Anda di halaman 1dari 11

Skenario 1

blok 4

Genetika

Beberapa peyakit disebabkan karena adanya kelainan genetika yang biasa disebut sebgai penyakit
genetik. Kelainan atau penyakit ini disebkan karena kelainan oleh satu atau lebih gen yang
menyebabkan sebuah kondisi fenotipe klinis. Beberapa penyebab kelainan genetik adalah 1) ketidak
normalan jumlah dan struktur kromosom, 2) perubahan DNA, 3) mutasi gen dan mutasi kromosom
4) gen rusak yang diturunkan dari orangtua. Salah satu penyakit genetik yang patut diwapadai
adalah hemofili. Hemofili merupakan sifat resesif terpaut seks yang disebabkan oleh tidak adanya
protein tertentu untuk pengumpalan darah, yang diwariskan secara turun temurun. Kelainan genetik
ini dapat terjadi karena sang ibu membawa alel resesif pada salah satu kromosom
gonosomnya,yaitu X-nya. Peluang keturunannya mengalamikelainan hemofili dapat ditentukan
dengan menyusun suatu diagram silsilah keluarga. Kondisi hemofili ini mebuat kondisis darah tidak
dapat membeku secara normal, sehingga ketika penderitanya mengakami cedera atau luka,
pendarahan yang terjadi akan lebih lama dan sulit membeku. Penyakit genetik ini wajib diwaspadai
pada perawatan bidang kedokteran gigi, dikarenakan dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan
tersebut bahkan dapaat terjadi komplikasi pasca perawatan.

Kata sulit :

 Genetik : ilmu yang mempelajari sifat keturunan atau cabang biologi yang mempelajari
pewarisan sifat pada organisme maupun suborganisme (virus dan protein)
 Fenotipe :  ciri-ciri lahiriah organisme yang dihasilkan karena interaksi antara ciri-ciri
keturunan dan lingkungan, atau Fenotipe adalah suatu karakteristik baik struktural,
biokimiawi, fisiologis, dan perilaku
 Kromosom : bagian kromatin inti sel yang berceraian apabila sel terbelah atau membelah
yang merupakan rangkaian pendukung jenis benda hidup atau benda mikroskopis berbentuk
tongkat yang berada dalam sel organisme, mengandung gen yang banyak seks
 Mutasi gen : Mutasi adalah perubahan materi genetik (gen atau kromosom) suatu sel
yang diwariskan kepada keturunannya.
 Resesif: alel yg tidak dinyatakan dl fenotipe kecuali homozigot atau gen yang dikalahkan/
ditutupi oleh gen lain yang dominan (sealele)
 Alele: gen-gen yang terletak pada lokus yang bersesuaian pada kromosom homolog
mengenai sifat-sifat yang khusus.
 Gen : substansi hereditas yang mengandung informasi genetik (pembawa sifat keturunan)
 Gonosom :   kromosom seks yang berperan dalam menentukan pertumbuhan seks.

Rumusan masalah :

1. apa itu kelainan genetik?


2. Apa penyebab kelainan genetik?
3. bagaimana faktor penyebab dan akibat terjadinya hemofili?
4. Hubungan penyakit genetik dangan kedokteran gigi

Jawab :
Penyebab kelainan genetik

1. ketidaknormalan jumlah dan stuktur kromosom


stuktur kromosom
• Delesi atau defisiensi merupakan peristiwa hilangnya sebagian kromosom karena
kromosom tersebut patah. Potongan kromosom yang tidak memiliki sentromer akan
tertinggal dalam anafase dan hancur dalam plasma. Kromosom dapat terjadi kepatahan di
dua tempat , dan mengakibatkan hilangnya suatu segmen di bagian tengah kromosom
(delesi interkalar. Jika delesi terjadi terlalu banyak, kehilangan gen biasanya mengakibatkan
kematian dalam kandungan (maupun segera, setelah lahir), namun dalam beberapa kasus,
bayi masih dapat hidup cukup lama, tetapi dengan kelainan-kelainan fenotip. Delesi
kromosom dapat disebabkan oleh pemanasan, radiasi, virus atau bahan kimia.
• Duplikasi ialah peristiwa bahwa suatu bagian kromosom mempunyai gen berulang, akibat
pertambahan panjang suatu lengan kromosom. kelainan ditulis dengan tanda + (18q+). Adisi
dapat  terjadi karena pertambahan materi yang sudah ada (berupa pengulangan)
• Inversi Kelainan ini jarang ditemukan.. Pada inversi, kromosom mempunyai urutan gen yang
terbalik karena terjadinya perputaran kromosom 180 r
• Translokasi terjadi ketika sebagian segmen kromosom berpindah ke kromosom lain.
Beberapamacam translokasi seperti translokasi G/G yaitu translokasi antara kromosom
22/21, atau translokasi D/G yaitu translokasi antara kromosom 14 atau 15 dengan
kromosom 21
Jumlah kromosom

