KOMUNITAS 1
Oleh :
Kelas A
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui dan memahami pengertian komunitas
1.2.2 Untuk mengetahui dan memahami struktur komunitas
1.2.3 Untuk mengetahui dan memahami tentang komunitas tepi ( Boundary )
1.2.4 Untuk mengetahui dan memahami tentang distruban
1.2.5 Untuk mengetahui dan memahami interaksi antar spesies.
1.2.6 Untuk mengetahui dan memahami tentang suksesi.
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian komunitas
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami struktur komunitas
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang komunitas tepi ( Boundary )
1.3.4 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang distruban
1.3.5 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami interaksi antar spesies.
1.2.7 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang suksesi.
BAB II
PEMBAHASAN
Horisontal heterogenitas
Hasil dari sebuah susunan dari pengaruh lingkungan dan biologis.
2. Struktur biologi
Struktur biologi komunitas meliputi :
Dominasi spesies
Dikawasan tropika jarang sekali terjadi komunitas alami dirajai oleh hanya satu jenis,
dan bila ada biasanya komunitas tersebut mempunyai habitat yang ekstrim yang hanya
jenis-jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup pada habitat tersebut.
Sebagai contoh dapay kita ambil hutan manggrove ( hutan payau atau hutan bakau )
yang dirajai oleh beberapa jenis saja dan masing-masing jenis menjadi dominan pada
kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan tropik dalam suatu komunitas
setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir sama, tidak ada yang menjadi ” raja ”
atau ” dominan”. Karekteristik komunitas dikawasan tropis adalah keanekaragaman
jenis tinggi. Indeks dominansi (index of dominance) adalah parameter yang
menyatakan tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies dalam suatu
komunitas. Keanekaragaman spesies merupakan cirri tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitas dan mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan
suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap
komponen-komponennya (Soegianto, 1994). Dominansi merupakan sifat komunitas
yang memperlihatkan jumlah jenis organisme yang melimpah di suatu daerah
(Kandeigh, 1980).
Keanekaragaman jenis
Keragaman jenis adalah suatu sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat-tingkat
keragaman jenis organisme yang dinyatakan dengan indeks keragaman. Indeks
keragaman adalah jumlah kelimpahan jenis yang dihitung secara matematik dan dapat
digunakan untuk mengetahui baik buruknya kualitas suatu wilayah tertentu. Suatu
komunitas yang mempunyai keragaman jenis yang tinggi akan terjadi interaksi jenis
yang melibatkan transfer energi (jaring makanan), predasi, kompetisi, dan bagian
relung yang lebih kompleks (Odum, 1971).
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas
berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi
jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama
dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika
hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah.
Keanekaragaman ( diversity ) adalah jumlah jenis tumbuhan atau hewan yang hidup
pada suatu tempat tertentu. Dihutan Kalimantan misalnya dalam satu hektar teradapat
pohon (dengan diameter lebih dari 10 cm ) sebanyak kurang lebih 400-500 yang
tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata setiap jenis hanya mempunyai kurang
lebih 2 pohon perhektar. Tidak demikian halnya dikawasan beriklim sedang dan
dingin. Dalam satu hektar mungkin hanya terdapat 10-20 jenis saja, bahkan kurang
dari itu (Umar, 2013).
Ada dua cara untuk menentukan angka indeks ini yaitu menggunakan indeks
keanekaragaman Simpson (D) atau dengan indeks keanekaragaman Shanon- Wiener
(H′).
D = S - 1/ln N
dimana,
D = indeks keanekaragaman
S = jumlah spesies
N = totaljumlahorganisme
H = - Σ pi ln pi
dimana,
Pi = peluang kepentingan untuk tiap spesies (ni/N)
Kelimpahan spesies
Kelimpahan adalah jumlah individu per satuan volume atau suatu area. Kelimpahan
individu dapat dijadikan indikator tingkat kesuburan pada suatu daearah. Kesuburan
suatu daerah dikatakan baik, apabila nilai keragaman tinggi dan kelimpahan jenis
rendah, ini berhubungan dengan prinsip kompetisi. Sebaliknya, suatu daerah yang
kurang subur adalah keragamanya rendah dan kelimpahan per individu tinggi.
