Anda di halaman 1dari 12

HIFEMA

Definisi Hifema
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang bersal
dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma ataupun
secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi sebagian
ataupun seluruh isis bilik mata depan. Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi
akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar (Ilyas, Sidarta.
Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3 , FKUI, Jakarta, 2003).
Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan akibat yang paling
sering dijumpai karena persentuhan mata dengan benda tumpul. Berat ringannya traumatik
hifema ini selain tergantung pada tingginya perdarahan juga tergantung pada ada tidaknya
komplikasi yang menyertainya. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat
dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat
menurunkan penglihatan. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata
depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Hifema dapat terjadi akibat suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar, dan dapat juga terjadi secara
spontan.Perdarahannya bisa juga bersal dari pembuluh darah kornea atau limbus dan badan siliar.
Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan menutupi gambaran iris. Hifema dapat
disertai dengan atau tanpa perdarahan pada konjungtiva .
Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin
masih baik dan TIO normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA, dapat menyebabkan
gangguan visus dan TIO, sehingga mata terasa sakit oleh glaucomanya. Jika hifemanya mengisi
seluruh COA, rasa sakit bertambah dan visus lebih menurun lagi, karena TIO bertambah pula.

Epidemiologi
Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000 populasi,
dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Lebih dari 70 persen dari
hifema traumatic terdapat pada anak-anak dengan angka kejadian tertinggi antara umur 10
sampai 20 tahun.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya juvenile xanthogranuloma.
5. Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:


1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan


klinisnya:
1. Grade I : Darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
3. Grade III : Darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : Darah memenuhi seluruh COA (8%)

Patofisiologi
Trauma merupakan penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema sering
terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat
menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata
terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis sehingga
terjadi perenggangan-perenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut iridokornea, badan
siliar yang dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh karena
resorbsi dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu
yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi.
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau
perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder
biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga
mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan
rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma, dan kelainan darah yang mungkin diakibatkan
karena terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh darah. Pada proses penyembuhan,
hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui sudut bilik mata
depan atau kanal scelemn dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui dataran depan iris
dipercepat oleh enzim proteolitik yang dapat berlebihan di dataran depan iris.
Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin
berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen ini ke dalam lapis
kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama di bagian sentral sehingga
terjadi perubahan warna kornea menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea. Sementara itu
darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya, namun bila jumlahnya memadai
maka dapat menghambat aliran humor aquos ke dalam trabekula, sehingga dapat menimbulkan
glaukoma sekunder.

Gambar 1. Hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian bilik mata
depan

Gambar 2. hifema, menunjukkan gambar hifema spontan


Gambar 3. hifema, menunjukkan darah hampir memenuhi seluruh seluruh bilik mata

Etiologi
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun trauma
tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan dapat terjadi segera
setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari sesudah trauma
disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme
pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk.
Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeo iridis, tumor pada iris, retinoblastoma
dan kelainan darah. Hal ini mungkin akibat terjadinya kelemahan pada dinding-dinding
pembuluh darah.

Gejala Klinis
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan blefaropasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di
bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

Diagnosis
Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat,
terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi trauma
dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata
itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana
kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi, atau
bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan
atau nyeri pada mata karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat
perdarahan sekunder. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah
pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata
sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan
penglihatan ituterjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau
glaukoma, riwayat pembukaan darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau
warfarin.

Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan dengan
cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaan hifema dan menilai perdarahan ulang. Bila
ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar, hal
ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa
trauma tembus seperti :
 Ekmosis
 laserasi kelopak mata
 proptosis
 enoftalmus
 fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata
 kadang-kadang menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea dan imbibisi
kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari.
 Ditemukan darah di dalam bilik mata bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul
dibagian bawah bilik mata depan, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan
dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata
terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa
sakit bertambah dan penglihatan lebih menurun lagi.
 Pada iris dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan iridoplegia.
 Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan segera maka
harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina, udem macula.

Menentukan derajat keparahan hifema antara lain, menurut Edward Layden:


1. Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
2. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan
mata.
3. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan mata

Rakusin membaginya menurut:


1. Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
2. Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
3. Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
4. Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan. Saat melakukan
pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea karena akan meningkatkan
resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea . Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-
kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat trauma yang merupakan
penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi
lensa bahkan lensa.
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui
apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata.Penilaian fundus perlu dicoba tetapi
biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi
perlu dilakukan untuk mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola mata. Kadang-
kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler
 Funduskopi
Untuk mengetahui akibat trauma pada segmen belakang bola mata, kadang-kadang
pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media refraksi disegmen belakang
bola mata, yaitu pada badan kaca.
 USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina
 Skrining sickle cell
 X-ray
 CT-scan orbita
 Gonioskopi 12

Penatalaksanaan
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
 Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
 Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
 Mengendalikan tekanan bola mata
 Mencegah terjadinya imbibisi kornea
 Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
 Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema
pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan cara konservatif /
tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.

