Anda di halaman 1dari 25

TAKSONOMI TUMBUHAN II

“PUSAT KERAGAMAN TUMBUHAN DAN ETNOBOTANI”

DOSEN PENGAMPU :
Dra. Kasrina, M.Si

Disusun Oleh : Kelompok 6


Anggota :
1. Shella Astina (A1D019003)
2. Anggraini mardian (A1D019027)
3. Tiara Fadilah Adim (A1D019035)
4. Nurul Asih Handayani (A1D019065)
5. Avirilia Zurli (A1D019067)
Kelas : IV A Pendidikan Biologi
Mata Kuliah : Taksonomi Tumbuhan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pusat
Keragaman Tumbuhan Dan Etnobotani” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Taksonomi Tumbuhan II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga para penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Kasrina, M.Si selaku dosen
mata kuliah Taksonomi Tumbuhan II yang telah memberikan tugas ini, sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami di bidang studi tersebut.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Penyusun
Kelompok 6

Bengkulu, 21 Februari 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. TujuanPenulisan .......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pusat Keragaman Tumbuhan ....................................................... 3
B. Arti dan Ruang Lingkup Etnobotani ............................................ 9
C. Etnobotani di Indonesia.............................................................. 11
D. Peranan Etnobotani Dalam Mendokumentasikan Pengetahuan
Orang Kampung Tentang Sumber Daya Alam ......................... 12
E. Etnobotani Sebagai Jembatan Pengetahuan
Tradisional Dan Modern ........................................................... 12
F. Etnobotani Melihat kedepan ..................................................... 14
G. Hasil-Hasil Penelitian Etnobotani di Bengkulu ........................ 15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................ 20
B. Saran ........................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia menjadi salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia dan
dikenal sebagai Negara Megabiodiversity (Triyono, 2013:12). Kekayaan
keanekaragaman hayati ini memiliki keterikatan dengan budaya masyarakat
setempat. Salah satunya melalui pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan berkhasiat
obat yang digunakan dalam pengobatan tradisional, maka dari itu perlu dijaga
kelestarian dan pemanfaatannya (Tapundu, et al. 2015:66). Jenis Tumbuhan obat
yang ada di Indonesia sekitar 30.000 Jenis dan 7.000 diantaranya diperkirakan
berkhasiat sebagai tumbuhan obat dan 2.500 jenis diantaranya sudah merupakan
tumbuhan obat (Murdopo, 2014:2).
Etnobotani merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia dan tumbuhan. Studi mengenai, pengetahuan masyarakat lokal
tentang botani disebut etnobotani. Ilmu etnobotani berkisar pada pemanfaatan
tumbuhan oleh orang-orang di sekitarnya, pada aplikasinya mampu
meningkatkan daya hidup manusia (Novry, 2011). Manusia memanfaatkan
tumbuhan dan hasil bumi disekelilingnya untuk bertahan hidup, terutama sebagai
bahan makanan. Kemudian, berkembang untuk pengobatan sejak itu manusia
mulai mengenal tumbuhan obat (Suparni, 2014).
Salah satu hasil penelitian etnobotani di Bengkulu yaitu pada tanaman
sirih (Piper betle) yang digunakan untuk menghilangkan bau mulut dan
meredakan mata merah dan pada tanaman lengkuas (Alpinia galanga) yang
digunakan pada pengobatan rematik. Berdasarkan dari latar belakang diatas,
maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang pusat keragaman
tumbuhan dan etnobotani.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pusat keragaman tumbuhan ?
2. Apa arti dan ruang lingkup etnobotani ?
3. Apa saja etnobotani di Indonesia ?
4. Apa peranan etnobotani dalam mendokumentasikan pengetahuan orang
kampung tentang sumber daya alam ?
5. Bagaimana etnobotani sebagai jembatan pengetahuan tradisional dan modern
?
6. Bagaimana etnobotani melihat kedepan ?
7. Apa saja hasil –hasil penelitian etnobotani di Bengkulu ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pusat keragaman tumbuhan.
2. Mengetahui arti dan ruang lingkup etnobotani.
3. Mengetahui etnobotani di Indonesia.
4. Mengetahui peranan etnobotani dalam mendokumentasikan pengetahuan
orang kampung tentang sumber daya alam.
5. Mengetahui etnobotani sebagai jembatan pengetahuan tradisional dan
modern.
6. Mengetahui etnobotani melihat kedepan.
7. Mengetahui hasil –hasil penelitian etnobotani di Bengkulu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pusat Keanekaragaman Tumbuhan