Komunitas tepi ( Boundary ) adalah pemisah atau batas antara sistem dan daerah di
luar sistem (lingkungan). Kecenderungan meningkatnya variasi dan kepadatan pada
komunitas peralihan dikenal sebagai efek pinggir/tepi (edge effect). Organisme yang paling
banyak atau paling lama dalam zone peralihan disebut jenis pinggir (edge spesies).
Ekoton
Suatu ekoton adalah suatu zona (daerah) peralihan (transisi) atau pertemuan antara
dua komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas. Daerah transisi antara
komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan antara dua komunitas besar seperti
komunitas akuatik dan komunitas terestrial merupakan contoh ekoton.
Jadi ekoton merupakan pagar komunitas (batas komunitas). Seperti diketahui biasanya
berubah secara perlahan-lahan atau secara gradient. Komunitas dapat berubah secara tiba-tiba
sebagai akibat lingkungan yang tiba-tiba terputus atau karena interaksi tanaman terutama
kompetisi. Pada keadaan yang pertama (tiba-tiba terputus) ekoton merupakan daerah
peralihan yang merupakan campuran dari dua tipe komunitas yang bersebelahan. Pada
keadaan yang kedua (kompetisi) ekoton dapat dikenal jelas. Komunitas ekoton umumnya
mempunyai banyak organisme dari dua komunitas yang saling bertautan dan yang
memperlihatkan ciri-ciri yang khas dan batas yang jelas antara ekoton dan tetangganya
(disampingnya) dengan demikian ekoton berisikan spesies yang lebih banyak dan kepadatan
populasi yang sering lebih daripada komunitas disampingnya.
Ekoton ditempati oleh spesies-spesies yang distintive (berbeda)/unik dengan ekosstem
disekitarnya. Contoh : areal rawa sering terbentuk diantara permukaan air terbuka didanau dan
lahan kering.Contoh ecotone alami yang sering dijumpai yaitu daerah pantai. Daerah ini
merupakan transisi atau pertemuan antara komunitas yang berada pada daerah teresterial dan
komunitas pada daerah lautan (akustik). Contoh ecotone buatan yang sering dijumpai yaitu
hutan mangrove buatan. Habitat mangrove ini kebanyakan ditemukan pada pertemuan antara
sungai dan air laut, oleh karena itu terjadi pertemuan antara komunitas penghuni air sungai
dan komunitas penghuni air laut.
Ada beberapa hal yang membedakan dari sebuah ecotone . Pertama, sebuah ecotone
dapat memiliki transisi vegetasi tajam, dengan garis tegas antara dua komunitas. Misalnya,
perubahan warna rumput atau tanaman hidup dapat mengindikasikan ecotone. Kedua,
perubahan dalam fisiognomi (penampilan fisik dari spesies tanaman) dapat menjadi indikator
kunci. Para ilmuwan melihat variasi warna dan perubahan tinggi tanaman. Ketiga, perubahan
spesies dapat menandakan ecotone. Akan ada organisme tertentu pada satu sisi dari sebuah
ecotone atau yang lain.
Faktor-faktor lain yang dapat menggambarkan atau mengaburkan suatu ecotone,
misalnya, migrasi dan pembentukan tanaman baru. Ini dikenal sebagai efek massa spasial,
yang terlihat karena beberapa organisme tidak akan mampu membentuk populasi mandiri jika
mereka menyeberangi ecotone tersebut. Jika spesies yang berbeda dapat bertahan hidup di
kedua masyarakat dari dua bioma, maka ecotone yang dianggap memiliki kekayaan spesies,
ahli biologi mengukur ini ketika mempelajari rantai makanan dan keberhasilan organisme.
Terakhir, kelimpahan spesies eksotis dalam sebuah ecotone dapat mengungkapkan jenis
bioma atau efisiensi dari kedua komunitas berbagi ruang. Karena sebuah ecotone adalah zona
di mana dua komunitas mengintegrasikan, berbagai bentuk kehidupan harus hidup bersama
dan bersaing untuk ruang. Oleh karena itu, sebuah ecotone dapat menciptakan ekosistem yang
beragam.
