Anda di halaman 1dari 11

PRODUKSI ASIATIKOSIDA DAN SENYAWA SEKERABAT DENGAN KULTUR SUSPENSI

SEL Centella asiatica (L.) URBAN

ASIATICOSIDE AND ITS DERIVATIVE PRODUCTION BY CELL SUSPENSION CULTURES


OF Centella asiatica (L.) URBAN

C.J.Soegihardjo dan Koensoemardiyah


Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM,
Yogyakarta

ABSTRAK
Tanaman Centella asiatica (L.) Urban atau lebih dikenal dengan nama pegagan mempunyai banyak
kegunaan, misalnya sebagai anti radang, diuretika, mempercepat penyembuhan luka, antihipertensi, tonikum,
memperlancar peredaran darah perifer (otak), obat penyakit lepra, tbc, dan jerawat; bahkan di Cina dipercaya dapat
memanjangkan umur (longefity) dan digunakan sebagai obat geriatrik. Di samping sebagai obat tradisional, ekstrak
herba pegagan yang terstandar (Titrated Extract of Centella asiatica = TECA ) diimpor dari Perancis dan digunakan
sebagai obat modern dengan nama Madecassol® dalam bentuk tablet, krim, dan serbuk tabur; dengan indikasi
mempercepat menyembuhan luka dan mencegah timbulnya keloid.
Penelitian ini dilakukan untuk menetapkan produksi asiatikosida dan senayawa sekerabat melalui kultur
suspensi sel C. asiatica. Penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu penumbuhan kalus dan subkultur kalus, budidaya
suspensi sel, dan produksi asiatikosida dan senyawa sekerabat dengan sistem sekali unduh (batch cultures). Pada tahap
produksi metabolit sekunder dilakukan manipulasi media RT (Revised Tobacco Medium), yaitu manipulasi kadar
nitrogen (sebagai kalium nitrat dan ammonium nitrat), kadar fosfat (sebagai kalium dihidrogenfosfat), kadar sumber
karbon (sebagai sukrosa); serta dilakukan elisitasi dengan menggunakan ekstrak khamir (yeast extract) dan
penambahan prazat (precursor) dengan menggunakan kolesterol.
Hasil penelitian ternyata produksi asiatikosida meningkat hampir dua kali lipat dalam media RT dengan
kadar nitrogen dan sukrosa masing-masing sebesar 150%. Produksi asiatikosida meningkat tajam pada media RT
dengan penambahan ekstrak khamir (0,2%), yaitu sekitar tiga kali lipat dari media RT normal, sedangkan penambahan
prazat kolesterol 12,5 mg% menunjukkan produksi asam madekasat tertinggi.

Kata kunci: Produksi metabolit sekunder, kultur suspensi sel, Centella asiatica, manipulasi media

ABSTRACT
Pennywort herbs (C. asiatica (L.) Urban component which is often used in traditional treatment, especially as
antiinflamation, diuretics, tonic, antihypertension, periphery vasodilatation, drug for leprosy, tuberculosis, faster wound
healing, and acne healing; even in China is believed that herbs can promotes longevity. Beside for traditional medicine,
namely Madecassol® which is consist Titrated Extract of Centella asiatica have been imported from France and used
modern treatment for preventing khelloid forming and quickening wound healing in dosage form as tablet, cream, and
spread powder. The extract contains asiaticosida, asiatic acid, and madecassic acid.
The study was conducted to evaluate asiaticoside and its derivative production by cell suspension cultures of
C. asiatica. In the investigation were performed in three steps, that are callus initiation and subcultures, cell suspension
initiation and subcultures, and transferring biomass to manipulated production media with variation nitrogen,
phosphate, and sucrose concentration; elicitation (with yeast extract) and precursor (with cholesterol) for enhancing
metabolite secondary production.
The highest asiaticoside production were reached by biomass cultured in RT medium enriched with 0.2%
yeast extract and highest madecassic acid production were reached in RT medium enriched with 12.5 mg% cholesterol.
Biomass were cultured in manipulated media, the highest yield of asiaticoside was reached in 150% nitrogen, 100%
phosphate, and 150% sucrose.