• Euploidi ialah suatu keadaan dimana jumlah kromosom yang dimiliki oleh sesuatu makhluk
merupakan kelipatan dari kromosom dasarnya (kromosom haploidnya). Individunya disebut
bersifat euploid. Banyak dijumpai pada tumbuhan, pada hewan dan manusia jarang karena
menyebabkan kematian.

• Aneuoplidi Ialah suatu keadaan dimana suatu organisme kekurangan atau kelebihan
kromosom tertentu. Individu disebut bersifat aneuploid. Biasanya disebabkan karena
nondisjunction

2. Perubahan DNA
Yaitu Interaksi radiasi dengan DNA. Kerusakan pada DNA sebagai akibat radiasi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa, putusnya ikatan
hidrogen antar basa, hilangnya gula atau basa dan lainnya. Kerusakan yang lebih parah
adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break dan putusnya kedua
untai DNA yang disebut double strand breaks. Secara alamiah sel mempunyai kemampuan
untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan tersebut di atas dalam batas normal
dengan menggunakan beberapa jenis enzim yang spesifik. Radiasi LET tinggi dan dosis tinggi
radiasi LET rendah menyebabkan sekumpulan kerusakan yang padat pada suatu lokasi
tertentu pada DNA, disebut dengan clustered damage. Distribusi kerusakan yang tidak
homogen ini lebih sulit untuk diperbaiki dibandingkan dengan kerusakan Clustered damage
didefinisikan sebagai dua atau lebih kerusakan (basa teroksidasi, basa hilang, atau strand
breaks) yang terjadi pada suatu tempat tertentu dalam struktur heliks DNA.
3. Mutasi gen dan kromosoM
Mutasi gen (Point mutation) Mutasi gen ialah perubahan kimiawi pada satu atau beberapa
pasangan basa dalam satu gen tunggal yang menyebabkan perubahan sifat individu tanpa
perubahan jumlah dan susunan kromosomnya. Mutasi gen dapat terjadi melalui berbagai
cara, diantaranya
 Penggantian/substitusi pasangan basa; terjadi karena penggantian satu nukleotida
dengan pasangannya di dalam untaian DNA komplementer dengan pasangan
nukleotida lain. Contoh; anemia bulan sabit
 Insersi dan delesi .Insersi merupakan penyisipan atau penambahan satu atau lebih
nukleotida ke dalam rantai polinukleotida. Delesi adalah pengurangan satu atau
lebih pasangan nukleotida pada suatu gen saat replikasi DNA

Mutasi Kromosom Mutasi kromosom adalah perubahan yang terjadi pada kromosom yang disertai
dengan perubahan struktur dan jumlah kromosom. Mutasi kromosom dibedakan ke dalam dua jenis,
yaitu

 Perubahan struktur kromosom (aberasi kromosom). Mutasi ini menyebabkan kerusakan


(aberasi) pada bentuk kromosom, diantaranya: Translokasi adalah pemindahan sebagian
dari segmen kromosom ke kromosom lainnya yang bukan kromosom homolognya.
Duplikasi terjadi karena adanya segmen kromosom yang mengakibatkan jumlah segmen
kromosom lebih banyak dari kromosom aslinya. Berikut ini contoh duplikasi. Delesi adalah
mutasi yang terjadi karena sebagian segmen kromosom lenyap sehingga kromosom
kekurangan segmen.Inversi adalah mutasi yang terjadi karena selama meiosis kromosom
terpilin dan terjadinya kiasma, sehingga terjadi perubahan letak/kedudukan gen-gen
 Perubahan Jumlah Kromosom Mutasi yang terjadi ditandai dengan perubahan jumlah
kromosom individual atau dalam jumlah perangkat kromosom. Euploid terjadi karena
adanya penambahan atau pengurangan perangkat kromosom (genom) Aneuploid terjadi
karena adanya perubahan salah satu kromosom dari genom INDIVIDU

