Anda di halaman 1dari 69

ASPEK HUKUM TINDAK PIDANA

KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG


ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN
SERTA INVESTASI PERUSAHAAN

OLEH :

Dr. SYAHLAN, SH.,MH


ASPEK HUKUM TINDAK PIDANA
KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG
ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN
SERTA INVESTASI PERUSAHAAN

• KORUPSI DAN BERBAGAI


PERMASALAANNYA
BAHAYA KORUPSI
• KORUPSI MERUPAKAN MASALAH SERIUS
KARENA DAPAT MEMBAHAYAKAN
STABILITAS DAN KEAMANAN MASYARAKAT,
MERUSAK NILAI-NILAI DAN MORALITAS, DAN
MEMBAHAYAKAN PEMBANGUNAN
EKONOMI, SOSIAL POLITIK, DAN
MENCIPTAKAN KEMISKINAN SECARA MASIF.
KARENANYA PERLU MENDAPAT PERHATIAN
DARI PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
SERTA LEMBAGA SOSIAL.
DEMIKIAN PULA TPPU
• MERUPAKAN SEBAGAI SALAH SATU
KEJAHATAN YANG TERMASUK DALAM
KEJAHATAN YANG SERIUS.
• TPPU BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA
TUNGGAL TETAPI KEJAHATAN GANDA,
KEJAHATAN LANJUTAN.
• DARI KEJAHATAN ASAL MENGHASILKAN
UANG YANG KEMUDIAN DILAKUKAN
PENCUCIAN.
PENGERTIAN KORUPSI
• DALAM BLACK LAW DICTIONERY
• KORUPSI : SUATU PERBUATAN YANG DILAKUKAN
DENGAN SEBUAH MAKSUD UNTUK MENDAPATKAN
BEBERAPA KEUNTUNGAN YANG BERTENTNAGAN
DENGAN TUGAS RESMI DAN KEBENARAN
KEBENARAN LAINNYA “SUATU PERBUATAN DARI
SUATU YANG RESMI ATAU KEPERCAYAAN
SESEORANG YANG MANA DENGAN MELANGGAR
HUKUM DAN PENUH KESALAHAN MEMAKAI
SEJUMLAH KEUNTUNGAN UNTUK DIRINYA SENDIRI
ATAU ORANG LAIN YANG BERTENTANGAN
DENGAN TUGAS DAN KEBENARAAN-KEBENARAN
LAINNYA.
DARI BAHASA LATIN
• CORRUPTION DAN CORRUPTUS,
ARTINYA BURUK, BEJAD,
MENYIMPANG DARI KESUCIAN,
PERKATAAN MENGHINA ATAU
MEMFITNAH
KAMUS UMUM BAHASA INDONESI,
W.J.S PORWADARMINTA

• KORUPSI ADALAH PERBUATAN


CURANG, DAPAT DISUAP, DAN TIDAK
BERMORAL.
KAMUS BESAR BAHASA
INDONESIA
• KORUPSI ADALAH PENYELEWENGAN
ATAU PENGGELAPAN UANG NEGARA
ATAU PERUSAHAAN DAN
SEBAGAINYA UNTUK KEPENTINGAN
PRIBADI MAUPUN ORANG LAIN
PASAL 3 UU NO. 31 TAHUN 1999
• KORUPSI YAITU SETIAP ORANG YANG
DENGAN TUJUAN MENGUNTUNGKAN DIRI
SENDIRI ATAU ORANG LAIN ATAU SUATU
KORPORASI, MENYALAHGUNAKAN
KEWENANGAN, KESEMPATAN ATAU
SARANA YANG ADA PADANYA KARENA
JABATAN ATAU KEDUDUKAN YANG DAPAT
MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU
PEREKONOMIAN NEGARA.
SELANJUTNYA

• SECARA TERPISAH KEDUA JENIS


TINDAK PIDANA INI AKAN DIURAIKAN
DIBAWAH INI DAN PADA KESEMPATAN
INI TIDAK AKAN DIBAHAS SECARA
MENYELURUH NAMUN AKAN
DIURAIKAN BEBERAPA HAL SAJA.
BEBERAPA MUATAN PENTING
UU No.31 TH 1999 jo UU NO. 20
TH 2001
I. Pengertian Pegawai Negeri Sipil :

– Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam UU tentang


Kepegawaian
– Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP (Psl 92
KUHP)
– Orang yang menerma gaji atau upah dari keuangan Negara atau
daerah
– Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yg
menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah atau
– Orang yg menerima gaji atau upah dari korporasi lain yg
mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.
II. Pengertian Keuangan Negara
dan Perekonomian Negara
• Keuangan Negara yg dimaksud adalah seluruh
kekayaan Negara dlm bentuk apapun yg dipisahkan atau
yg tdk dipisahkan, termasuk didlmnya segala bagian
kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yg
tmbul karena :
- Berada dlm penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di
tingkat pusat maupun daerah.
- Berada dlm penguasaan, pengurusan dan
pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan, bdn
Hukum dan Perusahaan yg menertakan modal fihak
ketiga berdasarkan perjanjian dg negara.
Yg dmaksud perekonmian negara
• Adlh kehidupan perekonomian yg disusun
sbgai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan ataupun usaha masyarakat
secara mandiri yg ddsrkan pd kebijakan
pemerintah, baik d tkt pst maupun daerah
sesuai dg ketentuan peraturan perundang-
undangan yg berlaku yg bertujuan
memberikan manfaat, kemakmuran dan
kesejahteraan kpd seluruh kehidupan
rakyat.
3. Pengertian “secara melawan Hk
“& rumusan sbgai delik formil
• Dlm penjelasa psl 2 ayat 1
Secara melawan hk adlh mencakup perbuatan
melawan hk dlm arti formil maupun dlm arti
materiil, yakni meskipun perbuatan tsb tdk diatur
dlm peraturan perundang-undangan, namun
apabila perb tsb dianggap tercela karena tdk
sesuai dg rasa keadilan atau norma2 kehidupan
sosial dlm msyarkt, maka perb tsb dpt dipidana.
TPK sebagai delik formil
• Maksudnya adlh meskipun hasil korupsi
telah dikembalikan kpd negara, pelaku
Tindak pidana korupsi tetap diajukan ke
pengadilan dan tetap dipidana.
(penjelasan umum UU No.31 Th 1999)
4. Korporasi sbgai subyek TPK
• Hal ini tdk diatur dlm UU No. Th 1971, tp
UU No.31 Th 1999 mengatur korporasi
sbgai subyek TPK yg dpt baik dlm crime
corporation ataupun corporate criminal.
• Yg dimaksudg korporasi disini adlh
kumpulan org dn atau kekayaan yg
terorganissi baik merupakan bdn hk
maupun bukan bdn hk (psl 1 butir 1 dan
psl 20).
ANCAMAN PIDANA
• Mengatur adanya ancaman pidana
minimum khusus, pidana denda yg lebih
tinggi dan ancaman pidana mati. UU ini
juga memuat pidana penjara bagi pelaku
TPK yg tdk dpt membayar pidana
tambahan berupa uang pengganti
kerugian negara.
(psl.1,3,5,6,7,8,9,10,11,12, 13 dan 18 UU
No.31 Th 1999.
6. TPK yg sulit Pembuktiannya
(psl.27)
• Dlm hal terjadi TPK yg sulit
pembuktiannya maka dibentuk Tim
Gabungan yg dikoordinasikan oleh Jks
Agung . Sedangkan proses penyidikan
dan penuntuttan dilaksanakan sesuai dg
peraturan perundang-undangan.
7. Pembuktian terbalik yg bersifat
terbatas atau berimbang (psl.37)
• Terdakwa mempunyai hak utk
membuktikan bhw ia tidak melakukan
tindak pidana korporasi dan wajib
memberikan keternagan ttg seluruh harta
bendanya dan harta isterinya atau suami,
anak dan harta benda setiap org atau
korporasi yg diduga mempunyai hubungan
dg perkara ybs, dan Penuntut umum ttp
berkewajiban membuktikan dakwaannya.
8. Peran serta Kjksan dibidang k
pdt an sbgai Jks Pengacara negara
• Psl 32, 33 dan 34.
9. Peran serta masyarakt
(psl. 41,42)
10. Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
• Pasal 43 UU. No. 31 Th 1999.
BENTUK RAKTIK DAN MODUS
TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG
PENDAHULUAN
• LAPORAN YANG MEMBUKA MATA BANGSA INDONESIA???
• Keputusan Financial Action Task Force(FATF) tanggal 22 juni 2001
merupakan suatu kabar yang tidak menyenangkan kita, bangsa
Indonesia, dengan memasukkan negara Indonesia sebagai satu di antara
15 negara yang dianggap tidak kooperatif (non-cooperative countries
and teritories/NCCT), dalam memberantas praktik pencucian uang
(money laundering). Hasil keputusan FATF tersebut dapat disimpulkan
bahwa negara Indonesia adalah salah satu surga di dunia bagi pemilik
uang haram membersihkan uang hasil kejahatan, baik di dalam
negeri maupun dari luar negeri. Dari peringkat opacity, Negara
Indonesia mendapat pringkat 3 (tiga) sebagai tempat pencucian uang,
dari Peringkat CPI(Corruption Perception Index) bernilai 88 (peringkat 2)
dibawah Negeria dan diatas Rusia.
https://www.google.co.id/search?q=pencucian+uang+di+indonesia&dcr=
LANJUTAN...
• Diakui atau tidak hal ini adalah fakta yang disampaikan oleh orang lain, apakah
data tersebut dapat dipercaya 100% atau tidak, yang jelas koreksi tersebut telah
mendorong otoritas moneter dan hukum di Indonesia untuk segera beraksi positif.
(Joni Emirzon, 2002:3).
• Walaupun Berbagai regulasi yang diterbitkan Pemerintah yang berkaitan dengan
Tindak Pidana Pencuang Uang (TPPU), namun dalam praktik masih terus terjadi
dan meningkat, salah satu Tindak Pidana yang berhubungan langsung dengan
TPPU yaitu TINDAK PIDANA KORUPSI.
• HINGGA SAAT INI, TPPU masih menjadi MODUS UTAMA yang digunakan
pelaku tindak pidana korupsi. PELAKU MELAKUKAN menyamarkan
transaksi keuangan melalui rekening pihak lain agar praktik BUSUK TIDAK
TERCIUM/TERENDUS.
• KORBAN PTTU DAPAT SIAPA SAJA (ORANG PERORANG, INSTITUSI
(PERBNKAN/KEUANGAN) TERMASUK ORANG-ORANG DEKAT (KELUARGA:
ISTRI/ANAK. UNTUK PERLU SEARA KESINAMBUNGAN MELALKUKAN
EDIKASI DAN SOSIALISASI KEPADA MASYARAKAT TENTANG PRAKTIK DAN
MODUS TPPU.
• Saat ini Korupsi merupakan penyakit (virus) paling
ganas yang ada di muka bumi Indonesia ini, sehingga
sedikit demi sedikit menggrogoti dan menghancurkan
bangsa kita ini.
• TINDAK PIDANA KORUPSI TELAH MENJADI EXTRA
ORDINARY CRIME
• TINDAK PIDANA KORUPSI membahayakan dan
berdampak terhadap PEMBANGUNAN
PEREKONOMIAN NEGARA INDONESIA. UNTUK ITU
PEMBERANTASAN KORUPSI MENJADI HAL PENTING
DAN MENDESAK BAGI BANGSA INDONESIA,
TERUTAMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN TATA
KELOLAH PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN TPPU.
KARAKTERISTIK TPPU
• TPPU (Money Laundry)sebagai suatu kejahatan
mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini
merupakan kejahatan GANDA BUKAN TUNGGAL.
• BENTUK KEGIATAN PENCUCIAN UANG DITANDAI
DENGAN bentuk pencucian uang sebagai kejahatan
yang bersifat FOLLOW UP CRIME (kejahatan
lanjutan), sedangkan kejahatan asalnya disebut
sebagai PREDICATE OFFENSE/CORE CRIME atau
sebagai unlawful activity yaitu kejahatan asal yang
menghasilkan uang yang kemudian dilakukan proses
pencucian.
SEBAGAI RESPON POSITIF DARI
NEGARA INDONEISA:
• 1. PEMERINTAH MENERBITKAN UU TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG: UU NO. 15 TAHUN 2002 YANG
DIRUBAH DENGAN UU NO. 25 TAHUN 2003 DAN
TERAKHIR DIGANTI DENGAN UU NO. 8 TAHUN 2010 TTG.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG DAN BERBAGAI UU YANG TERKAIT,
SEPERTI UU TINDAK PIDANA KORUPSI, DLL.
• 2. BI MENERBITKAN PBI NO.3/10/PBI, TGL. 18 JUNI 2001
DAN PBI NO.3/23/PBI/2001 TENTANG PENERAPAN
PRINSIP MENGENAL NASABAH/KNOW YOUR CUSTOMER
PRINCIPLES (KYC) TERAKHIR PBI NO.11/28/PBI/2009
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP TPPU