Keywords: Secondary metabolites production, cell suspension culture, Centella asiatica, media manipulation
dan Perry (1980), herba pegagan mengandung
asiatikosida, madekasosida, asam asiatikat,
PENDAHULUAN asam madekasat, brahmosida, takunosida,
Dalam rangka memproduksi metabolit isotakunosida; tiga senyawa yang disebut
sekunder dengan teknik kultur jaringan terakhir ini belum sepenuhnya diketahui
tanaman, ternyata suspensi sel merupakan strukturnya. Di samping itu, juga dilaporkan
teknik alternatif produksi yang dapat pegagan mengandung alkaloid hidrokotilina
ditingkatkan menjadi skala industri, karena (Sastrapraja,1978; Suhartatik,1989).
memiliki kemiripan dengan kultur sel Kegunaan herba pegagan antara lain,
mikrobia dalam produksi antibiotika atau daunnya sangat baik untuk menyembuhkan
bahan kimia lain. Walaupun demikian, sistem luka kecil, sebagai peluruh air kemih yang
kultur suspensi sel sering menghadapi banyak lembut, peluruh keringat pada penderita
masalah, utamanya yang menyangkut keracunan jengkol, juga dapat sebagai peluruh
“dinamika sel”, yaitu bahwa sel yang berada demam, peluruh getah empedu, wasir,
dalam perubahan bentuk maupun lingkungan keputihan, batu ginjal, sariawan, dan
akan mengakibatkan biosintesis metabolit sebagainya (Perry,1980). Dilaporkan oleh
sekunder akan meningkat atau menurun Suwono dkk. (1992), bahwa infusa herba
(Staba,1980). Kini di Jepang metode kultur pegagan mempunyai efek antihipertensi pada
suspensi sel telah digunakan dengan berhasil anjing. Melihat kenyataan tersebut, dipandang
dalam memproduksi sikonin dari kultur bahwa kandungan kimia dalam herba pegagan
suspensi sel Lithospermum erythrorhizon sangat potensial digunakan sebagai obat.
secara komersial. Menurut Adirukmi dan Saleh (1994)
Herba pegagan (C. asiatica) dipilih tumbuhan pegagan di Malaysia ada lima
sebagai bahan utama karena termasuk salah varietas, termasuk dua varietas yang tumbuh
satu tanaman unggulan menurut Badan POM. di Jawa, yaitu varitas minor dan mayor.
Di samping itu, herba pegagan sering dijumpai Dilaporkan pula, terdapat pula daun dan
dalam ramuan jamu, serta memiliki prospek taruknya bewarna ungu. Dalam penelitian ini
yang menjanjikan dalam upaya memelihara dipilih tumbuhan pegagan varitas mayor
kesehatan, utamanya pada lansia. Tumbuhan (Gambar 1).
ini sampai sekarang jarang dibudidaya Analisis kualitatif KLT ekstrak herba
(Anonim,1977) dan pengumpulan yang pegagan pernah dilaporkan oleh Pramono
berlebihan akan mengakibatkan tumbuhan ini (1992), sedangkan analisis kuantitatifnya
terancam kelangkaan (Agil, dkk.,1992). hingga kini belum pernah dilaporkan.
Kandungan kimia herba pegagan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
antara lain glikosida triterpenoid, utamanya produksi asiatikosida dan senyawa sekerabat
asiatikosida dan asam asiatikat dengan teknik kultur suspensi sel C. asiatica
(Anonim,1977). Menurut Chassaud (1971)