Alami dan Mutasi Buatan

1. Mutasi alam atau mutasi spontan biasanya terjadi karena kesalahan pemasangan basa pada
waktu proses replikasi, perbaikan, atau rekombinasi DNA sehingga mengarah pada terjadinya
substitusi, insersi atau delesi pasangan basa. Selain itu mutasi secara alami dapat terjadi karena
radiasi radioaktif alam, sinar kosmis dan sinar ultraviolet. Mutasi buatan, yaitu mutasi yang
ditimbulkan akibat campur tangan manusia (telah direncancanakan). Dengan memperlakukan
sel menggunakan zat-zat kimia, sinar-X, sinar gamma, sinar alfa, dan beberapa jenis radiasi hasil
sampingan tenaga nuklir

HEMOFILI
I. DEFINISI
Hemofilia adalah penyakit turunan berupa kelainan perdarahan karena kekurangan faktor
pembekuan darah yang membuat darah sulit membeku. Hemofilia dibagi menjadi 3 yaitu Hemofilia
A, Hemofilia B, dan Hemofilia C. Hemofilia terjadi oleh karena adanya defisiensi atau gangguan
fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII pada hemofilia A serta kelainan faktor IX pada
hemofilia B dan faktor XI pada hemofilia C namun jarang terjadi (Yantie dan Ariawati, 2012).

Umumnya Hemofilia A lebih sering terjadi daripada hemofilia B, yang mewakili 80-85% dari total
keseluruhan hemofilia. Hemofilia C tidak seperti hemofilia A yang terjadi pada anak laki-laki,
hemofilia C tidak memandang perbedaan kelamin dan dapat berpengaruh baik perempuan maupun
laki-laki. Hemofilia umumnya mempengaruhi laki-laki pada sisi ibu. Tetapi, gen faktor VIII dan IX
rentan terhadap mutasi baru, dan sebanyak sepertiga dari semua kasus hemofilia adalah hasil dari
mutasi spontan di mana tidak ada riwayat dari keluarga sebelumnya. (Canadian Association of
Nurses in Hemophilia Care, 2007). perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma
yang relatif ringan. Tempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku,
pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha. Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah,
gastraknemius, & iliopsoas (Betz dan Linda, 2009)

Berikut manifestasi klinik dari penyakit hemofilia yamg umum dijumpai yaitu sebagai berikut.

- Memar yang luas menyebar dan perdarahan kedalam otot, persendian, serta jaringan
lunak setelah kejadian trauma minimal.
- Mungkin terjadi nyeri pada persendian sebelum tampak pembengkakan dan
keterbatasan gerakan
- Dapat terjadi nyeri kronis atau ankilosis (fiksasi) persendian. Banyak pasien menjadi
pincang karena kerusakan persendian sebelum mereka mencapai usia dewasa.
- Dapat terjadi hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal
- Beberapa pasien mengalamai defisiensi lebih ringan dan mengalami perdarahan hanya
setelah dilakukan ektraksi gigi atau bedah; hemoragi demikian dapat berakibat fatal jika
penyebabnya tidak dikenali dengan cepat.
(Baughman dan Hackley. 2000).

II. PATOFISIOLOGI
a. Hemofilia A
Hemofilia A berat ditemui pada pasien dengan tanda difisiensi faktor VIII. Faktor VIII adalah
protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah,
faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh darah
yang mengalami cedera. Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX
plasma kurang dari 1 % (Betz dan Linda, 2009).

Faktor VIII merupakan glikoprotein kompleks dalam plasma .Protein ini merupakan salah
satu faktor pembekuan yang memiliki ukuran paling besar dan paling stabil dalam sirkulasi
darah.

2. Hemofilia B

Hemofilia B merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked resesif


berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang mana penyakit ini
terjadi akibat defisiensi faktor IX (Christmas factor. Pendarahan pada penderita hemofilia B
terjadi berhubungan dengan konsentrasi faktor VIII dan IX. Faktor VIII dan IX dikenal
menjadi pusat proses koagulasi darah dan untuk generasi memadai dari trombin. Setelah
cedera, terjadi aktivasi komplek faktor jaringan dan faktor VII yang memediasi generasi
faktor Xa. Produksi ini diperkuat oleh faktor IX dan faktor VIII untuk memungkinkan
koagulasi sehingga berkembang ke penyelesaian. Pada proses koagulasi jika tidak adanya
faktor VIII atau faktor IX, pendarahan akan terjadi karena perbanyakan dan penggabungan
generasi faktor Xa yang tidak cukup untuk mempertahankan haemostasis (Maggs and Pasi,
2003).

