Anda di halaman 1dari 39

ZAT ADITIF PADA MAKANAN DAN MINUMAN

Disusun Oleh :

Kelompok 6
1. Nani Mariliaty (061013818230)
2. Fadillah Khoirunisa (061013818230)
3. Elsha Melinda (06101381823058)
4. Ela Agustin (06101381823059)

Dosen Pengampu :
Rodi Edi, S. Pd., M.Pd

Pendidikan Kimia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia – Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Zat Aditif Makanan
dan Minuman tepat dengan waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kimia Lingkungan. Disamping itu, kami juga ingin memberikan
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai materi Zat Aditif pada Bahan Makanan.
Dalam menyusun makalah ini, kami banyak mendapat dukungan serta
dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, kami ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Bapak Rodi Edi, S. Pd., M.Pd selaku dosen mata kuliah Kimia
Lingkungan yang telah memberikan pengajaran serta arahan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan
manfaat serta menambah wawasan bagi para pembacanya. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
membantu penyusunan makalah ini hingga akhirnya dapat diselesaikan.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Palembang , November 2020

Kelompok VI
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk-


produk industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia
yang telah diketahui manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk
yang berguna untuk kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita
perlu mengetahui jenis, sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk
yang kita gunakan atau kita lihat sehari-hari termasuk makanan yang kita makan
sehari-hari. Salah satu yang harus kita perhatikan yaitu beberapa bahan kimia dalam
makanan, dalam hal ini zat aditif makanan. Zat aditif adalah bahan kimia yang
dicampurkan ke dalam makanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
makanan, menambahkan kelezatan, dan mengawetkan makanan. Zat aditif makanan
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:

1. Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat.
2. Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan
alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil
asetat dan asam askorbat.

Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat


dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Dalam
bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari kita perlu mengetahui keuntungan dan
kerugian/dampak negative dari makanan yang kita konsumsi. Oleh karena itu, perlu
diketahui apa saja zat aditif yang sering dicampurkan pada makanan, yang sehat
dikonsumsi dan apa saja yang merugikan kita atau yang mengancam kesehatan tubuh
manusia.
Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses
produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat
aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan
tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang
selama proses pengolahan. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan
tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif
alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia.
Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin bertambah menuntut jumlah
makanan yang lebih besar sehingga zat aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh
karena itu, industri makanan memproduksi makanan yang memakai zat aditif buatan
(sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia yang kemudian
direaksikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi zat aditif ?


2. Apa fungsi dari zat aditif pada bahan makanan?
3. Bagaimana jenis – jenis zat aditif ?
4. Dampak zat aditif pada makanan terhadap kesehatan ?
5. Apa alternative bahan zat aditif alami ?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi zat aditif


2. Agar mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari zat aditif pada bahan makanan
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis – jenis zat aditif
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui dmpak zat aditif pada makanan terhadap
kesehatan
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui alternative bahan zat aditif alami
BAB II
ISI

A. Zat Aditif
Zat aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang ditambahkan
ke dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan, pengemasan atau
penyimpanan dan bukan sebagai bahan baku dari makanan tertentu. Pada umumnya,
zat aditif atau produk degradasinya akan tetap berada dalam makanan, akan tetapi
dalam beberapa kasus zat aditif dapat hilang selama pemrosesan.
Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
Beberapa sumber lain mengatakan zat aditif makanan atau bahan tambahan
makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam
jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor
dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan
nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.
Di zaman modern seperti sekarang ini, bahan tambahan makanan digunakan
dalam skala yang makin luas. Luasnya penggunaan bahan tambahan makanan dapat
dilihat dari pengelompokannya seperti diatur dalam peraturan Menkes nomor 235
(1979). Dalam peraturan Menkes tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya,
bahan tambahan makanan (zat aditif) dikelompokkan menjadi 14, di antaranya, yaitu:
antioksidan dan antioksidan sinergis, pengasam, penetral, pemanis buatan, pemutih
dan pematang, penambah gizi, pengawet, pengemulsi (pencampur), pemantap dan
pengental, pengeras, pewarna alami dan sintetis, penyedap rasa dan aroma, dan
lainnya.
Komposisi adalah semua bahan baku pembuat makanan kemasan, termasuk
zat aditif yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan pangan dalam kemasan.
Bahan aditif yang mesti dicantumkan dalam kandungan isi meliputi bahan buatan
atau alami. Biasanya, bahan aditif diberi kode huruf E (Eropa) dan diikuti dengan tiga
angka. Misalnya, E 100 sebagai kode pewarna, E 200 kode konsevator, E 300 kode
antioksida, dan E 400 kode pengemulsi atau stabilisator. Contoh bahan aditif itu
adalah E 200 asam sorbat, E 201 Na sorbat, E 300 asam askorbat, E 311 oktil gallat,
E 320 butilhidroksil anisol (BHA), dan E 321 butilhidroksil toluena (BHT).
Dari sumbernya, zat aditif dibagi menjadi dua yaitu zat aditif alam dan buatan
atau hasil sintesis. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak
menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Zat aditif alami
adalah merupakan zat tambahan yang diperoleh dari alam, tanpa disintesis atau dibuat
terlebih dulu. Sedangkan zat adiktif buatan atau sintesis adalah zat tambahan
makanan yang diperoleh melalui sintesis (pembuatan), baik di laboratorium maupun
industri, dari bahan-bahan kimia yang sifatnya hampir sama dengan bahan alami yang
sejenis, keunggulan zat adiktif sintesis adlah dapat diproduksi dalam jumlah besar,
lebih stabil, takaran penggunaannya lebih sedikit, dan biasanya tahan lebih lama,
sedangkan kelemahan zat adiktif sintesis adalah dapat menimbulkan risiko penyakit
kanker atau bersifat karsiogenetik.