Gambar 1. Tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) var. Mayor


Bahan untuk kultur kalus, kemudian dibuat pula
Bahan tumbuhan berupa daun C. asiatica media cair dengan komposisi yang tanpa
(fam. Apiaceae atau Umbelliferae) penambahan agar dan kadar zat pengatur
dikumpulkan dari daerah Sleman dan Salatiga. tumbuh sepersepuluhnya untuk kultur suspensi
Tumbuhan tersebut ditanam di pot dalam sel.
rumah kaca dan setiap dua hari disiram air. Dalam upaya meningkatkan
Bahan kimia yang digunakan berderajat p.a biosintesis metabolit sekunder dibuat media
BDH (Poole, Inggris) atau E.Merck (Jerman), cair yang dimanipulasi, yaitu kadar sumber
berkualitas “Analar” atau “pro analysis”, nitrogen, sukrosa, dan fosfat masing-masing
kecuali disebut lain. Bahan kimia untuk media (50,100, 150, dan 200%); elisitasi dengan
MS (Murashige&Skoog) dan media RT ekstrak khamir (Yeast extract, E. Merck)
(Revised Tobacco), asam 2,4- 0,2%; penambahan prazat dengan kolesterol
diklorofenoksiasetat (2,4-D), kinetin, Yeast (12,5, 25, 50, dan 100mg%).
extract (E.Merck), colesterol (Sigma), etanol
95% (PG. Madukismo, Jogjakarta), Bayclin® Inisiasi kalus dan subkultur
(PT. Bayer-Indonesia), Tween-20; bahan Sebagai bahan eksplan digunakan
untuk analisis: Silikagel GF254 , asam klorida daun C. asiatica, yaitu helaian daun dan
pekat, n-butanol, petroleum eter, eter, tangkai daun (stipula). Daun beserta
etilasetat, kloroform, isopropanol, metanol, tangkainya diambil yang telah dewasa. Daun
timbal (II) asetat, dinatrium fosfat, natrium dicuci dengan air mengalir selama 30 menit,
sulfat anhidrat, asam asetat glasial, asam sulfat setelah itu disteril dalam larutan Bayclin® (1:4)
pekat, asam ftalat, dan anilina. Kertas yang ditambah Tween-20 sebanyak dua tetes
aluminium (“Reynold”, AS), plastik “cling selama 10 - 15 menit sambil digoyang.
warp” (“Four roses”, Indonesia), dan air Selanjutnya, pengerjaan secara aseptis dalam
dwisuling. LAF, yaitu membilas sebanyak tiga kali
Alat. berturut-turut selama 3, 5, dan 15 menit.
Almari “laminar air flow cabinet” (LAF Tangkai daun dipotong-potong sepanjang 1
buatan Indonesia), penggojog berpusing cm sebagai eksplan, lalu ditanam pada media
(orbital shaker) dengan dua platform (buatan padat (media pertumbuhan) pada posisi
Fakultas Biologi UGM), otoklaf (Sakura, horizontal atau vertical. Selanjutnya, eksplan
Jepang), almari pengering (Memmert, pada media diinkubasi dalam ruang inkubasi
Perancis), almari pendingin (Hitachi, pada suhu (25±3)° C dengan periode
Indonesia), rak dalam ruang inkubator yang pencahayaan lunak 16 jam terang (lampu TL
dilengkapi dengan pencahayaan dan AC. Alat 40 wat jarak 50 cm dari dasar rak) dan 8 jam
untuk analisis: seperangkat alat klt , “TLC gelap. Subkultur dilakukan setelah kalus
Scanner” (Shimadzu, model CS-930, Jepang), berumur 4-5 minggu, dengan memindahkan
lampu ultraviolet 254 dan 366 nm (Shimadzu, kalus pada media segar secara aseptis dalam
Jepang), semprit mikro (Hamilton) 10µl. wadah yang lebih besar.

