Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH EKOLOGI

Organisasi Tingkat Komunitas (Konsep Komunitas, Dominansi Ekologi,


Analisis Komunitas)

DISUSUN OLEH :
Kelompok 2
1. Putri Nesya Aldanapio (A1D019008)
2. Novita Sari (A1D019017)
3. Cahya Ramansyah (A1D019018)
4. Betika Enggraini (A1D019032)
5. Intania Oktaria (A1D019036)
6. Rushafah Amaliyah (A1D019043)

Kelas : 5-B

Dosen Pengampu:
Neni Murniati M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
NAMA : Intania Oktaria
NPM : A1D019036
KELOMPOK : 2 (Dua)
KELAS/SEMESTER : B/V
MATAKULIAH : Ekologi
JUDUL MATERI : Organisasi Tingkat Komunitas
SUB JUDUL MATERI : A. Konsep Komunitas dan Dominansi Ekologi

“ORGANISASI TINGKAT KOMUNITAS”

A. Konsep Komunitas dan Dominansi Ekologi


1. Konsep Komunitas
Komunitas dalam arti ekologi mengacu kepada kumpulan populasi
yang terdiri dari spesies yang berlainan, yang menempati suatu daerah
tertentu. Setiap komunitas tidak harus menempati daerah yang luas, artinya
komunitas dapat mempunyai ukuran berapa pun. Misalnya dalam  suatu
aquarium yang terdiri dari ikan, siput, hydrilla sebagai komponen biotik, serta
air, bebatuan sebagai komponen abiotik dapat disebut sebagai suatu
komunitas. Komunitas tumbuhan di daerah trofik biasanya bersifat rumit dan
tidak mudah diberi nama menurut satu atau dua spesies yang paling berkuasa
sebagaimana yang umum di daerah yang beriklim sedang. dialam terdapat
bermacam-macam komunitas  yang secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
 Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di
danau, di sungai, di parit atau di kolam.
 Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di
pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.

a. Struktur komunitas
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam,
dan interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola.Struktur
komunitas dibedakan menjadi struktur fisik (Struktur fisik suatu
komunitas tampak apabila komunitas tersebut diamati) dan biologi
(komposisi spesies, kelimpahan individu dalam spesies, perubahan
temporal dalam komunitas, hubungan antara spesies dalam suatu
komunitas).
 Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas.
Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan
perkembangbiakan organisme.
 Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif.
Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah
kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat. Densitas
(kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit
contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan penangkapan.
 Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang
berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara
teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi
sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam
komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan
sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam
tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut
konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner
oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan
lingkungannya.

b. Konsep dan sifat-sifat


Komunitas secara umum adalah kumpulan populasi makhluk
hidup yang saling berinteraksi dan tinggal di suatu habitat. Banyak
beberapa ilmuan yang menafsirkan dan memberikan pengertian
tersendiri mengenai pengertian komunitas. Konsep dasar komunitas
diantaranya:
1) Formasi
Formasi tumbuhan merupakan hasil makroklimat dan ini
dikendalikan dan ditentukan batasnya oleh iklim saja.
2)  Asosiasi
Assosiasi adalah vegetasi regional, dalam formasi ini merupakan
klimaks sub iklim dalam formasi umum.
3) Ekotone
Ekotone adalah peralihan antara dua atau lebih komunitas yang
berbeda.

Terdapat pula 3 konsep yang dapat diterapkan dalam mengamati pola


komunitas yaitu :
1. Konsep Gradasi Komunitas (Community Gradient Coenocline), yaitu konsep
yang dinyatakan dalam bentuk populasi.
2. Konsep Gradasi Lingkungan (Environmental gradient), yang menyangkut
sejumlah faktor lingkungan yang berubah secara bersama-sama.
3. Konsep Gradasi Ekosistem (Ecocline), dalam hal ini kompleks gradasi dan
gradasi komunitas membentuk suatu kesatuan sehingga membentuk gradiasi
komunitas dan lingkungan
Konsep komunitas cukup jelas, tetapi sering kali pengenalan dan
penentuan batas komunitas tidaklah mudah. Meskipun demikian komponen-
komponen komunitas ini mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan
yang sama di suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu dengan
yang lain. Komunitas memiliki derajat kepaduan yang lebih tinggi daripada
individu-individu dan populasi tumbuhan serta hewan yang menyusunnya.
Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan
yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat tersebut, dan kegiatan
anggota-anggota komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri setiap individu
terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada di tempat tersebut. Cara yang
paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah dengan mengambul beberapa
sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun tidak. Sifat yang dapat dilihat dari
suatu komunitas yaitu :
1. Bentuk atau struktur utama, seperti jenis dominan. Bentuk hidup atau
indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan aghatis, dan hutan jati. Dapat
juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil.
2. Berdasarkan habitat fisik dari komunitas seperti komunitas hamparan
lumpur, komunitas pantai pasir, dan komunitas lautan.
3. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe
metabolisme komunitas.
4. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di
daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka
disebut hutan hujan tropik.
Komunitas dalam arti ekologi mengacu kepada kumpulan populasi yang
terdiri dari spesies yang berlainan, yang menempati suatu daerah tertentu. Setiap
komunitas tidak harus menempati daerah yang luas, artinya komunitas dapat
mempunyai ukuran berapa pun.
Konsep komunitas tumbuhan penting dalam penelitian ekologi, karena apa
yang terjadi dalam suatu komunitas akan mempengaruhi makhluk hidup lainnya
dalam komunitas tersebut. Misalnya dalam pemberantasan gulma di perkebunan
yang menjadi saingannya bagi tanaman budidaya (Lumowa,2012). 
Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari susunan
atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Dalam
komunitas dapat dikaji keberadaan beranekaragam jenis tumbuhan yang hidup
bersama.Salah satu ciri khas dari tingkatan komunitas tumbuhan adalah
keanekaragaman jenis. Komunitas tumbuhan memiliki keanekaragaman jenis
yang tinggi, jika disusun oleh banyak jenis, sebaliknya komunitas tumbuhan
memiliki keanekaragaman jenis yang rendah, jika disusun oleh sedikit jenis,
keanekaragaman jenis memiliki sejumlah komponen yaitu indeks
keanekaragaman, indeks kemerataan, kerapatan, dominansi, frekuensi kehadiran,
dan nilai penting (Maalalu, 2018).