• Secara harfiah istilah“money laundering” dalam


Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan
sebagai“pencucian uang” atau dahulu juga dikenal
dengan istilah“pemutihan uang”.
• UU No.15 tahun2002 tidak memberikan definisi
pencucian uang secara tegas, hanya saja dalam
penjelasan UU No.15 tahun 2002 disejelaskan bahwa
pencucian uang adalah upaya untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam UU No.15 tahun2002.
• UU25 2003 PASAL 1 ANGKA 1 : Pencucian uang
adalah perbuatan menempatkan , mentrasfer ,
membayarkan ,membelanjakan , menyumbangkan ,
menitipkan ,membawa ke luar negeri , menukarkan ,
atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan tindak
pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga
seolah olah menjadi harta kekayaaan yang sah.
• UU 8 2010 PASAL 1 ANGKA 1 : Pencucian uang
adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur unsur
tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam UU ini
RUANG LINGKUP TPPU:
PASAL 2 AYAT (1) dan(2) UU NO.8 TAHUN 2010:

• (1) HASIL TINDAK PIDANA ADALAH HARTA KEKAYAAN YANG


DIPEROLEH DARI TINDAK PIDANA: KORUPSI, PENYUAPAN,
NARKOBA, PSIKOTROPIKA, PENYELUNDUPAN TENAGA KERJA,
PENYELUNDUPAN MIGRAN, DI BIDANG PERBANKAN, DI BIDANG
PASAR MODAL, DI BIDANG PERASURANSIAN, KEPABEAN, CUKAI,
PERDAGANGAN ORANG, PERDAGANGAN SENJATA GELAP,
TERORISME, PENCULIKAN, PENCURIAN, PENGGELAPAN,
PENIPUAN, PEMALSUAN UANG, PERJUDIAN, PROSTITUSI, DI
BIDANG PERPAJAKAN, DI BIDANG KEHUTANAN, DI BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP, DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN, ATAU
TINDAK PIDANA LAIN YANG DIANCAM DENGAN PIDANA PENJARA 4
TAHUN ATAU LEBIH yang dilakukan di wilayah NKRI atau di luar wilayah
NKRI dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut
hukum Indonesia
• (2) Harta kekayaan yang diketahui atau
patut diduga akan digunakan dan/atau
digunakan secara langsung atau tidak
langsung untuk kegiatan terorisme,
organisasi teroris, atau perseorangan
disamakan sebagai hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf n.
LAHIRNYA TPPU
PASAL 3 UU NO.8/2010
• Setiap orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang
atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta
kekayaan yang diketahui sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyampaikan asal usul harta
kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian
Uang dengan Pidana paling lama 20 tahun dan denda
paling banyak Rp.10.000.000.000,
PASAL 4:
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber,
lokasi, peruntukan, pengalihan hak hak atau kepemilikan, yang sebenarnya
atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) dipidana karena
tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun
dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000

