Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN

KOMUNITAS 1

(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Tumbuhan)

Oleh :

1. Eva Paramita ( 110210103071 )

2. Fatimatuz Zahro (120210103030 )

3. Hellen Septirangga ( 120210103059 )

4. Siti Nur Jannah ( 120210103080 )

5. Latif Al Asyari ( 120210103094 )

Kelas A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi tumbuhan berusaha menerangkan rahasia kehidupan pada tahapan
individu, populasi dan komunitas. Ketiga tingkatan utama itu membentuk sistem ekologi
yang dikaji dalam ekologi tumbuhan. Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang
hidup bersama-sama dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya populasi semut,
populasi kutu daun, dan pohon tempat mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau
suatu komunitas. . Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila
dibandingkan dengan individu dan populasi.
Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapatlah diperoleh
gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas tersebut. Komunitas dengan
populasi ibarat makhluk dengan sistem organnya, tetapi dengan tingkat organisasi yang
lebih tinggi sehingga memiliki sifat yang khusus atau kelebihan yang tidak dimiliki oleh
sistem organ maupun organisasi hidup lainnya.
Perubahan komunitas yang sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi akan
berlangsung terus sampai pada suatu saat terjadi suatu komunitas padat sehingga
timbulnya jenis tumbuhan baru akan kecil sekali kemungkinannya. Namun, perubahan
akan selalu terjadi. Oleh karena itu, agar dapat mengetahui tentang komunitas tumbuhan
maka disusunlah makalah yang berjudul “Komunitas 1”.

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui dan memahami pengertian komunitas
1.2.2 Untuk mengetahui dan memahami struktur komunitas
1.2.3 Untuk mengetahui dan memahami tentang komunitas tepi ( Boundary )
1.2.4 Untuk mengetahui dan memahami tentang distruban
1.2.5 Untuk mengetahui dan memahami interaksi antar spesies.
1.2.6 Untuk mengetahui dan memahami tentang suksesi.

1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian komunitas
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami struktur komunitas
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang komunitas tepi ( Boundary )
1.3.4 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang distruban
1.3.5 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami interaksi antar spesies.
1.2.7 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang suksesi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunitas


Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan
dengan individu dan populasi.
Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama
dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu daun,
dan pohon tempat mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu
komunitas. Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapatlah
diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas tersebut. Komunitas
dengan populasi ibarat makhluk dengan sistem organnya, tetapi dengan tingkat
organisasi yang lebih tinggi sehingga memiliki sifat yang khusus atau kelebihan yang
tidak dimiliki oleh baik sistem organ maupun organisasi hidup lainnya.
Perubahan komunitas yang sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi
akan berlangsung terus sampai pada suatu saat terjadi suatu komunitas padat sehingga
timbulnya jenis tumbuhan atau hewan baru akan kecil sekali
kemungkinannya. Namun, perubahan akan selalu terjadi. Oleh karena itu, komunitas
padat yang stabil tidak mungkin dapat dicapai. Perubahan komunitas tidak hanya
terjadi oleh timbulnya penghuni baru, tetapi juga hilangnya penghuni yang pertama.
Sering terjadi, spesies tumbuhan dan hewan dijumpai berulangkali dalam
pelbagai komunitas dan menjalankan fungsi yang agak berbeda. Kombinasi antara
habitat , tempat suatu spesies hidup, dengan fungsi spesies dalam habitat itu
memberikan pengertian nicia (niche). Konsep nicia ini penting karena selain dapat
digunakan untuk meramal macam tumbuhan dan hewan yang yang dapat ditemukan
dalam suatu komunitas, juga dipakai untuk menaksir kepadatan serta fungsinya pada
suatu musim.
Kepadatan individu dalam suatu populasi langsung dapat dikaitkan dengan
pengertian keanekaragaman. Istilah ini dapat diterapkan pada pelbagai bentuk, sifat,
dan ciri suatu komunitas. Misalnya, keanekaragaman di dalam spesies,
keanekaragaman dalam pola penyebaran. Margalef (1958) mengemukakan bahwa
untuk menentukan keanekaragaman komunitas perli dipelajari aspek keanekaragaman
itu dalam organisasi komuniatsnya. Misalnya mengalokasikan individu populasinya
ke dalam spesiesnya, menempatkan spesies tersebut ke dalam habitatnya, menentukan
kepadatan relatifnya dalam habitat tersebut dan menempatkan setiap individu ke
dalam tiap habitatnya dan menentukan fungsinya. Dengan memperhatikan
keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh gambaran tentang kedewasaan
organisasi komunitsas tersebut. Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaannya
sehingga keadaannya lebih mantap.
Komunitas, seperti halnya tingkat organisasi makhluk hidup lain, juga
mengalami serta menjalani siklus hidup.
Komunitas Ditinjau dari segi fungsinya, tumbuhan dan hewan dari berbagai
jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk suatu kumpulan yang di
dalamnya setiap individu menemukan lingkungan yang dapat memunuhi kebutuhan
hidupnya dalam kumpulana ini terdapat pula kerukunan untuk hidup bersama,
toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga
dalam kumpulan ini terbentuk suatau derajat keterpaduan. Kelompok seperti itu yang
tumbuhan dan hewannya secara bersama telah menyesuaikan diri dan mempunyai
suatu tempat alami disebut komunitas. Konsep komunitas cukup jelas, tetapi sering
kali pengenalan dan penentuan batas komunitas tidaklah mudah.
Meskipun demikian komponen-komponen komunitas ini mempunyai
kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di suatu tempat dan untuk
hidup saling bergantung yang satu dengan yang lain. Komunitas memiliki derajat
kepaduan yang lebih tinggi daripada individu-individu dan populasi tumbuhan serta
hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi
tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mamapu hidup di tempat tersebut,
dan kegiatan anggota-anggota komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri setiap
individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada di tempat tersebut.
Bila ditinjau dari segi deskritif suatu komunitas dicirikan oleh komposisinya
yang tertentu.sering kali perubahan komposisi jenis di isi suatu komunitas lain sangat
nyata. Dan bila jenis-jenis utama dari dua komunitas berbeda sekali batas antara
komunitas itu akan jelas pula. Tetapi dapat pula perubahan komposisi jenis itu terjadi
secara berangsur-angsur sehingga batas anatara komunitas itu tidak jelas. Perubahan-
perubahan komposisi berkaitan dengan perubahan faktor-faktor lingkungan, misalnya
topografi, kelembapan, tanah, tamperatur dan iklim (bila mencakup kawasan yang
luas).
Suatu komunitas dapat mengkarakteristikkan sutau unit lingkungan yang
mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan seperti ini disebut
biotop. Hamparan lumpur, pantai pasir, gurun pasir dan unit lautan merupakan contoh
biotop. Disini biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik. Biotop-biotop lain dapat pula
dicirikan oleh unsur organisme nya, misalnya pada alang-alang, hutan tusam, hutan
cemara, rawa kumpai, dan sebagainaya.
Dalam suatu komunitas pengendali kehadiran jenis-jenis dapat berupa satu atau
beberapa jenis tertentu atau dapat pula sifat-sifat fisik habitat. Meskipun demikian
tidak ada batas yang nyata antara keduanya serta kedua-duanya dapat saja beroperasi
secara bersama-sama atau saling mempengaruhi. Misalnya saja kondisi tanah,
topografi, elefasi, dan iklim yang memungkinkan cemara gunung ( casuarina
junghuhniana )untuk berkembang biak di suatu tempat, dan pada gilirannya kehadiran
jenis cemara ini menciptakan lingkungan tertentu yang cocok untuk pertumbuhan jenis
hewan dan tumbuhan tertentu. Suatu jenis yang dalam suatu komunitas jenis dominan,
atau dapat dikatakan pula sebagai jenis yang merajai.
Dikawasan tropika jarang sekali terjadi komunitas alami dirajai oleh hanya
satu jenis, dan bila ada biasanya komunitas tersebut mempunyai habitat yang ekstrim
yang hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup pada habitat
tersebut. Sebagai contoh dapay kita ambil hutan manggrove ( hutan payau atau hutan
bakau ) yang dirajai oleh beberapa jenis saja dan masing-masing jenis menjadi
dominan pada kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan tropik dalam suatu
komunitas setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir sama, tidak ada yang
menjadi ” raja ” atau ” dominan”. Karekteristik komunitas dikawasan tropis adalah
keanekaragaman jenis tinggi. Keanekaragaman ( diversity ) adalah jumlah jenis
tumbuhan atau hewan yang hidup pada suatu tempat tertentu. Dihutan Kalimantan
misalnya dalam satu hektar teradapat pohon ( dengan diameter lebih dari 10 cm )
sebanyak kurang lebih 400-500 yang tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata
setiap jenis hanya mempunyai kurang lebih 2 pohon perhektar. Tidak demikian
halnya dikawasan beriklim sedang dan dingin. Dalam satu hektar mungkin hanya
terdapat 10-20 jenis saja, bahkan kurang dari itu.
Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah
dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya kering, tanah miskin, dan pegunungan
tinggi. Sementara itu keanekaragaman tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan
optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai keanekaragaman
tinggi, seperti dicontohkan pada hutan di Kalimantan. Sementara ahli-ahli ekologi
berpendapat bahwa komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi itu
stabil sehingga sering dikatakan diversity is sability. Tetapi ada juga ahli-ahli yang
berpendapat sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua
pendapat ini di topang oleh argumen-argumen ekologi yang masuk akal, masing-
masing ada benarnya dan ada kekurangannya.
Hutan tropika basah merupakan komunitas yang dominan di Indonesia. Sifat
yang menyolok dari hutan tropis basah adalah volum persatuan luas dari biomassa
yang ada diatas tanah, sehingga memberi kesan bahwa lahan yang ditumbuhinya itu
merupakan lahan yang sangat subur. Tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian,
tanah hutan dikawasan tropis itu umumnya miskin, kecuali tanah-tanah alufial yang
baru dan tanah-tanah vulkanik. Karena hujan lebat sering terjadi, maka tanah juga
mudah sekali terkena pembasuhan . Dalam keadaan demikian tidaklah efisien dan
menguntungkan bagi pertumbuhan apabila kesuburan itu di simpan dalam tanah
Tanggap dalam keadaan seperti ini, tumbuhan yang tumb dalam habitat itu melalui
proses evolusi telah mengadaptasikan diri dan mengembangkan suatu sistem untuk
mencegah kehilangan hara makanan. Sistem daun hara dalam hutan tropis basah
sangat ketat, tahan kebocoran dan berjalan cepat, arti kata bahwa hara makanan yang
dilepas oleh dekomposisi serasa segera di serap kembali untuk digunakan dalam
pertumbuhan dan kemudian digabungkan kedalam tubuh tumbuhan.
Oleh karena temperatur dan kelembapan dikawasan tropik ini tinggi, serasa
yang digugurkan oleh tumbuhan setiap hari tidak tertimbun lebih lama dilantai hutan
melainkan segera mengalami dekomposisi. Proses dekomposisi berjalan jauh lebih
cepat dari pada di hutan-hutan beriklim sedang dan dingin. Serasa menghilang dalam
waktu beberapa minggu saja. Penyerapan hara makanan sering pula dibantu oleh
kehadiran jamur-jamur mikroriza yang hidup bersimbiosis dengan akar-akar. Miselia
jamur itu sendiri bertindak sebagai organ penyerap bagi tumbuhan inagnya. Sering
pula dapat dijumpai bahwa bulu-bulu akar dan miselia masuk kedalam daun-daun atau
jaringan-jaringan yang sedang berdekomposisi dan langsung menyerap hara makanan.
Jadi jelas sekali bahwa sebagian besar hara makanan yang dilepas oleh serasah
tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk disimpan dalam tanah tetapi langsung
dikembalikan ke dalam tubuh tumbuhan. Dengan demikian nyata sekali bahwa
sebagian besar hara makanan di hutan tropis basah tersimpan dalam tumbuhan hidup.
Oleh karena kondisi yang seperti itu, maka akan terrjadi limpahan hara yang
mendadak bila hutan ditebang habis kemudian di ikuti dengan pembakaran, tetapi hara
makanan tersebut tidak akan tinggal terlalu lama dalam tanah karena akan segera
dibasuh oleh hujan lebat. Besar kesuburan tanah akan meningkat cepat tetapi hanya
untuk sementara saja dan biasanya menurun lagi dengan cepat dalam tempo beberapa
tahun.
Ini yang menjadi alasan kenapa perladangan berpindah hanya dapat bertahan
beberapa tahun saja. Daun-daun bahan organik dan mineral terputus sama sekali
dengan adanya penebangan habis, karena arus penyediaan penerus bahan-bahan
organik dari tumbuhan hidup terpenggal.
Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat
komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama itu dengan
menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti
padang rumput, padang pasir, hutan jati.
Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil
beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun tidak. Ringkasannya
pemberian nama komunitas dapat berdasarkan :
1. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau
indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan
Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan
sklerofil
2. Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan
lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll
3. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe
metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya
terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka
disebut hutan hujan tropik.
Macam-macam Komunitas. Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang
secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian yaitu
1. Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau, di
sungai, di parit atau di kolam.
2. Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di
hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.
Menurut Nybakken (1988) bagi tumbuhan akuatik, intensitas cahaya sangat
menentukan penggunaan energy untuk fotosintesis.Tumbuhan kekurangan energy jika
intensitas cahaya berkurang. Semakin cerah suatu perairan semakin jauh cahaya
matahari yang dapat tembus kedalam perairan dan dengan begitu akan banyak
ditemukan tumbuhan laut seperti lamun yang memerlukan cahaya matahari untuk
melakukan fotosintesis.
Pada umumnya perairan organic lebih cerah daripada perairan pantai yang
banyak bahan-bahan berbentuk partikel dan bahan terlarut yang terdapat
didalamnya. Berdasarkan bentuknya, waduk dapat diklasifikasikan atas waduk tipe
danau (lake type), tipe sungai (river type), tipe bercabang banyak (multiple branch
type). Waduk Faperika dapat digolongkan ke dalam tipe danau, karena terjadinya
waduk ini akibat pembendungan suatu dataran rendah dan bentuknya yang melebar.
Sumber air ini adalah air yang mengalir dan meresap dari catchman area yang
ada disekitarnya karena tidak ada aliran sungai yang masuk ke waduk ini. (Nurdin et
al, 1996). Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup didaerah tertentu atau
habitat fisik tertentu dengan satuan yang terorganisir. Selanjutnya, dikatakan bahwa
komunitas merupakan suatu system dari kumpulan populasi yang hidup pada areal
tertentu dan terorganisasi secara luas dengan karakteristik tertentu, serta berfungsi
sebagai kesatuan transformasi metabolis.(Odum,1971).
Beberapa karakteristik struktur komunitas yang biasanya dijadikan petunjuk
adanya derajad ketidakstabilan ekologis meliputi : keseragaman,dominansi,
keragaman, dan kelimpahan.( Krebs, 1997) Wardoyo (1981), mengemukakan bahwa
suhu air merupakan faktor yang cukup penting bagi lingkungan perairan, kecerahan
dan kekeruhan. Setiap spesies atau kelompok mempunyai batas toleransi maksimum
dan minimum untuk hidupnya.
Kenaikan suhu akan menyebabkan naiknya kebutuhan oksigen untuk reaksi
metabolisme dalam tubuh organisme. Kecerahan adalah suatu parameter perairan
yang merupakan suatu kedalaman dari perairan atau lapisan perairan yang dapat
ditembus oleh sinar matahari. Kecerahan merupakan salah satu parameter dari
produktivitas perairan karena kecerahan perairan merupakan hubungan langsung
dengan zona fotik.
Suhu berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap organisme
perairan. Secara langsung suhu berpengaruh pada fisiologi fotosintesis, sedangkan
secara tak langsung suhu menentukan terjadinya stratifikasi atau pencampuran struktur
perairan yang menjadi habitat organisme perairan (Nontji, 1981).
Komunitas dapat dicatat dengan kategori utama dari bentuk-bentuk
pertumbuhan pertumbuhan (pohon, semak, belikar, lumut dan alga) yang menyusun
struktur komunitas hewan dan tumbuhan secara fisik
(Odum,1971:Krebs,1978:Begon,Harper,dan Townsend,1996).
II.3 Pengertian Pola Komunitas
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola (Hutchinson, 1953). Komunitas
ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah
tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Berikut adalah struktur komunitas dan karakter komunitas
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas
menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi
kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam
suatu habitat. Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit
contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan penangkapan.
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung
menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat
diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik
dalam komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah
komunitas atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah
mengalami homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi merupakan pergantian
jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan
lingkungannya.
Banyak macam pengaturan yang berbeda-beda dalam standing crop dari
organisme yang memberikan sumbanagan kepada keanekaragaman pola di dalam
komunitas seperti, misalnya : 1. Pola stratifikasi (pelapisan tegak), 2. Pola-pola zonasi
(pemisahan ke arah mendatar), 3. Pola-pola kegiatan (periodisitas), 4. Pola-pola
jaring-jaring (organisasi jaringan kerja di dalam rantai pangan), 5. Pola reproduktif
(asosiasi-asosiasi orang anak-anak, klone-klone tanaman dan sebagainya), 6. Pola-pola
social (kelompok-kelompok dan kawanan-kawanan), 7. Pola-pola ko-aktif (di
akibatkan oleh pesaingan antibiosis, mutualisme dan sebagainya), dan 8. Pola-pola
stochastic (diakibatkan oleh tenaga atau kakas acak).
2.2 Struktur Komunitas

Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan


interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola. Analisis komunitas tumbuhan
merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur
vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa
komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang
menempati suatu habitat. Hasil analisis komunitas tumbuhan diajikan secara deskripsi
mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya
dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies
organisme. Hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat
mempengaruhi fungsi suatu komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada
keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas itu sendiri (Heddy,
dkk., 1986).
Ada sejumlah cara untuk mendapatkan informasi tentang struktur dan
komposisi komunitas tumbuhan darat. Namun yang paling luas diterapkan adalah cara
pencuplikan dengan kuadrat atau plot berukuran baku. Cara pencuplikan kuadrat dapat
digunakan pada semua tipe komunitas tumbuhan dan juga untuk mempelajari komunitas
hewan yang menempati atau tidak berpindah. Rincian mengenai pencuplikan kuadrat meliputi
ukuran, cacah, dan susunan plot cuplikan harus ditentukan untuk membentuk komuniatas
tertentu yang dicuplik berdasarkan pada informasi yang diinginkan (Supriatno, 2001).
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter
kualitatif. Adapun beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain fisiognomi,
fenologi, periodisitas, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk
pertumbuhan. Sedangkan parameter kuantitatif dalam analisis komunitas tumbuhan adalah
densitas, frekuensi, luas penutupan,indeks nilai penting (INP), perbandingan nilai penting
(summed dominance ratio), indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan, dan
homogenitas suatu komunitas. (Setiadi, 1983).
Komunitas dapat dicatat dengan kategori utama dari bentuk-bentuk
pertumbuhan pertumbuhan (pohon, semak, belikar, lumut dan alga) yang menyusun struktur
komunitas hewan dan tumbuhan secara fisik (Odum,1971). Menurut Setiadi (1983), untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter kualitatif. Adapun beberapa
parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain fisiognomi, fenologi, periodisitas,
stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk pertumbuhan. Sedangkan
parameter kuantitatif dalam analisis komunitas tumbuhan adalah densitas, frekuensi, luas
penutupan,indeks nilai penting (INP), perbandingan nilai penting (summed dominance ratio),
indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan, dan homogenitas suatu
komunitas. Berikut adalah struktur komunitas dan karakter komunitas :
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas
menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi kehadiran
merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.
Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau
persatuan luas/volume, atau persatuan penangkapan.
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah
yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-
suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan
memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang
disebut klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut
konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang
lebih mantap yang sangat sesuai dengan lingkungannya
Secara garis besar komunitas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sebagai
berikut :
1. Komunitas perairan terdiri atas populasi dari berbagai jenis organisme yang seluruh
anggotanya hidup di dalam air, baik di air tawar, di payau, atau di air asin. Karakteristik
biogeokimia lingkungan perairan mempengaruhi keragaman kehidupan jenis organisme
penghuninya. Dalam komunitas perairan itu sendiri terdapat komunitas bentos yang terdiri
atas hewan-hewan yang melekat pada dasar perairan, komunitas plankton yang merupakan
organisme kecil yang terapung dan gerakannya tergantung arus, dan neuston yang
anggotanya bergerak di permukaan air.
2. Komunitas daratan terdiri atas populasi organisme yang seluruh hidupnya terdapat di atas
daratan. Komunitas ini dapat dibedakan atas komunitas daratan berair, seperti hutan rawa,
hutan magrove, dan habitat daratan kering. Setiap organisme hidup (biotik) di lingkungan
atau di suatu daerah berinteraksi dengan faktor-faktor fisik dan kimia yang biasa disebut
faktor biotik (yang tidak hidup). Faktor biotik dengan abiotik saling mempengaruhi atau
saling mengadakan pertukaran material yang merupakansuatu sistem. Disebut sistem karena
penyebaran organisme hidup di dalam lingkunagn tidak terjadi secara acak, menunjukkan
suatu “keteraturan” sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Setiap sistem yang demikian
disebut ekosistem. Jadi komunitas dengan lingkungan fisiknya membentuk ekosistem
(Soerianegara,1988).
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola (Hutchinson, 1953). Komunitas ialah
kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan pembentukannya struktur
komunitas dibagi menjadi :
1. Struktur fisik
Struktur fisik suatu komunitas tampak apabila komunitas tersebut diamati meliputi :
 Stratifikasi vertikal
Stratifikasi merupakan lapisan-lapisan secara vertikal yang di bentuk oleh keadaan
bentuk atau (life from) angota-angota komonitas tersebut, yang di pakai sebagai dasar
biasanya ketinggian dari pohon tersebut (Guritno, 1995).

 Horisontal heterogenitas
Hasil dari sebuah susunan dari pengaruh lingkungan dan biologis.
2. Struktur biologi
Struktur biologi komunitas meliputi :
 Dominasi spesies
Dikawasan tropika jarang sekali terjadi komunitas alami dirajai oleh hanya satu jenis,
dan bila ada biasanya komunitas tersebut mempunyai habitat yang ekstrim yang hanya
jenis-jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup pada habitat tersebut.
Sebagai contoh dapay kita ambil hutan manggrove ( hutan payau atau hutan bakau )
yang dirajai oleh beberapa jenis saja dan masing-masing jenis menjadi dominan pada
kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan tropik dalam suatu komunitas
setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir sama, tidak ada yang menjadi ” raja ”
atau ” dominan”. Karekteristik komunitas dikawasan tropis adalah keanekaragaman
jenis tinggi. Indeks dominansi (index of dominance) adalah parameter yang
menyatakan tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies dalam suatu
komunitas. Keanekaragaman spesies merupakan cirri tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitas dan mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan
suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap
komponen-komponennya (Soegianto, 1994). Dominansi merupakan sifat komunitas
yang memperlihatkan jumlah jenis organisme yang melimpah di suatu daerah
(Kandeigh, 1980).