2. Dominansi Ekologi
Dominansi merupakan suatu bentuk penguasaan dalam suatu perairan
untuk mendapatkan makanan maupun tempat tinggal yang layak serta
bertahan cukup lama .Untuk mengetahui apakah suatu jenis organisme yang
mendominasi suatu perairan dapat menggunakan indeks dominansi (Odum,
1971).
Dominansi merupakan suatu perebutan hak yang dilakukan untuk
mendapatkan makanan dan tempat tinggal.  Dalam suatu perairan yang biasa
mendominasi suatu perairan adalah organisme fitoplankton oleh karena itu
biasa terjadi fenomena blooming plankton. Ini akibatkan oleh aktivitas
pembuangan dilaut oleh manusia sehingga dengan meningkatnya nutrient
maka meningkat pulalah fitoplankton tersebut dengan berkembang biak
secara pesat dan tak terkendali.
Dalam konsep dominasi bila ditinjau dari segi survey dapat dikatakan
bahwa jenis yang memiliki INP tertinggi menang ataupun mampu bersaing
pada suatu daerah tertentu, mempunyai toleransi yang tinggi dan cocok
dengan habitatnya dibandingkan dengan jenis lainnya (Florencius, 2015).
Secara umum rumus dominansi yang biasa digunakan adalah sebagai
berikut:                 
Jumlah bidang dasar suatu jenis
Dominansi =     
Luas contoh
Dominasi dari suatu jenis
Dominansi relatif/DR (%) =  x 100%
Dominasi seluru h jenis
Data yang diperoleh dianalisis untuk menentukan jenis-jenis yang
dominan.Jenis dominan merupakan jenis yang mempunyai nilai penting
tertinggi di dalam tipe vegetasi yang bersangkutan.

a. Indeks Dominansi
Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi
mengenai jenis ikan yang  mendominasi pada suatu komunitas pada tiap
habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh Simpson yaitu ):

Dengan
C = Indeks dominansi Simpson
S = Jumlah jenis (spesies)
ni = jumlah total individu jenis larva i
N = jumlah seluruh individu dalam total n
Pi=ni/N = sebagai proporsi jenis ke-i
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan dominansi
spesies ikan yaitu:
 Mendekati 0 = indeks semakin rendah atau dominansi oleh satu
spesies ikan.
 Mendekati 1 = indeks besar atau cenderung dominansi oleh beberapa
spesies ikan (Odum, 1971).
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 – 1 dan jika nilai indeks
mendekati atau bernilai 1, maka perairan didominasi oleh spesies tertentu
dan sebaliknya.Nilai dominansi phytoplankton 0,334 – 0,356 dan
zooplankton 0,156 – 0,500 ini menunjukkan bahwa rata-rata tidak terjadi
dominansi spesies.

Indeks Dominansi (D)


Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks
dominansi dari Simpson :
D = Ʃ (ni/N)2
Keterangan:
D = Indeks Dominansi Simpson
Ni= Jumlah Individu tiap spesies
N = Jumlah Individu seluruh spesies
Indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin kecil
nilai indeks dominansi maka menunjukan bahwa tidak ada spesies yang
mendominsi sebaliknya semakin besar dominansi maka menunjukkan ada
spesies tertentu (Sirait,2018).
Indeks keanekaragaman dan dominansi digunakan untuk
mengetahui pengaruh kualitas lingkungan terhadap komunitas larva
ikan.Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu
berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki
adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut
digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang
komunitas ikan .
b. Beberapa Spesies Biasa Mendominasi suatu Perairan
Kelompok produser terbesar di perairan pesisir hampir
didominasi oleh jenis diatom dan dinoflagellata, disusul oleh jenis
mikroflagellata. Mikroflagellata ini merupakan campuran berbagai
jasad renik yang tidak jelas taksonominya dan sebelumnya
dikelompokkan kedalam phytomastigina atau flagellate tumbuhan.
Untuk perairan-perairan pesisir di daerah beriklim kutub dan
sedang, kelompok produser ini sering kali didominasi oleh jenis
diatom, sedangkan perairan-perairan pesisir didaerah beriklim sub
tropic dan tropik didominasi oleh jenis dinoflagellata. Dinoflagellata
ini merupakan jasad serba bias.Sebagian besar dinoflagellata tidak
hanya berfungsi sebagai ototrof tetapi juga berfunsi sebagai saprotrof
dan fototrof fakultatif. Beberapa jenis dinoflagelata menghasilkan
racun. Apabila spesies-spesies ini mengalami peledakan populasi maka
permukaan laut akan Nampak berwarna merah. Keadaan ini disebut
dengan Red tide yang dapat mengakibatkan kematian ikan secara
massal.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, Rokhmin, Jacub Rais, Sapta Putra Gintung dan Sitepu, 2008. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT.
Pradnya Paramitha
Florensius Marselinus, Ratna Herawatiningsih dan Iswan Dewantara. 2018.
Ekologi Dan Potensi Pohon Nyatoh (Palaquium Sp) di Hutan
Sekunderareal Iuphhk-HTI PT. Bhatara Alam Lestari Kabupaten
Mempawah. Jurnal Hutan Lestari (2018) Vol. 6 (2) : 311 – 317.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/view/25591 Diakses 3
November 2021
Ludwig dan Reynold, 1988. Polychaetes and allies:the Southern synthesis. Fauna
of Australia. Polychaeta,   Myzostomida, Pogonophora, Echiura,
Sipuncula. Melbourne: CSIRO
Lumowa, sonja V.T. 2012. Bahan Ajar Botani Tingkat Tinggi. Samarinda :
Universitas mulawarman
Maalalu, Jeanne L. , dan D. Rumahlatu. 2018. Struktur Komunitas Tumbuhan
Paku (Pteridophyta) di Kawasan Hutan Kusu-Kusu Kecamatan
Nusaniwe dan Soya Kecamatan Sirimau Kota Ambon Sebagai
Sumbangan Ilmiah Bagi Mata Kuliah Ekologi Tumbuhan. Biopendix.
Volume 5, Nomor 1 hlm. 29-36.
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/biopendix/article/view/1061 Diakses
3 November 2021
Odum, E.P, 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Philadelphia : Sounders
Company
Sirait, Marlenny, Firsty Rahmatia, Pattulloh. 2018. Komparasi Indeks
Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton di Sungai
Ciliwung Jakarta. Jurnal Kelautan. Volume 11, No. 1, 2018 https://eco-
entrepreneur.trunojoyo.ac.id/jurnalkelautan/article/view/3338 Diakses 3
November 2021
NAMA : Betika Enggraini
NIM : A1D019032
KELOMPOK : 2 (Dua)
KELAS/SEMESTER :B/V
MATAKULIAH : Ekologi
JUDUL MATERI : Organisasi Tingkat Komunitas
SUB JUDUL MATERI : B. Pola dalam Komunitas