1. Pengertian Pusat dan Daerah Pusat keanekaragaman Tumbuhan
Daerah Pusat keanekaragaman adalah suatu tempat dimana
ditemukannya varietas atau jenis suatu tanaman paling banyak
dibanding tempat-tempat lainnya, namun ditempat lain tanaman
tersebut dapat ditemukan tapi dengan jumlah yang lebih sedikit.
Tanaman yang tumbuh di daerah pusat keanekargaman berbeda
dengan tanaman species endemik, dimana tanaman yang tumbuh di
daerah pusat keanekaragaman masih bisa ditemukan di tempat lain dengan
jumlah lebih sedikit dibanding daerah pusat, sedangkan tanaman spesies
endemik adalah tanaman yang hanya dapat hidup atau ditemukan di
daerahnya saja sehingga tidak ditemukan di tempat lainnya
(Kimball, J.W :1983).
a. Daerah Pusat Keanekaragaman Primer
Suatu daerah dimana dapat ditemukannya varietas atau jenis
suatu tanaman paling banyak dibanding tempat-tempat lainnya,
namun ditempat lain tanaman tersebut dapat ditemukan tapi
dengan jumlah yang lebih sedikit.
b. Daerah Pusat Keanekaragaman Sekunder
Suatu daerah pendukung ditemukannya varietas atau
jenis suatu tanaman dalam jumlah cukup banyak, namun tidak
sebanyak daerah pusat keanekaragaman primer
c. Daerah Pusat Keanekaragaman Tersier
Suatu daerah pendukung ditemukannya varietas atau jenis
suatu tanaman dalam jumlah banyak, namun tidak sebanyak daerah
pusat keanekaragaman primer maupun sekunder.

3
2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pusat Kenekaragaman
Tumbuhan
a. Alami
Faktor alami disini diartikan faktor yang disebabkan interaksi
dengan unsur alam atau lingkungan, tanpa adanya campur tanagan
manusia dan proseSnya bejalan secara alamiah (Aryulina, Dyah, dkk :
2004). Sebagai contohnya antara lain : .Garis lintang, Iklim,
Temperatur , Edafik
b. Buatan
Faktor yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan
manusia, dengan kata lain hal ini erat kaitannya dengan campur
tangan manusia. Sebagai contohnya yaitu Budidaya Tumbuhan.

3. Pusat keanekaragaman Tumbuahan di Dunia


Menurut zeven dan Zhukovsky terdapat 12 pusat
keanekaragaman tumbuhan di dunia :
a. Pusat Cina – Jepang
Vavilov menyebutkan pusat cina- jepang sebagai pusat asia
timur. Dimana wilyahnya mencakup sebagian besar meliputi dataran
cina, cina utara denagan pertanian sayur-sayuran dan biji-bijian serta
cina selatan yang membentuk zona penyangga antara cina
utara dengan pusat keanekaragaman Indocina-Indonesia. Jepang
merupakan pusat sekunder untuk beberapa tanaman. Diperkirakan
awal budidaya pertanian untuk kawasan ini dimulai di Yang Shao di
daerah Cina Utara sekitar 1300 SM. Cina merupakan salah satu daerah
terkaya yang menyumbang banyak tanaman budidaya penting
khususnya tanaman buah-buahan. Tanaman penting lainnya
Brassica campestris dan jenis kerabatnya, Colocasia esculenta,
Glycine max, Raphanus sativus, dll. Daerah ini merupakan pusat

4
daerah sekunder Oryza sativa ssp, Japonica, Zae mays, dan
beberapa tanaman lainnya (Sudarsono, dkk, 2005:7).
b. Pusat Indocina-indonesia
Vavilov menamakan pusat ini pusat Asia Tropik. Darlington
1956 dan Li 1966 membagi daearah ini kedalam Asia Timur meliputi
Birma, Indocina dan Asia Tenggara. Budidaya pertanian tertua
dikawasan ini diperkirakan terjadi di “The Spirit Cave” yang terletak
sekitar 60 Km sebelah utara Mae Hongson (Thailand). Menurut
Gorman 1969 pembudidayaan telah berlangsung di daerah ini sekitar
sejak 10.000-5600 SM, sedangkan solheim 1972 memperkirakan
budidaya holtikultura telah dimulai sejak 20.000-15.000 SM,
sedangkan untuk tanaman budidaya lainnya dan hewan
berlansung sekitar 15.000-8.000 SM. Di daerah “Spirit Cave” masih
ditemukan Prunus, Terminalia, Areca, Phaseolus, Piper, Canarium,
Lagenaria, dan Cucumis. (Sudarsono, dkk, 2005:7).
c. Pusat Australia
Pusat Australia tidak dideskripsikan oleh vavilov. Zhukovsky
menjadikan Australia satu pusat tersendiri karena di sini pun
ditemukan sejarah pembudidayaan berbagai jenis tanaman liar
ketanaman bermanfaat, atau penggunaan jenis liar untuk tujuan
pemulian. Jenis liar yang diguanakan dalam pemulian tanaman
tembakau adalah Nicotiana debneyi dan N. goodspedii. Tanaman
utama pusat ini adalah jenis Eucalyptus. Australia juga merupakan
pusat keanekaragaman sekunder untuk Trifolium subterranaeum
(Sudarsono, dkk, 2005:8).
d. Pusat Hindustan
Pusat Hindustan oleh vavilov dimasukkan kedalam pusat Asia
tropik bagian selatan. Zhukovsky 1968 memisahkannya
menjadiakan pusat tersendiri karena ditemukan beberapa jenis
spesifikasi di daerah Hindustan. Walaupun derah ini tidak jauh dari

