BLOK 10 MODUL 4
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas laporan yang
berjudul “Lesi pada jaringan lunak” ini tepat pada waktunya. Laporan ini kami
susun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari Diskusi Kelompok Kecil
(DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. drg. Verry Asfirizal, M.Kes. selaku tutor kelompok 1 yang telah membimbing
kami dalam menyelesaikan Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
2. drg. Verry Asfirizal, M.Kes. selaku dosen penanggung jawab kuliah modul ini
yang telah membimbing dan memberikan tugas kepada kami.
3. Teman-teman kelompok 1 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan
dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil
(DKK).
4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2018 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini
sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil Diskusi
Kelompok Kecil (DKK) ini.
Kelompok I
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................... i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
BAB 1 : Pendahuluan............................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan............................................................................................2
C. Manfaat Penulisan..........................................................................................2
BAB 2 : Pembahasan.............................................................................................2
A. Skenario.......................................................................................................3
C. Identifikasi masalah.....................................................................................3
D. Analisa masalah...........................................................................................4
E. Strukturisasi konsep.....................................................................................5
F. Learning Objective.......................................................................................6
G. Belajar mandiri.............................................................................................6
H. Sintesis.........................................................................................................6
BAB 3 : Penutup...................................................................................................19
A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................19
Daftar Pustaka.....................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rongga mulut adalah pintu masuknya makanan ke dalam tubuh.
Rongga mulut terbagi atas dua bagian yaitu oral dan oro-faring. Yang termasuk
daerah oral adalah bibir, lidah, palatum keras, mukosa bukal, gingiva, dasar
mulut, maksila, mandibula dan kelenjar air liur, sedangkan yang termasuk
dalam bagian oro-faring adalah palatum lunak, pangkal lidah, tonsil dan
dinding faring. Dalam penulisan ini, hanya akan dibahas mengenai oral
mukosa. Mukosa oral pada bagian bukal dan labial merupakan mukosa yang
tida berkeratin, smenetara pada mukosa palatal dan gingiva merupakan mukosa
yang memiliki lapisan keratin.
Inflamasi dalam rongga mulut terdiri dari inflamasi jaringan keras
dan inflamasi jaringan lunak/inflamasi mukosa mulut. Salah satu inflamasi
mukosa mulut yang sering terjadi adalah Stomatitis Aftosa Rekuren atau
disingkat SAR.5 Di Indonesia Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) atau
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) ini sering dikenal oleh masyarakat awam
dengan sebutan sariawan. SAR merupakan suatu lesi yang terjadi pada mukosa
mulut, biasanya berupa lesi kecil berulang lebih dari satu berbentuk bulat atau
ovoid yang dikelilingi oleh haloeritema dengan dasar kuning atau keabuan.
Leukoplakia merupakan reaksi perlindungan terhadap iritan kronis.
Tembakau, alkohol, gesekan kronis, radiasi ultraviolet, dan kandidiasis
diperkirakan menyebabkan reaksi ini. Leukoplakia mempunyai ukuran, lokasi,
dan gambaran klinis yang bervariasi. Daerah yang paling sering terkena adalah
bagian lateral dan ventral lidah, dasar mulut, mukosa alveolar, bibir, trigonom
retromolar palatum lunak, dan gingiva cekat rahang bawah. Permukaannya
tampak halus dan homogen, tipis dan rapuh, berfisura, kasar, verukoid,
nodular, atau bercak-bercak. Lesi bervariasi warnanya, dari putih pucat
translusen, abu- abu, atau putih-coklat.
1
B. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang stomatitis apthous reccurent
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang leukoplakia
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah agar mahasiswa dapat
memahami dan menjelaskan secara menyeluruh mengenai etiologi, factor
penyebab, gejala dan tanda klinis serta penatalaksanaan dari stomatitis apthous
reccurent dan leukoplakia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. SKENARIO
Lesi putih
Pagi ini pada mukosa labial di daerah rongga mulutku terdapat lesi
putih ada yang berukuran kecil dan ada juga yang berukuran besar, hal ini
sering saya alami dan tanpa diobati pun kadang sembuh dengan sendirinya.