“ORGANISASI TINGKAT KOMUNITAS”

B. Pola Dalam Komunitas


Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola. Lahan kritis merupakan
lahan yang tidak atau kurang produktif baik dari sisi pertanian, pengelolaan
maupun penggunaan yang kurang atau tidak memperhatikan persyaratan
konservasi tanah sehingga tidak sesuai dengan kemampuannya Komunitas ialah
kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu
yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Struktur komunitas
dapat dilihat pada gambar berikut :

Komunitas Berdasarkan Bentuk atau


Struktur Utama

Hutan Mangrove Hutan Jati


Hutan Pinus
Gambar 1. Komunitas Berdasarkan Bentuk atau Struktur Utama (Sumber :
https://www.academia.edu/39442446/Agroekologi_pola_pola_komunitas )

Komunitas Berdasarkan Habitat Fisik

Komunitas Pantai Berpasir Putih Komunitas Pantai Berbatu


Gambar 2. Komunitas Berdasarkan Habitat Fisik (sumber :
https://www.academia.edu/39442446/Agroekologi_pola_pola_komunitas )

Komunitas Berdasarkan Sifat


Lingkungan Alam

Hutan Hujan Tropis


Gambar 3. Komunitas Berdasarkan Lingkungan Alam (Sumber :
https://www.academia.edu/39442446/Agroekologi_pola_pola_komunitas )

1. Beberapa karakter komunitas yaitu :


a. Kualitatif seperti komposisi,bentuk hidup,fenologi dan vitalitas.Vitalitas
menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
b. Kuantitatif seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi
kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu
spesies di dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai
jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau
persatuan penangkapan
c. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung
menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah
dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat dari
modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan memerlukan waktu.
Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut
klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis.
Menurut konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner
oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan
lingkungannya.

2. Beberapa macam pola diversitas dalam komunitas:


a) Pola stratifikasi (lapisan tegak/vertikal)
 Komunitas tumbuhan di hutan herba,semak dan pohon bawah tajuk.
 Komunitas ikan di danau,laut yang terikat dengan temperatur
kandungan oksigen atau pencahayaan.
b) Pola zonasi (pemisahan horizontal)
 Komunitas spesies yang hidup di laut intertidal (pasang surut),litoral
(permukaan terbuka) dan abysal (laut dalam).
c) Pola aktivitas (periodisitas)
 Pada Komunitas zooplankton di danau dan laut.Zooplankton migrasi
pada malam hari ke permukaan air untu mencari mangsa,turun ke
daerah yang lebih dalam untuk menghindari panas.
 Organisme yang bersifat noctunal (lebih aktif pada malam
hari),organisme crepuscula (aktif pada senja hari).
d) Pola jala makan (food web)
e) Pola reproduksi
 Komunitas burung yang migrasi mencari tempat untuk bertelur.
 Komunitas ikan migrasi ke daerah estuaria untuk memijah.
f) Pola sosial (kelompok dan kawanan)
 Komunikasi monyet yang berkelompok untuk mempertahankan
daerah teritorialnya
g) Pola ko-aktif (hasil kompetisi, antibiosis,dll)
 Komunitas yang hidup bersama secara mutualisme, persaingan
dengan interaksi lain.
h) Pola stochastic (diakibatkan oleh tenaga atau kakas acak)
 komunitas yang dibentuk sebagai hasil dari tekanan lingkungan yang
sifatnya random atau acak. Namun jarang sekali ditemukan di alam.

Secara konvensional ada 4 musim yaitu semi (spring), panas(summer),


gugur (autumn), dan dingin (winter), tetapi kaum ekologis membagi musim
menjadi 6, yaitu:
1. Hibernal (winter atau hiemal)
2. Prevernal (permulaan musim semi)
3. Vernal (akhir musim semi)
4. Aestival (permulaan musim panas)
5. Serotinal (akhir musim panas)
6. Autumnal (musim gugur)

3. Konsep Pengamatan Pola Komunitas


Whittaker (1970) mengemukakan bahwa ada tiga konsep yang dapat
diterapkan dalam mengamati pola komunitas.Pertama.apa yang dinamakan
gradasi komunitas (community gradient.coenocline) yaitu konsep yang
dinyatakan dalam bentuk populasi. Kedua,konsep gradasi lingkungan
(environmental gradient) yang menyangkut sejumlah faktor lingkungan yang
berubah secara bersama-sama.
Dalam gradasi elevasi (elevation gradient) termasuk factor-faktor
penurunan suhu rata-rata, pertambahan curah hujan, pertambahan kecepatan
angin dan sebagainya, kearah ketinggian yang meningkat. Factor-faktor ini
secara menyeluruh mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan, dan
sangat sulit menentukan factor mana sebenarnya yang paling penting dalam
sebuah populasi, tanpa eksperiman kelompok factor lingkungan berubah
secara bersama-sama.
Sepanjang perubahan tersebut terjadi pula perubahan komunitas, dan
tentunya populasi dalam komunitas ini dipengar pula. Kedua hal tersebut
dinamakan kompleks gradasi (complex gradient). Ketiga, apa yang dinamakan
gradasi ekosistem (ecocline), yang dalam hal ini kompleks gradasi dan gradasi
komunitas membentuk suatu kesatuan dan membentuk gradasi komunitas dan
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Maizer, Dkk. 2014. Struktur Komunitas Tumbuhan Dan Faktor Lingkungan Di
Lahan Kritis, Imogiri Yogyakarta. Jurnal Manusia Dan Lingkungan.
Vol. 21, No.1 Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/78408-Id-
Pola-Distribusi-Dan-Dinamika-Komunitas-B.Pdf Diakses 3 November
2021
Pringgoseputro, S. 1998. Ekologi Umum. Yogyakarta: Ugm Press
Rahardjanto, Abdulkadir. 2001. Ekologi Umum. Malang: Unm Press
NAMA : Rushafah Amaliyah
NIM : A1D019043
KELOMPOK : 2 (Dua)
KELAS/SEMESTER :B/V
MATAKULIAH : Ekologi
JUDUL MATERI : Organisasi Tingkat Komunitas
SUB JUDUL MATERI : C. Analisis Komunitas