5
daerah pertanian di Thailand, namun budidaya pertanian diintroduksi
kedaerah ini lewat daerah tetangga di sebelah barat laut. Budidaya
pertanian di mulai sejak 2000-2.500 SM di Mohenjo Daro, Harappa,
Pakistan, dan disekitar sungai Nerbada di India Tengah untuk
tanaman kapas, gandum, padi, kacang, dan Lathyrus sativus, kecuali
padi, tanaman telah dibudidayakan di luar daerah india kemudian
diintroduksi. Tanaman penting daerah ini adalah bambu, tanaman
buah- buahan pohon, Cucurbita sativa, Mangifera indica, Musa sp,
Oryza sativa, Phaseolus mungo, Piper sp, Saccharum sinense, dan
vigna sinensis. Jenis jenis dari pusat ini telah mempengaruhi
perkembangan tanaman budidya ke daerah-daerah Mesir purba,
Assyria, dan Sumeria. Penyebaran tanaman jeruk, kapas, jute, padi
dan tebu kedaerah Mediterania telah dilakukan oleh bangsa Arab pada
abad 8-10 AD (Sudarsono, dkk, 2005:8-9).
e. Pusat Asia Tengah
Pusat Asia Tengah Oleh Vavilov disebut pusat Barat Daya Asia.
Pusat berperan sebagai zone transfer antara pusat Cina-Jepang dengan
pusat Hindustan, sehingga Himalaya menjadi daerah penerima
banyak jenis tanaman budidaya sebagai paerental stock. Introduksi
teknik budidaya pertanian dari daerah Timur Dekat ke daerah Asia
Tengah berlansung sekitar 5.000 SM. Tanaman penting pusat ini
adalah , Allium cepa, A. sativus dan Vicia faba. Daerah Asia
Tengah merupakan pusat keanekaragaman sekunder untuk Cucumis
melo (Sudarsono, dkk,2005:9)
f. Pusat Timur Dekat
Vavilov menamakan pula pusat ini Pusat Timur Dekat,
namun sebagian daerah Pusat Asia Tengah digabungkan kedalam
pusat ini. Pusat ini terdapat daerah Fertile Crescent yang merupakan
derah yang tidak dipengaruhi oleh daerah-daerah lainnya, budidaya
pertanian telah dikembangkan di daerah ini sejak 9.000 tahun SM. Dari

6
daerah ini budidaya pertanian dikembangakan di Eropa, daerah
Mediterania, Afganistan, India dan kemungkinan juga ke daerah
Afrika. tanaman penting pusat ini adalah Brassica oleracea, Hordeum
vulgare,Lens_esculenta, Medicago sp, Secale sp, Triticum sp, dll
(Sudarsono, dkk, 2005:9).
g. Pusat Mediterania
Pusat keanekaragaman genetik mediterania mencakup wilayah
yang sama dikemukan oleh vavilov . letaknya yang dekat dengan
tempat lahir pertanian di Pusat Timur Dekat memungkinkan
terjadinya introduksi tanaman budidaya dengan cepat. Awal
pertanian pada pusat ini terjadi di daerah Nea Nikomedia, Yunani
5470 SM. Banayak tanaman telah dibudidayakan di daerah ini
diantaranya Avena sp, Beta vulgaris, Brassica napus, B. oleracea,
Raphanus sativus, dll (Sudarsono, dkk, 2005:9).
h. Pusat Afrika
Pusat Afrkia oleh vavilov digabungkan ke pusat Abyssia.
Awal pertanian pada pusat ini terjadi di Etiopia, Afrika Timur dan
afrika Barat. Daerah Afrika Barat dianggap yang paling penting
karena awal perkembangan budidaya pertanian di derah tersebut
berlansung bebas dari pengaruh luar dibandingkan dengan kedua
dearah lainnya tadi, dimana budidaya pertaniannya diintroduksi dari
Pusat Timur Dekat. Puasat Afrika memberikan pengaruh terhadap
budidaya pertanian dunia. Banyak tanaman yang bersal dari Afrika
antara lain Brassica juncea, Ceiba pentandra, Coffea sp, Ricinus
communis, pennisetum sp, Vigna unguiculata, dll (Sudarsono, dkk,
2005:9-10).
i. Pusat Siberia-Eropa
Pusat ini dikemukakan oleh vavilov, Zhukovsky menyatakan
sebagai pusat yang relatif kurang penting. Budidya pertanian
memasuki daerah ini sekitar 4000 SM kedaerah Eropa Barat Laut.