c. Hemofilia C
Hemofilia C merupakan salah satu jenis hemofilia yang disebabkan oleh adanya mutasi pada
gen yang mengkode faktor XI merupakan salah satu protein berupa serine protease yang
berperan pada sistem pembekuan darah (gen FXI). Faktor XI juga disebut dengan plasma
thromboplastin antecedent dan disintesis oleh hati dalam bentuk enzymogen (Gurgul et al.,
2009). Dalam sistem koagulasi, faktor XI berperan dalam aktivasi faktor IX khususnya pada
jalur intrinsik pembekuan darah. Karena disebabkan oleh mutasi pada FXI yang
mempengaruhi ekspresi faktor XI dalam sistem pembekuan darah, Hemofilia C juga disebut
sebagai defisiensi faktor XI. Tidak seperti Hemofilia A dan B yang merupakan penyakit
genetik yang terpaut pada kromosom seks (kromosom X), Hemofilia C disebabkan oleh
adanya mutasi pada autosom resesif. Pada kondisi heterozigot akan terjadi defisiensi
parsial, sedangkan pada kondisi homozigot akan terjadi defisiensi berat (Gurgul et al., 2009;
Saunders et al., 2005).

DEFINISI

Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sexlinked resesif
dan autosomal resesif, dimana perdarahan dapat terjadi tanpa penyebab trauma yang jelas atau
berupa perdarahan spontan. Hemofilia dibagi atas tiga jenis yaitu hemofilia A, B, dan C. Hemofilia A
dan B diturunkan secara seksual, sedangkan hemofilia C secara autosomal. Pada kasus hemofilia A
terdapat defisiensi faktor VIII; kasus hemofilia B dengan defisiensi faktor IX; dan hemofilia C dengan
defisiensi faktor XI

PROSES PEMBEKUAN DARAH


Proses pembekuan darah adalah proses dimana darah membentuk suatu bekuan darah (clot).
Hal ini sangat penting dalam menjaga homeostasis bila terjadi perdarahan akibat trauma terhadap
pembuluh darah maupun jaringan di sekitar pembuluh darah. Proses pembekuan darah terdiri dari
dua jalur pembekuan yaitu jalur intrinsik dan ekstrinsik. Jalur intrinsik merupakan jalur pembekuan
darah ketika terjadi trauma/kerusakan pada pembuluh darah itu sendiri sedangkan jalur ekstrinsik
terjadi pada trauma/kerusakan jaringan di sekitar pembuluh darah. Kedua jalur ini bekerja secara
bersamaan dalam menjaga homeostasis.6
GEJALA KLINIS HEMOFILIA
Gejala yang paling sering terjadi pada hemofilia ialah perdarahan, baik yang terjadi di dalam tubuh
(internal bleeding) maupun yang terjadi di luar tubuh (external bleeding). Internal bleeding yang
terjadi dapat berupa: hyphema, hematemesis, hematoma, perdarahan intrakranial, hematuria,
melena, dan hemartrosis. Terdapatnya external bleeding dapat bermanifestasi sebagai perdarahan
masif dari mulut ketika ada gigi yang tanggal atau pada ekstraksi gigi; perdarahan masif ketika terjadi
luka kecil; dan perdarahan dari hidung tanpa sebab yang jelas. 8,9
PERJALANAN PENYAKIT
Periode neonatal
Periode neonatal ialah rentang waktu sejak kelahiran sampai 28 hari post natal. Perdarahan
intrakranial (intracranial hemorrhage, ICH) biasanya merupakan tanda pertama yang dapat
ditemukan pada periode ini. Riwayat hemofilia dalam keluarga merupakan hal penting dalam
menentukan teknik persalinan untuk mengurangi risiko trauma persalinan. 10,11