B. Fungsi Zat Aditif


Beberapa alasan berikut menggambarkan serta mendukung penggunaan zat
aditif makanan menurut Belitz (2009) yaitu untuk meningkatkan:
 Nilai gizi Makanan
Aditif seperti vitamin, mineral, asam amino dan asam amino derivatif
yang digunakan untuk meningkatkan nilai gizi makanan. Beberapa menu
makanan tertentu juga memerlukan penggunaan zat-zat aditif seperti
pengemulsi, pemanis, dll.
 Nilai sensorik Pangan
Warna, bau, rasa dan kekentalan atau tekstur, yang penting untuk nilai
sensorik makanan, dapat menurun selama pemrosesan dan penyimpanan.
Penurunan tersebut dapat diperbaiki atau disesuaikan dengan zat aditif seperti
pewarna, pemberi aroma atau penguat rasa.
 Katahanan penyimpanan makanan
Kondisi produksi bahan makanan dan distribusinya saat ini dituntut
untuk lebih meningkatkan usia ketahanan dari suatu bahan makanan. Selain
itu, situasi pasokan pangan dunia membutuhkan penjagaan kwalitas makanan
dengan menghindari kerusakan sebanyak mungkin. Perpanjangan masa
simpan melibatkan perlindungan terhadap pembusukan mikroba, misalnya,
dengan menggunakan aditif antimikroba dan dengan menggunakan bahan
aktif yang menekan dan menghambat perubahan kimia dan fisik yang tidak
diinginkan dalam makanan.
 Nilai praktis
Kecenderungan umum terhadap makanan yang mudah dan cepat saji
(makanan instan) juga menjadi alasan peningkatan penggunaan zat aditif.

Hal ini secara implisit dipahami bahwa zat aditif makanan dan produk-produk
degradasinya haruslah non toksik dan digunakan dalam batas yang
direkomendasikan. Ini berlaku sama untuk keracunan akut dan kronis, terutama
potensi efek karsinogenik, teratogenik (menyebabkan cacat janin) dan mutagenik
(Belitz, 2009).
Secara umum diakui pengguanaan zat aditif hanya untuk keperluan nutrisi,
nilai sensorik atau untuk pengolahan. Penggunaan zat aditif makanan diatur oleh
organisasi nasional tertentu disetiap Negara dan untuk Indonesia organisasi yang
bergerak di bidang ini adalah Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM).
Peraturan-peraturan ini berbeda di setiap Negara namun atas dasar pengetahuan
toksikologi dan pesyaratan pangan modern maka diupayakan peyelarasan di setiap
Negara.

C. Jenis-Jenis Bahan Aditif


1. Bahan Pengawet

Zat pengawet pada makanan dimaksudkan agar makanan menjadi tahan


lama dan tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah atau melindungi makanan
dari proses pembusukan oleh bakteri. Bahan pengawet bersifat karsinogen, untuk
itu batasan penggunaan bahan pengawet sebaiknya sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesesehatan No. 722/ menkes/per/IX/ 88.
Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu
rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet. Produk-
produk pangan dalam kemasan yang diproses dengan panas atau disebut sterilisasi
komersil seperti kornet dalam kaleng atau susu steril dalam kemasan tetrapak
tidak menggunakan bahan pengawet karena proses termal sudah cukup untuk
memusnahkan mikroba pembusuk dan pathogen. Produk-produk ini akan awet
lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu kamar. Namun, beberapa produk
pangan dalam kemasan misalnya sambal dan selai dalam botol, kedua jenis
produk ini biasanya tidak segera habis, sehingga supaya awet terus pada suhu
kamar maka untuk mempertahankan keadaan suatu makanan agar tetap dalam
kwalitas yang baik maka penambahan bahan pengawet adalah salah satu cara
yang baik dalam pengupayaannya. Pengawet digunakan agar makanan lebih tahan
lama dan tidak cepat busuk bila disimpan karena bahan pengawet dapat
menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme yang
dapat merusak dan membusukkan makanan. Bahan pengawet yang ditambahkan
dapat berupa bahan alami maupun hasil sintesis. Berikut adalah beberapa bahan
pengawet alami:
Menurut FDA (Food and Drug Administrasion), keamanan suatu
pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi
dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari
penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi
toksisitas yang dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker) dari pengawet jika
dicerna oleh manusia atau hewan.
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

 GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami,


sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Berikut ini adalah contoh-
contoh pengawet alami :
a) Gula tebu, memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Gula pasir,
dihasilkan dari tebu dan digunakan sebagai pengawet, karena gula dapat
menyerap kandungan air (bersifat higroskopis). Dengan tidak adanya air,
maka mikroorganisme di dalam makanan tidak dapat berkembang dan
mati.
b) Gula merah, Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat
mengawetkan seperti halnya gula tebu.
c) Garam, merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari
penguapan air laut. Garam dapur (NaCl), digunakan sebagai pengawet
makanan karena dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri
dalam makanan. Hal itu disebabkan karena garam dapur bersifat
hidroskopis (menyerap kandungan air dalam makanan) seperti halnya gula
pasir.

Beberapa pengawet alami


d) Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan
penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.
e) Kulit kayu manis, merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai
pengawet. Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan
pemberi aroma.
f) Cengkih, merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman
cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai
penambah aroma.
g) Bawang putih, yang diiris akan mengeluarkan alisin, yaitu suatu zat yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga bawang putih dapat
dipakai sebagai bahan pengawet.
h) Jeruk (asam sitrat), digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba
pada ikan mentah atau juga daging biasanya ditambahkan bersama dengan
garam.
 ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan
hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Bahan-bahan
pengawet tersebut, antara lain sebagai berikut :
a) Asam asetat, dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan
ini menghasilkan rasa asam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan
mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air
keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan
acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat
antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara lain
acar, saos tomat, dan saus cabai.
b) Benzoat, banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium
benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari
buah, nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan
menggunakan bahan jenis ini.
c) Sulfit, Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium
bisulfit. Potongan kentang, sari nanas dan udang beku biasa diawetkan
dengan menggunakan bahan ini.
d) Propil galat, Digunakan dalam produk makanan yang mengandung
minyak atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat
ketengikan pada sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai
antioksidan.
e) Propianat, Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah
asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain
menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus
mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan
pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
Penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan
kesulitan tidur.
f) Garam nitrit, biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Kalium
nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan
ini terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging,
dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering
seperti kue kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya
nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat
membusukkan daging. Penggunaan yang berlebihan, bisa menyebabkan
keracunan. Selain memengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen
ke berbagai organ tubuh, juga menyebabkan kesulitan bernapas, sakit
kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.
g) Sorbat, yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.
Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju,
anggur, dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan
kapang dan tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang
diperbolehkan. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa
membuat luka di kulit.