Perubahan lingkungan fisik dapat menghasilkan batas yang tajam, seperti dalam
contoh antarmuka antara kawasan hutan dan membuka lahan). Di tempat lain, area interface
yang lebih bertahap dicampur akan ditemukan, di mana spesies dari masing-masing
komunitas akan ditemukan bersama serta spesies lokal yang unik. Gunung berkisar sering
membuat ecotones tersebut, karena berbagai kondisi iklim yang dialami di lereng mereka.
Mereka juga dapat memberikan batas antara spesies karena sifat obstruktif medan mereka.
Mont Ventoux di Perancis adalah contoh yang baik, menandai batas antara flora dan fauna
dari utara dan selatan Perancis. Sebagian besar lahan basah ecotones.
Tanaman dalam kompetisi memperpanjang sendiri di satu sisi ecotone sejauh
kemampuan mereka untuk mempertahankan diri mereka sendiri memungkinkan. Di luar ini
pesaing dari masyarakat yang berdekatan mengambil alih. Akibatnya ecotone mewakili
pergeseran dominasi. Ecotones sangat signifikan untuk hewan mobile, karena mereka dapat
memanfaatkan lebih dari satu set habitat dalam jarak pendek . Ecotone berisi tidak hanya
spesies umum kepada masyarakat di kedua belah pihak, tetapi juga dapat mencakup sejumlah
spesies yang sangat mudah beradaptasi yang cenderung menjajah wilayah transisi seperti
fenomena peningkatan berbagai tanaman serta hewan di persimpangan masyarakat disebut
efek tepi dan pada dasarnya karena lebih luas lokal dari kondisi lingkungan yang sesuai atau
relung ekologi.
2.4 Distruban
Disturbance atau disebut dengan istilah gangguan/tekanan, pada dasarnya merupakan bagian
dari dinamika ekosistem hutan tropika baik yang bersifat tekanan alami maupun tekanan
manusia. Dalam konteks ini degradasi berbeda dengan disturban, dinamika disturbansi
cenderung selalu terjadi di dalam suatu eosistem hutan yang berdampak terhadap perubahan
struktur, komposisi dan proses-proses ekologi yang berlangsung, tetapi perubahan itu
direspon oleh hutan melalui kemampuan untuk memulihkan diri (resiliensi). Disturbansi
dapat menjadi degradasi apabila mekanisme resiliensi alami tidak mampu lagi mengatasi
tekanan atau gangguan, dengan kata lain gangguan yang timbul telah melebihi kemampuan
hutan untuk memulihkan dirinya (Stanturf, J. A. 2004).
Disturban ini secara langsung akan berpengaruh terhadap struktur hutan, komposisi jenis dan
proses-proses ekologi, yang lebih lanjut berdampak terhadap produktivitas, keanekaragaman
hayati dan provisi produk dan jasa lingkungan. Namun demikian, hutan atau ekosistem alami
lainnya pada dasarnya memiliki cara-cara yang berbeda dalam merespon disturban. Berbagai
pengalaman penelitian membuktikan bahwa disturban merupakan campuran dari berbagai
faktor penyebab yang akhirnya memperngaruhi kondisi struktur komposisi dan proses ekologi
dalam ekosistem hutan (Stanturf, J. A. 2004).
Dinamika disturban dapat diketahui melalui tiga faktor berdasarkan penyebabnya, yaitu
disturban abiotik, disturban geologis dan disturban biotik, yang diuraikan lebih lanjut sebagai
berikut :
Disturban abiotik : sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor iklim, antara lain : badai
topan (downbuster, tornadoes, hurricane dan typhoon); badai salju; drought; dan kebakaran.
Faktor-faktor klimatis dan cuaca yang sangat mendukung terjadinya disturban terhadap
ekosistem hutan (penurunan produktivitas dan komposisi sepesies) antara lain: intensitas
cahaya, curah hujan, kelembaban relative, suhu dan kecepatan angin (Stanturf, J. A. 2004).