Periode infant, toddler dan child


Periode infant dimulai setelah neonatal sampai usia 1 tahun, kemudian beralih ke periode
toddler sampai usia 2 tahun, selanjutnya periode child sampai usia 10 tahun.12 Pada periode infant
dan toddler, risiko terjadinya perdarahan menjadi lebih tinggi seiring dengan perkembangan dan
pertumbuhan bayi yaitu mulai belajar untuk duduk, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari.
Hematom dan hemartrosis mulai ditemukan pada periode ini. Selain itu, pemberian imunisasi juga
memerlukan perhatian khusus karena imunisasi biasanya diberikan secara intramuskular. 13
Periode adolescent dan adult
Periode adolescent ialah rentang waktu usia 10-19 tahun, dan selanjutnya adult sampai usia 64
tahun.12 Pada periode adolescent, amigdala yang bertanggung jawab terhadap perilaku instingtual
berkembang pesat sedangkan lobus frontal yang berfungsi dalam reasoning, yaitu perilaku untuk
berpikir dahulu sebelum bertindak belum berkembang sempurna. 14 Olah raga dan permainan yang
memacu adrenalin biasanya menjadi bagian dari kehidupan anak yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya perdarahan baik internal maupun eksternal. 15
Pada periode adult, fungsi lobus frontalis dalam hal reasoning sudah berkembang baik. Pasien
hemofilia sudah cukup dewasa untuk menyesuaikan diri sehingga umumnya risiko terjadinya
perdarahan atau komplikasi lainnya dapat

dihindari.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING HEMOFILIA
Diagnosis hemofilia
Pemeriksaan komprehensif pada pasien dengan suspek hemofilia sudah harus dimulai saat
ditemukan riwayat: penyakit hemofilia dalam keluarga; mudah memar sejak periode neonatal;
perdarahan spontan baik internal atau eksternal; dan perdarahan masif ketika terjadi luka kecil.
Kecurigaan ini kemudian ditindaklanjutkan dengan skrining laboratorium untuk mengetahui fungsi
homeostasis serta ada tidaknya kelainan perdarahan. 16 Skrining utama untuk menentukan fungsi
homeostasis ialah platelet count (normal 150.000450.000/mm3) dan bleeding time. Pada
pemeriksaan platelet count, pengambilan darah dilakukan melalui pungsi vena; dan perlu
diperhatikan apakah pasien sedang mengonsumsi obat-obatan seperti kloramfenikol, oral anti-
tuberculosis (OAT), colchicine, atau sulfonamid. Pemeriksaan bleeding time menggunakan metode
Ivy dengan nilai normal 1-6 menit, dan dikatakan memanjang bila >15 menit. 17 Selain platelet count
dan bleeding time, hal-hal lain yang harus diperiksa ialah prothrombin time (PT), activated partial
thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT), serta specific coagulation factor assay untuk FVIII
dan IX. Pada keempat pemeriksaan ini, pengambilan darah dilakukan melalui pungsi vena.
Pemeriksaan PT untuk menilai jalur pembekuan darah ekstrinsik, yaitu keterlibatan faktor I, II, III, IV,
V, VII, dan X dalam proses pembekuan darah, dengan nilai normal 11-13 detik. Pemeriksaan aPTT
untuk menilai jalur pembekuan darah intrinsik yaitu keterlibatan faktor VIII, IX, XI, dan XII, dengan
nilai normal 15-35 detik. Pemeriksaan TT untuk menilai kemampuan membentuk bekuan darah
darah dari fibrinogen yaitu keterlibatan faktor XIII dalam proses pembekuan darah. Pemeriksaan
specific coagulation factor assay untuk FVIII dan IX dilakukan untuk menilai aktivitas faktor VIII dan
IX, dengan nilai normal dari faktor VIII dan IX assay 60-100%.17

Diagnosis banding hemofilia Beberapa jenis kelainan darah yang dapat menjadi diagnosis banding
dari hemofilia ialah: trombositopenia; defisiensi faktor VIII, IX, dan XI; defisiensi faktor II, V, X, dan
vitamin K; defisiensi faktor VII dan penyakit hati; Von Willebrand’s disease; disseminated
intravascular coagulation (DIC); dan defisiensi faktor XIII.

PENANGANAN HEMOFILIA

Protokol penanganan kasus kelainan pembekuan darah yang dianjurkan berdasarkan kadar plasma
spesifik, yakni kadar faktor pembekuan VIII/IX dalam darah. 19
Pada kasus hemartrosis, bila tidak didapatkan respons dengan pemberian terapi hematologi, perlu
dipikirkan tindakan joint aspiration (arthrocentesis). Tindakan ini harus dilakukan 3-4 hari setelah
onset hemartrosis untuk mengistirahatkan sendi yang terkena, sehingga pada saat joint aspiration
dilakukan, inflamasi yang terjadi tidak terlalu hebat (joint aspiration sendiri sudah bersifat invasif).
Joint aspiration ditujukan untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak
sendi. Kontraindikasi joint aspiration ialah adanya proses infeksi baik sistemik maupun lokal yang
sedang berlangsung. Pemilihan ukuran jarum sekitar 25-30G untuk mengurangi nyeri saat penusukan
dan inflamasi setelah joint aspiration selesai dilakukan.20