Tabel batas kandungan bahan pengawet buatan dalam makanan


Jenis Bahan Pengawet Berat bahan pengawet/ Kg
makanan
Asam asetat Secukupnya (tidak dibatasi)
Asam/Natrium Benzoat 1 g/Kg
Propionat 2-3 g/Kg
Garam nitrit 0,63 g/Kg
Sorbat 3 g/Kg
Sulfit -
Propil galat 100 mg/Kg

 Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya, zat-
zat pengawet yang bukan untuk makanan dan sudah dilarang penggunaannya
tetapi masih sering dipakai oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Beberapa
diantaranya yaitu:
a) Boraks atau natrium tetraborat, dengan rumus kimia Na2B4O7·10 H2O
adalah senyawa yang biasa digunakan sebagai bahan baku disinfektan,
detergen, cat, plastik, ataupun pembersih permukaan logam sehingga
mudah disolder. Karena boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman,
bahan ini sering digunakan untuk pengawet kosmetik dan kayu. Banyak
ditemukan kasus boraks yang disalahgunakan untuk pengawetan bakso,
sosis, krupuk gendar, mie basah, pisang molen, lemper, siomay, lontong,
ketupat, dan pangsit.

Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah


efek samping bagi kesehatan, di antaranya:
1) Gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
2) Gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
3) Terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan
4) Menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6
gram.
b) Formalin adalah nama dagang untuk larutan yang mengandung 40%
formaldehid (HCOH) dalam 60% air atau campuran air dan metanol (jenis
alkohol bahan baku spiritus) sebagai pelarutnya. Formalin sering
disalahgunakan untuk mengawetkan mie, tahu basah, bakso, dan ikan
asin.  Formalin tidak boleh digunakan karena dapat menyebabkan kanker
paru-paru dan gangguan pada alat pencernaan dan jantung.
c) Natamysin, bahan ini biasa digunakan pada produk daging dan keju.
Bahan ini bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan
perlukaan kulit.
d) Kalium Asetat, makanan yang asam umumnya ditambahkan bahan
pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan
rusaknya fungsi ginjal.
 Kasus Penyalahgunaan Bahan Pengawet

Telah dilakukan pengujian kadar natrium benzoat dalam saus tomat di pasar
tradisional kota Blitar, Surabaya oleh mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Surabaya. Dan ditemukan saus tomat tersebut mengandung natrium benzoate
dengan kadar rata-rata sebesar 2,44g/Kg. Kadar ini tidak sesuai dengan batas
yang ditentukan SNI untuk penggunaan natrium benzoate yang mana adalah 1g/
Kg. Selain itu formalin yang merupakan pengawet mayat sering didapati dalam
bahan pangan seperti daging, ikan, tahu, tempe dan beberapa jenis makanan
lainnya.

 Tujuan Pengawetan

Pengawetan pangan disamping untuk penyimpanan juga memiliki 2 (dua)


maksud yaitu:
1.      Menghambat pembusukkan
2.      Menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin
Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan
sebagai antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim selain
penyebab pembusukan pangan juga dapat menyebabkan orang menjadi sakit, untuk
itu perlu dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya. Jadi, selain tujuan di atas, juga
untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan.
Beberapa pengawet yang termasuk antioksidan berfungsi mencegah makanan
menjadi tengik yang disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam makanan tersebut.

2. Zat Pewarna
Zat pewarna merupakan bahan alami ataupun bahan kimia yang ditambahkan
ke dalam makanan. Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk
memberi penampilan tertentu atau warna yang menarik. Warna yang menarik dapat
menjadikan makanan lebih mengundang selera. Berdasarkan sifat kelarutannya, zat
pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna
makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran
dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat
warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak
larut dalam air maka zat warna kelompok ini cocok untuk mewarnai produk-produk
yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak dan minyak.

 Pewarna alami
Merupakan bahan pewarna yang bahan-bahannya banyak diambil dari
tumbuh-tumbuhan. Bahan pewarna alami yang banyak digunakan antara lain sebagai
berikut ;
a) Daun suji mengandung zat warna klorofil untuk memberi warna hijau
menawan, misalnya pada dadar gulung, kue bika, atau kue pisang.
b) Buah kakao merupakan penghasil cokelat dan memberikan warna cokelat
pada makanan, misalnya es krim, susu cokelat, atau kue kering.
c) Kunyit (Curcuma domestica) mengandung zat warna kurkumin untuk
memberi warna kuning pada makanan, misalnya tahu, bumbu Bali, atau nasi
kuning. Selain itu, kunyit dapat mengawetkan makanan.
d) Cabai merah, selain memberi rasa pedas, juga menghasilkan zat warna
kapxantin yang menjadikan warna merah pada makanan, misalnya rendang
daging atau sambal goreng.
e) Wortel, kegunaannya adalah sebagai zat pemberi warna oranye pada
makanan. Wortel sering digunakan pada pembuatan selai nanas. β-karoten
yang memberikan warna oranye pada bahan makanan. 
f) Karamel, warna cokelat karamel pada kembang gula karena proses
karamelisasi, yaitu pemanasan gula tebu sampai pada suhu sekitar 170°C.
g) Gula merah, selain sebagai pemanis juga memberikan warna cokelat pada
makanan, misalnya pada bubur dan dodol.
h) Buah-buahan, selain contoh di atas, beberapa buah-buahan juga dapat menjadi
bahan pewarna alami, misalnya anggur menghasilkan warna ungu, stroberi
warna merah, dan tomat warna oranye.

 Pewarna Buatan/Sintetik
Makanan ada yang menggunakan pewarna alami ada pula yang menggunakan
pewarna buatan. Bahan pewarna buatan ada dua jenis. Jenis pertama adalah pewarna
buatan yang disintesa dengan struktur kimia persis seperti bahan alami, misalnya
beta-karoten (warna oranye sampai kuning), santoxantin (warna merah), dan
apokaroten (warna oranye). Jenis kedua adalah bahan pewarna yang disintesa khusus
untuk menggantikan pewarna alami.

Makanan dengan pewarna buatan


Tabel berikut menunjukkan beberapa zat pewarna sintetiknya dan nomor
indeks.