7
Beberapa tanaman budidaya yang berkembang di pusat ini adalah
Brassica sp, Lactuca sativa dan Medicago sp (Sudarsono, dkk,
2005:10).
j. Pusat Amerika Selatan
Pusat Amerika Selatan sebelum dipisahkan dari daerah
pegunungan Andes dan Vavilon menggambarkan sebagai pusat
Andes. Vavilov membagi wilayah tersebut dalam dua daerah
yaitu : a. peru, Equador, Bolivia, darl. b. daerah yang lebih sempit,
Chili dan kepulaun Chiloe. Budidaya pertanian diintroduksi daerah
Amerika Tengah ke pusat ini sekitar6.000 SM. Sejumlah tanaman
berumbi seperti Rosa, Oxalis tubelanum, Ullucus tuberosa
dibududayakan dipusat ini. Jenis Solanum berumbi yang triploid
sampai heksaploid berkembang di dearah tersebut. Tanaman penting
lainnya adalah Amaranthus sp, Ananas comosus, Arachis hypogea,
capsicum sp, Cucurbita maxima, Hevea sp, Manihot esculenta,
Theobroma cacao, dll (Sudarsono, dkk, 2005:10).
k. Pusat Amerika Tengah dan Meksiko Tengah
Vavilov mendiskripsika pusat ini sebagai pusat Amerika
Tengah dan Tamaulipasa serta Lembah Tehuacan. Tanaman yang
dibudidayaka pada waktu itu adalah Amaranthus sp, Avocado
persica, Capsicum annuum, Cucurbita pepo, C. mixta, Gossypium
hirsutum dan Lagenaria sicerania. Hanya beberapa tanaman
penting yang telah dibudidayakan di pusat ini antara lain Ipomoea
batatas, Zae mays, Agave sp, dll (Sudarsono, dkk, 2005:10).
l. Pusat Amerika Utara
Budidaya pertanian di pusat ini dimasukkan dari pusat
Amerika Tengah dan Meksiko Tengah. Tanaman yang pertanama
diintroduksi adalah Zea mays. Tanaman-tanaman yang dibudidayakan
di pusat ini adalah Fragaria virginia, Helianthus sp, Prunus sp,
dll (Sudarsono, dkk, 2005:10).

8
B. Arti dan Ruang Lingkup Etnobotani
1. Definisi Etnobotani
Etnobotani berasal dari kata "etnologi" kajian mengenai budaya,
dan"botani" kajian mengenai tumbuhan. Maka Etnobotani
merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan manusia
dengan tumbuhan (Walujo, 1935, dalam Munawaroh, 2012).
Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan
berbagai macam tumbuhan secara tradisonal oleh masyarakat
pedalaman, seiring dengan perkembangan zaman, akhirnya
etnobotani berkembang menjadi cabang ilmu yang interdisipliner
mempelajari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (Habibah,
2012). Sedangkan menurut Suryadarma (2008) dalam Munawaroh
(2012) mengatakan bahwa etnobotani memanfaatkan nilai-nilai
pengetahuan masyarakat tradisional dalam penggunaan tumbuhan
secara praktis. Dalam hal tersebut telah terjadi hubungan saling
mengisi, yang memanfaatkan keunikan-keunikan nilai pengetahuan
tradisional dalam memahami kebudayaan dan pemanfaatan
tumbuhan sebagai obat secara praktis.
Dari beberapa pendapat diatas mengenai pengertian etnobotani
maka dapat diambil kesimpulan bahwa etnobotani adalah Suatu Ilmu
yang mempelajari tentang hubungan manusia dengan lingkungan,
khususunya dengan tumbuh-tumbuhan. Sehingga hubungan tersebut
menghasilkan sebuah pengetahuan lokal masyarakat dan diturunkan
secara turun-temurun dari generasi kegenerasi berikutnya.