“ORGANISASI TINGKAT KOMUNITAS”

C. Analisis Komunitas
Pada dasarnya komunitas dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga jenis yaitu
1. Bentuk atau sifat struktur utama
Jenis ini dapat dibedakan atas dari komuni perhutanan.
Contohnya seperti pada pohon pinus, hutan agathis, hutan jati atau hutan
Dipterocarphaceae. Contoh lainnya dapat didasarkan pada sifat tumbuhan
dominan seperti hutan sklerofil.
2. Habitat fisik dari komunitas
Jenis ini dapat dilihat berdasarkan habitat dengan fisiknya yang beragam.
Contohnya seperti pada komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai
pasir, komintas lautan dan sebagainya.
3. Sifat-sifat fungsional
Jenis ini dapat didasarkan pada jenis tipe makhluk komuni dengan daerah
yang ia tempati berdasarkan fungsinya.
Contohnya seperti pada metabolisme, berdasarkan sifat lingkungan yang
sesuai dengan iklim. Di daerah iklim tropic dengan curah hujan yang
terbagi rata sepanjang tahun.
Adapun macam jenis dari komunitas, yang dapat dibagi 2 secara garis
besar yaitu komunitas akuatik dan komunitas terrestrial. Berikut ini penjelasan
dari kedua macam jenis tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Komunitas akuatik adalah komunitas di perairan yang terdiri dari
sekumpulan berbagai macam jenis populasi spesies makhluk hidup di air
yang berbeda. Contohnya komunitas yang tersusun atas populasi ikan,
penyu, katak dan buaya.
2. Komunitas terrestrial adalah komunitas yang ada di bagian daratan dengan
sekumpulannya berbagai macam jenis populasi dari spesies makhluk hidup
di daratan yang berbeda. Contohnya seperti tersusun atas populasi rusa,
kerbau, singa, macam tutul dan gajah.

DAFTAR PUSTAKA

Febrian, Andrei. 2013. Struktur Komunitas Mikroartropoda Bryofauna Terestrial


Di Tiga Ketinggian Yang Berbeda Di Zona Montana Gunung Ungaran.
Jurnal Biologi. No 2. Vol 2. Hal 1-10. Semarang: Universitas
Diponegoro

Indrawan, Gede Surya. 2021. Struktur Komunitas Mikroartropoda Bryofauna


Terestrial Di Tiga Ketinggian Yang Berbeda Di Zona Montana Gunung
Ungaran. Jurnal Bumi Lestari. No 1. Vol 21. Hal 9-17. Bali:
Universitas Udayana

Jayadi, Irwan Fitra. 2017. Struktur Komunitas Makrofita Akuatik di Sungai


Embau Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal
Protobiont. No 3. Vol 6. Hal 51-62. Pontianak: Universitas
Tanjungpura

Priastomo, Yoga. 2021. Ekologi Lingkungan. Jakarta: Yayasan Kita Menulis


NAMA : Cahya Ramansyah
NIM : A1D019018
KELOMPOK : 2 (Dua)
KELAS/SEMESTER :B/V
MATAKULIAH : Ekologi
JUDUL MATERI : Organisasi Tingkat Komunitas
SUB JUDUL MATERI : D. Ekotone dan konsep efek tepi

“ORGANISASI TINGKAT KOMUNITAS”

D. Ekotone dan Konsep Efek Tepi


Suatu ekotone adalah suatu zona (daerah) peralihan (transisi) atau
pertemuan antara dua komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas.
Daerah transisi antara komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan antara
dua komunitas besar seperti komunitas akuatik dan komunitas terestrial
merupakan contoh ekoton. Ekoton merupakan daerah percampuran antara dua
buah tipe habitat atau lebih atau merupakan daerah peralihan antara dua atau lebih
komunitas yang berbeda. ekoton merupakan tipe habitat yang memiliki
keanekaragaman jenis satwa tinggi (Rahayuningsih, M. 2012).
Jadi ekoton merupakan pagar komunitas (batas komunitas). Seperti
diketahui biasanya berubah secara perlahan-lahan atau secara gradient. Komunitas
dapat berubah secara tiba-tiba sebagai akibat lingkungan yang tiba-tiba terputus
atau karena interaksi tanaman terutama kompetisi. Pada keadaan yang pertama
(tiba-tiba terputus) ekoton merupakan daerah peralihan yang merupakan
campuran dari dua tipe komunitas yang bersebelahan. Pada keadaan yang kedua
(kompetisi) ekoton dapat dikenal jelas. Komunitas ekoton umumnya mempunyai
banyak organisme dari dua komunitas yang saling bertautan dan yang
memperlihatkan ciri-ciri yang khas dan batas yang jelas antara ekoton dan
tetangganya (disampingnya) dengan demikian ekoton berisikan spesies yang lebih
banyak dan kepadatan populasi yang sering lebih dari pada komunitas
disampingnya.
Kecenderungan meningkatnya variasi dan kepadatan pada komunitas
peralihan dikenal sebagai efek pinggir/tepi (edge effect ). Organisme yang paling
banyak atau paling lama dalam zone peralihan disebut spesies tepi (edge spesies).
Efek tepi adalah perbedaan dalam faktor biotik atau abiotik yang terjadi di
perbatasan dari suatu fragmen habitat relatif terhadap daerah interior habitat
tersebut. Efek tepi dapat terlihat dari perubahan gradual mikroklimat serta pola
vegetasi dari tepi hingga ke interior hutan. Efek tepi dapat mempengaruhi
struktur, fungsi dan komposisi hutan, dan bahkan mengarah pada degradasi
fragmen hutan (Fardila dkk, D. 2005).