No Warna Nama Zat Pewarna Nomor Indeks Nama

Carmoisine 14720
1. Merah Amaranth 16185
Erytrhrosin 45430
2. Orange Sunset Yellow FCF 15985
Tartrazine 19140
3. Kuning
Quineline Yellow 47005
4. Hijau Fast Green FCF 42053
Briliant Blue FCF
42090
5. Biru Indigocarmine
73015
(indigotine)
6. Ungu Violet GB 42640

a) Fast Green FCF warna hijau digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Es krim dan buah kalengan. Adapun kadar yang ditentukan untuk
penggunaan zat pewarna ini dalam tiap kilogram bahan makanan adalah
sebanyak 300 mg.
b) Sunset yellow FCF warna kuning digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya minuman ringan, permen, selai dan agar-agar. Sunset Yellow adalah
zat pewarna dalam spektrofotometer yang berwarna kuning. Pewarna ini
merupakan pewarna sintetik yang bersifat asam yang mengandung
kelompok kromofor NN dan CC. Sunset Yellow dapat digunakan sebagai
pewarna makanan, kosmetik dan medikasi. Penggunaannya dalam bahan
makanan maksimum adalah sebanyak 300 mg/Kg bahan makanan.
Nama kimia senyawa ini adalah disodium 2-hidroksi-1-(4-
sulfonatofenilazo) naftalen-6-sulfonat dengan rumus kimia C16H10N2Na2O7S2.
Senyawa ini memiliki berat molekul 452.37. Senyawa ini bersifat larut dalam
air dan memiliki titik leleh >3000C. Pewarna ini memiliki panjang
gelombang maksimum pada 485 nm. Dalam fase solid, absorbansi pewarna ini
adalah 487 nm. Sunset Yellow dapat ditemukan pada jeruk, marzipan, Swiss
roll, selai aprikot, citrus marmalade, kurd lemon, pemanis,keju, minuman soda,
dan lainnya.

c) Brilliant blue FCF warna biru digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Es krim, selai, buah kalengan. Batas kadar maksimum dalam
bahan makanan adalah 100 mg/Kg bahan makanan.
d) Coklat HT warna coklat digunakan dalam makanan dan minuman misalnya
minuman ringan, agar-agar dan selai.
e) Ponceau 4R pemberi warna merah digunakan dalam makanan dan
minuman misalnya Minuman ringan, yoghurt dan jeli. Batas kadar
maksimum dalam bahan makanan adalah 200 mg/Kg bahan makanan
f) Eritrosin warna merah digunakan dalam makanan dan minuman misalnya
jeli, selai, saus, es krim dan buah kalengan. Eritrosin adalah sebuah
senyawa iodo-anorganik terutama turunandari flor. Zat pewarna ini
merupakan senyawa sintetis warna cherry-pink.Biasanya digunakan
sebagai pewarna makanan. Serapan maksimumnya terjadi pada panjang
gelombang 530 nm dalam larutan dengan akuades.

Eritrosin bernama kimia 9-(o-karboksifenil)-6-hidroksi-2,4,5,7-tetraiodo-


3-isoxanthone monohidrat garam dinatrium. Zat pewarna ini larutdalam
air dan ethanol. Ketika dilarutkan di air, terdapat kurang dari 0,2% bahan
yang tidak larut. Zat pewarna ini mengandung seng (Zn) tidak lebih dari
50mg/kg dan mengandung timbal (Pb) kurang dari 2mg/kg. Melalui
pengeringan pada suhu 135o C, terjadi kehilangan bahan kurang dari 13%
bersama dengan klorida dan sulfat yang dihitung sebagai garam natrium.
Eritrosin juga mengandung iodium anorganik sebesar tidak lebih dari
0,1% yang dihitung sebagai natrium iodide. Penggunaan erythrosine yang
berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif
pada anak, tumor tiroid pada tikus, dan efek kurang baik pada otak dan
perilaku. Batas kadar maksimum dalam bahan makanan adalah 300
mg/Kg bahan makanan.

g) Tartrazine adalah salah satu zat pewarna buatan yang berwarna kuning
dan dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan olahan. Zat
pewarna ini telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama bagi
orang yang alergi terhadap aspirin. Tartrazin atau Yellow 5 atau C.I.29140
adalah bahan pewarna sintetik yang memberikan warna kuning pada
bahan makanan maupun minuman. Bahan ini juga sering dikombinasikan
dengan Brilliant Blue FCF (suatu bahan pewarna) untuk memberikan
gradasi warna hijau. Tartrazin banyak terdapat pada produk makanan,
minuman, mie instant, pudding, serta permen. Batas kadar maksimum
dalam bahan makanan adalah 100 mg/Kg bahan makanan. Meskipun
bahan pewarna tersebut diizinkan, kita harus selalu berhati-hati dalam
memilih makanan yang menggunakan bahan pewarna buatan karena
penggunaan yang berlebihan tidak baik bagi kesehatan. Penggunaan
tartrazine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi, asma, dan
hiperaktif pada anak.
Tabel. Kadar Batas Maksimum Zat Pewarna
Nama Pewarna Batas Kadar /Kg makanan
Fast Green FCF 300 mg/Kg
Sunset Yellow FCF 300 mg/ Kg
Briliat Blue FCF 100 mg/Kg
Cokelat HT 70 mg/L
Ponceau 4R 200 mg/Kg
Eritrosin 300 mg/Kg
Tartazin 100 mg/Kg

 Zat Pewarna yang tidak baik


Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi
penyalahgunaan pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna
tekstil untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan
pewarna cat biasanya mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan raksa
sehingga bersifat racun.

Zat pewarna yg sudah di larang penggunaannya dalam makanan adalah:


a) Rhodamin-B (pewarna merah), merupakan pewarna tekstil yang sering
disalahgunakan sebagai pewarna makanan oleh produsen-produsen yang tidak
bertanggung-jawab. Zat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada
kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker hati.
b) Methanil (pewarna kuning), menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi
pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan saluran
kemih.
c) Amaranth (pewarna merah), bahan pewarna ini merupakan pewarna merah yang
biasanya ditambahkan pada minuman. Penambahan zat ini secara
berlebihan,akan mengakibatkan bebagai masalah pada tubuh seperti kanker dan
bahkan kematian.
 Kasus Penyalahgunaan Zat Pewarna
Pada tahun 2006, dilakukan penelitian oleh mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang. Adapun penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa
kadar pewarna dan pemanis sintetis pada jajanan tradisional yang dijual di pasar besar
Kota Malang. Berdasarkan hasil penelitian pewarna sintetis yang ditemukan adalah
Tartrazine, Sunset Yellow, Pounceau 4R dan Green S. Dari keempat jenis pewarna
tersebut kadar terendah terdapat pada kue Klepon (Green S) sebesar 62,640. Untuk
Tartrazine dan Pounceau kadarnya melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, sedangkan Sunset Yellow dan Green S masih dibawah ambang batas.
Batas maksimum penggunaan pewarna Tartrazine dan Pounceau 4R sebesar 200
mg/kg sedangkan untuk Sunset Yellow dan Green S sebesar 300 mg/kg. Untuk
pemanis sintetis yang ditemukan adalah jenis pemans sakarin dengan kadar tertinggi
sebesar 49,459 terdapat pada kue Klepon sedangkan terendah sebesar 31,897 terdapat
pada kue Bikang. Kadar SNI yang ditentukan oleh pemerintah sebesar 200 mg/kg.
Jadi kadar pemanis yang digunakan pada jajanan tradisional ini masih dibawah
ambang batas dan layak untuk dikonsumsi.