Pasal 5:
(1) SETIAP ORANG YANG MENERIMA ATAU MENGUASAI
PENEMPATAN, PENTRANSFERAN, PEMBAYARAN, HIBAH,
SUMBANGAN, PENITIPAN, PENUKARAN, ATAU MENGGUNAKAN
HARTA KEKAYAAN YANG DIKETAHUI ATAU PATUT DIDUGANYA
MERUPAKAN HASIL TINDAK PIDANA SEBAGAIMANA DIMAKSUD
DALAM PASAL 2 AYAT (1) DIPIDANA PENJARA PALING LAMA 5 TAHUN
DAN DENDA PALING BANYAK Rp.1.000.000.000.
TIPIKAL TPPU
Ada 3 (tiga) tahapan proses pencucian
uang, yaitu: (Dlm Joni Emirzon,2002:31-32)

1. PENEMPATAN (Placement);
2. TRANSFER (layering) ;
3. MENGGUNAKAN HARTA KEKAYAAN
(Integration) .
PENEMPATAN (Placement)
PENEMPATAN =
UPAYA MENEMPATKAN DANA yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana
ke dalam SISTEM KEUANGAN, Bentuk kegiatan ini antara lain:

1. MENEMPATKAN DANA PADA BANK , Kadang kadang kegiatan ini diikuti dengan
pengajuan kredit pembiayaan
2. MENYETOR UANG PADA PJK sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan
audit trail.
3. MENYELEUNDUPKAN UANG TUNAI dari suatu negara ke negara lain.
4. MEMBIAYAI SUATU USAHA YANG SEOLAH OLAH SAH atau terkait dengan usaha
yang sah berupa kredit pembiayaan, sehingga mengubah kas menjadi kredit
pembiayaan
5. MEMBELI BARANG BARANG BERHARGA yang bernilai tinggi untuk kepentingan
pribadi, membeli hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan hadiah kepada pihak
lain yang pembayaran melaui pjk
TRANSFER (layering)
LAYERING adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu
tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana Dalam kegiatan ini
terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu
sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang
kompleks dan didesain untuk MENYAMARKAN DAN MENGHILANGKAN
JEJAK SUMBER DANA Bentuk kegiatanan:
– TRANSFER DANA dari satu bank ke bank lain dan atau antar wilayah
negara
– PENGGUNAAN SIMPANAN TUNAI tunai sebagai agunan untuk
mendukung transaksi yang sah
– MEMINDAHKAN UANG TUNAI lintas batas negara melalui jaringan
kegiatan usaha yang sah maupun shell company
Menggunakan Harta Kekayaan (Integration)
Integration :
UPAYA menggunakan harta kekayaan yang TELAH TAMPAK
SAH, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam
berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan,
dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah,
ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
Dalam melakukan pencucian uang , PELAKU TIDAK TERLALU
MEMPERTIMBANGKAN HASIL YANG AKAN DIPERLEH DAN
BESAR BIAYA YANG HARUS DIKELUARKAN, karena TUJUAN
UTAMA ADALAH untuk menyamarkan atau menghilangkan asal
usul uang sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau
digunakan secara aman
TRANSAKSI KEUANGAN YANG MENCURIGAKAN
adalah:(Pasal 1 angka 5 UU No.8/2010)
a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil karakteristik atau
kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan
b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan
dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang
bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan
ketentuan UU ini
c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak
pidana atau
d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh
Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal
dari hasil tindak pidana
MODUS TPPU
BERBAGAI BENTUK MODUS TPPU YANG BERKEMBANG
HINGGA SAAT INI:

\1.LOAN BACK
2.Modus operasi C-Chase.
3.Modus transaksi transaksi dagang internasional;
4.Modus akuisisi;
5.Modus Investasi Tertentu;
6.Modus Perdagangan Saham;
7.Modus Deposit taking;
8.Modus Identitas Palsu.
LOAN BACK
• Dengan cara meminjam uangnya sendiri, Modus ini
terinci lagi dalam bentuk DIRECT LOAN, dengan
cara meminjam uang dari PERUSAHAAN LUAR
NEGERI BERUPA Perusahaan bayangan DIMANA
DIREKSINYA DAN PEMEGANG SAHAM adalah
DIA SENDIRI, Dalam bentuk back to loan, dimana si
pelaku peminjam uang dari cabang bank asing
secara stand by letter of credit atau certificate of
deposit bahwa uang didapat atas dasar uang dari
kejahatan, pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan
sehingga jaminan bank dicairkan.
Modus operasi C-Chase
• Metode ini cukup RUMIT DAN BERLIKU-LIKU untuk menghapus
jejak, MISALNYA: . Contoh dalam kasus TUAN X Memerintahkan
kurir-kurir datang ke bank A untuk menyimpan dana sebesar US $
10.000 supaya lolos dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa
kali dilakukan transfer, yakni Bank NY ke negara B ke cabang
bank di S, lalu disana dikonfersi dalam bentuk certiface of deposit
untuk menjamin loan dalam jumlah yang sama yang diambil oleh
orang Negara D. Loan buat negara O yang terkenal dengan tax
Heavennya. Disini Loan itu tidak pernah ditagih, namun hanya
dengan mencairkan sertifikat deposito itu saja. Dari Negara D,
uang terebut di transfer ke NEGARA Ug melalui rekening drug
dealer dan disana uang itu didistribusikan menurut keperluan dan
bisnis yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan
aman.
Modus transaksi transaksi
dagang internasional
• Modus ini menggunakan sarana dokumen L/C. Karena
menjadi fokus urusan bank baik bank koresponden maupun
opening bank adalah dokumen bank itu sendiri dan tidak
mengenal keadaan barang, maka hal ini dapat menjadi sasaran
TPPU, berupa membuat invoice yang besar terhadap barang
yang kecil atau malahan barang itu tidak ada.
• Modus penyelundupan uang tunai atau sistem bank paralel
ke Negara lain. Modus ini menyelundupkan sejumah fisik uang
itu ke luar negeri. Berhubung dengan cara ini terdapat resiko
seperti dirampok, hilang atau tertangkap maka digunakan
modus berupa electronic transfer, yakni mentransfer dari satu
Negara ke negara lain tanpa perpindahan fisik uang itu.
MODUS PENGAMBILALIHAN SAHAM
(AKUISISI)
• PERUSAHAAN YANG DIAKUISISI ADALAH PERUSAHAAN
SENDIRI .Contoh seorang pemilik perusahaan di Indonesia yang
memiliki perusahaan secara gelap pula di Cayman Island, negara
tax haven. Hasil usaha di cayman didepositokan atas nama
perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian perusahaan yang
ada di Cayman membeli saham-saham dari perusahaan yang ada
di Indonesia (secara akuisisi). Dengan cara ini pemilik perusahaan
di Indonesia memliki dana yang sah, karena telah tercuci melalui
hasil pejualan saham-sahamnya di perusahaan Indonesia.
• Modus Real estate Carousel,yakni dengan menjual suatu property
berkai-kali kepada perusahaan di dalam kelompok yang sama.
Pelaku TPPU memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham
mayoritas) dalam bentuk real estate. Dari satu ke lainperusahaan.
Modus Investasi Tertentu
• Investasi tertentu ini biasanya dalam bisnis transaksi barang atau lukisan
atau antik. Misalnya pelaku membeli barang lukisa dan kemudian menjualnya
kepada seseorang yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri
dengan harga mahal. Lukisan dengan harga tak terukur, dapat ditetapkan
harga setinggitingginya dan bersifat sah. Dana hasil penjualan lukisan
tersebut dapat dikategorikan sebagai dana yang sudah sah.
• Modus over invoicesatau double invoice. Modus ini dilakukan dengan
mendirikan perusahaan ekspor-impor negara sendiri, lalu diluar negeri (yang
bersistem tax haven) mendirikan pula perusahaan bayangan (shell company).
Perusahaan di Negara tax Haven ini mengekspor barang ke Indonesia dan
perusahaan yang ada d diluar negeri itu membuat invoice pembelian dengan
harga tingi inilah yang disebut over invoice dan bila dibuat 2 invoices, maka
disebut double invoices.
Modus Perdagangan Saham
• Modus ini pernah terjadi di BEBERAPA NEGARA. Dalam suatu
kasus di Busra efek NEGARA X, dengan melibatkan perusahaan
efek, dimana beberapa nasabah perusahaan efek ini menjadi
pelaku pencucian uang. Artinya dana dari nasabahnya yang
diinvestasi ini bersumber dari uang gelap. PIHAK BANK ....
membuat 2 (dua) buah rekening bagi nasabah-nasabah tersebut,
yang satu untuk nasabah yag rugi dan satu yang memiliki
keuntungan. Rekening di upayakan dibuka di tempat yang sangat
terjamin proteksi kerahasaannya, supaya sulit ditelusuri siapa
benefecial owner dari rekening tersebut.