REHABILITASI MEDIK
Penanganan rehabilitasi medik ini dimulai dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak memicu terjadinya perdarahan; dalam hal ini, komunikasi
antara terapis dan pasien menjadi kunci utama. Komponen pemeriksaan fisik terdiri dari observasi,
lingkup gerak sendi dan fungsi otot, serta pemeriksaan status neurologik. 21
Observasi meliputi respons pasien terhadap terapi faktor pembekuan darah VIII atau IX;
respons pasien terhadap aktivitas fungsional seperti duduk, berdiri, atau berjalan; dan gangguan
postur atau pola berjalan, dan ada tidaknya perbedaan panjang kedua tungkai. Mengenai lingkup
gerak sendi dan fungsi otot, perlu dilakukan pencatatan keadaan sendi dan otot sebelum dan
selama follow up (edema, nyeri, lingkup gerak sendi, deformitas, dan lingkar sendi atau otot yang
terkena). Pemeriksaan status neurologik penting dilakukan karena komplikasi muskuloskeletal dapat
menyebabkan gangguan neurologik misalnya neuropati perifer pada hemofilia berat.

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan penanganan


komplikasi muskuloskeletal. Untuk hemartrosis, klasifikasi radiologik yang digunakan berdasarkan
ArnoldHilgartner. Pada komplikasi perdarahan otot, penggunaan ultrasound dapat memberikan
informasi tentang distribusi perdarahan otot yang terjadi. Untuk kepentingan ini, frekuensi
ultrasound yang digunakan 7-12 Mhz dengan transduser jenis linear array transducer.

PROGNOSIS
Prognosis pasien hemofilia sebenarnya baik bila semua pihak yang terlibat senantiasa bekerja
sama dalam menghadapi penyakit ini. Disabilitas berat dan kematian akibat hemofilia serta
komplikasinya hanya terjadi sekitar 5-7% pada hemofilia berat. Penentuan prognosis pada hemofilia
tidak sepenuhnya tergantung pada komplikasi yang terjadi, melainkan harus dilihat secara
keseluruhan termasuk masalah psikososial yang terkait dan tingkat kepercayaan diri pasien. 21

Hubungan penyakit gigi dengan FKG


Hemofilia A
Hemofilia jenis ini disebut juga hemofilia klasik, karena jenis hemofilia ini adalah paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah. Penyakit ini disebabkan oleh defisiensi faktor VIII
(globulin atau faktor anti hemolitik) yang diturunkan secara genetik.
mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau
mengalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan mengalami perdarahan lebih
pada saat mengalami menstruasi.
Secara khusus, manifestasi klinis dari hemofilia A dapat dibagi menjadi 2:

1. Gambaran klinis Ekstra Oral

a. Terjadi hematoma setelah suntikan / sirkumsisi


b. Hematoma intra muscular yang besar akibat trauma yang kecil
c. Hemartrosis
d. Pendarahan dalam siku, lutut, pergelangan tangan yang menimbulkan
nyeri dan pembengkakan serta membatasi pergerakan sendi.
e. Sering terjadi hematuria.
f. Pendarahan berulang dapat menimubulkan perubahan generatif dengan
osteoporosis, atropi otot.
g. Pendarahan intra cranial dan pendarahan pada leher merupakan kedaruratan gawat.
2. Gambaran Klinis Intra Oral

a. Pendarahan yang memanjang setelah pencabutan gigi atau akibat erupsi gigi.
b. Laserasi traumatis seperti pada lidah atau bibir yang tetap berdarah selama berjam-jam atau
berharihari.
c. Petchi/ecchymosis pada mukosa mulut.
d. Pada gingiva terjadi gingivitis, hiperplasia dan perdarahan spontan.
e. Terjadi deposit coklat pada gigi dan terjadi hemartrosis temporo
mandibular joint.7