Saat muncul kadang saat datang menstruasi atau saat saat saya mengalami
suatu masalah. Dengan bertambah usia menyakit yang saya alami tambah
jarang terjadi. Suami saya usia 40 tahun memakai gigi tiruan lepasan dan
mempunyai kebiasaan merokok, dan pada daerah gingiva terdapat lesi
berwarna putih, menonjol, tetapi tidak mengkilat, timbulnya indurasi
menyebabkan permukaan menjadi kasar dan berlekuk-lekuk. Saya heran sudah
diberi obat tidak sembuh sembuh tidak seperti yang saya alami. Saya mulai
khawatir atas penyakit yang dia alami saat ini. Dan merencanakan untuk
memeriksakan ke dokter gigi supaya dapat ditangani dengan benar.
C. Identifikasi Masalah
1. Apa hubungan mendtruasi dengan lesi ?
2. Apa factor penyebab timbulnya lesi?
3. Mengapa lesi dapat sembuh sendirinya ?
4. Mengapa lesi istri berbeda dengan lesi suami ? lesi istri dapat sembuh
sendirinya sedangkan suami tidak bisa sembuh ?
5. Apa hubungan kebiasaan merokok dengan timbulnya lesi ?
6. Hubungan usia dengan lesi ?
3
7. Apa saja lesi selain lesi putih ?
D. Analisa Masalah
1. Pada wanita umumnya mengalami menstruasi dan salah satu fase pada
menstruasi adalah fase luteal. Fase luteal merupakan fase dimana
menurunnya kadar hormone progesterone. Hal ini menyebabkan kualitas dan
jumlah sel menurun sehingga mengganggu system imun tubuh dan berakibat
pada menurunnya pertahanan rongga mulut sehingga mudah untuk terinfeksi.
Akan tetapi lesi ini tidak selalu timbul.
2. Faktor penyebab timbulnya lesi :
a. trauma
b. herediter
c. factor lokal : oral hygiene buruk dan merokok
d. obat-obatan
Obat-obatan calcium blockers menyebabkan lesi merah pada gingiva
e. defisiensi vitamin
3. Jika yang timbul variasi normal, memang bisa sembuh dengan sendirinya.
Contohnya : glandula fordycs di mukosa bukal. Glandula sebasea yang
terperangkap diantara proceccus maksilaris dan proceccus mandibularis pada
masa embrio. Contoh lain di scenario adalah penyakit yang dirasaka oleh si
istri. Yang kemungkinan sementaranya adalah stomatitis aphtous reccurent.
Mengapa bisa sembuh sendiri, hal itu disebabkan karena munculnya penyakit
tersebut disebabkan oleh faktor hormonal yang mempengaruhi kondisi istri
yakni pada saat stress dan menstruasi. Sehingga, ketika kadar hormone
kembali normal, maka lesi putih yang diderita dapat sembuh degan
sendirinya.
4. Hal itu dapat terjadi yang disebabkan karena :
a. istri terkait factor hormonal yaitu hormone progesterone, sedangkan faktor
lain yaitu penggunaan gigi palsu (menyebabkan mukosa tertutup sehingga
terjadi stagnasi dan penumpukan bakteri) dan kebiasaan merokok
(contohnya stomatitis nikotin )
4
b. Posisi lesi yang berbeda. Perbedaan struktur mukosa labial dan gingiva
yang menyebabkan perbedaan posisi lesi yang timbul berbeda.
5. Merokok menyebabkan xerostomia, sehingga hiposalivasi, sehingga saliva
berkurang, rongga mulut berpotensi menjadi pintu masuk bakteri/pathogen.