 Keanekaragaman jenis
Keragaman jenis adalah suatu sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat-tingkat
keragaman jenis organisme yang dinyatakan dengan indeks keragaman. Indeks
keragaman adalah jumlah kelimpahan jenis yang dihitung secara matematik dan dapat
digunakan untuk mengetahui baik buruknya kualitas suatu wilayah tertentu. Suatu
komunitas yang mempunyai keragaman jenis yang tinggi akan terjadi interaksi jenis
yang melibatkan transfer energi (jaring makanan), predasi, kompetisi, dan bagian
relung yang lebih kompleks (Odum, 1971).
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas
berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi
jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama
dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika
hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah.
Keanekaragaman ( diversity ) adalah jumlah jenis tumbuhan atau hewan yang hidup
pada suatu tempat tertentu. Dihutan Kalimantan misalnya dalam satu hektar teradapat
pohon (dengan diameter lebih dari 10 cm ) sebanyak kurang lebih 400-500 yang
tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata setiap jenis hanya mempunyai kurang
lebih 2 pohon perhektar. Tidak demikian halnya dikawasan beriklim sedang dan
dingin. Dalam satu hektar mungkin hanya terdapat 10-20 jenis saja, bahkan kurang
dari itu (Umar, 2013).
Ada dua cara untuk menentukan angka indeks ini yaitu menggunakan indeks
keanekaragaman Simpson (D) atau dengan indeks keanekaragaman Shanon- Wiener
(H′).
 D = S - 1/ln N
dimana,
D = indeks keanekaragaman
S = jumlah spesies
N = totaljumlahorganisme
 H = - Σ pi ln pi
dimana,
Pi = peluang kepentingan untuk tiap spesies (ni/N)
 Kelimpahan spesies
Kelimpahan adalah jumlah individu per satuan volume atau suatu area. Kelimpahan
individu dapat dijadikan indikator tingkat kesuburan pada suatu daearah. Kesuburan
suatu daerah dikatakan baik, apabila nilai keragaman tinggi dan kelimpahan jenis
rendah, ini berhubungan dengan prinsip kompetisi. Sebaliknya, suatu daerah yang
kurang subur adalah keragamanya rendah dan kelimpahan per individu tinggi.

2.3 Komunitas Tepi ( Boundary )

Komunitas tepi ( Boundary ) adalah pemisah atau batas antara sistem dan daerah di
luar sistem (lingkungan). Kecenderungan meningkatnya variasi dan kepadatan pada
komunitas peralihan dikenal sebagai efek pinggir/tepi (edge effect). Organisme yang paling
banyak atau paling lama dalam zone peralihan disebut jenis pinggir (edge spesies).

 Ekoton

Suatu ekoton adalah suatu zona (daerah) peralihan (transisi) atau pertemuan antara
dua komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas. Daerah transisi antara
komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan antara dua komunitas besar seperti
komunitas akuatik dan komunitas terestrial merupakan contoh ekoton.
Jadi ekoton merupakan pagar komunitas (batas komunitas). Seperti diketahui biasanya
berubah secara perlahan-lahan atau secara gradient. Komunitas dapat berubah secara tiba-tiba
sebagai akibat lingkungan yang tiba-tiba terputus atau karena interaksi tanaman terutama
kompetisi. Pada keadaan yang pertama (tiba-tiba terputus) ekoton merupakan daerah
peralihan yang merupakan campuran dari dua tipe komunitas yang bersebelahan. Pada
keadaan yang kedua (kompetisi) ekoton dapat dikenal jelas. Komunitas ekoton umumnya
mempunyai banyak organisme dari dua komunitas yang saling bertautan dan yang
memperlihatkan ciri-ciri yang khas dan batas yang jelas antara ekoton dan tetangganya
(disampingnya) dengan demikian ekoton berisikan spesies yang lebih banyak dan kepadatan
populasi yang sering lebih daripada komunitas disampingnya.
Ekoton ditempati oleh spesies-spesies yang distintive (berbeda)/unik dengan ekosstem
disekitarnya. Contoh : areal rawa sering terbentuk diantara permukaan air terbuka didanau dan
lahan kering.Contoh ecotone alami yang sering dijumpai yaitu daerah pantai. Daerah ini
merupakan transisi atau pertemuan antara komunitas yang berada pada daerah teresterial dan
komunitas pada daerah lautan (akustik). Contoh ecotone buatan yang sering dijumpai yaitu
hutan mangrove buatan. Habitat mangrove ini kebanyakan ditemukan pada pertemuan antara
sungai dan air laut, oleh karena itu terjadi pertemuan antara komunitas penghuni air sungai
dan komunitas penghuni air laut.
Ada beberapa hal yang membedakan dari sebuah ecotone . Pertama, sebuah ecotone
dapat memiliki transisi vegetasi tajam, dengan garis tegas antara dua komunitas. Misalnya,
perubahan warna rumput atau tanaman hidup dapat mengindikasikan ecotone. Kedua,
perubahan dalam fisiognomi (penampilan fisik dari spesies tanaman) dapat menjadi indikator
kunci. Para ilmuwan melihat variasi warna dan perubahan tinggi tanaman. Ketiga, perubahan
spesies dapat menandakan ecotone. Akan ada organisme tertentu pada satu sisi dari sebuah
ecotone atau yang lain.
Faktor-faktor lain yang dapat menggambarkan atau mengaburkan suatu ecotone,
misalnya, migrasi dan pembentukan tanaman baru. Ini dikenal sebagai efek massa spasial,
yang terlihat karena beberapa organisme tidak akan mampu membentuk populasi mandiri jika
mereka menyeberangi ecotone tersebut. Jika spesies yang berbeda dapat bertahan hidup di
kedua masyarakat dari dua bioma, maka ecotone yang dianggap memiliki kekayaan spesies,
ahli biologi mengukur ini ketika mempelajari rantai makanan dan keberhasilan organisme.
Terakhir, kelimpahan spesies eksotis dalam sebuah ecotone dapat mengungkapkan jenis
bioma atau efisiensi dari kedua komunitas berbagi ruang. Karena sebuah ecotone adalah zona
di mana dua komunitas mengintegrasikan, berbagai bentuk kehidupan harus hidup bersama
dan bersaing untuk ruang. Oleh karena itu, sebuah ecotone dapat menciptakan ekosistem yang
beragam.
Perubahan lingkungan fisik dapat menghasilkan batas yang tajam, seperti dalam
contoh antarmuka antara kawasan hutan dan membuka lahan). Di tempat lain, area interface
yang lebih bertahap dicampur akan ditemukan, di mana spesies dari masing-masing
komunitas akan ditemukan bersama serta spesies lokal yang unik. Gunung berkisar sering
membuat ecotones tersebut, karena berbagai kondisi iklim yang dialami di lereng mereka.
Mereka juga dapat memberikan batas antara spesies karena sifat obstruktif medan mereka.
Mont Ventoux di Perancis adalah contoh yang baik, menandai batas antara flora dan fauna
dari utara dan selatan Perancis. Sebagian besar lahan basah ecotones.
Tanaman dalam kompetisi memperpanjang sendiri di satu sisi ecotone sejauh
kemampuan mereka untuk mempertahankan diri mereka sendiri memungkinkan. Di luar ini
pesaing dari masyarakat yang berdekatan mengambil alih. Akibatnya ecotone mewakili
pergeseran dominasi. Ecotones sangat signifikan untuk hewan mobile, karena mereka dapat
memanfaatkan lebih dari satu set habitat dalam jarak pendek . Ecotone berisi tidak hanya
spesies umum kepada masyarakat di kedua belah pihak, tetapi juga dapat mencakup sejumlah
spesies yang sangat mudah beradaptasi yang cenderung menjajah wilayah transisi seperti
fenomena peningkatan berbagai tanaman serta hewan di persimpangan masyarakat disebut
efek tepi dan pada dasarnya karena lebih luas lokal dari kondisi lingkungan yang sesuai atau
relung ekologi.

2.4 Distruban

Disturbance atau disebut dengan istilah gangguan/tekanan, pada dasarnya merupakan bagian
dari dinamika ekosistem hutan tropika baik yang bersifat tekanan alami maupun tekanan
manusia. Dalam konteks ini degradasi berbeda dengan disturban, dinamika disturbansi
cenderung selalu terjadi di dalam suatu eosistem hutan yang berdampak terhadap perubahan
struktur, komposisi dan proses-proses ekologi yang berlangsung, tetapi perubahan itu
direspon oleh hutan melalui kemampuan untuk memulihkan diri (resiliensi). Disturbansi
dapat menjadi degradasi apabila mekanisme resiliensi alami tidak mampu lagi mengatasi
tekanan atau gangguan, dengan kata lain gangguan yang timbul telah melebihi kemampuan
hutan untuk memulihkan dirinya (Stanturf, J. A. 2004).

