Anda di halaman 1dari 4

LO 1

(Salsabila Shofi)
Hasil dari metabolisme karbohidrat yang paling penting adalah glukosa, karena
glukosa merupakan sumber energy yang penting bagi metabolism sel termasuk sel-sel imun
tubuh seperti sel leukosit dan sel NK. Gangguan transporter pada glukosa ini dapat
menyebabkan sel-sel imun termasuk sel NK kekurangan energy sehingga tidak dapat
berfungsi dengan baik, maka dari itu, diabetes mellitus dapat menyebabkan gangguan sel NK
sehingga dapat meningkatkan kerentanan pasien terhadap infeksi virus.
LO 2
(Salsabila Shofi)
Terdapat 39 macam gen yang berperan dalam menghasilkan protein reseptor yang
tidak terbentuk sehingga dapat mengakibatkan alergi.
LO
(Salsabila Shofi)
Eritema Multiformis dapat disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas dengan munculnya
limfosit T sitotoksik dalam epitel yang menginduksi apoptosis pada keratinosit dan
menyebabkan nekrosis sel satelit.
LO 9 (salsabila Shofi)
Hipersensitifitas tipe I
Hipersensitivitas tipe I disebut juga dengan immediate hypersensitivity, karena responnya
sangat cepat. Reaksi ini dipicu oleh pengikatan antigen terhadap antibody IgE pada
permukaan sel mast. Terdapat dua kemungkinan yang terjadi pada mekanisme
hipersensitifitas tipe I, yaitu :
 Pasien telah terpapar alergen sebelumnya sehinga alergen langsung terikat pada IgE
yang berada di permukaan sel mast atau basofil,
 Respon dapat terjadi jika tubuh belum pernah terpapar alergen penyebab sebelumnya.

Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I :


1. Ketika allergen masuk ke dalam tubuh, allergen akan difagosit oleh sel dendritic
(salah satu dari APC yang tugasnya adalah mempresentasikan antigen dari luar
(allergen) ke sel imun (sel Thelper2)), selain itu allergen juga dideteksi oleh sel B.
2. Sel Thelper2 akan mensekresikan sitokin IL-4 yang akan menstimulasi sel B menjadi
sel plasma yang memproduksi IgE
3. IgE yang dihasilkan sel plasma akan berikatan dengan reseptor yang spesifik dengan
IgE pada permukaan sel mast. Keadaan dimana sel mast telah dilapisi oleh IgE yang
sudah siap kapanpun untuk teraktivasi ketika allergen masuk ke dalam tubuh disebut
sensitisasi
4. Ketika allergen tersebut masuk lagi ke dalam tubuh, maka sel mast yang sudah
tersensitisasi akan teraktivasi kemudian mengeluarkan granul yang disebut
degranulasi. Granul tersebut berisi berbagai macam mediator, meliputi:
- Mediator aminovasoaktif yaitu histamine (yang paling berperan) yang dapat
menimbulkan vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vascular, dan kontraksi otot
polos; faktor kemotaktik yang dapat menarik neutrophil dan basofil; asam
proteoglikan yaitu heparin dan kondoritin sulfat;
- Mediator lipid, meliputi PGD2 (Prostaglandin D2) yang dapat menyebabkan
bronkopasme sehingga seseorang bisa sesak napas dan meningkatkan sekresi mucus
sehingga membuat semakin sesak; Leukotrien meliputi LTC 4 dan LTD4 berkontribusi
terhadap peningkatan permeabilitas vascular dan bronkospasme, LTB4 merupakan
kemotaktik untuk neutrophil, eosinophil, dan monosit sehingga inflamasi semakin
meningkat
- Mediator sitokin, meliputi TNF, chemokines, IL-4, dan IL-5 yang akan meningkatkan
terjadinya inflamasi
Hipersensitivitas tipe I memiliki reaksi cepat (muncul 5-30 menit setelah allergen
mengaktivasi sel mast dan selesai dalam waktu 60 menit setelah aktivasi dari sel mast
tersebut) dan reaksi lambat (baru terjadi 2-8 jam setelah sel mast teraktivasi dan bertahan
selama beberapa hari)
Hipersensitifitas tipe I memiliki reaksi local, seperti rhinitis alergi (pilek, bersin
berkali-kali); urtikaria (terjadi pada kulit yang menjadi kemerahan dan pada bagian sentral
dari kemerahan tersebut terdapat bagian yang pucat). Selain itu juga memiliki reaksi sistemik,
seperti syok anafilaktik, kejadian yang dapat mengancam nyawa dan perlu penanganan cepat.

Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV disebut juga dengan (Cell-Mediated Hypersensitivities) atau
tipe lambat. Hipersensitivitas yang dimediasi oleh sel tipe ini disebabkan oleh sitokin yang
menyebabkan inflamasi dihasilkan oleh sel T CD4+ dan oleh sel T CD8+. Hipersensitivitas
yang dimediasi oleh sel T CD4+ diinduksi oleh lingkungan dan antigen sendiri yang menjadi
penyebab terbanyak penyakit inflamasi kronis yang termasuk penyakit autoimun. Sel T CD8+
juga terlibat dalam penyakit autoimun dan mungkin sel efektor dominan dalam reaksi
tertentu, seperti infeksi pada virus.
Mekanisme dari Hipersensitivitas tipe IV, yaitu :
 Dimediasi oleh sel T CD4+, dimana sel T CD4+ merusak sel tubuh secara tidak
langsung yaitu melalui induksi inflamasi, dengan cara menghasilkan sitokin.
Kemudian sitokin tersebut mengaktivasi makrofag dan neutrophil yang dapat
menyerang sel melalui fagositosis
 Dimediasi oleh sel T CD8+ atau cytotoxic T lymphocyte (CTLs), dimana sel T CD8+
dapat langsung membunuh sel target melalui produksi sitokin yang disebut sebagai
delayed type sensitivity atau hipersensitifitas tipe lambat, karena reaksinya baru
muncul setelah 24-48 jam setelah terpapar antigen. Reaksi berlangsung lambat karena
sel T memerlukan waktu untuk merespn antigen, berdiferensiasi, dan kemudian
menghasilkan sitokin, hingga akhirnya menimbulkan reaksi. CTLs juga berperan
dalam reaksi melawan virus. CTLs spesifik untuk antigen mengenali sel,
mengekspresikan sel target dan membunuh sel-sel lain, dan memproduksi IFN-gama
yang terlibat dalam reaksi inflamasi terutama sete;ah infeksi virus dan paparan
beberapa agen sensitisasi terhadap kontak.
Hipersensitivitas tipe IV bersifat kronik (penyakit yang diderita dalam jangka waktu
lama) dan bersifat progresif (semakin lama semakin parah), hal tersebut dikarenakan
reaksi sel T yang cenderung berkepanjangan; antigen berulang; dan proses fagositosis
antigen dalam tubuh yang tidak sempurna sehingga dapat memicu reaksi inflamasi
berikutnya.

LO 9 ( Maria F. Utha)
HIPERSENSITIVITAS TIPE II

Dafpus

Ristanti, Dian, dkk. 2019. Hubungan antara Kendali Glikemik pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 dengan Aktivasi Sel Natural Killer. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia : 6(2)
Permatasari, Dewi Kania Intan, dkk. 2019. Perawatan Rekurensi HSV-1 dan Eritema
Multiforme yang Dipicu oleh Kapsaisin yang Terkandung dalam Cabai Rawit (Capsicum
frutescens). Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran : 31(3).

Anda mungkin juga menyukai