Modus Deposit taking


• Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit taking Institution
(DTI). DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uang. Kasus
Money Laundrying ini melibatkan DTI antara lain transfer melalui
telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi
pemerintahan dan teasury bills.
KORPORASI SEBAGAI
PELAKU TINDAK PIDANA
Topik
Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana

• Syarat – syarat (Pasal 6 ayat (2) UU TPPU)


• Pidana Pokok terhadap Korporasi
• Pidana Tambahan

PERSONIL PENGENDALI KORPORASI


Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana
• Civil law system di Indonesia
 merupakan Recht Persoon atau Pribadi Hukum
atau Badan Hukum Perdata di mana pendukung hak
dan kewajibannya terdiri atas kelompok manusia.
• Batasan :
 bahwa perseroan merupakan subyek hukum yang
dapat melakukan perbuatan atau tindakan hukum
atau membuat perikatan, dan terbatas pada hal-hal
yang diatur secara tegas dalam anggaran dasar
perseroan.
Syarat – syarat
korporasi sebagai pelaku tindak pidana:
Apabila TPPU :
a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil
Pengendali Korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan
tujuan Korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku
atau pemberi perintah; dan
d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat
bagi Korporasi.
Pidana pokok terhadap korporasi
Pasal 7 UU TPPU:
• Pidana denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pidana tambahan terhadap korporasi


a. pengumuman putusan hakim;
b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. pencabutan izin usaha;
d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;
e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau
f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.
Rumusan ketentuan Pasal 9 UU TPPU
 ketidakmampuan pembayaran pidana
denda

• Perampasan Harta Kekayaan


harta kekayaan milik Korporasi + harta Personil
Pengendali Korporasi
Nilai = Putusan pidana denda yang dijatuhkan
• Apabila nilai harta kekayaan yang telah dirampas tidak
cukup:
Pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan
terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan
memperhitungkan denda yang telah dibayar.
Personil pengendali korporasi

Pasal 1 angka 14 UU TPPU


 Setiap orang
memiliki kekuasaan atau wewenang
sebagai penentu kebijakan Korporasi atau
memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus
mendapat otorisasi dari atasannya.
Apabila Personil Pengendali
Korporasi > 1 (satu) orang
• Pasal 98 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT)
 Direksi mewakili perseroan di dalam dan di luar
persidangan”.
 Pasal ini menegaskan bahwa yang dianggap representasi
dan directing mind dari suatu korporasi adalah sang direksi
yang memimpin korporasi tersebut
• Pasal 98 ayat 2 UUPT :
 Memberikan kewenangan yang sama untuk mewakili
perusahaan kepada setiap anggota direksi kecuali jika
Anggaran Dasar menentukan lain.
PENEGAKAN HUKUM TIPIKOR
DIHUBUNGKAN DENGAN
AJARAN SIFAT MELAWAN
HUKUM
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK
LATAR BELAKANG PIDANA KORUPSI DIHUBUNGKAN DG
AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIIL
PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR 003/PUU-IV/2006
Psl 2 ayat (1) UU No.31 Thn 1999 UU No.48 Th 2009
sebagaimana diubah dengan UU tentang kekuasaan
No.20 Th 2001 tentang Perubahan kehakiman Psl 5 ayat (1)
UU No.31 Thn 1999 tentang PTPK menyebutkan “Hakim dan
dalam penjelasan Psl 2 ayat (1) hakim konstitusi wajib
tersebut menyebutkan “secara menggali, mengikuti dan
melawan hukum adalah mencakup memahami nilai-nilai
perbuatan melawan hukum dalam hukum dan rasa keadilan
arti Formil maupun dalam arti
yang hidup dalam
Materil (lihat penjelas psl 2 ayat (1) Putusan MK
masyarakat.
tersebut. No.003/PUU-IV/2006 yang
pada intinya telah
menganulir pengertian sifat
melawan hukum Materiel
sebagaimana dianut oleh UU
No.31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan
UU No.20 Tahun 2001
tentang PTPK dianggap
bertentangan dengan Psl. 28 Psl 1 ayat 1 KUHP
D UUD 1945 Menganut asas legalitas
Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI yang maksudnya adalah
suatu perbuatan tidak
dapat dipidana, kecuali
1. Menerapkan ajaran sifat
berdasarkan kekuatan
melawan hukum materiel ketentuan perundang-
2. Tidak menerapkan sifat undangan yang telah ada,
melawan hukum materiel sebelum perbuatan itu
dilakukan.
Ke 5 (lima) Fenomena tersebut
Telah memberikan
motivasi bagi penulis
untuk mengangkat ke
dalam disertasi ini

Karena sifat melawan Materiel


menurut pandangan penulis
memegang peranan penting
dalam penegakan hukum
tindak pidana korupsi

Menurut pandangan penulis jika penegakan Hukum Tipikor ingin


dilaksanakan secara luar biasa Ruhnya ada pada penerapan Melawan
Hukum secara Materiel. Sebagaimana yang dianut oleh UU No.31
Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001.

Bila dicermati
Lahirnya UU No.31 Tahun 1999 adalah sebagai suatu upaya dan semangat
untuk menegakkan hukum Tipikor yang ingin dilakukan secara luar biasa.