a. kandungan rokok (nikotin dan tembakau)
b. cara merokok
c. panasnya
d. yang dihirup bukan oksigen
6. Hubungan usia dengan lesi :
a. penurunan fungsi tubuh dan system imun
b. pada wanita, di masa menopouse hormone progesterone menjadi stabil
sehingga lesi jarang terjadi
7. Pada dasarnya, terdapat dua jenis lesi, yakni :
a. Lesi putih : kasar, lebih tinggi karena hyperkeratosis
Contoh : Glandula F, chemical burn, Leukoedema, Leukoplakia, dan white
sponge nevus
b. Lesi merah : merah, dan licin
Contoh : purpura dan denture stomatitis
E. Strukturisasi Konsep
Lesi Putih
Jenis
5
F. Learning Objektif
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang stomatitis apthius reccurent
a) Etiologi dan faktor penyebab
b) Tanda dan gejala klinis
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang leukoplakia
a) Etiologi dan faktor penyebab
b) Tanda dan gejala klinis
c) Penatalaksanaan
G. Belajar Mandiri
Pada step ini masing-masing anggota kelompok belajar secara mandiri untuk
menemukan learning objective yang sebelumnya sudah disepakati bersama.
H. Sintesis
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang stomatitis apthius reccurent.
SAR (Stomatitis Aphtosa Rekuren)
Stomatitis memiliki arti dalam bahasa yaitu peradangan jaringan
lunak di mulut, aphtosa berarti terbakar, dan rekuren yang artinya ulkus
pada rongga mulut tersebut timbul berulang atau secara tiba-tiba tanpa
penyebab yang pasti. Masyarakat mengenal Stomatitis Aftosa Rekuren
dengan sebutan yaitu sariawan (Junhar, dkk, 2015).
6
Sumber gambar : Recurrent aphthous stomatitis: A review. Journal of Oral Pathology
and Medicine.
7
Faktor keturuan dianggap memiliki peranan yang sangat penting
pada pasien yang menderita SAR. Faktor keturunan diperkirakan
berhubungan dengan peningkatan human leucocyte antigen (HLA),
tetapi ada beberapa ahli yang menolak pernyataan tersebut. HLA
menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik melalui pengaktifkan
sel mononukleus ke epitalium. Jika kedua orangtua mengalami SAR
maka besar kemungkinan akan terkena kepada anak-anaknya. Sekitar
40% pasien yang memiliki riwayat keluarga SAR akan muncul ulkus
lebih awal dan keparahan yang lebih berat dibanding pasien yang tidak
memiliki riwayat keluarga SAR (Preety L, et al, 2011).
Pasien yang mengalami defisiensi nutrisi memiliki hubungan
terhadap timbulnya SAR. Sebagian penderita SAR diperkirakan
mengalami defisiensi vitamin B12 (Volkov et al, 2009). Selain itu
defisiensi hematinik (zat besi, asam folat, vitamin B6 dan B12 juga
memiliki keterkaitan terhadap timbulnya SAR. Pada penelitian
didapatkan 20% pasien SAR mengalami defisiensi hematinik (Kumar A,
et al, 2014).
Zat besi, asam folat, dan vitamin B12 sangat penting untuk
proses eritropoisis. Sel darah merah dalam sirkulasi darah tubuh,
mengangkut oksigen ke jaringan bersama haemoglobin yang didapat
dari zat besi berada di dalamnya. Anemia menyebabkan aktivitas
enzim-enzim pada mitokondria dalam sel menurun karena terganggunya
transpor oksigen dan nutrisi, sehingga menghambat diferensiasi dan
pertumbuhan sel epitel. Akibatnya proses diferensiasi terminal sel-sel
epitel menuju stratum korneum (lapisan keratin) terhambat dan
selanjutnya mukosa mulut akan menjadi lebih tipis oleh karena
hilangnya keratinisasi normal, atropi, dan lebih mudah mengalami
ulserasi.
Anemia juga menyebabkan terjadinya kerusakan imunitas
seluler, berkurangnya aktivitas bakterisidal dari leukosit
polymorphonuclear, respon antibodi tidak adekuat dan abnormalitas
8
pada jaringan epitel. Kondisi inisering terjadi pada seseorang yang
menderita defisiensi vitamin B12, folat, dan zat besi (Laillyza M dan
Tutti H, 2010).
9
bertahap membesar selama 48-72 jam berikutnya. Lesi individu biasanya
bulat, simetris, dan dangkal (mirip dengan borok virus), tetapi tidak ada
tanda-tanda jaringan yang hadir, dan ini membantu untuk membedakan
RAS. Stomatitis aphthous berulang memiliki tiga presentasi utama
sebagaimana dirangkum dalam.
i. Minor (MiRAS),
ii. Major (MaRAS), atau
iii. Ulkus herpetiformis (HU).