Jalan Penelitian Inisiasi, kultur, dan subkultur suspensi sel


Pemilihan dan pembuatan media Setelah diperoleh kalus yang cukup
Media yang ditapis adalah media MS, dan kalus menjadi meremah (friable), kalus ini
RT, MSK, dan RTK dengan komposisi digunakan sebagai bahan awal dalam inisiasi
terlampir yang ditambah (K), yaitu dengan air kultur suspensi sel. Sebanyak 2-3 g kalus
kelapa 10%. Untuk mencari media terbaik dipindahkan dalam media cair yang cocok
untuk penumbuhan kalus dilakukan sebanyak 20 ml dalam labu Erlenmeyer 100
penambahan zat pengatur tumbuh, yaitu ml. Pengerjaan ini dilakukan dalam LAF.
kombinasi 2,4-D dan kinetin dengan kadar 0, Selanjutnya, media cair dan kalus digojog
1, 2, dan 5 ppm sehingga diperoleh 16 pada penggojog berpusing dengan kecepatan
kombinasi, jadi semuanya menjadi 64 macam 100 rpm dalam ruang inkubasi, dengan suhu
media. Setelah diperoleh media yang cocok dan pencahayaan yang sama dengan pada
kultur kalus. Setelah biomasa berumur 10 - 14 diimpor dari Syntex Lab.,Perancis) yang
hari dilakukan subkultur. mengandung asiatikosida 41,4%, serta asam
asiatikat dan asam madekasat sebanyak
Penanaman dalam media produksi dan 58,5%. Untuk deteksi bercak digunakan
pemanenan biomasa pereaksi semprot asam sulfat 5% dalam
Biomasa hasil kultur suspensi sel, metanol; dipanaskan pada suhu 110° C selama
sejumlah sekitar 5 g bobot segar dipindahkan 10 menit.
dalam media cair yang dimanipulasi, sebanyak Analisis kuantitatif triterpenoid secara
60 ml dalam labu Erlenmeyer 300 ml. spektrodensitometri in situ. Pembuatan kurva
Perlakuan waktu diinkubasi sama dengan baku asiatikosida dan asam madekasat
perlakuan pada waktu kultur suspensi sel. dilakukan dengan menimbang 20,0 mg TECA
Pemanenan biomasa dalam media produksi dilarutkan ke dalam metanol sebanyak 10,0 ml
dilakukan setelah berumur tiga minggu. dalam labu takar. Larutan induk ini dipipet
Biomasa segar, yang dipisahkan dari media sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 5,0; 7,0; dan 10,0 µl,
cair dengan menyaring dengan kertas saring masing-masing ditotolkan pada lempeng.
yang ditara, kemudian ditimbang maka Selanjutnya dikembangkan dengan fase gerak
diperoleh bobot segar (fresh weight), n-butanol-asam asetat glasial-air (3:1:1,v/v)
kemudian biomasa segar dikeringkan dalam sampai jarak rambat sepanjang 12 cm. Deteksi
almari pengering pada suhu 40-60° C sampai dengan asam sulfat 5% dalam metanol,
berat tetap, maka diperoleh bobot kering (dry dipanaskan pada suhu 110° C selama 10
weight). menit. Bercak yang terjadi diukur
intensitasnya pada panjang gelombang 605 nm
Analisis kualitatif dan kuantitatif dengan “TLC Scanner”. Kurva baku dibuat
asiatikosida dan senyawa sekerabat dengan menghitung kadar asiatikosida dengan
Eksraksi glikosida triterpenoid. intensitas. Selanjutnya, dilakukan penetapan
Sebanyak 500,0 mg simplisia dan biomasa kadar asiatikosida dalam biomasa hasil
kering dimaserasi tiga kali 24 jam dengan pemanenan dari kultur suspensi sel dalam
metanol 70%. Disaring, hasil penyaringan media produksi.
dicampur, lalu dipekatkan. Ekstrak berair ini
dipucatkan dengan norit dipanaskan, disaring Pembuktian senyawa asiatikosida dan
panas. Filtrat didinginkan, diawalemakkan madekasoida
dengan petroleum eter dengan menggunakan Hidrolisis asiatikosida dan
corong pisah, sampai lapisan petroleum eter madekasoida dilakukan menurut Mabry et al.
hampir tak berwarna. Lapisan berair dipartisi (1970) sebagai berikut. Sejumlah isolate dan
dengan etilasetat, sampai lapisan etilasetat TECA (10 mg) dilarutkan air sampai 10 ml.
hampir tak berwarna. Lapisan berair dipartisi Larutan dipipet 5 ml dan dimasukkan ke
dengan n-butanol sampai lapisan n-butanol dalam tabung reaksi yang dilengkapi dengan
hampir tak berwarna. Sari n-butanol dicampur “cold finger”, lalu ditambah asam klorida 6%
diuapkan sampai kering, lalu dilarutkan dalam sebanyak 5 ml. Selanjutnya, campuran
metanol sebanyak 1 ml. Untuk ekstraksi direfluks di tangas air selama 60 menit.
biomasa, tahap penghilangan pigmen tidak Setelah dingin, difraksinasi dengan eter
dikerjakan, karena biomasa tidak mengandung sebanyak tiga kali 5 ml. Fraksi eter dicampur,
pigmen. lalu dibebaskan dari tapak-tapak air dengan
Analisis kualitatif triterpenoid secara natrium sulfat anhidrat. Eter diuapkan sampai
KLT. Sistem KLT yang digunakan adalah kering lalu ditambah kloroform sebanyak 0,5
sebagai berikut. Fase diam yang digunakan ml (larutan aglikon, yaitu asam asiatikat dan
adalah silikagel GF254 dan fase gerak adalah asam madekasat).
n-butanol-asam asetat glacial-air (3:1:1,v/v). Pemeriksaan asam asiatikat dilakukan
Sebagai pembanding digunakan TECA dengan KLT dengan fase diam silikagel GF254
(Titrated Extract Centella asiatica) (PT.Corsa dan fase gerak kloroform-metanol-air
Pharmaceutical Industries, Jakarta yang (13:7:2,v/v), sedangkan deteksi dengan
pereaksi semprot asam sulfat 5% dalam helaian daun sebagai eksplan kurang
metanol. Bercak yang terbentuk dibandingkan memuaskan karena pertumbuhan kalus sangat
dengan TECA asli dan hasil hidrolisis TECA lambat. Kalus yang dihasilkan bewarna krem
yang ditotolkan dalam satu lempeng (yang tua, setelah tiga kali subkultur kalus tersebut
terdiri dari asiatikosida dan asam asiatikat). cukup meremah. Kalus tersebut digunakan
Pemeriksaan gula dilakukan dengan sebagai bahan awal untuk membuat kultur
menetralkan fraksi air pada proses hidrolisis suspensi sel.
dengan natrium bikarbonat, lalu dipekatkan. Pada kultur suspensi sel dilakukan
Hasil pemekatan ditotolkan pada lempeng dengan penaburan kalus ke dalam media RTK
selulosa sebagai fase diam dan campuran etil cair dengan penambahan 2,4-D (0,1 ppm) dan
asetat-piridina-air (12:5:4,v/v) sebagai fase kinetin (0,2 ppm), selanjutnya disebut media
gerak. Sebagai pembanding digunakan RTKP dan digojog dengan kecepatan 100 rpm.
glukosa, fruktosa, dan ramnosa. Setelah Ternyata kalus sukar meremah
dilakukan pengembangan, dikeringkan, lalu semuanya,sehingga masih ada kalus yang
disemprot dengan pereaksi semprot aniline- tertinggal. Berdasarkan Williams et al. (1988),
ftalat (terdiri dari 1,66 g asam ftalat, 0,9 ml dilakukan penghancuran kalus dengan cara
aniline, dilarutkan ke dalam n-butanol yang kalus yang masih tertinggal digilas hati-hati
jenuh air sampai 100 ml) lalu dipanaskan 80 - dengan batang pengaduk di atas kasa 60 mesh
130° C selama 20-30 menit (Jork et al.,1989). (penyaring biomasa dari Sigma, AS), sel-sel
yang lolos diterima ke dalam media RTK cair
HASIL DAN PEMBAHASAN tersebut. Pekerjaan ini dilakukan secara
Pemilihan eksplan dan media yang aseptis dalam LAF.
cocok untuk penumbuhan kalus adalah sebagai Hasil pemanenan biomasa dalam berbagai
berikut. Pada media MS, MSK, RT, dan RTK media produksi dengan berbagai variasi kadar
dengan eksplan daun dan tangkai daun, sumber nitrogen, fosfat, dan karbon (Tabel I),
ternyata media yang terbaik untuk sedangkan hasil pemanenan biomasa dalam
penumbuhan kalus adalah media RTK dengan media RTKP dengan elisitasi dan penambahan
tambahan 2,4-D (1 ppm) dan kinetin (2 ppm), prazat (Tabel II).
dengan eksplan tangkai daun. Jadi penggunaan