2. Ruang Lingkup Etnobotani


Ruang lingkup etnobotani berkembang dari hanya mengungkap
pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan oleh masyarakat
lokal, perkembangan pesat yang cakupannya interdispliner meliputi
berbagai bidang. Secara khusus etnobotani mencakup beberapa studi

9
yang berhubungan dengan tumbuhan, termasuk bagaimana
masyarakat tersebut mengklasifikasikan dan menamakannya,
bagaimana suatu masyarakat menggunakan dan mengelola juga
mengeksploitasi dan pengaruhnya terhadap evolusinya (Dyopi,
2011). Selanjutnya Purwanto dalam Dyopi (2011), membagi potensi
aplikasi etnobotani dan perannya menjadi dua aspek yaitu dalam
botani ekonomi dan ekologi. Selain itu etnobotani memberikan
gambaran tentang peranannya terhadap pembangunan yang
berwawasan lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati.
a. Aspek botani ekonomi meliputi :
1) Pertanian: berbagai jenis tumbuhan untuk bahan pangan,
serat-seratan, dan berbagai komoditi yang lain, konservasi
tradisional terhadap plasma 9 nutfah seperti jenis-jenis
yang tahan terhadap penyakit, tahan kekeringan dan
keunggulan lainnya.
2) Seni dan Kerajinan: pengembangan sumber pendapatan
alternatif dalam perkembangan yang berkesinambungan.
3) Farmasi: identifikasi tentang tumbuhan yang mengandung
bahan kimia baru berdasarkan pada pengetahuan tradisional
tentang tumbuhan obatobatan (Dyopi, 2011).
b. Aspek ekologi yang meliputi :
1) Pengelolaan tumbuhan: identifikasi praktis yang
kemungkinan dapat menunjang pemanfaatan tumbuhan
yang lestari dari sumberdaya biologis khususnya di daerah
marginal.
2) Keanekaragaman hayati: praktik konservasi biologi dan
keanekaragam genetik.
3) Ekologi manusia: pengaruh aktifitas manusia terhadap
lingkungan pada masa lalu dan masa sekarang (Dyopi,
2011).

10
C. Etnobotani Di Indonesia
Di Indonesia penelitian etnobotani telah diawali oleh seorang ahli
botani Ruwhius pada abad XVII dalam bukunya "Herbarium Amboinense"
yang telah menulis mengenai tumbuh-tumbuhan di Ambon dan sekitarnya.
Dalam uraian isinya, buku ini lebih mengarah kepada ekonomi botani.
Seabad kemudian tepatnya pada tahun 1845 Hasskarl telah menyebutkan
dalam bukunya mengenai kegunaan lebih 900 jenis tumbuhan Indonesia.
Perkembangan etnobtani sebagai suatu bagian dari institusi diawali
dengan pengurnpulan artefak dari berbagai wilayah di Indonesia dan
kemudian didirikannya Museum Etnobotani pada tanggal 18 Mei 1982.
Selanjutnya dibentuk kelompok penelitian etnobotani djbawah Ealithang
Botani-Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. Untuk memasyarakatkan
etnobotani kepada para ilmuwan dilakukan seminar dan fokakarya secara
berkala setiap 3 tahun sekali yang membahas Etnobotani Indonesia.
Seminar ini telah diselenggarakan 3 kali sejak tahun 1992. Pada bulan Mei
tahun 1998, telah diselenggarakan seminar nasional Etnobotani ke 111 di
Bali dan pada kesempatan tersebut terbentuklah perhimpunan "Masyarakat
Etnobotani Indonesia" yang secara kebetulan kepengurusannya diserahkan
kepada penulis dan akan disahkan pada Seminar Nasional Etnobotani IV di
Bogor yang dilaksanakan pada akhir tahun 2000 atau selambat-lambatnya
pada awal tahun 2001. Pada tahun ini penulis memprakarsai berdirinya
sebuah Lembaga Etrrobiologi Indonesia, yang memfokuskan kegiatannya
untuk memajukan ilmu dan pengetahuan Etnobiologi di Indonesia; guna
mengungkapkan berbasai pengetahuan tradisional tentang sumber daya
slam hayati guna menunjang pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
alam hayati yang memiliki nilai tambah dan lestari.