 Perbedaan pewarna alami dan buatan


Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna yang
lebih menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna alami
karena lebih aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami tidak
memiliki efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun pewarna
buatan dipilih karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan zat pewarna
alami.

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan antara pewarna alami dan buatan

Pewarna alami Pewarna buatan


Lebih aman dikonsumsi. Kadang-kadang memiliki efek negatif
tertentu.
Warna yang dihasilkan kurang stabil, Dapat mengembalikan warna asli,
mudah berubah oleh pengaruh tingkat kestabilan warna lebih tinggi, tahan
keasaman tertentu. lama, dan dapat melindungi vitamin
atau zat-zat makanan lain yang peka
terhadap cahaya selama penyimpanan.
Untuk mendapatkan warna yang bagus Praktis dan ekonomis.
diperlukan bahan pewarna dalam
jumlah banyak.
Keanekaragaman warnanya terbatas. Warna yang dihasilkan lebih beraneka
ragam.
Tingkat keseragaman warna kurang Keseragaman warna lebih baik.
baik.
Kadang-kadang memberi rasa dan Biasanya tidak menghasilkan rasa dan
aroma yang agak mengganggu. aroma yang mengganggu.

3. Zat Pemanis
Pemanis merupakan senyawa alami atau sintetis yang memberikan rasa manis
dan tidak memiliki nilai gizi atau dapat diabaikan ("pemanis non-nutritif") dalam
kaitannya dengan tingkat kemanisan (Belitz, 2009). Penambahan pemanis dalam
bahan makanan dimaksudkan untuk memberi atau menambah rasa manis pada
makanan tersebut. Pemanis dikategorikan menjadi dua yaitu pemanis alami dan
buatan.

 Pemanis Alami
Pemanis alami dapat diperoleh dari bahan-bahan nabati ataupun hewani.
Selain itu pemanis alami juga berfungsi sebagai sumber energi, sehingga jika kita
mengkonsumsinya secara berlebihan maka akan mengakibatkan kegemukan. Adapun
beberapa pemanis alami antara lain:
a) Gula pasir (tebu) mengandung zat pemanis fruktosa yang merupakan salah
satu jenis glukosa. Gula tebu atau gula pasir yang diperoleh dari tanaman tebu
merupakan pemanis yang paling banyak digunakan. Selain memberi rasa
manis, gula tebu juga bersifat mengawetkan.
b) Gula merah (gula aren) merupakan pemanis dengan warna coklat. Gula merah
merupakan pemanis kedua yang banyak digunakan setelah gula pasir.
Kebanyakan gula jenis ini digunakan untuk makanan tradisional, misalnya
pada bubur, dodol, kue apem, dan gulali.
c) Gula jawa, dihasilkan dari buah kelapa. Gula kelapa sering digunakan sebagai
pemanis minuman (seperti dawet, es kelapa muda, sirup, dan lain-lain). Gula
kelapa juga sering dipakai sebagai pemanis pada saat memasak sayur. 
d) Madu merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu. Selain
sebagai pemanis, madu juga banyak digunakan sebagai obat.
e) Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pemanis.
Selain itu kayu manis juga berfungsi sebagai pengawet.
Berdasarkan kandungan nutrisinya, zat pemanis alami yang biasa digunakan,
dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a) Pemanis nutritif adalah pemanis alami yang menghasilkan kalori. Pemanis


nutritif berasal dari tanaman (sukrosa/ gula tebu, gula bit, xylitol dan
fruktosa), dari hewan (laktosa, madu), dan dari hasil penguraian karbohidrat
(sirop glukosa, dekstrosa, sorbitol). Pemanis ini dapat mengakibatkan
obesitas, karena kandungan kalorinya yang tinggi.

b) Pemanis nonnutritive adalah pemanis alami yang tidak menghasilkan kalori.


Pemanis nonnutritif berasal dari tanaman (steviosida), dan dari kelompok
protein (miralin, monellin, thaumatin).

 Pemanis Buatan
Pemanis buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang merupakan
bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan.
Pemanis buatan tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Sebagaimana pemanis
alami, pemanis buatan juga mudah larut dalam air. Penggunaan bahan pemanis atau
batasan pemakaian bahan pemanis dalam makanan harus mengacu pada WHO yang
dikenal dengan ADI (aceeptable daily intake) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 722 / Menkes / per / IX / 1988 tentang batasan maksimum penggunaan bahan
kimia dalam makanan. Zat pemanis sintetik diantaranya sakarin, natrium siklamat,
magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam dan dulsin.  Pemanis sintetik tidak
dapat dicerna oleh tubuh, sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energy. Pemanis
buatan mempunyai tingkat rasa manis lebih tinggi daripada pemanis alami dan akan
memberikan rasa pahit pada makanan jika dipergunakan secara berlebihan. Beberapa
pemanis buatan yang beredar di pasaran di antaranya adalah sebagai berikut ;
a) Aspartam mempunyai nama kimia aspartil fenilalanin metil ester, merupakan
pemanis yang digunakan dalam produk-produk minuman ringan. Aspartam
merupakan pemanis yang berkalori sedang. Tingkat kemanisan dari aspartam
200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam dapat terhidrolisis atau
bereaksi dengan air dan kehilangan rasa manis, sehingga lebih cocok
digunakan untuk pemanis yang berkadar air rendah.
b) Sakarin, merupakan pemanis buatan yang paling tua. Tingkat kemanisan
sakarin kurang lebih 300 kali lebih manis dibandingkan gula pasir. Namun,
jika penambahan sakarin terlalu banyak justru menimbulkan rasa pahit dan
getir. Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue kering, dan minuman fermentasi
biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin sangat populer digunakan dalam
industri makanan dan minuman karena harganya yang murah. Namun
penggunaan sakarin tidak boleh melampaui batas maksimal yang ditetapkan,
karena bersifat karsogenik (dapat memicu timbulnya kanker). Dalam setiap
kilogram bahan makanan, kadar sakarin yang diperbolehkan adalah 50–300
mg. Sakarin hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan
dibatasi tingkat konsumsinya sebesar maksimal 0,5 mg tiap kilogram berat
badan per hari.
c) Siklamat, terdapat dalam bentuk kalsium dan natrium siklamat dengan tingkat
kemanisan yang dihasilkan kurang lebih 30 kali lebih manis daripada gula
pasir. Makanan dan minuman yang sering dijumpai mengandung siklamat
antara lain: es krim, es puter, selai, saus, es lilin, dan berbagai minuman
fermentasi. Beberapa negara melarang penggunaan siklamat karena
diperkirakan mempunyai efek karsinogen. Batas maksimum penggunaan
siklamat adalah 500–3.000 mg per kg bahan makanan.
d) Sorbitol, merupakan pemanis yang biasa digunakan untuk pemanis kismis,
selai dan roti, serta makanan lain.
e) Asesulfam K, merupakan senyawa 6-metil-1,2,3-oksatiazin-4(3H)-on-2,3-
dioksida atau merupakan asam asetoasetat dan asam sulfamat. Tingkat
kemanisan dari asesulfam K adalah 200 kali lebih manis daripada gula pasir.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, asesulfam K merupakan pemanis
yang tidak berbahaya.