Tabel I. Hasil bobot segar dan bobot kering biomasa dari kultur suspensi sel dalam media produksi

Kadar Bobot segar * Bobot kering *


sumber nitrogen (mg/360 ml) (mg/360 ml)
50 9100 870
100 11420 1210
150 9630 980
200 8450 920
Kadar Bobot segar Bobot kering
Sumber fosfat (mg/360 ml) (mg/360 ml)
50 7200 760
100 10530 1160
150 11070 1180
200 11250 1290
Kadar Bobot segar Bobot kering
Sumber karbon (mg/360 ml) (mg/360 ml)
50 8230 790
100 9280 900
150 8740 730
200 6350 680
Keterangan: * Hasil biomasa dari 6 wadah suspensi sel @ 60 ml dijadikan satu
Tabel II. Hasil bobot segar dan bobot kering biomasa dari kultur suspensi sel dalam media produksi (360 ml)
dengan elisitor dan prazat
Elisitasi dengan ekstrak Bobot segar** Bobot kering**
khamir (mg/360 ml) (mg/360 ml)
200 mg% 8720 790
Penambahan prazat Bobot segar Bobot kering
Kolesterol (mg%) (mg/360 ml) (mg/360 ml)
12,5 7230 730
25 6950 710
50 6730 720
100 6080 670

D N1 N2 N3 N4 P1 P2 P3 P4 S1 S2 S3 S4 E Z1 Z2 Z3 Z4 CAS

Gambar 2. Kromatogram lapis tipis senyawa triterpenoid dalam biomasa


Keterangan: D. isolat daun N. variasi kadar sumber nitrogen
T. isolat tangkai daun P. variasi kadar sumber fosfat
K. isolat kalus S. variasi kadar sukrosa
CAS. TECA E. elisitasi dengan ekstrak khamir
Z. penambahan prazat (kolesterol)

Hasil analisis kualitatif asiatikosida dan Hasil analisis kuantitatif asiatikosida dan
senyawa sekerabat terlihat dalam asam madekasat dalam biomasa. Hasil
kromatogram lapis (Gambar 2). pembuatan kurva baku asiatikosida
Kromatogram lapis tipis TECA ada tiga berdasarkan densitogram diperoleh
bercak, yaitu asiatikosida (Rf = 0,46), asam persamaan garis: Y=2194,7 X + 8097,0 (Y=
asiatikat (Rf = 0,50) , dan asam madekasat luas daerah di bawah kurva; X= kadar
(Rf = 0,82). Kromatogram untuk biomasa asiatikosida dalam µg) (Gambar 3). Untuk
dari media produksi ternyata terdiri dari kurva baku asam madekasat diperoleh
lebih enam bercak, tiga bercak diantaranya persamaan garis: Y=4142,6 X + 12581
merupakan asiatikosida, asam asiatikat, dan (Gambar 4). Untuk kadar asiatikosida dan
asam madekasat. asam madekasat dalam biomasa kering
Hasil KLT yang diperoleh dari (Tabel III dan Tabel IV) diperoleh dari
berbagai cuplikan ditetapkan kadar senyawa perhitungan berdasarkan kurva baku dan
terpilih secara spektrodensitometri in-situ. densitogram (Gambar 5).
Gambar 3. Kromatogram lapis tipis berbagai ekstrak C. asiatica
Keterangan:
D = daun; T= tangkai daun K = kalus
N = kss (kultur suspensi sel) manipulasi sumber nitrogen
P = kss manipulasi sumber fosfat
S = kss manipulasi sumber sukrosa
E = kss ditambah ekstrak khamir
Z = kss ditambah kolesterol
CAS = TECA (Titrated Extract of Centella asiatica)

Gambar 4 . Densitogram bercak asiatikosida dari kultur suspensi sel C. asiatica dengan berbagai kadar komponen
makronutrien serta perlakuan
Keterangan: Urutan nomor sesuai dengan Gambar 3.
Pada manipulasi nutrient, produksi Pada elisitasi, yaitu dengan
asiatikosida dalam kultur suspensi sel (kss) penambahan ekstrak khamir (yeast extract),
hasil perlakuan dengan manipulasi kadar menunjukkan produksi asiatikosida berlipat
sumber nitrogen, ternyata pada kadar 50 dan hingga lebih dari tiga kali lipat.
150% kadarnya lebih tinggi dari pada normal Pola untuk produksi asam madekasat,
(100%). Untuk perlakuan lain, yaitu setiap jenis perlakuan menunjukkan hal yang
manipulasi kadar fosfat ternyata kadar berbeda. Pada perlakuan manipulasi sumber
asiatikosida lebih rendah dari pada kadar nitrogen, ternyata kadarnya lebih tinggi pada
normal, sedangkan perlakuan dengan setiap perlakuan. Pada manipulasi sumber
manipulasi kadar sukrosa pada kadar 150 dan fosfat, ternyata hanya kadar 200% saja yang
200%, produksi asiatikosida sedikit meningkat meningkatkan produksinya, sedangkan pada
dibandingkan dengan normal. manipulasi sumber karbon, ternyata hanya
Pada perlakuan dengan penambahan prazat kadar 150% yang sedikit meningkatkan
(kolesterol), pada kadar 12,5 mg% ternyata produksinya.
produksi asiatikosida lebih rendah dari pada Pada elisitasi tidak meningkatkan
normal. Hal ini terjadi kemungkinan ternyata produksi asam madekasat, sedangkan dengan
kolesterol bukan prazat dalam biosintesis pemberian prazat (kolesterol 12,5%),
triterpenoid. produksinya meningkat hampir tiga lipat.

Gambar 5. Densitogram asam madekasat dari kultur suspensi sel Centella asiatica dengan berbagai kadar komponen
Keterangan: Urutan nomor puncak sesuai dengan Gambar 3.