Disturban ini secara langsung akan berpengaruh terhadap struktur hutan, komposisi jenis dan
proses-proses ekologi, yang lebih lanjut berdampak terhadap produktivitas, keanekaragaman
hayati dan provisi produk dan jasa lingkungan. Namun demikian, hutan atau ekosistem alami
lainnya pada dasarnya memiliki cara-cara yang berbeda dalam merespon disturban. Berbagai
pengalaman penelitian membuktikan bahwa disturban merupakan campuran dari berbagai
faktor penyebab yang akhirnya memperngaruhi kondisi struktur komposisi dan proses ekologi
dalam ekosistem hutan (Stanturf, J. A. 2004).

Dinamika disturban dapat diketahui melalui tiga faktor berdasarkan penyebabnya, yaitu
disturban abiotik, disturban geologis dan disturban biotik, yang diuraikan lebih lanjut sebagai
berikut :

Disturban abiotik : sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor iklim, antara lain : badai
topan (downbuster, tornadoes, hurricane dan typhoon); badai salju; drought; dan kebakaran.
Faktor-faktor klimatis dan cuaca yang sangat mendukung terjadinya disturban terhadap
ekosistem hutan (penurunan produktivitas dan komposisi sepesies) antara lain: intensitas
cahaya, curah hujan, kelembaban relative, suhu dan kecepatan angin (Stanturf, J. A. 2004).

Disturban geologis : mencakup kejadian-kejadian yang melibatkan aktivitas geologis seperti


letusan gunung berapi, banjir, dan hilangnya massa hutan berupa landslide, longsoran
bongkahan salju, hilangnya biomassa lantai hutan, dan erosi tanah, serta deposisi. Hutan-
hutan pantai misalnya, merupakan subjek disturban dari proses-proses alami pantai seperti
abrasi/subsidensi, berpindahnya bukit pasir, dan mass wasting. Hutan-hutan riparian
memiliki dinamika lingkungan yang tinggi, seperti banjir besar, innudasi, perubahan
geomorfologi seperti pelebaran dan pendangkalan, sampai berubahnya ekosistem danau
(Stanturf, J. A. 2004).

Disturban biotik : penyebab (agen) disturban biotik atau biologis antara lain adalah serangga
hama dan penyakit, tumbuh-tumbuhan invasif, dan mamalia herbivor. Pada dasarnya secara
ekologis agen-agen ini tidak dapat disebut sebagai agen disturban, tetapi secara praktis akan
menjadi disturban pada saat mereka menyebabkan perubahan yang ekstrim terhadap
ekosistem, sedangkan mamalia herbivor menjadi disturban apabila ada peran dari aktivitas
manusia misalnya kegiatan penggembalaan atau perburuan (Stanturf, J. A. 2004).

Disturban sebagai agen penyebab memiliki dimensi temporal dan spasial yang dapat diketahui
dengan melihat tiga aspek, yaitu :

1) Intensitas, yaitu tingkat kekuatan siturban (besar atau kecil)


2) Skala, terkait dengan luasan area yang terkena dampak atau seberapa besar areal terbuka
akibat suatu agen disturban tertentu (luas atau sempit).
3) Frekuensi, menayatakan jumlah kejadian disturban dalam suatu unit waktu (berapa kali
dalam sebulan, setahun, dsb) (Stanturf, J. A. 2004).

Disturban-disturban dalam suatu ekosistem hutan umumnya mengakibatkan terbentukanya


ruang-ruang (patches) menjadi terbuka, dalam konteks ekologi sering disebut dengan gap
terutama disebabkan oleh tumbangnya pohon besar sehingga terbentuk celah yang menerima
cahaya matahari langsung, kondisi demikian biasanya langsung direspon oleh hutan untuk
mengisi ruang-ruang kosong ini dengan regenerasi. Kondisi inilah yang sering digunakan
untuk menentukan regime-regime yang sesuai dengan tipe disturban yang terjadi, yaitu
sampai pada tingkat kemampuan mana patch-patch dapat kembali tertutup. Hal tersebut
dipertegas oleh Pickett and White (1985) dan Oliver & O’Hara (2004), the dynamics of the
created patches have also been studied, although not as extensively as patch creation.
Factors contributing to patch dynamics include disturbance regime, whether and how quickly
patches expand or close, and the landscape context of patches (relationship one to another
and to the undisturbed matrix, flows of organisms, materials, and energy among patches).
The fate of disturbed patches in forested ecosystems is best understood in terms of stand
dynamics, as long as the patches are large enough that most trees beginning growth within
the patch are not competing with surrounding trees.

Disturban (gangguan) yang terjadi pada suatu ekosistem digolongkan menjadi dua macam,
yaitu:

1) Gangguan alami merupakan Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas dari lingkungan
(alam) itu sendiri. Disturban atau "Alami Gangguan Rezim" adalah sebuah konsep
yang menggambarkan pola gangguan yang membentuk sebuah ekosistem di atas skala
waktu yang panjang (Mastugino, 2012).

Faktor Pembawa Kerusakan Gangguan alami

 Api

Merupakan faktor penyebab kerusakan alami yang utama, yang dipengaruhi


oleh komposisi spesies dan bentuk karakteristik dalam sebuah komunitas.

 Angin

Merupakan agen utama gangguan alam yang memperbarui dan mengubah


iklim hutan hujan. Dapat merubah arah tumbuh suatu tumbuhan.
 Pergerakan air

Merupakan sumber kekuatan kerusakan. Pergerakan air yang besar bisa


menyebabkan kerusakan pada pulau atau komunitas

 Tanah longgsor

Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena
pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan
atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang
memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang
menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini
adalah gravitasiyang memengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor
lainnya yang turut berpengaruh:

1. erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-
sungai atau gelombang laut yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam
2. lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang
diakibatkan hujan lebat
3. gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang
lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng
tersebut
4. gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-
debu
5. getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir
6. berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju

Dampak dari adanya tanah longsor pada komunitas tumbuhan, yaitu

a. Kebutuhan pokok pada tanaman akan unsur hara berkurang


b. Perubahan pada komunitas awal
c. Perlunya adaptasi kembali terhadap lingkungan yang baru (Setio Pandita, 2013).

Gunung berapi
Rata-rata segala kegiatan gunung api adalah berkaitan dengan zona kegempaan aktif, sebab
berhubungan langsung dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan
tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang
merupakan cairan magma. Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui
retakan- retakan yang merekah yang mendekati permukaan bumi. Gunung berapi terbentuk
dari magma, yaitu batuan cair yang ada terdalam di dalam lapisan bumi. Magma terbentuk
akibat panasnya suhu di dalam bumi. Pada kedalaman tertentu, suhu panas ini sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan batu-batuan, batuan yang meleleh ini, menghasilkan gas yang
kemudian bercampur dengan magma. Sebagian besar magma terbentuk pada kedalaman 60
hingga 160 km di bawah permukaan bumi. Sebagian lainnya terbentuk pada kedalaman 24
hingga 48 km. Magma yang mengandung gas, sedikit demi sedikit naik ke permukaan karena
massanya yang lebih ringan dibanding batu-batuan padat di sekelilingnya. Saat magma naik,
magma tersebut melelehkan batu-batuan di dekatnya sehingga terbentuklah kabin yang besar
pada kedalaman sekitar 3 km dari permukaan. Kabin magma (magma chamber) inilah yang
merupakan reservoir (gudang) dimana letusan material-material vulkanik berasal. Magma
yang mengandung gas, didalam kondisi di bawah tekanan batu-batuan berat yang
mengelilinginya. Tekanan ini menyebabkan magma meletus atau melelehkan conduit
(saluran) pada bagian batuan yang rapuh atau yang retak. Magma bergerak keluar melalui
saluran ini menuju ke permukaan. Saat magma mendekati permukaan, kandungan gas di
dalamnya terlepas. Gas dan magma ini bersama-sama meledak dan membentuk lubang yang
disebut lubang utama (central vent). Sebagian besar magma dan material vulkanik lainnya
kemudian menyembur keluar melalui lubang ini. Setelah semburan berhenti, kawah (crater)
yang menyerupai mangkuk biasanya terbentuk pada bagian puncak gunung berapi. Sementara
lubang utama terdapat di dasar kawah tersebut. Setelah gunung berapi terbentuk, tidak semua
magma yang muncul pada letusan berikutnya naik sampai ke permukaan melalui lubang
utama. Saat magma naik, sebagian mungkin terpecah melalui retakan dinding atau bercabang
melalui saluran yang lebih kecil. Magma yang melalui saluran ini mungkin akan keluar
melalui lubang lain yang terbentuk pada sisi gunung, atau mungkin juga tetap berada di
bawah permukaan (Setio Pandita, 2013).