Karena Tindak Pidana Korupsi yang dikatakan sebagai Tindak Pidana Luar
Biasa, Penanganannya/Penanggulangannya harus juga dilakukan secara
luar biasa.
Para Koruptor yang telah merugikan Keuangan
Diharapka Negara tidak begitu mudah lepas dari jerat hukum,
n
dengan berlindung pada asas legalitas KUHP Psl 1
ayat (1)
Namu
n Dalam waktu yang tidak terlalu lama pada
Tahun 2006 terjadi perubahan yang amat
mendasar pada UU No.31 Tahun 1999 jo UU
No.20 Tahun 2001 tentang Sifat Melawan
Hukum Materiel (psl 2 ayat (1)

Hal Ini berawal dari


Adanya gugatan dari Ir. Daud Djatmiko yang
mengajukan gugatan Yudicial Riview ke MK
terhadap penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No.31
Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
No.20 Tahun 2001.
Atas gugatan
tersebut

MK melalui Putusannya No.003/PUU-IV/2006


yang pada intinya menyatakan bahwa Penjelasan
Pasal 2 ayat (1) tersebut bertentangan dengan
psl 28D UUD 45
MK dalam pertimbangan hukumnya
diantaranya menyebutkan tidak
adanya kepastian hukum.

Apapun alasannya secara Yuridis Putusan MK tersebut menurut


UU No.24 Th 2003 tentang MK bersifat final dan mengikat, dan
MK adalah suatu lembaga tinggi negara Pemegang Kekuasaan
Kehakiman.
Secara kelembagaan dan secara hidup berbangsa dan bernegara
Putusan MK tersebut haruslah dihormati

Namun, di sisi lain perlu pula diperhatikan ada perangkat


peraturan perundang-undangan lainnya yang harus
dihormati pula sebagai instrumen hukum yang harus
dijalankan sebagaimana yang diamanatkan UU tersebut

Disinilah penulis memandang harus ada kesamaan


pandang dalam menerapkan sifat melawan hukum materiel
tersebut sebagai upaya luar biasa untuk memberantas
Tipikor. Namun, cara luar biasa itu harus berada pada
Koridor Hukum.
1. Apakah ajaran sifat melawan
hukum materiil pasca Putusan
MK Nomor : 003/PUU-IV/Thn
2006 yang telah menganulir
sifat melawan hukum materiil
tersebut masih dapat
dipergunakan dalam
Identifikasi penegakkan tipikor /
masalah
2. Apakah implikasi dengan
mengabaikan atau
meninggalkan sifat melawan
hukum materiil,
pemberantasan tindak
pidana korupsi secara luar
biasa dapat dilaksanakan ?

A. Untuk memahami lebih jauh


tentang rumusan perbuatan
melawan hukum secara
materiil pasca putusan MK
No.003/PUU-IV/2006
terhadap pemberantasan
korupsi

Tujuan Penelitian
B. Untuk menganalisis lebih jauh
pengaruh sifat melawan hukum
materiil, diterapkan atau tidak
dalam proses penegakkan hukum
tipikor secara luar biasa yang
ingin dilakukan
1. Secara teoritis diharapkan dapat menjadi
sumbangsih pemikiran dalam memperkaya
khasanah pengembangan ilmu hukum,
khususnya bagi pengembangan ilmu hukum
pidana yang terkait dengan ajaran Sifat Melawan
Hukum dalam penegakan Hukum Tipikor di
Indonesia
Kegunaan
Penelitian
2. Secara praktis, diharapkan memberikan
sumbangsih pemikiran dan langkah-langkah
praktis serta konsep yang ideal untuk
memerangi kejahatan korupsi secara luar biasa
kepada pihak – pihak yang terkait (Polisi, Jaksa,
dan Hakim maupun Advokat sebagai penegak
hukum.

Untuk melakukan penulisan ini sebagai landasan untuk


menyelesaikan masalah – masalah yang dikemukakan
penulis akan menggunakan beberapa teori, baik Grand
Kerangka Pikir Theory, Middle Theory, maupun Aplied Theory.
Secara substansial, penelitian Disertasi ini yang berjudul
:

“Penegakan Hukum TerhadapTindak Pidana Korupsi


Dihubungkan Dg Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.003/PUU-
IV/2006”
Untuk Lebih Jelasnya lihat Bagan berikut ini :

Kerangka Pemikiran Teori Negara Hukum

GRAND THEORY
Negara Hukum Indonesia

Teori Hukum Pembuktian

MIDDLE RANGE THEORY


Teori Pembuktian Negatif Teori Keyakinan Hakim Teori Pembuktian Positif

Teori Pemidanaan

Teori Absolut Teori Relatif Teori Gabungan

APPLIED THEORY
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi
Dihubungkan Dg Ajaran Sifat Melawan Hukum Materriil
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 03/PUU-
IV/2006
1 PENDEKATAN
Metode Penelitian Yuridis Normatif, mengkaji
kaedah – kaedah hukum normatif
atau doctrinal dan menggali asas-
asas hukum terkait dalam Tindak
A Pidana Korupsi sebagai tindak
pidana khusus dan upaya-upaya
penegakan hukum Tipikor
dihubungkan dengan sifat
melawan Hukum Materiel