Dari hasil percobaan dapat ditarik media berair sangat terbatas. Dari hasil
kesimpulan sementara, yaitu bahwa percobaan ternyata kadar 12,5% merupakan
manipulasi secara individual atau hanya satu kadar yang optimal dalam penelitian ini.
komponen dalam media saja dapat Manipulasi kadar sumber nitrogen ternyata
menghasilkan hal-hal di luar prediksi. Jadi cukup baik untuk meningkatkan produksi
perlu pendalaman segi biosintesis metabolit metabolit sekunder, baik pada kadar di
sekunder memang harus menjadi bawah normal maupun di atas normal akan
pengetahuan dasar dalam upaya meningkatkan produksi metabolit sekunder.
meningkatkan produksi metabolit sekunder. Hal ini diduga terjadi stres terhadap sel
Pemberian prazat berupa larutan tanaman, karena nitrogen merupakan nutrisi
atau suspensi kolesterol tidak begitu yang penting bagi tumbuhan.
menguntungkan, karena kelarutan dalam
Tabel III. Kadar asiatikosida dalam biomasa kering dalam berbagai media perlakuan
Kadar Sumber nitrogen (%) Luas Daerah Di bawah Kurva (LDDK) Kadar asiatikosida
(µg/g bobot kering)
50 (N1) 46076,63 2167,8
100 (N2) 31738,93 1459,5
150 (N3) 49845,75 2354,0
200 (N4) 30331,5 1390,0
Kadar Sumber fosfat (%)
50 (P1) 37067,08 1722,7
100 (P2) 39562,09 1846,0
150 (P3) 21693,1 963,2
200 (P4) 35730 1656,7
Kadar Sumber karbon (%)
50 (S1) 14234,61 594,8
100 (S2) 22774,59 1016,7
150 (S3) 26998,82 1225,3
200 (S4) 24787,22 1116,1
Kadar ekstrak khamir (%)
0,2 (E) 91778,7 4425,6
Kadar kolesterol (mg%)
12,5 (Z1) 18492,77 805,1
25 (Z2) 10324,64 401,6
50 (Z3) 4873,97 132,4
100 (Z4) tt tt
tt. tidak terdeteksi

Tabel IV. Kadar asam madekasat dalam biomasa kering dalam berbagai media perlakuan
Kadar sumber nitrogen Luas Daerah Di bawah Kurva (LDDK) Kadar asam madekasat
(µg/g bobot kering)
50 (N1) 7947,82 121,0
100 (N2) 4838,19 22,1
150 (N3) 8824,04 148,9
200 (N4) 6523,79 75,7
Kadar sumber fosfat
50 (P1) 15748,16 369,0
100 (P2) 18314,93 450,6
150 (P3) 11733,36 241,4
200 (P4) 21055,14 537,7

Kadar sumber karbon


50 (S1) 7689,64 112,8
100 (S2) 11621,05 237,8
150 (S3) 12565,87 267,8
200 (S4) 2988,90 36,7
Kadar ekstrak khamir
0,2% (E) 7280,26 99,8
Kadar kolesterol mg%
12,5 (Z1) 25638,48 683,5
25 (Z2) 5740,93 50,8
50 (Z3) tt tt
100 (Z4) tt tt