1) RAS minor
Ini adalah presentasi paling umum yang mempengaruhi sekitar
80% pasien dengan RAS: ulkus berbentuk bulat atau oval biasanya
berdiameter <5 mm dengan pseudomembran abu-abu-putih dan
lingkaran cahaya eritematosa. MiRAS biasanya terjadi pada mukosa
labial dan bukal dan dasar mulut, tetapi jarang pada gingiva, langit-
langit mulut, atau dorsum lidah. Ulkus sembuh dalam 10-14 hari
tanpa jaringan parut.
10
Ini adalah bentuk RAS yang jarang dan parah, kadang-kadang
disebut periadenitis mukosa necrotica kambuh. Ulkus ini berbentuk
oval dan berdiameter lebih dari 1 cm serta memiliki kecenderungan
untuk bibir, langit-langit lunak, dan faucet. Ulkus bertahan hingga 6
minggu dan seringkali sembuh dengan jaringan parut. MaRAS
biasanya mulai muncul setelah pubertas dan kronis, bertahan hingga
20 tahun atau lebih.
11
Minor RAU (MiAU) memiliki kecenderungan muncul pada
mukosa yang dapat bergerak, melapisi, dan tidak keratin, terutama
mukosa bukal dan bibir, lidah ventral, lunak langit-langit, dan di
ruang depan. RAU mayor (MaAU) terlihat pada langit-langit lunak
dan fauces, lidah, dan mukosa bukal dan labial sedangkan herpetiform
aphthous ulceration (HAU) melibatkan bagian anterior mulut, ujung,
lateral dan lidah ventral, dan dasar mulut. tetapi jarang muncul di
bibir.
12
Gambar 7. Treatment untuk SAR
3. Pemberian Vitamin C
Dimana vitamin C ini diberikan secara orl yang berfungsi dalam
pembentukan kolagen. Kolagen tersebut merupakan senyawa protein
yang mempengaruhi integritas struktur di semua jaringan ikat sehigga
berperan dalam penyembuhan luka. Selain itu juga dapat mencegah
terjadi nya infeksi karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksinya dan meningkatkan absorpsi serta metabolisme Fe.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang leukoplakia
Leukoplakia oral (OL) didefinisikan sebagai bercak putih atau
plak. Prevalensi OL dilaporkan 2,6% di antara populasi umum. Sebagian
besar lesi terlihat di atas usia 50 dengan laki-laki lebih sering terkena;
Namun, dalam beberapa penelitian telah ditemukan sedikit kecenderungan
pada wanita. OL adalah lesi berpotensi ganas yang paling sering dari
mukosa mulut. Sementara etiologi lesi ini tidak dijelaskan. Beberapa
penulis menyebutkan hubungan antara leukoplakia dan tembakau, alkohol,
sanguinaria, radiasi ultraviolet, trauma, mengunyah sirih, faktor genetik,
dan mikroorganisme. Secara klinis, OL bermanifestasi sebagai plak putih
yang ireversibel, tidak dapat dikikis, dan sedikit terangkat yang mungkin
memiliki tampilan keriput, kasar hingga “kering atau pecah-pecah”. Lesi ini
dibagi menjadi tipe homogen atau non-homogen. Jenis yang homogen
memiliki permukaan keputihan yang teratur dan halus serta batas yang
jelas.
13
meningkatnya konsentrasi kalsium menyebabkan terjadinya meneralisasi
plak.
Plak yang menumpuk pada gigi perokok, jika tidak dilakukan
pengendalian plak, maka timbunan bakteri di dalam plak akan semakin
banyak dan plak mengalami pertambahan massa, kemudian berlanjut
dengan pengerasan yang disebut dengan karang gigi (kalkulus). Karang
gigi berwarna coklat kehitaman dan berbau. Karang gigi tidak bisa
dihilangkan dengan menyikat gigi biasa. Perlekatan plak yang
merupakan awal terbentuknya kalkulus, yang jumlahnya lebih besar
dijumpai pada perokok akan memperburuk status kebersihan mulut
seorang individu (Alamsyah, 2009).