Gambar 1. Ektone dan Efek Tepi (Sumber:


https://images.app.goo.gl/ZUYnZDYSA365845d6)

Kehadiran efek tepi dalam sebuah ekosistem biasanya terjadi dalam


bentuk perubahan komposisi spesies, kepadatan spesies, dan perubahan
kondisi lingkungan. Namun demikian, kehadiran efek tepi tidak sepenuhnya
merugikan, kehadiran efek tepi seringkali menciptakan habitat bagi spesies
yang toleran terhadap daerah terbuka dan tertutup. Efek tepi memerlihatkan
kecenderungan keragaman dan kelimpahan individu burung yang tinggi di
habitat ekoton.
DAFTAR PUSTAKA
Fardila, D. 2011. Efek Tepi Koridor Jalan Di Hutan Bukit Pohen, Cagar Alam
Batukahu, Bali. Berk. Penel. Hayati: Jakarta.
Rahayuningsih, M dan Abdullah, M. 2012. Persebaran Dan Keanekaragaman
Herpetofauna Dalam Mendukung Konservasi Keanekaragaman Hayati
Di Kampus Sekaran Universitas Negeri Semarang. Indonesian Journal
of Conservation. Vol. 1 No. 1. file:///C:/Users/ACER
%20fc/Downloads/2059-4727-1-SM.pdf Diakses 3 November 2021
Tamnge, F. Dkk. 2016. Efek Tepi Pada Komunitas Burung Antara Tegakan
Agathis Dan Puspa Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat.
Jurnal Media Konservasi. Vol 21 No.1. file:///C:/Users/ACER
%20fc/Downloads/230355197.pdf Diakses 3 November 2021
NAMA : Novita Sari
NPM : A1D019017
KELOMPOK : 2 (Dua)
KELAS/SEMESTER : B/V
MATAKULIAH : Ekologi
JUDUL MATERI : Organisasi Tingkat Komunitas
SUB JUDUL MATERI : E. Struktur Komunitas

“ORGANISASI TINGKAT KOMUNITAS”

E. Struktur Komunitas
Struktur komunitas merupakan suatu kumpulan populasi yang terdiri dari
berbagai spesies yang menempati suatu daerah tertentu. Menurut Odum (1994),
komunitas diklasifikasikan dengan melihat bentuk atau sifat struktur utamanya
seperti spesies yang dominan, bentuk atau indikator hidup, habitat fisik dari
komunitas dan sifat maupun tanda-tanda fungsional. Komunitas dapat dikaji
berdasarkan klasifikasi sifat strukturall (struktur komunitas). Struktur komunitas
dipelajari melalui beberapa cara yaitu ukuran, komposisi, dan keanekaragaman
spesies. Struktur komunitas juga berkaitan erat dengan kondisi habitat. Perubahan
pada habitat dapat mempengaruhi tingkat spesies sebagai komponen terkecil
penyusunan populasi yang membentuk komunitas. Berdasarkan pendapat tersebut,
dijelaskan bahwa komunitas merupakan kesatuan dinamik dari hubungan
fungsional yang saling mempengaruhi diantaranya populasi, dimana komunitas
berperan pada posisinya masing-masing dan menyebar dalam ruang serta tipe
habitatnya (Odum, 1994). Keberadaan keanekaragam jenis organisme yang hidup
dengan cara beraturan, tidak tersebar begitu saja tanpa adanya saling
ketergantungan (interaksi), dapatedikaji pada tingkat komunias sehingga pada
konsep komunitas menjadi sangat penting dalam mempelajari ekologi. Menurut
Dharmawan (2005), kajian komunitas dilakukan untuk mengetahui keseimbangan
yang tergambar didalam struktur dan komposisi populasi penyusunnya. Kajian
komunitas juga bertujuan untuk mengetahui pola sebaran komunitas dan
perubahannya dipakai sebagai hasil interaksi semua komponen yang bekerja
dalam komunitas tersebut.
Komunitas dan komponen penyusunnya adalah sebuah organisasi
kehidupan yang masing-masing memiliki dinamika sendiri disebut struktur
komunitas (Satino, 2011). Menurut Husamah, (2015), Struktur komunitas adalah
suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahan
dalam suatu komunitas. Komunitas mempunyai struktur dan pola tertentu
terhadap keanekaragaman, kemerataan, dan dominansi dengan ciri yang unik pada
suatu kommunitas. Analisa mengenai kelimpahan, keanekaragaman, kemerataan,
dan dominansi dari suatu komunitas, serta keseimbangan jumlah tiap spesiesnya.
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola. Struktur suatu komunitas
tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah
individu dari setiap spesies organisme. Hal yang demikian itu menyebabkan
kelimpahan relatif suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas,
bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya
berpengaruh pada stabilitas komunitas itu sendiri (Heddy, 1983). Berdasarkan
pembentukannya struktur komunitas dibagi menjadi struktur fisik dan struktur
biologi.
a) Struktur fisik, suatu komunitas tampak jika komunitas diamati, misalnya jika
mengunjungi hutan deciduosa akan tampak suatu struktur primer secara
musiman dan suatu struktur sekunder berupa pepohonan kecil.
b) Struktur biologi, komposisi perubahan temporal dalam komunitas yang
merupakan hubungan antara spesies dalam suatu komunitas sehingga
sebagiannya bergantung pada struktur fisik
Kedua struktur komunitas berpengaruh kuat pada fungsi suatu komunitas.
Fungsi komunitas yaitu kerja suatu komunitas sebagai pemroses energi dan zat
hara. Struktur maupun fungsi komunitas telah dimodifikasi oleh seleksi alam yang
bertindak pada para individu yang menyusun komunitas.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan komunitas
Struktur dalam komunitas dapat berubah dikarenakan sebagian
besar dapat diganti dalam ruang dan waktu tertentu. Meskipun secara
fungsi komunitas hampir serupa tetapi memiliki komposisi jenis yang
berbeda. Komposisi komunitas merupakan jenis dan jumlah individu
penyusun komunitas disuatu tempat. Struktur komunitas memiliki
karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh setiap jenis komponen
penyusunnya. Penyebaran jenis dan populasi komunitas ditentukan oleh
beberapa faktor seperti sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik
perairan seperti kecepatan arus, kekeruhan atau kecerahan, pasang surut,
kedalaman, substrat dasar dan suhu. Sifat kimia seperti kandungan
oksigen, karbondioksida terlarut, pH, bahan organik, dan kandungan hara
yang dapat mempengaruhi hewan tersebut. Sifat-sifat fisika dan kimia
secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh bagi
kehidupan. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan kemungkinan
akan berdampak buruk dan merugikan terhadap populasi yang hidup di
ekosistem tersebut.
b. Parameter Struktur Komunitas
Terdapat lima karakteristik komunitas pada umumnya yang diukur
dan dikaji yaitu bentuk struktur pertumbuhan, dominansi, kelimpahan
relaitf, struktur trofik dan keanekaragaman atau diversitas jenis. Menurut
Leksono (2007), bahwa membatasi parameter komunitas bersifat
kuantitatif seperti kekayaan jenis, keanekaragaman dan kelimpahan relatif.
Pengamatan struktur komunitas perlu dilakukan sebelum mempelajari
berbagai hubungan komunitas dengan lingkungan. Hal-hal yang perlu
dipahami ketika mengkaji struktur komunitas, yaitu jenis makhluk hidup
penyusun, densitas (kepadatan), dan keanekaragaman jenis (Satino, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang : UM Press
Heddy, Suwasono. 1986. Pengantar Ekologi. Jakarta : CV Rajawali
Husamah, Rohman, F., dan Sutomo, H. 2015. Struktur Komunitas Collembola
Pada Tiga Tipe Habitat Sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu
Kota Batu. Jurnal. Semnas XII Pendidikan Biologi FKIP UNS
Leksono, S. 2007. Ekologi : Pendekatan Deskriptif dan Kualitatif. Malang :
Bayumedia Publishing
Odum, E.P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta : UGM Press
Satino. 2011. Diktat Kuliah Biologi Perairan. Yogyakarta : FMIPA UNY
NAMA : Putri Nesya Aldanapio
NPM : A1D019008
KELOMPOK : 2 (Dua)
KELAS/SEMESTER : B/V
MATAKULIAH : Ekologi
JUDUL MATERI : Organisasi Tingkat Komunitas
SUB JUDUL MATERI : F. Interaksi dalam Komunitas