11
D. Peran Etnobotani dalam Mendokumentasikan Pengetahuan Orang
Kampung Tentang SDA
Tingkat pengetahuan masyarakat sangat erat kaitannya dengan
penggunaan tumbuhan serta bagian tumbuhan yang digunakan dalam
prosesi adat istiadat. Tumbuhan dalam upacara adat digunakan dalam
keadaan segar, hal ini dapat membuktikan bahwa tumbuhan yang dipakai,
dicari jika dibutuhkan saja, selebihnya dibiarkan hidup tanpa diganggu
keberadaannya di alam dan terdapat beberapa jenis tumbuhan yang
digunakan dalam keadaan kering seperti, beras, padi, gambir, kayu
cendana, cengkeh dan tembakau.
Pemahaman masyarakat akan setiap tumbuhan sangatlah baik, hal ini
terbukti tidak ada kesalahan pemakaian tumbuhan dalam setiap upacara
adat istiadat. Sebagai contoh pemakaian on jaloh (Salix tetrasperma Roxb)
dan kayu cendana (Santalum album) yang indentik dengan upacara
kematian tidak pernah dipakai dalam upacara lain manapun, beagitu juga
dengan daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) dan rumput belulang
(Eleusine indica), kedua tumbuhan tersebut hanya digunakan pada upacara
tepung tawar tidak pada upacara kematian . Hal yang sama juga terlihat
dari setiap bagian tumbuhan yang akan diambil, masyarakat tidak pernah
salah mengambil bagian dari tumbuhan yang akan digunakan dalam prosesi
upacara adat istiadat, sebagai contoh daun cocor bebek (Kalanchoe
pinnata), bagian yang diambil hanya daunnya saja bagian lainnya tidak
pernah dipakai, begitu juga dengan rumput belulang (Eleusine indica)
semua bagian dari rumput tersebut digunakan.

E. Etnobotani Sebagai Jembatan Pengetahuan Tradisional Dan Modern


Seringkali, pengetahuan modern manusia tentang manfaat tumbuhan
tidak dapat dilepaskan dari sumbangan ilmu pengetahuan lokal yang
tersebar di berbagai masyarakat tradisional. Begitu pentingnya sumbangan
kelompok masyarakat tersebut dalam menambah pengetahuan tentang

12
manfaat tumbuhan, sehingga etnobotani muncul dan menjadi sangat
penting dalam memahami fungsi tetumbuhan yang seringkali belum
diketahui dan dipahami oleh masyarakat modern, namun jawabannya harus
dicari dalam kelompok masyarakat tertentu.
Etnobotani berpotensi mengungkapkan sistem pengetahuan tradisional
dari suatu kelompok masyarakat atau etnik tentang konservasi in situ
berupa habitat, keanekaragaman sumberdaya hayati dan budaya. Penelitian
mengenai etnobotani mampu mengungkapkan pemanfaatan berbagai jenis
sumber budaya tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat setempat.
Etnobotani merupakan instrumen yang mampu mengungkapkan
pengetahuan tradisional menjadi ilmu yang bermanfaat dan berharga
dengan mengaitkan dengan persoalan actual yang dihadapi manusia
modern (Purwanto. 2007).
Bagi Indonesia Etnobotani sangat penting karena di satu pihak masih
banyaknya flora atau tumbuhan yang belum diketahui, demikian juga
pemanfaatan tradisional oleh suku-suku bangsa yang tersebar diseluruh
kawasan Indonesia.
Pakar etnobotani dalam tugasnya terpaksa harus menghadapi dua
system budaya yaitu budaya tradisional dan budaya modern dalam
pengumpulan pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan tersebut.
Untuk mendapatkan hasil yang sebanyak - banyaknya dari narasumber,
peneliti harus dapat menyatu dengan masyarakat setempat dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian sumber informasi lisan
dari mereka dapat direkam dalam catatan-catatan yang dibuat baik berupa
data pengetahuan tradisional dan juga data sumber daya nabati.
Menurut Martin (1998) bahwa pengetahuan tradisional atau
pengetahuan lokal adalah apa yang dietahui oleh masyarakat mengenai
alam sekitarnya. Pengetahuan tradisional atau pengetahauan lokal sering
diistilahkan dengan sebuah kearifan tradisional. Kearifan adalah semua
bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat

13
kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan
didalam komunitas ekologis. (Keraf.2002).
Meskipun kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
terus berkembang pesat, namun penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat
tradisional oleh masyarakat terus meningkat dan perkembangannya
semakin maju.Hal ini dapat dilihat terutama dengan semakin banyaknya
obat tradisional dan jamu-jamu yang beredar di masyarakat yang diolah
oleh industri-industri.