III. Gingiva Pada Anak

Gingiva pada periode gigi desidui biasanya berwarna merah muda, mempunyai tepi yang tajam
dan terdapat stippling (dapat ditemukan pada 35% anak yang berumur 5-13 tahun). Interdental
gingiva melebar ke arah fasioliungal dan menyempit ke arah mesiodistal. Kontur gingiva yang sehat
akan menunjukan adanya marginal gingiva, interdental gingiva, free gingiva groove, attached
gingiva, mukogingival junction serta alveolar mucosa.
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang umum ditemukan pada jaringan mulut. Kondisi
ini tidak memperlihatkan adanya kehilangan perlekatan. Gingivitis dapat bersifat kronis dan akut.5
Gingivitis pada anak-anak adalah peradangan pada gingiva akibat akumulasi plak disekitar gigi yang
akan erupsi. Salah satu tanda telah terjadi gingivitis adalah warna gingiva menjadi kemerahan atau
terjadi hiperemi karena aliran darah meningkat. Hal ini menjadi penyebab terjadinya perdarahan

spontan.8

Penyakit gingiva yang terjadi pada anak adalah:

a. Gingivitis akut yang terbagi menjadi gingivostomatitis herpetik dan gingivitis ulseratif
nekrotik.
b. Gingivitis kronis marginalis.
c. Gingivitis pubertas
d. Gingivitis yang dikaitkan dengan penyakit sistematik.
Gingivitis kronis marginalis merupakan kondisi yang paling sering ditemukan pada anak.
Gingiva mengalami perubahan pada warna, ukuran konsistensi dan tekstur permukaan yan
merupakan karakteristik dari inflamasi. Prevalensi gingivitis ditemukan < 5% pada anak umur 3
tahun, 50% pada anak umur 6 tahun dan puncaknya sebanyak 90% pada umur 11 tahun.

Derajat keparahan gingivitis dibagi menjadi 4 :

1. Nol yaitu tidak terdapat inflamasi


2. Ringan yaitu hilangnya stippling, warna kemerahan, dan adanya perdarahan apabila ditekan.
3. Sedang, yaitu terdapat sensitifitas gingiva dan perdarahan yang terlihat pada sikat gigi ketika
menyikat.
4. Berat, yaitu terdapat hiperema berat, pembengkakan parah dan perdarahan
spontan apabila tersentuh makanan atau sikat gigi.
Bakteri yang terdapat dalam akumulasi plak akan menyebabkan inflamasi gingiva (gingivitis).
Oral Higiene yang buruk akan semakin memperparah kondisi tersebut. Plak lebih cepat terbentuk
pada anak-anak berusia 8-12 tahun dibandingkan pada remaja. Kalkulus bukan sebagai penyebab
gingivitis pada anak, meski pada anak dengan cystic fibrosi pembentukan kalkulus dapat ditemukan
(77% pada anak berumur 79 tahun).

Gingivitis dapat timbul akibat akumulasi plak di sekitar yang baru erupsi. Retensi plak yang
berada disekeliling gigi tersebut berasal dari gigi yang sebelumnya. Faktor iritan lokal lainnya adalah
adanya kavitas, tepi karies yang tajam, tepi tambalan yang overhanging. Gingivitis juga sering terjadi
pada gigi malposisi karena plak dan material alba sulit dijangkau oleh sikat gigi pada daerah tersebut.
Perubahan yang terjadi adalah pembesaran gingiva, warna gingiva menjadi merah kebiruan, adanya
ulser dan poket yang dalam. Gingivitis meningkat pada anak dengan overbite dan overjet yang parah,
gangguan pernafasan, kebiasaan bernafas dengan mulut.5

DISKUSI

Perawatan gigi anak penderita hemofilia tidak berbeda jauh dengan pasien gigi
lainnya. Perencanaan jadwal kunjungan sebaiknya dilakukan untuk mencapai
perawatan yang maksimal pada setiap kunjungan dan juga untuk meminimalkan biaya
perawatan.
Pemeliharaan kesehatan gingiva sangat penting pada penderita hemofilia A karena apabila
terjadi hiperemia gingiva akan meneyebabkan perdarahan spontan pada gingiva. Anak dengan
kelainan ini biasanya cenderung melalaikan kebersihan mulutya karena takut menyikat gigi, yang
akan menyebabkan perdarahan. Anak harus diyakinkan bahwa menyikat gigi dilakukan tanpa risiko
perdarahan yang berarti. Penggunaan bulu sikat gigi yang lembut dan teknik menyikat gigi dengan
metode Dr. Bass disarankan bagi anak yang menderita gingivitis. Bulu sikat mengarah pada margin
gingiva dengan ujung bulu sikat mengarah pada apikal kira-kira 450 dengan sumbu panjang gigi. Sikat
digerakan dengan tidak mengubah posisi bulu sikat.