Dampak gunung meletus:

Adapun dampak langsung yang ditimbulkan dari adanya gunung meletus dengan hutan
maupun kawasan hutan adalah ketika aliran lava pijar (magma) yang sebagian terpecah di
retakan dinding atau yang langsung keluar dari letusan melalui lubang utama dapat
menimbulkan kebakaran hutan di sekitar letusan gunung berapi tersebut. Dampak lainnya
ialah debu-debu vulkanik yang timbul dari letusan gunung berapi dapat mengakibatkan
layunya bahkan kematian pada pepohonan dan tumbuhan di sekitar wilayah letusan gunung
berapi (Setio Pandita, 2013).

Gangguan Hewan

Dampak gangguan hewan terhadap ekosistem tumbuhan diantaranya adalah:

a. Merusak tanaman
b. Menyebabkan gagal panen
c. Meyebabkan matinya tanaman

2. Gangguan buatan (oleh manusia) merupakan Gangguan ini dapat terjadi karena campur
tangan manusia yang secara sengaja merusak ekosistem. Gangguan ini disebabkan oleh
aktivitas manusia, yang dapat memiliki dampak paling besar pada komunitas secara
keseluruhan di muka bumi (Mastugino, 2012).

a. Mengubah pengalihan lahan


Gangguan yang disebabkan pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertokoan
sehingga merubah fungsi dari lahan tersebut. Selain pertokohan jugga menjadi pembangunan
jalan yang melewati hutan dapat merusak lingkungan. Pohon-pohon yang menjadi tempat
tinggal dan sumber makanan hewan ditebang sehingga hewan tersebut terancam
keberadaannya. Pembangunan rumah di perbukitan sangat mengganggu keseimbangan
lingkungan..Daerah-daerah di sekitar perbukitan dapat terkena bencana, seperti banjir dan
tanah longsor. Pembangungan pemukiman pada daerah-daerah yang subur merupakan salah
satu tuntutan kebutuhan akan pangan. Semakin padat populasi manusia, lahan yang semula
produktif menjadi tidak atau kurang produktif. Pembangunan jalan kampung dan desa dengan
cara betonisasi mengakibatkan air sulit meresap ke dalam tanah. Sebagai akibatnya, bila hujan
lebat memudahkan terjadinya banjir. Selain itu, tumbuhan di sekitamya menjadi kekurangan
air sehingga tumbuhan tidak efektif melakukan fotosintesis (Haliza, 2011).

b. Penebangan pohon

Jenis kayu yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, contohnya
meranti, kamper, jati, dan mahoni. Jenis-jenis kayu tersebut diambil dari hutan. Adanya
penebangan hutan secara liar dapat menimbulkan kerusakan pada tempat hidup tumbuhan dan
habitat hewan. Akibatnya banyak jenis tumbuhan yang menjadi berkurang dan lama-lama
menjadi langka. Hal ini terjadi karena pengambilan secara terus-menerus tetapi tidak
dilakukan penanaman kembali. Tumbuhan yang menjadi langka akibat kerusakan habitatnya
misalnya pohon jati, bunga anggrek, dan bunga rafflesia (Haliza, 2011).

Hutan mempunyai peran yang sangat penting bagi ekosistem. Di dalam hutan hidup
berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan menyediakan makanan, tempat tinggal, dan
perlindungan bagi hewan-hewan tersebut. Jika pohon-pohon ditebang terus, sumber makanan
untuk hewan-hewan yang hidup di pohon tersebut juga akan berkurang atau tidak ada, karena
itu banyak hewan yang kekurangan makanan. Akibatnya banyak hewan yang musnah dan
menjadi langka. Selain menebang pohon, manusia kadang-kadang membuka lahan pertanian
dan perumahan dengan cara membakar hutan. Akibatnya lapisan tanah dapat terbakar, tanah
menjadi kering dan tidak subur. Hewan-hewan tanah tidak dapat hidup, hewan-hewan besar
banyak yang mencari makan ke tempat lain bahkan sampai ke pemukiman manusia. Hal ini
juga dapat merusak keseimbangan ekosistem (Haliza, 2011).
Dampak yang ditimbulkan dari penebangan hutan yang liar akan mengakibatkan banjir, tanah
longsor dan berkurangnya ekosistem di dalam hutan itu sendiri (baik flora maupun fauna).
Selain itu Penebangan pohon di hutan tanpa perhitungan akan menimbulkan akibat yang
saling berantai antara faktor biotik dan abiotik. Penebangan hutan berarti menghilangkan
sebagian besar produsen dalam suatu ekosistem. Karena itu akan menyebabkan kepunahan
sebagian flora dan fauna yang ada di hutan tersebut. Pengaruh yang lainnya, dengan
pembukaan hutan akan menyebabkan perubahan dalam daur hidrologi. Bila hujan turun pada
tanah yang terbuka, maka air akan langsung masuk ke dalam tanah yang memiliki kesuburan
yang tinggi. Dengan tidak adanya pohon yang menahan air hujan yang meresap ke dalam
tanah akan menyebabkan aliran air di permukaan tanah menjadi besar. Adanya aliran yang
besar dan cepat akan mengikis permukaan tanah yang subur. Hilangnya kesuburan tanah akan
mengurangi populasi cacing tanah yang berperan membantu menyuburkan tanah. Kurangnya
resapan air di dalam tanah akan menyebabkan kekeringan di musim kemarau. Dengan
penebangan pohon, menyebabkan dasar hutan lebih banyak menerima cahaya matahari dan
suhu akan naik, yang dapat menyebabkan lebih cepatnya penguraian sampah organik sebagai
sumber zat hara tanah. Penguraian sampah organik di tanah secara drastis akan mengganggu
daur nitrogen (Haliza, 2011).

c. Pencemaran

Mencemari lingkungan artinya menambahkan zat pencemar (polutan) pada


lingkungan sehingga lingkungan menjadi tercemar. Ada beberapa macam pencemaran, yaitu:

 Pencemaran tanah,
Yaitu masuknya polutan berupa bahan cair atau padat yang masuk ke dalam tanah
yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, seperti plastik, kaleng, kaca, sehingga
menyebabkan oksigen tidak bisa meresap ke tanah. Faktor lain, yaitu penggunaan pestisida
dan detergen yang merembes ke dalam tanah dapat berpengaruh terhadap air tanah, flora,
dan fauna tanah.
 Pencemaran air
Yaitu masuknya polutan berupa bahan cair atau padat yang masuk ke dalam air.
Pencemaran air dapat disebabkan oleh:

• Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti


logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan.
• Pencemaran air oleh sampah
• Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan
 Pencemaran udara

Yaitu masuknya polutan udara seperti asap kendaraan, debu, dan jelaga.