Tabel Batas kadar zat pemanis dalam bahan makanan


Nama Pemanis Batas Kadar /Kg
Sakarin 300 mg/Kg
Sorbitol 300 g/Kg
Aspartam -
Siklamat 3 g/Kg
Asesulfam K -

 Perbedaan Pemanis alami dan pemanis buatan/sintetik


Orang memilih jenis pemanis untuk makanan yang dikonsumsinya tentu
dengan alasan masing-masing. Pemanis alami tentu lebih aman, tetapi harganya lebih
mahal. Pemanis buatan lebih murah, tetapi aturan pemakaiannya sangat ketat karena
bisa menyebabkan efek negatif yang cukup berbahaya. Pada kadar yang rendah atau
tertentu, pemanis buatan masih diijinkan untuk digunakan sebagai bahan tambahan
makanan, tetapi pada kadar yang tinggi bahan ini akan menyebabkan berbagai
masalah kesehatan.

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan pemanis alami dan buatan.

Pemanis alami Pemanis buatan


Pada suhu tinggi bisa terurai. Cukup stabil bila dipanaskan.
Memiliki kalori tinggi. Memiliki kalori rendah.
Berasa manis normal. Berasa manis sampai puluhan bahkan
ratusan kali rasa manis gula.
Harganya cenderung lebih tinggi. Harganya sangat terjangkau.
Lebih aman dikonsumsi. Sebagian dapat berpotensi karsinogen
(penyebab kanker).

4. Penyedap Rasa

Bahan penyedap rasa merupakan bahan tambahan makanan yang berguna


untuk melezatkan bahan makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan
menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Bahan penyedap ini
terdapat dalam bentuk alami dan buatan.

 Penyedap Alami
Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap makanan.
Biasanya bahan-bahan ini dicampurkan bersama-sama sebagai bumbu makanan,
beberapa di antaranya :
a) Bawang merupakan pemberi rasa sedap alami yang paling banyak digunakan.
b) Merica memberi aroma segar dan rasa pedas yang khas.
c) Terasi merupakan zat cita rasa alami yang dihasilkan dari bubuk ikan dan
udang kecil yang dibumbui sedemikian rupa sehingga memberi rasa sedap
yang khas.
d) Daun salam memberi rasa sedap pada makanan.
e) Jahe memberi aroma harum dan rasa pedas khas jahe.
f) Cabai memberi rasa sedap dan pedas pada setiap masakan.
g) Daun pandan memberi rasa dan aroma sedap dan wangi pada makanan.
h) Kayu manis, selain memberi rasa manis dan mengawetkan juga memberi
aroma harum khas kayu manis.
i) Rempah-rempah daun lainnya seperti kemangi, serai, daun jeruk
j) Rempah-rempah kering seperti cengkeh, pala, kemiri, ketumbar dan lainnya.

 Penyedap Buatan
Makanan yang kita konsumsi sehari-hari tak lepas dari penyedap atau bumbu
masak, karena memang zat tersebut menambah sedap dan menimbulkan selera
makan. Penyedap yang paling kita kenal adalah vetsin atau MSG (monosodium
glutamat) yang dikenal dengan merk dagang seperti Ajinomoto, Miwon, Royco, Sasa,
Maggie, dan lain-lain.

(MSG)
Penyedap buatan yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah vetsin
atau monosodium glutamat (MSG) yang sering juga disebut sebagai micin. MSG
merupakan garam natrium dari asam glutamat yang secara alami terdapat dalam
protein nabati maupun hewani. Daging, susu, ikan, dan kacang-kacangan
mengandung sekitar 20% asam glutamat. MSG tidak berbau dan rasanya merupakan
campuran rasa manis dan asin yang gurih. Mengonsumsi MSG secara berlebihan
akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang dikenal sebagai Chinese Restaurant
Syndrome (CRS). Tanda-tandanya antara lain berupa munculnya berbagai keluhan
seperti pusing kepala, sesak napas, wajah berkeringat, kesemutan pada bagian leher,
rahang, dan punggung. Penyedap sintetis selain MSG antara lain adalah nukleotida
seperti guanosin monofosfat (GMP) dan inosin monofosfat (IMP). Keduanya
memberi rasa gurih pada makanan.

5. Pengemulsi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988


tentang bahan tambahan makanan, pengemulsi adalah bahan tambahan makanan yang
dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogeny
pada makanan. Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang
tidak saling melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-
globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula
dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula
dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi.