F. Etnobotani Melihat Kedepan


Penelitian etnobotani harus lebih ditingkatkan dan banyak dilakukan
karena kegunaannya yang besar baik langsung ataupun tidak langsung.
Penelitian etnobotani dapat digunakan untuk mengetahui status sumber
daya alam di suatu daerah tertentu, mengetahui penyebaran tumbuhan
dimasa lalu dan dapat untuk memberi arahan usaha industri pertanian
dengan arti luas di masa akan datang.
Kenyataaan bahwa kehidupan manusia sangat bergantung kepada
tumbuhan yang terdapat dilingkungan sekitarnya ini tidak dapat dipungkiri
dan kelangsungan hidup manusia sangat tergantung pada kelestarian
sumber daya manusia. Tumbuhan memang sumber daya hayati yang dapat
diperbaharui, namuan adanya kenyataan bahwa alih fungsi hutan maupun
derasnya arus globalisasi tidak dapat dapat dihambat. Masyarakat lokal
yang selama ini bermukim dipinggiran hutan dan menggantungkan diri ke
hutan mulai meninggalkan berbagai kearifan lokal tentang pemanfaatan
tumbuhan. Penggalian pemanfaatan tumbuhan mulai tertinggalkan, dan
kebudayaan lokal digantikan dengan moderisasi.
Hal tersebut menjadi peringatan bagi kita semua bahwa kita harus
secepatnya mendokumentasikan pengethuan lokal yang dimiliki oleh
ratusan etnis di Indonesia sebelum pengetahuan itu menjadi lenyap.
Peneliti-peneliti etnobotani atau etmomedisin merupakan jawaban utama

14
masalah ini. Diharapkan akan lahir etnobotanis-etnobotanis baru dari
mahasiswa yang berkolaborasi dengan peneliti dibidang Kedokteran,
Pembudidaya Tanaman, Farmasi, Pertanian sehingga hasil pengembangan
pengethuan lokal etnis-etnis di Indonesia dapat dirasakan secepatnya.
Etnobotani masa kini harus mampu mendukung upaya meningkatkan
daya saing produksi lokal, mampu mengungkapkan dan mengetengahkan
produk andalan lokal menjadi bermakna ditingkat nasionai, etnobotani
harus rnarnpu meningkatkan sistem pengelolaan dan teknologi untuk
melestarikan kemampuan dan fungsi lingkungan hidup, etnobotani ikut
aktif berperan menjaga kemampuan hak atas kekayaan intelektual dan
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.

G. Hasil-Hasil Penelitian Etnobotani di Bengkulu


Hasil-hasil penelitian etnobotani yang ada di Bengkulu, salah satunya
yang ada di daerah Bengkulu Tengah. Masyarakat Suku Rejang sering
menggunakan tumbuhan pekarangan untuk dijadikan sebagai obat-obatan.
Ada beberapa tanaman obat yang sering digunakan oleh Suku Rejang,
yaitu:
1. Apium gravolens L. (Seledri) digunakan sebagai penyubur rambut.

15
2. Ageratum conyzoides L. (Bandotan) digunakan untuk obat darah tinggi.

3. Impatien balsamina L. (Inai pacar kayu) digunakan untuk


menyembuhkan korengan dan kuku bengkak.

4. Kalanchoe pinnata (Cocor Bebek) digunakan untuk menyembuhkan


bisul.

16
5. Hibiscus rosasinensis L. (Kembang sepatu) digunakan untuk
menurunkan panas badan.

6. Myristica fragrans (Pala) digunakan untuk meringankan penyakit


stroke.

7. Piper betle L. ( Sirih) digunakan untuk menghilangkan bau mulut dan


meredakan mata merah.

17
8. Cymbopogon hardus (Serai wangi) digunakan untuk mengobati nyeri
pada saat haid.

9. Alpinia galanga L. ( Lengkuas) digunakan pada saat rematik.

10. Kaempferia galanga L. (Kencur) digunakan pada saat keram.

Masyarakat setempat sering menjadikan beberapa tumbuhan diatas


sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit sesuai
dengan khasiat yang dihasilkan. Dari tumbuhan-tumbuhan obat yang
digunakan rata-rata pada daun tumbuhan Menurut Dalimarta (1999), organ