 Pencemaran suara
Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapaterbang, deru
mesin pabrik, radio, atau tape recorder yang berbunyi keras

2.5 Interaksi antar Spesies

Dalam ekosistem, sesama vegetasi saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Interaksi yang terjadi antara lain :

1. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme tumbuihan dalam habitat
yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah
pihak, disebut netral. Contohnya :pohon pinus dengan pohon jati
2. Kompetisi
Merupakan interaksi bersaing antara individu tumbuhan dengan individu
tumbuhan lainnya dalam hal penggunaan sumber daya alam dan pemenuhan
kebutuhan, seperti nutrisi, air, cahaya, ruang, dsb. Jadi kompetisi akan timbul jika
individu tumbuhan mempunyai daur hidup dan keperluan lingkungan yang sama
dengan individu tumbuhan lainnya, baik untuk jenis tumbuhan yang sama maupun
yang berbeda jenis. Tumbuhan yang lebih efisien memamfaatkan sumber dayanya
untuk bertahan, dan yang lainya tersingkir. Contoh : pergantian jenis-jenis tumbuhan
selama suksesi dalam bentuk seral-seralnya, yaitu dari jenis oportunis sampai ke jenis
keseimbangan.
3. Amensalisme
Hubungan antara individu- individu populasi tumbuhan yang satu merasa
dirugikan (tetapi sesaat ) sedangkan populasi yang lain tidak di rugikan(netral).Contoh
: Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan
zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon
walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan
zat yang bersifat toksik.
4. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubungan antara dua organisme tumbuhan yang
berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan;
salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya
anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
5. Simbiosis Mutualisme
Disebut juga simbiosis yang merupakan interaksi obligatori(wajib) yang di
perlukan oleh kedua belah pihak yang berinteraksi karena keduanya saling
memerlukan.Contoh: Contohnya: Hubungan antara mikoriza dan akar tanaman

6. Komensalisme
Komensalisme merupakan yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang
salah satu pihaknya beruntung, sedangkan pihaknya lainnya tidak terpengaruh oleh
adanya asosiasi. Contohnya anggrek (epifit) dengan pohon yang ditumpanginya.
7. Parasitisme
Hubungan antar organisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme
hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga
bersifat merugikan inangnya.Contoh : benalu dengan pohon inang.

2.6 Suksesi

Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara
teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam
komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem
yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai
homeostatis (Desmukh, 1992).
Menurut Resco (2011) menyatakan bahwa suksesi merupakan proses di mana spesies
populasi menjajah, tumbuh dan menjadi punah di situs tertentu memiliki lama menjadi tema
sentral, pengorganisasian dalam komunitas tumbuhan ekologi.
Suksesi didefinisikan dalam ekologi sebagai proses di mana spesies berturut-turut
menumpukdan akhirnya juga saling menggantikan ketika ekosistem yangkeseluruhan
berkembang menuju suatu kondisi klimaks. Secara umum, suksesimenampilkan tumbuh
produksi biomassa dan meningkatkan kekayaan spesies,stratifikasi dan kompleksitas serta
distribusi miringspesies yang bergeser ke arah tingkat trofik yang lebih tinggi (Wurts, 2010)
Proses gangguan komunitas biologi berikut didirikan disebut suksesi oleh ahli ekologi
dan dibedakan menjadi suksesi primer dan sekunder. Suksesi primer terjadi pada permukaan
geomorfik yang baru dibuat (misalnya, pulau-pulau vulkanik permukaan di lautan, atau puing-
puing arus membentuk kipas aluvial di gurun) yang sebelumnya tidak mengandung vegetasi.
Suksesi sekunder terjadi di daerah-daerah yang bervegetasi sebelum gangguan. Gangguan
didefinisikan sebagai kekuatan fisik (misalnya, badai, kebakaran, pembangunan jalan) yang
menghilangkan sebagian atau seluruh biomassa tanaman (Abella, 2010).
Sekilas cerita Pada tahun 1883 gunung krakatu meletus, Di daerah bekas letusan
gunung Krakatau mula-mula muncul pioner berupa lumut kerak (liken) serta tumbuhan lumut
yang tahan terhadap penyinaran matahari dan kekeringan. Tumbuhan perintis itu mulai
mengadakan pelapukan pada daerah permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana.
Bila tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk
karma aktivitas penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang
lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah dapat
tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan
itu tumbuhan herba pun tumbuh menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi
demikian tidak menjadikan pioner subur tapi sebaliknya. Sementara itu, rumput dan belukar
dengan akarnya yang kuat terns mengadakan pelapukan lahan.Bagian tumbuhan yang mati
diuraikan oleh jamur sehingga keadaan tanah menjadi lebih tebal. Kemudian semak tumbuh.
Tumbuhan semak menaungi rumput dan belukar maka terjadilah kompetisi. Lama kelamaan
semak menjadi dominan kemudian pohon mendesak tumbuhan belukar sehingga terbentuklah
hutan. Saat itulah ekosistem disebut mencapai kesetimbangan atau dikatakan ekosistem
mencapai klimaks, yakni perubahan yang terjadi sangat kecil sehingga tidak banyak
mengubah ekosistem itu.
Menurut Irwan (1992), pemberian nama komunitas dapat berdasarkan:
1. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup, atau indikator lainnya
seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan dipterocarpaceae. Dapat juga
berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil, di Indonesia hutan ini
banyak di Flores.
2. Berdasarkan habitat fisik komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas
pantai pasir, komunitas lautan dan sebagainya.
3. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme
komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah
tropik dengan curah hujan yang tertinggi terbagi rata sepanjang tahun dan disebut hutan
hujan tropik.

Di antara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya beberapa


spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan
keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif organisme dalam suatu komunitas tidak
ditentukan oleh posisi taksonominya, namun oleh jumlah, ukuran, produksi dan hubungan
lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh indeks keunggulannya.
Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan,
habitat fisik atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan pada setiap lokasi
tertentu berdasarkan perbedaan zone atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut.
Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitasnya karena batas
yang tajam terbentuk oleh perubahan yang mendadak dalam sifat fisik lingkungannya
(Michael, 1994).
Vegetasi yang terdapat di alam kebanyakan komunitas hutan mempunyai suatu pola
yang jelas. Di dalam komunitas hutan, daun-daun, cabang-cabang dan bagian lain dari
bermacam- macam pohon, semak dan lain-lain tumbuhan membentuk beberapa lapisan.
Masing-masing lapisan memiliki produsen, konsumen dan makhluk pembusuk lain yang khas.
Mikroklimat tiap lapisan pun berlainan. Hal ini dapat dipahami karena cahaya, angin, dan
hujan yang diterima lapisan ini juga berbeda. Selain dari lapisan tumbuhan, permukaan tanah
hutan juga merupakan tempat hidup. Pada permukaan tanah hutan terdapat daun-daun,
ranting- ranting dan kayu yang membusuk. Zona-zona ini memiliki organisme yang khas,
demikian juga organisme yang ditemukan diperbatasan. Jumlah dan banyaknya spesies sering
kali lebih besar dalam suatu ekoton daripada komunitas tetangganya. Disini terdapat suatu
komunitas yang terdiri dari mikroorganisme, lumut dan paku- pakuan. Juga terdapat
bermacam-macam kumbang, kutu daun, belalang dan mungkin ular ( Sastrodinoto, 1980).
Suksesi vegetasi menurut Odum (1996) adalah urutan proses pergantian komunitas
tanaman di dalam satu kesatuan habitat, sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan
kompetitif setiap individu dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan
menurut Clements adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian, biasanya
dari koloni sederhana ke yang lebih kompleks.
Odum (1996) mengatakan bahwa adanya pergantian komunitas cenderung mengubah
lingkungan fisik sehingga habitat cocok untuk komunitas lain sampai keseimbangan biotik
dan abiotik tercapai.
Clements (1974) membedakan 6 subkomponen dalam proses suksesi yaitu:
1. Nudasi : terbukanya lahan, bersih dari vegetasi
2. Migrasi : tersebarnya biji
3. Eksesis : proses perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi
4. Kompetisi : adanya pergantian spesies
5. Reaksi : perubahan habitat karena aktivitas spesies
6. Klimaks : komunitas stabil
Suksesi merupakan proses yang menyeluruh dan kompleks dengan adanya permulaan,
perkembangan dan akhirnya mencapai kestabilan pada fase klimaks. Klimaks merupakan fase
kematangan yang final, stabil memelihara diri dan berproduksi sendiri dari suatu
perkembangan vegetasi dalam suatu iklim.
Beberapa ahli mengatakan bahwa proses suksesi selalu progresif artinya selalu
mengalami kemajuan, sehingga membawa pengertian ke dua hal:
1. Pergantian progresif pada kondisi tanah (habitat) yang biasanya pergantian itu dari
habitat yang ekstrim ke optimum untuk pertumbuhan vegetasi.
2. Pergantian progresif dalam bentuk pertumbuhan (life form).
Namun demikian perubahan-perubahan vegetasi tersebut bisa mencakup hilangnya jenis-jenis
tertentu dan dapat pula suatu penurunan kompleksitas struktural sebagai akibat dari degradasi
setempat. Keadaan seperti itu mungkin saja terjadi misalnya hilangnya mineral dalam tanah.
Perubahan vegetasi seperti itu dapat dikatakan sebagai suksesi retrogresif atau regresi (suksesi
yang mengalami kemunduran) (Clements, 1974).