Berikut ini adalah macam-macam emulsi yang umum digunakan dalam bahan
pangan :

 Mono dan Diglycerides, dikenal juga dengan istilah discrete


substances. Pertama kali dibuat oleh Berthelot pada tahun 1853 melalui reaksi
esterifikasi asam lemak dan glycerol. Mono dan diglycerides merupakan
zat pengemulsi yang umum digunakan. Komponen-komponen ini dapat
diperoleh dengan memanaskan triglyceride dan glycerol dengan suatu katalis
yang bersifat basa. Reaksi ini akan menghasilkan campuran yang terdiri
dari ± 45 persen mono gliserida dan ± 45 persen digliserida, serta ± 10 persen
trigliserida bersama-sama dengan sejumlah kecil gliserol dan asam-asam
lemak bebas.  Mono dan digliserida yang terbentuk kemudian dipisahkan
dengan cara destilasi molekuler.  Yang tergolong mono dan diglycerides
antara lain:
a) Glycerol monolaurate, dibuat dari reaksi glycerol dan asam laurat.
b) Ethoxylated mono dan diglycerides (EMG), juga disebut
dengan polyoxyethylene (20) mono dan diglycerides.
c) Diacetyl tartaric acid ester of monoglycerides (DATEM).
d) Lactic acid ester of monoglycerides, misalnya glyceril lactyl palmitate.
e) Succinylated monoglycerides
 Stearoyl Lactylates, merupakan hasil reaksi dari asam starat dan asam laktat,
selanjutnya diubah ke dalam bentuk garam kalsium dan sodium.
Bahanpengemulsi ini sering digunakan dalam produk-produk bakery.
 Propylene Glycol Ester,  merupakan hasil reaksi dari propylene glycol dan
asam-asam lemak. Umumnya digunakan dalam pembuatan kue, roti
dan whipped topping.
 Sorbitan Esters, asam sorbitan yang terbentuk dari reaksi antara sorbitan dan
asam lemak. Sorbitan adalah produk dihidrasi dari gula alkohol yang dapat
diperoleh secara alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan
monostearat, satu-satunya ester sorbitan yang diizinkan digunakan dalam
pangan. Bahan tersebut umumnya digunakan dalam pembuatan kue, whipped
topping, cake icing, coffee whiteners, serta pelapis pelindung buah dan
sayuran segar.
 Polysorbates, ester polioksietilen sorbitan umumnya disebut polisorbat.  Ester
ini dibuat dari reaksi antara ester-ester sorbitan dan etilen oksida. Tiga jenis
polisorbat yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan adalah polisorbat
60, Polisorbat 65, polisorbat 80.
 Polyglycerol Ester, dibuat dari reaksi antara asam-asam lemak dan gliserol
yang sudah mengalami polimerisasi. Tingkat polimerisasinya antara 2-10
molekul. Ester-ester poliglycerol digunakan dalam pangan yang diaerasi
mengandung lemak, beverage, icing, dan margarine.
 Ester-ester Sukrosa, adalah mono, di dan triester sukrosa dan asam-asam
lemak. Ester ini dihasilkan dari reaksi sukrosa dan lemak sapi. 
Penggunaannya dalam pangan umumnya pada pembuatan roti, produk tiruan
olahan susu, dan whipped milk product.
 Lecitin, adalah campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang terdiri
dari fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositoll, dan komponen-
komponen lainnya.  Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan
maupun tanaman.  Lecitin paling banyak diperoleh dari kedele dan kuning
telur.  Biasanya digunakan untuk emulsifier pada margarine, roti, kue dan
lain-lain.

6. Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan,
memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga
membentuk kekentalan tertentu. Pengental makanan lebih dikenal dengan sebutan
Emulsifier.Pengental makanan juga termasuk salah satu dari berbagai macam zat
aditif. Zat aditif adalah bahan yang ditambahkan atau dicampurkan terhadap makanan
untuk menciptakan citarasa atau mutu yang lebih baik.
Pengental makanan juga merupakan bahan tambahan pangan yang aman
menurut SK Menkes no.722/Menkes/Per/IX/88. Untuk proses pengentalan bahan
pangan cair dapat digunakan hidrokoloid, gumi dan bahan polimer sintetis. Bahan
Pengental ini seperti karagenan, agar, pectin, gum arab, CMC.
Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang
mengandung air dan minyak, misalnya saus selada, margarine dan es krim. Berikut
adalah macam-macam bahan pengental makanan dan penjelasannya. Macam-macam
Pengental Makanan :
a) Telur, mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal
sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang
membuat Emulsifier bekerja dengan baik.
b) Gelatin, adalah salah satu pengental makanan yang merupakan jenis protein
yang di ekstrasi dari jaringan kolagen kulit, atau ligament hewan. Secara garis
besar Gelatin juga salah satu pemberdayaan pengolahan limbah, karena
Gelatin diperoleh dari tulang hewan yang tidak terpakai di rumah pemotongan
hewan.
c) Kuning dan Putih Telur, utih telur adalah protein yang bersifat sebagai
emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang
paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi
yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam
bentuk kompleks sebagai lesitin protein.
d) Lesitin (Fosfatidil Kolina), adalah suatu fospolipid yang menjadi komponen
utama fraksi fospatida pada ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang
diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana.
Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman.
Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai.
e) Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang
diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu
emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik
yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat
dipertukarkan.
f) Kedelai sebagai bahan makanan memunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara
jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin,
mineral dan serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak
yang cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang
disebut lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi
bahan pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan.
g) Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk
mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu
disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu
bubuk selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier
dalam proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus.

7. Zat Aditif Lainnya


 Vitamin dan mineral, yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu,
tepung dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet
seseorang atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan.
Fortifikasi dan pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi
malnutrisi dalam populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang
mengandung nutrien yang ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku secara internasional atau sesuai ketentuan masing-
masing negara.
 Antioksidan, adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak
sedap. Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi
coklat bila terkena udara. Antioksidan menekan reaksi yang terjadi saat
pangan menyatu dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam
(BHA, BHT, TBHQ, dan propil).
 Bahan pengembang, yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan
baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses
pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi
keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.
 Zat pemantap adalah salah satu jenis zat aditif yang di tambahkan sehingga
mengikat ion logam sehingga memantapkan warna, aroma dan serat
makanan. Pada proses pengolahan, pemanasan, atau pembekuan dapat
melunakkan sayuran sehingga menjadi lunak yang sebelumnya ’tegar’. Hal ini
karena komponen penyusun dinding sayuran tersebut yang disebut pektin.
Agar tetap menjadi ’tegar’, maka ditambahkan zat pemnatap yang umumnya
dibuat dari garam seperti  CaCl2, Ca-sitrat, CaSO4, Ca-laktat, dan Ca-
monofosfat , namun rasanya pahit dan sulit larut.

D. Dampak zat aditif pada makanan terhadap kesehatan

Untuk memastikan zat aditif pada makanan dapat digunakan tanpa efek
berbahaya, maka ditetapkanlah jumlah asupan harian yang layak dikonsumsi
(Acceptable Daily Intake/ADI). ADI adalah perkiraan jumlah maksimal zat aditif
pada makanan yang dapat dikonsumsi dengan aman setiap hari selama seumur hidup,
tanpa efek kesehatan yang merugikan. Batas maksimum penggunaan zat aditif pada
makanan ini telah ditentukan oleh BPOM. Bagi para produsen yang melanggar batas
ketentuan tersebut, mereka bisa dijatuhi sanksi berupa peringatan tertulis hingga
pencabutan izin edar produk.