Manipulasi kadar sumber fosfat, hasilnya sedangkan pada perlakuan variasi kadar
tidak konsisten dalam meningkatkan produksi sumber karbon pada kadar 150 dan 200%,
senyawa triterpenoid tersebut, karena hanya biosintesis asiatikosida meningkat, walaupun
pada kadar 200% yang dapat meningkatkan tidak besar. Pada elisitasi dengan ekstrak
produksi senyawa golongan triterpenoid khamir (0,2%) ternyata meningkat hampir
tersebut. tiga kali lipat, sedangkan pada penambahan
Pada Tabel III nampak bahwa biosintesis prazat (kolesterol), kadar asiatikosida tertinggi
asiatikosida pada perlakuan variasi kadar dicapai pada kadar kolesterol 12,5 mg%.
sumber nitrogen, ternyata bahwa pada kadar Pada Tabel IV nampak bahwa
50% dan 150% lebih tinggi dari normal biosintesis asam madekasat meningkat
(100%). Pada perlakuan variasi kadar sumber walaupun tidak tinggi, yaitu pada penambahan
fosfat kesemuanya lebih rendah dari normal, elisitor dan prazat (12,5 dan 25 mg%).
Produksi metabolit sekunder, yaitu masing-masing komponen nutrisi
asiatikosida dan asam madekasat, pada media yang optimal.
normal terjadi fluktuasi, hal ini dapat terjadi 3. Elisitasi dengan ekstrak khamir (ragi)
kemungkinan diakibatkan ketidakseragaman dapat meningkatkan produksi
populasi sel dalam sistem kultur suspensi yang asiatikosida.
dibuat. 4. Penambahan prazat (prekursor)
Berdasarkan hasil kromatogram lapis kolesterol juga dapat meningkatkan
tipis (Gambar 2), ternyata baik helaian daun produksi asiatikosida.
maupun tangkai daun tidak menunjukkan
adanya asiatikosida maupun asam madekasat, UCAPAN TERIMAKASIH
hal ini kemungkinan helaian daun dan tangkai Terima kasih yang setulusnya kami ucapkan
daun masih muda sehingga belum terbentuk kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan
kedua senyawa tersebut. Jelas dalam Pengabdian pada Masyarakat, Dirjen DIKTI,
kromatogram tersebut untuk daun dan tangkai Departemenen Pendidikan dan Kebudayaan
daun tidak terdapat bercak yang memiliki Rf yang telah menyetujui dan mendanai
yang sama dengan kromatogram pembanding penelitian ini.
TECA.
Untuk penelitian selanjutnya perlu DAFTAR PUSTAKA
diteliti senyawa yang terdapat dalam tangkai Adirukmi,N.S. dan Saleh,M.N., 1994, Beberapa
daun (stipula) yang digunakan sebagai Varietas Langka Tumbuhan Obat
eksplan. Tradisional di Malaysia, Simposium
Penelitian Bahan Obat Alami VIII dan
Pemberian prazat berupa larutan atau
Muktamar Perhipba VI, Bogor.
suspensi kolesterol tidak begitu Agil, M., Prayoga,B., Sutarjadi, 1992, Pegagan,
menguntungkan, karena kelarutan kolesterol Herba Multimanfaat yang Hampir
dalam media berair sangat terbatas. Dari hasil Terlupakan, Warta Tumbuhan Obat
percobaan ternyata kadar 12,5% merupakan Indonesia, Vol.I, no.2, 44-45.
kadar yang optimal dalam penelitian ini. Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I,
Dari berbagai penelitian ternyata tidak 34-39, Departemen Kesehatan RI,
belum ditemukan percobaan yang Jakarta.
menggabungkan kadar-kadar yang optimal Chasseaud,L.F., Fry,B.J., Hawkins,D.R.,
setiap komponen dalam media, apakah Lewis,J.D., Sword,J.P., Taylor,T.,
Haihway,D.E., 1971, The Metabolism of
percobaan semacam itu dapat dilakukan,
Asiaticoside, Madecassic Acid, and
sehingga hasil yang diharapkan akan tercapai, Asiatic Acid in the Rat, J. Arzneim-
yaitu meningkatkan produksi metabolit Forsch., 1479-1484.
sekunder dalam kultur suspensi sel. Namun Jork, H, Funk, W., Fischer, W., Winner, H. 1994.
demikian, penggabungan kadar sumber nutrisi Thin Layer Chromatography ; Reagents
individual optimal diperkirakan sangat and Detection Methods. Vol. I 6. VCH
berbeda dengan kombinasi penggabungannya Verlaggsell schaff m6H. Weinheim,
dipandang dari segi produksi metabolit Germany.
sekunder. Perry, L.M., 1980, Medicinal Plants of East and
Southeast Asia, Martinus Nijjhoff
Publisher, Dordrecht-Boston-Lancaster.
KESIMPULAN
Pramono,S., 1992, Profil Kromatogram Ekstrak
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat Herba Pegagan yang Berefek
ditarik kesimpulan sebagai berikut. Antihipertensi, Warta Tumbuhan Obat
1. Senyawa asiatikosida dan Indonesia, Vol.I, no.2, 37-39.
madekasoida dapat diproduksi dengan Sastrapradja, S., 1982, Tumbuh-tumbuhan Obat,
kultur suspensi sel Centella asiatica. 26, Lembaga Biologi Nasional - LIPI,
2. Dengan manipulasi kadar sumber Bogor.
nitrogen, fosfat, karbon secara Suhartatik,,S.E., 1989, Pengaruh Infusa Daun
individual dapat diperoleh kadar Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban. )
terhadap Daya Larut Batu Ginjal
Kalsium, Skripsi, Fakultas Farmasi
UGM, Yogyakarta.
Suwono, 1992, Pengaruh Hipotensif Akut Hernba
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.)
pada Anjing yang Dianestesi, Warta
Tumbuhan Obat Indonesia, Vol.I, no.2,
40-43.
Staba,E.J., 1980, Plant Tissue Culture as a Source
of Biochemicals, CRC Press Inc., Boca
Raton, Florida.
Willian, P.D., Wilkiinson, A.K., Lewis, J.A.,
Black, G.M., Mavituna, F. 1988. A
Method for the Rapid Production of Fine
Plant Cell Suspension Cultures, Plant
Cell Res. 7. 459-462.

Anda mungkin juga menyukai