Konsep Klimaks
Di dalam kondisi klimaks ini spesies-spesies itu dapat mengatur dirinya sendiri dan
dapat mengolah habitat sedemikian rupa sehingga cenderung untuk melawan inovasi baru. Di
dalam konsep klimaks ini Clements (1974) berpendapat bahwa:
1. Suksesi dimulai dari kondisi lingkungan yang berbeda, tetapi akhirnya punya klimaks
yang sama.
2. Klimaks hanya dapat dicapai dengan kondisi iklim tertentu, sehingga klimaks dengan
iklim itu saling berhubungan. Dan kemudian klimaks ini disebut klimaks klimatik.
3. Setiap kelompok vegetasi masing-masing mempunyai klimaks.

Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh karena beberapa faktor
selain iklim. Misalnya adanya penebangan, dipakai untuk penggembalaan hewan, tergenang
dan lain-lain. Dengan demikian vegetasi dalam tahap perkembangan yang tidak sempurna
(tahap sebelum klimaks yang sebenarnya) baik oleh faktor alam atau buatan. Keadaan ini
disebut sub klimaks. Komunitas tanaman sub klimaks akan cenderung untuk mencapai
klimaks sebenarnya jika faktor-faktor penghalang/penghambat dihilangkan. Gangguan dapat
menyebabkan modifikasi klimaks yang sebenarnya dan ini menyebabkan terbentuknya sub
klimaks yang berubah (termodifikasi). Keadaan seperti ini disebut Disklimak. Sebagai contoh
vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh dan berkembangnya vegetasi yang sesuai dengan
tanah bekas terbakar tersebut. Odum (1996) mengistilahkan klimaks tersebut dengan Pyrix
Klimaks. Tumbuh-tumbuhan yang dominan pada pyrix klimaks antara lain: Melastoma
polyanthum, Melaleuca leucadendron dan Macaranga sp. Jika pergantian iklim secara
temporer menghentikan perkembangan vegetasi sebelum mencapai klimaks yang diharapkan
disebut pra klimaks (pre klimaks).
Berhubungan dengan berbagai klimaks maka terdapat kekaburan arti klimaks. Oleh
karena terjadi ketidak sepakatan kemudian berkembang tiga teori klimaks dengan argumentasi
masing-masing.
1. Teori monoklimaks:
Teori ini dipelopori oleh Clements yang menyatakan bahwa teori klimaks
berkembang dan terjadi hanya satu kali. Hal ini merupakan klimaks klimatik di suatu
wilayah iklim utama.
2. Teori poliklimaks:
Klimaks merupakan keadaan komunitas yang stabil dan mandiri sehingga pada
suatu habitat dapat terjadi sejumlah klimaks karena kondisi selain iklim yang berbeda.
3. Teori informasi
Teori ini dikemukakan oleh Odum dan merupakan teori sebagai jalan tengah
antara teori mooklimaks dan teori poliklimaks.

Odum (1996) mengatakan bahwa komunitas untuk mencapai klimaks akan bervariasi
tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan iklim dan situasi fisiografis, tetapi ditentukan
juga oleh sifat-sifat ekosistem yang berbeda. Whittaker merupakan penyokong monoklimaks,
mengatakan bahwa teori monoklimaks menekankan esensialitas (pentingnya) kesatuan
vegetasi yang mencapai klimaks di suatu habitat. Ahli-ahli lain seperti Oosting, Henry,
mengatakan bahwa teori poliklimaks lebih praktis. Hal ini disokong oleh Michols, Tansley
dan ahli-ahli Rusia. Smitthusen, Whittaker dan ahli ekologi Amerika yang lain menyokong
konsep poliklimaks dan semuanya percaya karena ada fakta bahwa tingkatan klimaks
dinyatakan oleh lingkungan individu serta komunitas tanaman dan bukannya oleh iklim
setempat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama dalam suatu
tempat yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu daun, dan pohon
tempat mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas.

2. Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan interaksinya dengan
lingkungannya dapat disebut pola. Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara
mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi.

3. Komunitas tepi ( Boundary ) adalah pemisah atau batas antara sistem dan daerah di luar
sistem (lingkungan). Kecenderungan meningkatnya variasi dan kepadatan pada
komunitas peralihan dikenal sebagai efek pinggir/tepi (edge effect). Organisme yang
paling banyak atau paling lama dalam zone peralihan disebut jenis pinggir (edge
spesies).

4. Disturbance atau disebut dengan istilah gangguan/tekanan, pada dasarnya merupakan


bagian dari dinamika ekosistem hutan tropika baik yang bersifat tekanan alami maupun
tekanan manusia. Dalam konteks ini degradasi berbeda dengan disturban, dinamika
disturbansi cenderung selalu terjadi di dalam suatu eosistem hutan yang berdampak
terhadap perubahan struktur, komposisi dan proses-proses ekologi yang berlangsung,

5. interaksi spesies dibagi menjadi 7 yaitu Netral, Kompetisi, Amensalisme,


Komensalisme, Simbiosis Mutualism, Komensalisme dan Parasitisme
6. Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur
disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam
komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau
ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini
komunitas telah mencapai homeostatis

3.2 Saran

Diperjelas lebih rinci pada masing masing materi, pada proses menjelaskan harus jelas
dan baik
DAFTAR PUSTAKA

Azhar. 2012. Keseibangan Lingkungan.


http://azharagungsite.blogspot.com/2012/01/keseimbangan-lingkungan.html

Djamal,irwan.2007.Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem, Llingkungan dan


Pelestariannya.Jakarta:PT Bumi Aksara.

Haliza, 2011. Keseimbangan Ekosistem.


http://salmaghaliza.blogspot.com/2011/11/keseimbangan-ekosistem.html (di akses 30 oktober
2014)

Mastugino.2012.Keseimbangan Ekosistem.
http://mastugino.blogspot.com/2012/07/keseimbangan-ekosistem.html

Setio Pandita, 2013. Macam-Macam Bencana.http://artikel.okeschool.com/artikel/macam-


macam-bencana.html

Stanturf, J. A. 2004. Disturbance dynamics of forested ecosystems. – Transactions of the


Faculty of Forestry, Estonian Agricultural University, 37, 7–12.

Syamsurizal. 2000. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang : UNP Press

Abella, Scott R. 2010. Disturbance and Plant Succession in the Mojave and Sonoran Deserts
of the American Southwest. Int. J. Environ. Res. Public Health 2010, 7, 1248-1284;
doi:10.3390/ijerph7041248
Clement. 1974. Plant Succession. An Analysis of The Development of Vegetation.
Washington : Carnegie. Inst.
Desmukh, I.1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Irwan, Z. O.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas, Di
Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Michael, P.1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta:
UI Press
Mukhtar, A.S & Heriyanto, N.M. 2012. Keadaan Suksesi Tumbuhan pada Kawasan Bekas
Tambang Batubara di Kalimantan Timur. Bogor : Pusat Litbang Konservasi dan
Rehabilitasi
Odum, E. P., 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press
Purnomo, Harsoyo. 2011. Perubahan Komunitas Gulma dalam Suksesi Sekunder pada Area
Persawahan dengan Genangan Air yang Berbeda. Jurnal Bioma. Vol.1 (2), Oktober
2011
Resco.V, Ferrio.J, Carreira.J, Calvod.L, Casals.P,Ferrero.A, Marco.E, Moreno.J, Ramirez.
D.A,Sebastien.T, Valladaresi.F, Williams. D.G. 2011. The stable isotope ecology of
terrestrial plant succession. JournalPlant Ecology & Diversity Vol. 4, No. 2–3, June–
September 2011 : 117–130.
Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum I. Jakarta: PT. Gramedia
Wirakusumah, S., 2003. Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu
Lingkungan. Jakarta: UI Press
Wurtz, Peter. Annila, Arto, 2010. Ecological succession as an energy dispersal process.
Article of Biosystem, Volume 70–78.

Anda mungkin juga menyukai