18
daun mempunyai kandungan kimia paling banyak dibandingkan dengan
organ lain. Contohnya pada daun sirih (piper betle), dimana kandungan
kimia yang terdapat pada organ daunnya yaitu eugenol, terpena, kalsium
nitrat, tanin, dan gula.
Menurut Herliana (2013), bagian tumbuhan yang sering digunakan
antara lain akar, batang, daun, buah, bunga dan biji. Di dalam setiap bagian
tumbuhan tersebut mengandung zat yang berbeda. Daun mempunyai
kandungan kimia yang paling banyak di bandingkan dengan bagian
tumbuhan lain. Sebagian besar penelitian tentang tanaman obat di
Indonesia menyebutkan bahwa daun merupakan bagian tumbuhan yang
paling sering digunakan. Selain itu dari segi pertumbuhannya, pada satu
tumbuhan, organ daun merupakan organ terbanyak, sehingga kalau
sebagian daun hilang masih ada daun yang lainnya.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Daerah Pusat keanekaragaman adalah suatu tempat dimana ditemukannya
varietas atau jenis suatu tanaman paling banyak dibanding tempat-
tempat lainnya, namun ditempat lain tanaman tersebut dapat ditemukan
tapi dengan jumlah yang lebih sedikit.
2. Etnobotani berasal dari kata "etnologi" kajian mengenai budaya,
dan"botani" kajian mengenai tumbuhan. Maka Etnobotani merupakan ilmu
yang mempelajari tentang hubungan manusia dengan tumbuhan.
3. Ruang lingkup etnobotani berkembang dari hanya mengungkap
pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan oleh masyarakat lokal,
perkembangan pesat yang cakupannya interdispliner meliputi berbagai
bidang.
4. Di Indonesia penelitian etnobotani telah diawali oleh seorang ahli botani
Ruwhius pada abad XVII dalam bukunya "Herbarium Amboinense" yang
telah menulis mengenai tumbuh-tumbuhan di Ambon dan sekitarnya.
Dalam uraian isinya, buku ini lebih mengarah kepada ekonomi botani.
5. Tingkat pengetahuan masyarakat sangat erat kaitannya dengan penggunaan
tumbuhan serta bagian tumbuhan yang digunakan dalam prosesi adat
istiadat.
6. Etnobotani berpotensi mengungkapkan sistem pengetahuan tradisional dari
suatu kelompok masyarakat atau etnik tentang konservasi in situ berupa
habitat, keanekaragaman sumberdaya hayati dan budaya.
7. Penelitian etnobotani harus lebih ditingkatkan dan banyak dilakukan karena
kegunaannya yang besar baik langsung ataupun tidak langsung. Penelitian
etnobotani dapat digunakan untuk mengetahui status sumber daya alam di
suatu daerah tertentu, mengetahui penyebaran tumbuhan dimasa lalu dan
dapat untuk memberi arahan usaha industri pertanian dengan arti luas di
masa akan datang.

20
8. Hasil-hasil penelitian etnobotani yang ada di Bengkulu, salah satunya yang
ada di daerah Bengkulu Tengah. Masyarakat Suku Rejang sering
menggunakan tumbuhan pekarangan untuk dijadikan sebagai obat-obatan.
Ada beberapa tanaman obat yang sering digunakan oleh Suku Rejang,
yaitu: Apium gravolens L. (Seledri), Ageratum conyzoides L. (Bandotan),
Impatien balsamina L. (Inai pacar kayu), Kalanchoe pinnata (Cocor
Bebek), Hibiscus rosasinensis L. (Kembang sepatu), Myristica fragrans
(Pala), Piper betle L. ( Sirih), Cymbopogon hardus (Serai wangi), Alpinia
galanga L. ( Lengkuas) dan Kaempferia galanga L. (Kencur).

B. Saran
Dari pemaparan makalah kami di atas mungkin banyak kekeliruan atau
kesalahan dalam penulisan oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang
membangun dalam perbaikan makalah kami ini. Atas kekurangannya kami
mohon maaf dan atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, Dyah, dkk. 2004. Biologi 1. Jakarta: Esis


Dalimarta. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 1. Jakarta : Trubus Agriwidya
Djufri, Rahimah dan Hasanuddin. 2018. Kajian Etnobotani (Upaca Adat Suku Aceh
Di Provinsi Aceh) Jurnal Biotik. 6 (1) : 53-58
Herliana. 2013.Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung : Alfabet
Keraf. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku Kompas
Kimball, J.W. 1983. Biologi. Jilid 2. Edisi Kelima. Terjemahan S.S
Marina. 2015. Etnobotani di Indonesia dan Prospek Pengembangannya. Jurnal
Universitas Kristen Indonesia. Jakarta : UKI
Martin, G. J. 1998. Etnobotani : Sebuah Manual Pemeliharaan Manusia dan
Tumbuhan. Edisi Melayu Terjemahan Maryati Mohamed, Natural
Novri, et al. (2011). Kajian Etnobotani Tanaman Obat Oleh Masyarakat Kabupaten
Bonebolango Provinsi Gorontalo. Laporan Penelitian Tanaman Obat. Jurusan
Biologi, FMIPAUNG
Purwanto ,Y. 1999. Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini Di Indonesia Dalam
Menunjang Upaya Konservasi Dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati.
Bogor : Pusat Antar Universitas Ilmu hayat IPB
Purwanto.2007. Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan, Pengembangan dan
Pemanfaatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sudarsono, dkk. 2005. Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Yogyakarta: UM Press
Tapundu, dkk. (2015). Studi Etnobotani Tumbuhan Obat pada Suku Seko di Desa
Tanah Harapan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Biocelebes. Vol 9 (2) : 66-
86
Triyono. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta : Ombak

22

Anda mungkin juga menyukai