Yang terkandung di dalam


penjelasan pasal 2 ayat (1) UU Karena dianggap bertentangan
C No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 dengan UUD 1945 . Penelitian
Tahun 2001 serta adanya ini menggunakan study
dokumentaris, yaitu penelaahan
B
putusan MK No.003/PUU-
IV/2006 yang menganulir sifat terhadap sejumlah perundang-
melawan hukum Materiel undangan yang terkait hasilnya
merupakan bahan hukum primer

Dan menjadi sumber utama


dalam penelitian Disertasi
Penelaahan dokumentasi
antara lain melalui interpretasi D
sistemik, yaitu dengan cara
menghubungkan dan
menganalisis ketentuan Psl
yang terkait dalam suatu UU
Tipikor serta pasal perundang-
undangan

lainnya yang terkait. UU


Kekuasaan kehakiman, UU
No.48 Tahun 2009. Penulis
E juga melakukan telaahan
perkembangan pemikiran
tentang perbuatan melawan
hukum materil
2 Jenis Spesifikasi
Penelitian

Penelitian bersifat
Bersifat deskriptif, karena
deskriptif, dengan maksud
penelitian ini
untuk memperoleh,
mendeskripsikan isi dan
gambar mengenai ajaran
muatan UU No.31 Tahun
sifat melawan hukum
1999 jo UU No.20 Thn
materil dalam penegakan
2001
hukum Tipikor
Walaupun menggunakan metode
deskriptif, penelitian ini tidak hanya
semata-mata mengumpulkan dan
memaparkan fakta dan data yang
diperoleh selama penelitan, tetapi
juga mencakup analisis dan
interpretasi dari fakta dan data yang
terkait dengan masalah yang diteliti

Objek yang ditelusuri dan dianalisis


dalam penelitian ini adalah :

Penerapan sifat melawan hukum


materil dalam penegakan hukum
Tipikor Pasca Putusan MK
No.003/PUU-IV/2006
Objek masalah diteliti dan
dikaji menurut ilmu hukum dan
Penelitian ini menggunakan
Artinya : lebih khusus lagi menurut ilmu
metode yang berpijak pada
hukum pidana dan penegakan
analisis hukum
Hukum Tipikor
Dalam penelitian ini penganalisian hukum tersebut
mencakup tiga hal, yaitu :

Penyelidikan Penyelidikan dan


Penyelidikan dan
dan pengkajian pengkajian
pengkajian
terhadap terhadap hukum
terhadap hukum
hukum yang yang diharapkan
positif yang
pernah berlaku; dapat berlaku
berlaku;
dan dimasa mendatang

Sumber Data dan Teknik Pengumpulan


Data

Data yang dikumpulkan adalah berupa data sekunder yang


diperoleh dari bahan-bahan pustaka berupa buku, makalah,
jurnal hasil penelitian dan kamus serta peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penelitian ini.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan


inventarisasi dokumen melalui studi pustaka.

Data pokok dalam penelitian ini yaitu UUD 1945 RI


Tahun 1945, UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun
2001 tentang TIPIKOR
STRATEGI NASIONAL DAN RENCANA AKSI
PEMERINTAH DI DALAM PEMBERANTASAN
KORUPSI
INPRES NOMOR 9 THN
2011

Instruksi Presiden No.5


INPRES NOMOR 17 THN Thn.2004 tentang
2011 Percepatan
Pemberantasan Korupsi

Strategi Nasional dan


Rencana Aksi Pemerintah di
dalam Pemberantasan
Korupsi

Strategi Nasional dan


Pemberantasan Korupsi
Jangka Panjang tahun
2012-2025 dan jangka
menengah tahun 2012-2014
Strategi Nasional dan Rencana Aksi
Pemberantasan Korupsi 2010 - 2025
KESIMPULAN

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 003/PUU-IV/2006 yang telah


menganulir sifat melawan hukum materiil, perbuatan melawan hukum hanya
menganut perbuatan melawan hukum secara formil saja sebagaimana yang
termuat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP (asas Legalitas), dan dianggap
bertentangan dengan Pasal 28 D UUD 1945, telah membawa dampak yang
serius dan menambah kompleksitas bagi penegakan hukum tindak pidana
korupsi di Indonesia.
Karena dalam prakteknya pasca putusan MK No.003 /PUU-IV/2006
tersebut MA disatu sisi menerapkan putusan MK tersebut, namun disisi lain
ternyata MA maupun pengadilan tinggi dan pengadilan Tipikor (Pengadilan
Tingkat Pertama ) masih mengikuti eksistensi perbuatan melawan hukum
materiil sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU
No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi
Apabila dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sifat melawan
hukum materiil tidak diterapkan maka pintu masuk untuk
membebaskan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum
secara yuridis sangat dimungkinkan, sehingga penegakan hukum
Tipikor secara luar biasa yang diinginkan sulit untuk bisa dicapai,
karena menurut penulis salah satu instrumen penting untuk
menegakkan hukum dan memberantas Tindak Pidana Korupsi secara
luar biasa nafasnya adalah dengan menerapkan sifat melawan hukum
materiil tersebut, agar tidak ada cela bagi koruptor untuk lepas dari
jerat hukum.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai