilan akan selalu diupayakan untuk menuju ke tempat
(dengan tarif pajak) terendah. Dalam konteks Apple, tarif pajak maksimum di
Amerika adalah 35%. Ini termasuk yang tertinggi untuk kategori negara maju.
Sementara itu, tarif pajak Badan di Irlandia kurang dari separo dari tarif pajak
Amerika: 12,5%.
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, ada tiga hal yang bisa disimpulkan. Pertama, sebagai
perusahaan Amerika, Apple memperoleh 60% lebih dari penghasilannya dari luar
Amerika. Meski dari sisi bisnis ini merupakan hal bagus—karena mengindikasikan
eksistensi Apple sebagai perusahaan global, ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dari sudut pandang perpajakan internasional. Secara global, effective tax
rate penghasilan Apple dari luar Amerika hanya sebesar 1,8%. Ini tentu saja jauh lebih
kecil dari tarif efektif di Amerika maupun di negara sumber dimana lokasi penghasilan
berada. Artinya, Apple tidak membayar pajak sesuai tarif normal yang berlaku di negara
sumber penghasilan. Bahkan, bisa dikatakan Apple berhasil melakukan penghindaran
pajak ganda.

Kedua, dengan 65% pegawai Apple dan 95% dari aktivitas R&D berada di


Amerika, rasio laba terhadap biaya dari ASI (di Irlandia) dua kali lipat dari rasio yang
sama untuk Apple Inc. Artinya, ada indikasi skema ‘cost sharing arrangement’ yang
mengalokasikan secara tidak proporsional biaya yang rendah kepada grup perusahaan
Apple di Irlandia. Hal ini jelas menunjukkan adanya indikasi profit shifting ke negara
dengan tarif pajak rendah.

Ketiga, bagaimana hal ini dapat diatasi dan diantisipasi? absennya konsensus global
mengenai apa yang disebut dengan acceptable dan unacceptable tax avoidance, isu besar
terkait interpretasi dan implementasi terhadap norma perpajakan internasional jelas terbuka
lebar. Salah satu usulan yang mungkin bisa dianggap ideal adalah pemberlakuan
‘formulary apportionment’. Sesuai namanya, metode ini menggunakan rumus-rumus
tertentu untuk menghitung besarnya penghasilan yang wajar suatu perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa. Namun demikian, selain rumit, penerapan secara global
tentu masih membutuhkan proses panjang dan adanya konsensus banyak negara. Dan,
seandainya saja metode ini bisa diberlakukan, akan timbul biaya transisi yang signifikan
untuk peralihannya dari metode konvensional yang sekarang ini—karena akan melibatkan
kurang lebih 3.000 perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaties) yang saat ini ada.
Selain itu, ada beberapa metode lain yang saat ini sedang diwacanakan (seperti, misalnya,
metode ‘worldwide tax consolidation’ terhadap perusahaan multinasional atau skema
khusus seperti ‘Google tax’), yang saat ini sedang terus ditelaah secara mendalam
dalam Base Erosion Profit Shifting (BEPS) Project-nya OECD.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin Rosid. (2016). Thoughts on taxation, life and law.


https://arifinrosid.com/2016/09/22/cara-simpel-apple-menghindari-pajak/amp/

Rostamaji Korniawan. (2017). Menjaga kepercayaan Investor melalui kasus tax evasion Apple Inc.
Di Irlandia : Literatur Review.

Anda mungkin juga menyukai