“ORGANISASI TINGKAT KOMUNITAS”

F. Interaksi dalam Komunitas


Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas
dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.
Interaksi antarkomponen ekologi dapat merupakan interaksi antarorganisme,
antarpopulasi, dan antarkomunitas. Komunitas adalah kumpulan populasi yang
berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Salah satu contoh dari
interaksi antar komunitas dalam ekosistem adalah adanya interaksi komunitas
sawah dengan komunitas sungai. Dimana, untuk komunitas sawah terdiri dari
padi, tikus, belalang, burung, ular, dan lain sebagainya. Sedangkan, untuk
komunitas sungai terdiri atas alga, zooplankton, ikan, dan lain sebagainya.

Gambar 1. Pemandangan Sawah dan Sungai (Sumber :


https://travelspromo.com/wp-content/uploads/2020/03/10-pemandangan-sawah-
dan-sungai-Archiaston-Musamma-1024x768.jpg )

Adapun interaksi yang terjadi antara komunitas sawah dan sungai


diantaranya dengan adanya peredaran nutrient, air, organisme, aliran energi
hingga daur karbon. Dimana, air sungai biasanya digunakan untuk mengairi
sawah, sehingga terjadinya peredaran organisme dan nutrient dari sawah ke
sungai. Setelah itu, air dari sawah akan kembali ke sungai dengan membawa
banyak nutrient berlebih dari hasil pemupukan yang dilakukan oleh petani.
Nutrient yang terbawa ke sungai akan menyebabkan melimpahnya alga. Dengan
adanya alga yang melimpah menyebabkan oksigen terlarut dalam air akan
berkurang dan mengakibatkan menurunnya organisme di dalam sungai, dan
menjadikan komunitas di dalam sungai lebih seimbang.
Pada setiap komunitas tumbuhan terjadi interaksi antar spesies pada
anggota populasi (Indriyanto, 2006). Ada tumbuhan yang hidupnya bergantung
pada tumbuhan lain misalnya menumpang seumur hidup atau selama
perkembangbiakannya saja, sehingga tumbuhan tersebut tumbuh berdampingan
membentuk suatu komunitas. Berbagai jenis tumbuhan dalam komunitasnya
cenderung hidup berdampingan dengan tumbuhan lain baik yang sejenis maupun
yang berbeda jenis. Hidup bersama ini menunjukkan seolah-olah terdapat
keterkaitan ataupun ketertarikan antar tumbuhan tersebut. Hubungan ketertarikan
untuk tumbuh bersama pada tumbuhan dikenal dengan sebutan asosiasi
Interaksi antarkomunitas cukup kompleks karena tidak hanya melibatkan
organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antar komunitas
pun tidak hanya melibatkan komponen biotik saja namun juga komponen abiotik
Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur
karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.
Karbon merupakan bahan dasar penysusun senyawa organik. Di dalam
organisme hidup terdapat 18% karbon. Kemampuan saling mengikat pada atom-
atom karbon (C) merupakan dasar bagi keragaman molekul dan ukuran molekul
yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Selain terdapat dalam bahan organik,
karbon juga ditemukan dalam senyawa anorganik, yaitu gas karbondioksida (CO 2)
dan batuan karbonat (batu kapur dan koral) dalam bentuk kalsium karbonat
(CaCO3). Organisme autotrof (tumbuhan) menangkap karbondioksida dan
mengubahnya menjadi karbohidrat, protein, lipid, dan senyawa organik lainnya.
Bahan organik yang dihasilkan ini merupakan sumber karbon bagi hewan dan
konsumen lainnya.
Gambar 2. Daur Karbon (Sumber : http://2.bp.blogspot.com/-cfxzJoj3kp4/UruF-
5iOIwI/AAAAAAAAAaY/snnrSpP5ans/s1600/daur+C.JPG )