Pada perokok berat, merokok menyebabkan rangsangan pada
papilla filiformis (tonjolan pada lidah bagian atas) sehingga menjadi
lebih panjang. Sehingga memberikan gambaran seperti selaput tebal
pada lidah dan akan menahan debris serta pigmen yang berasal dari
makanan, minuman, rokok dan permen. Hasil pembakaran rokok yang
berwarna hitam kecoklatan mudah dideposit, sehingga perokok sukar
merasakan rasa pahit, asin, dan manis, karena rusaknya ujung sensoris
dari alat perasa (tastebuds )(Siregar danSusanti, 2010).
Merokok dapat menunda penyembuhan jaringan lunak rongga
mulut anda karena rokok mengurangi pengiriman oksigen dan nutrisi ke
jaringan gusi. Pada perokok yang mengalami perlukaan pada gusi akibat
peradangan (gusi mudah berdarah) akan lebih lambat proses
penyembuhannya. Kebiasaan merokok akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah (vasokonstriksi) dan sekresi kelenjar liur. Jika
pembuluh darah menyempit maka supply oksigen dan nutrisi ke jaringan
menjadi terhambat, termasuk penyembuhan luka akibat pencabutan
(Siregar dan Susanti, 2010).
Oral leukoplakia merupakan lesi prekanker. Resiko terkena
kanker rongga mulut para perokok mempunyai resiko tinggi terkena
kanker rongga mulut karena banyaknya kandungan bahan kimia dalam
14
sebatang rokok yang bersifat toksik dan karsinogen seperti tar, nikotin
dan karbonmonoksida. Beberapan statistic dari America Canser Soclety
menyatakan sekitar 90% kanker rongga mulut dikarenakan
mengkonsumsi tembakau, resiko terkena keganasan karena banyaknya
jumlah merokok atau dan lamanya paparan rokok.
15
Gambar 9. Eritroleukoplakia pada alveolar ridge
b. Leukoplakia nodular, berupa lesi dengan sedikit penojolan
membulat, berwarna merah dan putih sehingga tampak granula-
granula atau nodul-nodul keratotik yang kecil tersebar pada bercak-
bercak atrofik dari mukosa. Saat ini lesi sudah dianggap menjadi
ganas. Karena biasanya dalam waktu singkat akan berubah menjadi
tumor ganas seperti karsinoma sel skuamosa, terutama bila lesi ini
terdapat di lidah dan dasar mulut.
16
Gambar 11. Leukoplakia verukosa di lidah
17
Perawatan non-bedah menyebabkan efek samping yang minimal,
khususnya pada pasien dengan lesi yang tersebar luas, leukoplakia yang
melibatkan area besar mukosa mulut, atau pada mereka yang memiliki
masalah medis yang memiliki risiko tinggi terhadap pembedahan, atau
ketika pasien menolak intervensi bedah. Selain itu perawatan nonbedah
pun relatif lebih murah dan tak memerlukan perawatan intensif di pusat
kesehatan.
Setiap perawatan leukoplakia oral harus dimulai dengan
penghapusan faktor risiko seperti penyalahgunaan tembakau,
penyalahgunaan alkohol, infeksi candida yang tumpang tindih di atas lesi
dll. Hingga 60% leukoplakia mengalami regresi atau menghilang sama
sekali jika penggunaan tembakau dihentikan. Pada kasus infeksi candida
maka pemberian aintifungal dan penghindaran tembakau dapat
memperkecil lesi. Sangat penting bagi pasien leukoplakia untuk
senantiasa menjaga kebersihan mulutnya.
A. Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif meliputi penggunaan anti fungal dan
agen kemopreventif seperti vitamin (vitamin A, C, E), fenretinide
(vitamin A analog), carotenoids (beta-carotene, lycopene), bleomycin,
protease inhibitor, obat-obatan antiinflamasi, teh hijau, temulawak,
dan lain-lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa terapi
fotodinamik pun dapat dilakukan untuk mengatasi leukoplakia.
1. Antifungal
Pada kasus leukoplakia yang disebabkan oleh fungi maka
antifungal adalah pilihan yang tepat untuk mengatasinya. Beberapa
antifungal yang dapat digunakan seperti polyene-nystatin tablet
yang larut perlahan di mulut, imidazol, dan fluconazol. Pada pasien
leukoplakia dengan immunocompromize maka dibutuhkan
perawatan antifungal yang lebih toksik seperti amphotericin B.
2. Karotenoid
18
Karotenoid dapat di definisikan sebagai molekul yang sangat
hidrofobik. Contoh jenis karotenoid yang sering dipakai yakni beta
karoten dan lycopene. Beta karoten adalah perkursor vitamin A
yang sering ditemui pada sayuran hijau, orange, atau kekuningan
seperti bayam, wortel, pepaya, mangga, ubi, dan jeruk. Betakaroten
direkomendasikan sebagai obat untuk leukoplakia berhubungan
dengan aksi antioksidannya.
B. Tindakan Bedah
1. Bedah konservatif-eksisi
Pembedahan konvensional mengacu pada eksisi luka
dengan pisau bedah. Pembedahan konvensional mungkin tidak
cocok untuk lesi yang luas atau terletak pada bagian anatomi
tertentu. Morbiditas yang tinggi akibat bedah ini pun menjadi hal
yang harus dipikirkan lagi sebelum melakukannya pada pasien
dengan lesi yang luas.
2. Cryosurgery
Cryosurgery adalah metode perawatan yang melibatkan
kerusakan jaringan terkontrol yang disebabkan oleh suhu rendah.
Metode ini secara lokal menghancurkan jaringan lesional dengan
pembekuan in situ oleh nitrogen cair atau dinitrogedioksida
(N2O2). Ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya tidak
terlalu menyebabkan keluarnya darah, insidensi infeksi sekunder
yang sangat rendah, dan cenderung kurangnya jaringan parut dan
rasa sakit. Ini juga dapat digunakan untuk pasien kelompok risiko
tinggi seperti mereka dengan alat pacu jantung, orang tua, dan
mereka dengan koagulopati. Selain itu, cryosurgery dapat menjadi
pilihan pertama dalam kasus lesi multipel dan luas, area sulit
akses bedah, dan area di mana estetika penting.
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Stomatitis memiliki arti dalam bahasa yaitu peradangan jaringan
lunak di mulut, aphtosa berarti terbakar, dan rekuren yang artinya ulkus pada
rongga mulut tersebut timbul berulang atau secara tiba-tiba tanpa penyebab
yang pasti. Masyarakat mengenal Stomatitis Aftosa Rekuren dengan sebutan
yaitu sariawan. Namun banyak faktor pendukung lainnya seperti genetik,
defisiensi nutrisi dan faktor penunjang lainnya.
Leukoplakia oral (OL) didefinisikan sebagai bercak putih atau plak.
Prevalensi OL dilaporkan 2,6% di antara populasi umum. Sebagian besar lesi
terlihat di atas usia 50 dengan laki-laki lebih sering terkena; Namun, dalam
beberapa penelitian telah ditemukan sedikit kecenderungan pada wanita. OL
adalah lesi berpotensi ganas yang paling sering dari mukosa mulut. Untuk
faktor dan etiologi dari leukoplakia sebagian besar dikarenakan kebiasaan
buruk salah satu contohnya adalah merokok.
B. SARAN
20
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik
dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu
kami menerima kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar, baik yang
sebagai tutor atau pun dosen yang memberi materi kuliah, dari rekan-rekan
semua dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
Daftar Pustaka
21
Thantawi A, Khairiati, Nova M, Marlisa S, Bakar A. Stomatitis Apthosa
Recurrent (SAR) Minor Multiple Pre Menstruasi (Laporan Kasus). Odonto
Dental Journal. Volume 1 Nomor 2, Desember 2014. [diakses pada tanggal
27 Februari 2020].
Natalie Rose Edgar, Do; Bdahlia Saleh, Do; Crichard A. Miller, Do.
2017. Recurrent Aphthous Stomatitis: A Review. Journal of Clinical And
Aesthetic Dermatology. Volume 10 Number 3. Florida.
22