Bagi kebanyakan orang, zat aditif pada makanan dalam jumlah yang aman
tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Namun, ada sebagian orang yang dapat
mengalami efek samping, seperti diare, sakit perut, batuk pilek, muntah, gatal-gatal,
dan ruam kulit setelah mengonsumsi makanan dengan kandungan zat aditif. Efek
samping ini bisa saja terjadi jika seseorang memiliki reaksi alergi terhadap zat aditif
tertentu atau jika kandungan zat aditif yang digunakan terlalu banyak. Ada beberapa
zat aditif pada makanan yang diduga memiliki efek samping terhadap kesehatan,
antara lain:

 Pemanis buatan, seperti aspartam, sakarin, natrium siklamat, dan sucralose


 Asam benzoat dalam produk jus buah
 Lecithin, gelatin, tepung maizena, dan propilen glikol dalam makanan
 Monosodium glutamate (MSG)
 Nitrat dan nitrit pada sosis dan produk olahan daging lainnya
 Sulfit dalam bir, anggur, dan sayuran kemasan

Reaksi terhadap zat aditif apa pun bisa bersifat ringan atau parah. Misalnya,
sebagian orang dapat mengalami gejala asma yang kambuh setelah mengonsumsi
makanan atau minuman yang mengandung sulfit. Sementara itu, pemanis buatan
aspartam dan MSG dapat menyebabkan efek samping berupa sakit kepala. Contoh
lainnya, beberapa laporan menyebutkan bahwa kebiasaan mengonsumsi makanan
cepat saji dengan kadar nitrat dan nitrit yang tinggi bisa menyebabkan gangguan pada
tiroid dan meningkatkan risiko kanker. Untuk melindungi diri dari efek buruk
kelebihan zat aditif pada makanan, seseorang dengan riwayat alergi atau intoleransi
makanan harus lebih cermat dan teliti dalam memeriksa daftar bahan pada label
kemasan. Jika muncul reaksi atau keluhan tertentu pada tubuh Anda setelah
mengonsumsi produk makanan dan minuman yang mengandung zat aditif, Anda
dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Bila perlu, bawa contoh
makanan atau minuman yang mungkin menjadi penyebabnya.

E. Alternative zat aditif alami

Zat Aditif alami adalah zat aditif yang diperolah dari alam. Penambahan zat
aditif alami ini tidak akan menimbulkan efek samping dan aman digunakan dalam
jumlah besar.

Contoh : kunyit, jahe, gula tebu, madu, asam, dan daun pandan.

Contoh-contoh zat aditif yang ditambahkan ke dalam makanan:

a. Bahan Pewarna
 Alami : Daun pandan, daun suji, kunyit, daun jati, wortel, buah naga, dan
lain-lain.
 Buatan : Biru Berlian, Tartrazain, Kamoizin, Erotrosin, Yellow CFC dan
lain-lain.
b. Bahan Pemanis
 Alami : Gula Tebu, daun stevia, gula aren, madu dan tain-lain.
 Buatan : Dulsin, sakarin, siklamat aspartam dan lain-lain. Sakarin tidak
diperbolehkan untuk digunakan sebagai pemanis makanan karena dapat
menyebabkan infeksi atau radang saluran pencernaan seperti batuk.
c. Bahan Pengawet
 Alami : Garam, gula.
 Buatan : Formalin, boraks dan lain-lain.
d. Bahan Penyedap
 Alami : Kunyit, kayu manis, jahe, bunga lawang, lengkuas, lada, serai
dan rempah-rempah lainnya.
 Buatan : Monosodium Glutamat (MSG) Garam inosinat, Garam
Guaniat.
e. Antioksidan
 Alami : Vitamin C, Vitamin E
 Buatan : Butylated Hydroxyanisole dan Butylated Hydroxytoulene dan
lain-lain.
f. Zat Pemberi Aroma

Zat pemberi aroma makanan dan minuman banyak digunakan dari


golongan ester dengan rasa atau aroma buah. Kebanyakan zat pemberi aroma
digunakan ke dalam minuman.

Contohnya adalah:

1. Benzaldehida untuk pemberikan aroma buah lobi-lobi.  

2. Etil butirat untuk pemberikan aroma buah nanas.

3. Amil asetat untuk pemberikan aroma buah pisang.

4. Amil valerat untuk pemberikan aroma buah apel.

5. Isoamil asetat untuk pemberikan aroma buah pisang ambon.

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Zat aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang
ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan
untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya
simpan baik pada saat pemrosesan, pengemasan ataupun penyimpanannya. Zat aditif
berupa zat alami dan buatan atau sintetik.
Tujuan penggunaan zat aditif pada makanan yaitu untuk meningkatkan nilai
gizi makanan, nilai sensorik, ketahanan bahan pangan, dan nilai praktis. Namun
pemakaian zat aditif buatan yang berlebih dapat berdampak negatif bagi kesehatan
apabila dikonsumsi misalnya pemicu kanker dan lain-lain. Untuk itu, sebaiknya
penggunaan zat aditif dikurangi.
Dengan keanekaragaman zat aditif baik alami maupun buatan, produsen demi
mendapatkan keuntungan maka mereka menggunakan zat-zat aditif yang tidak baik
untuk kesehatan karena alasan murah. Hal tersebut merugikan konsumen sehingga
untuk alasan ini maka pengguanaan zat aditif buatan harus diatur oleh suatu badan
yang bertanggung jawab. Di Indonesia penggunaan zat aditif diatur oleh Badan
Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) dan tidak boleh melebihi ketentuan yang
ditetapkan demi kepentingan kesehatan konsumen.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini kami kelompok penulis tahu bahwa makalah ini
masih belum sempurna. Untuk itu kritik maupun saran yang bermafaat sangat kami
harapkan demi kepentingan kemajuan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/fitriasaid/makalah-zat-aditif
https://www.gurupendidikan.co.id/zat-aditif/
https://www.academia.edu/20465127/Makalah_Kimia_Pangan_tentang_Zat_Adi
tif_dalam_Makanan
https://www.alodokter.com/memahami-zat-aditif-pada-makanan-kegunaan-
serta-efek-sampingnya

Anda mungkin juga menyukai