Pada setiap tingkatan trofik rantai makanan karbon kembali ke atmosfer


atau air sebagai hasil pernapasan (respirasi). Produsen, herbivora, dan karnivora
lalu bernapas dan menghasilkan gas karbondioksida. Setiap tahun tumbuhan
mengeluarkan sekitar sepertujuh dari keseluruhan CO2 yang terdapat di atmosfer.
Meskipun konsentrasi CO2 di atmosfer hanya sekitar 0,03%, namun karbon
mengalami siklus yang cepat sebab tumbuhan mempunyai kebutuhan yang tinggi
akan gas CO2. Walaupun begitu, sejumlah karbon dipindahkan dari siklus itu
dalam waktu yang lebih lama hal ini mungkin terjadi karena karbon terkumpul
didalam kayu dan bahan organik lain yang tahan lama termasuk batubara dan
minyak bumi. Perombakan oleh detritivor akhirnya mendaur ulang karbon ke
atmosfer sebagai CO2. Selain itu pembakaran kayu dan bahan bakar fosil juga ikut
berperan karena api dapat mengoksidasi bahan organik atau kayu menjadi CO 2
yang lebih cepat.
Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada
yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Antagonisme.
Antagonisme merupakan bentuk hubungan antara 2 jenis mahluk
hidup, dimana mahluk yang satu merugikan mahluk hidup yang lainnya.
Interaksi antar mahluk hidup yang termasuk antagonisme adalah sebagai
berikut :
a. Kompetisi ( persaingan )
Kompetisi (persaingan) dapat terjadi diantara mahluk hidup
yang dapat menimbulkan seleksi alam dalam evolusi. Antara
organisme yang satu dengan yang lain terjadi persaingan untuk
memperoleh kebutuhan hidupnya, seperti makanan, cahaya matahari,
tempat berlindung dan sebagainya. Dalam persaingan itu muncul
berbagai cara untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik
penyesuaian struktur maupun tingkah laku agar dapat melangsungkan
kehidupannya. Persaingan tersebut dapat dibedakan menjadi dua.
Kompetisi intra spesifik, yaitu persaingan antar individu satu
spesies. Contoh : persaingan antara populasi kambing dengan populasi
sapi di padang rumput. Sedang ompetisi antar spesifik, yaitu
persaingan antara individu yang berbeda spesiesnya. Contoh :
persaingan antara rumput teki, rumput gajah, dan ilalang dalam
memperebutkan lahan.
Persaingan akan semakin hebat apabila organisme – organisme
yang bersaing tersebut mempunyai kebutuhan yang hampir sama.
Apabila antara dua spesies yang berkompetisi terjadi persaingan yang
semakin kuat,maka salah satu diantaranya akan kalah. Jadi, dua spesies
yang berbeda tidak dapat menduduki nichia/nisia/niche/relung ekologi
yang sama. Dalam niche tercakup juga peranan fungsional organisme
tersebut dalam kelompok komunitasnya.

b. Amensalisme
Amensalisme adalah interaksi antara berbagai jenis makhluk
hidup dengan salah satu dirugikan sedangkan yang lainnya tidak
mengalami perubahan apa-apa. Sebagai contoh rumput jepang yang
ditanam dibawah naungan pohon mangga yang rindang, akan mati layu
karena tidak terkena sinar matahari. Sedangkan pohon mangga tidak
dirugikan, juga tidak mendapatkan keuntungan.
c. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antara dua jenis makhluk
hidup,dimana makhluk hidup yang satu mendapatkan
kerugian,sedangkan yang lain mendapat keuntungan. Keuntungan yang
diperoleh berupa makanan dan perlindungan sedangkan makhluk hidup
yang ditumpanginya (hospes/inang) merasa rugi karena sari
makanannya diambil,bahkan mungkin dibunuh oleh parasit itu.
Misalnya,benalu yang menumpang pada tumbuhan inang. Organisme
yang mendapat keuntungan disebut parasit, sedangkan organisme yang
dirugikan disebut inang. Organisme parasit dapat hidup pada
tumbuhan, hewan, dan manusia.  Contoh :
 Plasmodium dalam tubuh manusia
 Tali putri dengan tumbuhan inangnya
 Taenia saginata dalam tubuh sapi
 Benalu dengan pohon yang ditempelinya

d. Predasi atau Predatorisme


Predasi adalah hubungan antara pemangsa dan mangsanya.
Pemangsa dikenal dengan predator, dan yang dimangsa disebut prey.
Hubungan ini sangat erat karena tanpa mangsa, predator tidak dapat
hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi pengontrol populasi mangsa
agar tidak terjadi ledakan populasi. Dalam rantai makanan, predator
menempati posisi sebagai konsumen sekunder. Pemangsa ini untuk
memenuhi kebutuhan makanan demi kelangsungan hidupnya. Contoh :
 Singa memangsa zebra.
 Hubungan singa dengan kijang dan rusa
 Burung hantu dengan tikus.

e. Antibiosis dan alelopati


Antibiosis adalah hubungan antara dua makhluk hidup yang
berbeda spesies, dimana salah satunya dapat menghambat
pertumbuhan dan kehidupan yang lainnya. Hubungan antara makhluk
hidup disebut sebagai hubungan antibiosis jika salah satu organisme
mengeluarkan sekret kimiawi yang mampu merusak bahkan
membunuh makhluk hidup yang lainnya. Interaksi ini dapat
menyebabkan salah satu organisme lebih unggul dalam persaingan
untuk mendapatkan kebutuhan makanan atau organisme yang satu
mengeluarkan zat yang dapat mematikan organisme yang lainnya.
Sebagai contohnya, adanya jamur Penicillium sp yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur yang ada di sekitar.
Jamur ini mengeluarkan zat kimia berupa antibiotika yang disebut
penicillin. Pohon-pohon tertentu akan mengeluarkan zat kimia berupa
alelopati, sehingga tumbuhan lain tidak dapat hidup di bawahnya.
Misal, di bawah pohon kamboja sedikit dijumpai rumput. Contohnya
adalah Jamur Penicillium notatum dan jamur Penicillium chrysogenum
dapat menghambat pertumbuhan dan kehidupan atau jamur patogen,
karena kedua jamur tersebut dapat mengharilkan zat antibiotik yang di
sebut penisilium.