Perawatan Konservatif / Tanpa Operasi


Tirah baring sempurna (bed rest total)
Pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata depan sebaiknya
diistirahatkan . Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat
(diberi alas bantal) kurang dari 60 0 , hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh
darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada persesuaian
pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang
harus dikerjakan bila mengenai kasus traumatik hifema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan
bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi
timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Hifema biasanya akan membaik dengan istirahat ,
namun dapat terjadi kembali 5-6 hari pertama setelah cedera . Anak anak biasanya harus dirawat
di Rumah Sakit selama beberapa hari , sementara orang dewasa dapat dirawat dirumah bila
mereka dapat beristirahat dan tidak terjadi komplikasi .

Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, gunakan bebat mata pada mata yang terkena trauma
saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Bila mungkin kedua mata ditutup untuk
memberika istirahat pada mata. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata
akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan akibat penderita
(matanya) tidak istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam pengamatannya tidak ditemukan
adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi, timbulnya
komplikasi maupun prognosis dari tajamnya penglihatannya.

Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi
cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan
komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti:
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI, berguna untuk
menekan/menghentikan perdarahan.
Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K, dan vit C.

Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau miotika,
karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika
memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan
mengistirahatkan perdarahan.

Kortikosteroid dan Antibiotika


Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan
sekunder dibanding dengan antibiotik. Tetes mata steroid diberikan jangka pendek bersama
dengan dilatasi pupil . Steroid berfungsi untuk mencegah terjadinya perdarahan sekunder.

Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan analgetik atau
asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik. Analgetik diberikan untuk
mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa kodein.

Perawatan Operasi
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:
 Paracentesa: merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah
dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2mm dari
limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya biladilakukan
penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak
keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik.
 Iridosiklitis : Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkaniridosiklitis atau radang uvea anterior.Pada mata akan terlihat mata merah,
akibatadanya darah dalam bilik mata depan akan terdapat suar dan pupil yang mengecil
dengan tajam penglihatan menurun. Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan
steroid topikal. Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid
sistemik.Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa
fundus dengan midriatika.
 Cara lain untuk membersihkan bilik mata depan adalah dengan Evakuasi Viskoelastik .
Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkanbahan viskoelastik , dan sebuah
insisi yang lebih besar berjarak 180 derajat untuk memungkinkan hifema didorong
keluar.

Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea,


glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari tidak memperlihatka
tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila :
 Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari
 Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari

Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila :


 Tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari
 Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea

Untuk mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila :


 Hifema total bertahan selama 5 hari
 Hifema difus bertahan selama 9 hari

Pencegahan
Hifema dapat terjadi bila terdapat trauma pada mata. Gunakan kacamata pelindung saat
bekerja di tempat terbuka atau saat berolahraga.

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari traumanya sendiri
berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido dialysis. Besarnya komplikasi juga
sangat tergantung pada tingginya hifema.

Perdarahan Sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan insidensinya
sangat bervariasi, antara 10-40 persen. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris
akibat traumanya, karena bekuan darah terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tidak
mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi.

Glaukoma Sekunder
Adanya darah di dalam COA dapat menghambat aliran aquos humor ke dalam trabekula ,
sehingga dapat menimbulkan glaucoma sekunder. Hifema dapat pula menyebabkan uveitis.
Darah dapat terurai dalam bentuk hemosiderin, yang dapat meresap masuk kedalam kornea,
menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi
penyulit yang harus diperhatikan adalah : glaucoma sekunder, uveitis, dan imbibisio kornea.

Hemosiderosis Kornea
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan
tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tapi kadang-
kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (dua tahun). Insidensinya 1-10 persen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 2, FKUI, Jakarta, 2003
2. Bag. SMF Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya , 2006 ,
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ed III , Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya
3. Bruce James , dkk . 2005 . Lecture Notes Oftalmologi . Ed 9 , Erlangga Medical Series
Surabaya
4. Ilyas,Sidarta. Hifema, dalam : Ilmu Penyakit Mata,edisi 5, FKUI, Jakarta, 2017

Anda mungkin juga menyukai