Perawatan anak penderita hemofilia A dengan kebersihan mulut yang buruk harus dilakukan
sejak dini setelah anak melakukan pemeriksaan gigi. Faktor iritan lokal harus dihilangkan dengan
melakukan tindakan profilaksis, restorasi kavitas yang karies, mengganti tumpatan yang
tidak baik, memberikan instruksi kebersihan mulut dan nasihat diet. Periodontal probing, scaling
supragingiva dan polishing permukaan juga harus dilakukan secara teratur.
Perawatan gingivitas yang dilakukan pada penderita hemofilia–A adalah dengan scaling.
Tindakan tersebut merupakan prosedur yang utama dalam fase terapi gingiva. Tindakan ini meliputi
pembuangan kalkulus, plak, akumulasi materi dan stain dari mahkota gigi dan permukaan akar.
Tujuan scaling adalah untuk mendapatkan permukaan gigi yang bersih dan halus. Instrument yang
biasa digunakan meliputi scaler, curet, file alat scaler sonik dan ultra sonik.

Pemberian obat medis serta dosis yang digunakan pada waktu akan melakukan perawatan
gingivitis pada penderita hemofilia–A tergantung dari derajat keparahan penyakit. Scaling pada
penderita hemofilia–A ringan sampai sedang dapat dilakukan dengan pemberian antifibrinotik
(tranxenamic acid atau epsilon) terlebih dahulu. Sebelum pemakaian antifibrinolotik ini sebaiknya
dokter gigi berkonsultasi dengan ahli hematologis. Antifibrinolotik bertujuan mencegah pembekuan
darah yang terjadi dalam rongga mulut mengalami lisis dan digunakan sebagai tambahan bagi terapi
faktor penggantian untuk mencegah atau mengontrol perdarahan.5 Mekanisme obat ini yaitu
dengan menghambat aktivasi dari plasminogen menjadi plasmin sehingga menstabilkan bekuan
fibrin sehingga proses fibrinolisis dapat terhambat.3 Epsilonaminocaproic acid diberikan sebelum
dilakukan perawatan, dengan dosis awal 100200 mg/kg BB sampai dengan dosis total 5 g setiap 6
jam selama 5-7 hari. Kemasan yang tersedia untuk anak-anak dalam bentuk tablet dan sirup,
sehingga memudahkan penggunaannya.

Tranxenamic acid pada anak diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB yang diberikan sebelum
perawatan. Dosis yang sama diberikan setiap 8 jam selama 5-7 hari. Efek samping yang paling sering
terjadi adalah pusing mual dan mulut yang kering. Efek tersebut dapat ditoleransi dan tidak
memerlukan pengobatan medis.5

Selain itu penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa 1-desamino-8-Darginine vasopressin


(DDAVP) merupakan pengobatan alternatif untuk pasien hemofilia dengan pemberian obat ini dapat
meningkatkkan faktor VIII dalam plasma dan khususnya efektif untuk hemofilia tingkat ringan
sampai sedang.3

Pengobatan pencegahan adalah untuk mempertahankan faktor pembekuan dalam darah


pada kadar hemostatik, pengobatan pencegahan ada 2 antara lain: pencegahan primer yaitu
pemberian faktor pembekuan secara reguler atau kontinyu dimulai sebelum anak berusia 2 tahun
atau saat menderita pendarahan sendi yang

pertama kalinya. pencegahan sekunder yaitu pemberian faktor pembekuan secara reguler atau
kontinyu dimulai saat anak berusia lebih dari dua tahun atau ketika telah terjadi pendarahan pada
dua atau lebih sendi. Pengobatan pencegahan ini ditujukan pada penderita hemofilia berat untuk
mencegah antropati.7
Penderita hemofilia–A yang berat, mutlak memerlukan pengobatan dengan faktor
penggantian sebelum dilakukan scaling. Tindakan scaling yang dalam dengan atau tanpa anastesi
blok inferior (pada rahang bawah) membutuhkan antisipasi 50% faktor penggantian. Penderita yang
mendapatkan terapi penggantian ini harus terus dipantau untuk mengetahui reaksi alergi yang
timbul.

Factor Replacement Therapy (FRT) merupakan cadangan medis yang harus tersedia bagi
perawatan gigi penderita hemofilia–A. FRT penting untuk mencegah nyeri dan perdarahan yang
dapat mengancam kehidupan. Tujuan pemberian terapi tersebut adalah untuk meningkatkan
aktivitas faktor VIII dalam plasma sampai tingkat yang aman/hemostasis. Hal ini dapat dilakukan
dengan infus intravena plasma beku segar atau konsentrat plasma.

Anda mungkin juga menyukai