2. Protagonisme
Protagonisme merupakan suatu bentuk hubungan antara dua jenis
makhluk hidup yang saling menguntungkan,dimana suatu makhluk hidup
menguntungkan makhluk hidup lainnya. Adapun aspek-aspeknya adalah
a) Mutualisme
Mutualisme merupakan bentuk hubungan (interaksi) yang saling
menguntungkan banyak terjadi di alam ini. Simbiosis mutualisme adalah
suatu hubungan antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup
lainnya yang saling meguntungkan bagi dua belah pihak. Misalnya,
simbiosis antara sapi dan burung-burung memperoleh makanan berupa
kutu di tubuh sapi, sedangkan sapi dibantu menghilangkan kutu yang
membuat tubuhnya gatal.
Protozoa berflagela yang hidup didalam saluran pencernaan rayap.
Kayu yang banyak mengandung selulosa tidak dapat di cerna oleh
rayap,kecuali dengan bantuan protozoa yang hidup di saluran
pencernaannya. Protozoa akan mencerna selulosa menjadi molekul-
molekul karbohidrat yang lebih kecil sehingga dapat dicerna oleh
pencernaan rayap. Dengan demikian, rayap mendapat keuntungan dari
keberadaan protozoa di dalam pencernaannya. Demikian juga protozoa
akan mendapatkan keuntungan, karena protozoa tersebut dapat hidup
terlindung dalam saluran pencernaan rayap. Contoh :
o tanaman kacang-kacangan (leguminosae) dan bakteri Rhizobium
o kupu-kupu dengan bunga
o ganggang (alga) dengan jamur (fungi) membentuk lumut kerak
(lichenes)
o badak dengan burung jalak hitam.

b) Komensalisme
Komensalisme adalah hubungan antarorganisme dimana salah satu
pihak untung dan yang lain tidak dirugikan. Pada hubungan ini kedua
pihak saling bekerjasama. Misal pada ikan badut yang berada di laut
bagian dalam,yang akan memanfaatkan anemon laut sebagai tempat
persembunyiannya terhadap pamangsa-pamangsa lain. Jadi ikan badut
akan merasa terlindungi dengan adanya anemon laut itu.
Ikan ikan kecil yang hidup bersama dengan ikan hiu. Ikan-ikan ini
disebut remora. Remora mendapat makanan sisa-sisa dari ikan hiu. Selain
itu, mereka akan terlindungi dari predator yang akan memangsanya.
Ikan hiu tidak merasa tergangu dengan kehadiran remora.
Pada tumbuhan epifit yang tumbuh melekat pada tumbuhan yang
lainnya,tetapi tidak merugikan tumbuhan yang ditumpanginya itu.
Misalnya pasa tumbuhan anggrek atau paku-pakuan yang melekat pada
dahan tumbuhan lain,tetapi tidak merugikan tumbuhan inangnya. Contoh
Simbiosis Komensalisme :
o anggrek dan pohon yang ditumpanginya
o ikan hiu dan ikan remora
o karang yang menempel pada tubuh ikan paus
o tanduk rusa dengan pohon lain
c) Protokooperasi
Hubungan antarorganisme ini adalah hubungan dimana organisme
satu memperoleh keuntungan dengan adanya asosiasi itu, tetapi hubungan
itu tidak merupakan suatu keharusan. Sebagai contoh hubungan kerbau
dengan burung bangau. Burung bangau bertengger di atas punggung
kerbau dan mematuk kutu yang ada. Dari interaksi tersebut, bangau
memperoleh makanan dan kutu yang menjadi hama pada kerbau
berkurang, sehingga kerbau dapat hidup lebih sejahtera. Interaksi ini
bukan suatu keharusan, artinya tanpa interaksi tersebut kerbau dan bangau
tetap mampu mempertahankan hidupnya.

3. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antar organisme dalam habitat
yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua
belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.

Interaksi antara individu dengan individu atau populasi banyak di temukan


di alam, misalnya interaksi populasi burung jalak dan populasi kerbau di padang
rumput, interaksi populasi cacing tanah dan populasi ayam di kebun, dan interaksi
antara populasi ganggang dan populasi ikan di sungai. Interaksi antar populasi ini
membentuk komunitas. Misalkan, komunitas danau terdiri dari populasi ikan,
eceng gondok, ganggang , kepiting, fitoplangton, dan serangga air.

Gambar 3. Danau Mas Harun Bastari (Sumber:


https://www.tempatwisata.pro/media/uploads/3065/d2103eb9e8ff80f7894a27486a
2b01a8.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Heddy, Suwasono., Kurniati, Metty. 1994. Prinsip – Prinsip Dasar Ekologi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : Bumi Aksara
Ihsan, Mahya. 2017. Asosiasi Cerbera Manghas Pada Komunitas Tumbuhan
Bawah Di Areal Hijau Universitas Jambi. Bio-site. Vol. 03 No. 1 : 1-5.
View of Asosiasi Cerbera manghas pada Komunitas Tumbuhan Bawah
di Areal Hijau Universitas Jambi (unja.ac.id) Diakses 1 November 2021
Maknun, Djohar. 2017. Ekologi : Populasi, Komunitas, Ekosistem Mewujudkan
Kampus Hijau Asri, Islami dam Ilmiah. Cirebon : Nurjati Press

Anda mungkin juga menyukai