Disturban biotik : penyebab (agen) disturban biotik atau biologis antara lain adalah serangga
hama dan penyakit, tumbuh-tumbuhan invasif, dan mamalia herbivor. Pada dasarnya secara
ekologis agen-agen ini tidak dapat disebut sebagai agen disturban, tetapi secara praktis akan
menjadi disturban pada saat mereka menyebabkan perubahan yang ekstrim terhadap
ekosistem, sedangkan mamalia herbivor menjadi disturban apabila ada peran dari aktivitas
manusia misalnya kegiatan penggembalaan atau perburuan (Stanturf, J. A. 2004).
Disturban sebagai agen penyebab memiliki dimensi temporal dan spasial yang dapat diketahui
dengan melihat tiga aspek, yaitu :
Disturban (gangguan) yang terjadi pada suatu ekosistem digolongkan menjadi dua macam,
yaitu:
1) Gangguan alami merupakan Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas dari lingkungan
(alam) itu sendiri. Disturban atau "Alami Gangguan Rezim" adalah sebuah konsep
yang menggambarkan pola gangguan yang membentuk sebuah ekosistem di atas skala
waktu yang panjang (Mastugino, 2012).
Api
Angin
Tanah longgsor
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena
pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan
atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang
memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang
menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini
adalah gravitasiyang memengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor
lainnya yang turut berpengaruh:
1. erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-
sungai atau gelombang laut yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam
2. lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang
diakibatkan hujan lebat
3. gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang
lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng
tersebut
4. gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-
debu
5. getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir
6. berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju
Gunung berapi
Rata-rata segala kegiatan gunung api adalah berkaitan dengan zona kegempaan aktif, sebab
berhubungan langsung dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan
tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang
merupakan cairan magma. Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui
retakan- retakan yang merekah yang mendekati permukaan bumi. Gunung berapi terbentuk
dari magma, yaitu batuan cair yang ada terdalam di dalam lapisan bumi. Magma terbentuk
akibat panasnya suhu di dalam bumi. Pada kedalaman tertentu, suhu panas ini sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan batu-batuan, batuan yang meleleh ini, menghasilkan gas yang
kemudian bercampur dengan magma. Sebagian besar magma terbentuk pada kedalaman 60
hingga 160 km di bawah permukaan bumi. Sebagian lainnya terbentuk pada kedalaman 24
hingga 48 km. Magma yang mengandung gas, sedikit demi sedikit naik ke permukaan karena
massanya yang lebih ringan dibanding batu-batuan padat di sekelilingnya. Saat magma naik,
magma tersebut melelehkan batu-batuan di dekatnya sehingga terbentuklah kabin yang besar
pada kedalaman sekitar 3 km dari permukaan. Kabin magma (magma chamber) inilah yang
merupakan reservoir (gudang) dimana letusan material-material vulkanik berasal. Magma
yang mengandung gas, didalam kondisi di bawah tekanan batu-batuan berat yang
mengelilinginya. Tekanan ini menyebabkan magma meletus atau melelehkan conduit
(saluran) pada bagian batuan yang rapuh atau yang retak. Magma bergerak keluar melalui
saluran ini menuju ke permukaan. Saat magma mendekati permukaan, kandungan gas di
dalamnya terlepas. Gas dan magma ini bersama-sama meledak dan membentuk lubang yang
disebut lubang utama (central vent). Sebagian besar magma dan material vulkanik lainnya
kemudian menyembur keluar melalui lubang ini. Setelah semburan berhenti, kawah (crater)
yang menyerupai mangkuk biasanya terbentuk pada bagian puncak gunung berapi. Sementara
lubang utama terdapat di dasar kawah tersebut. Setelah gunung berapi terbentuk, tidak semua
magma yang muncul pada letusan berikutnya naik sampai ke permukaan melalui lubang
utama. Saat magma naik, sebagian mungkin terpecah melalui retakan dinding atau bercabang
melalui saluran yang lebih kecil. Magma yang melalui saluran ini mungkin akan keluar
melalui lubang lain yang terbentuk pada sisi gunung, atau mungkin juga tetap berada di
bawah permukaan (Setio Pandita, 2013).
Adapun dampak langsung yang ditimbulkan dari adanya gunung meletus dengan hutan
maupun kawasan hutan adalah ketika aliran lava pijar (magma) yang sebagian terpecah di
retakan dinding atau yang langsung keluar dari letusan melalui lubang utama dapat
menimbulkan kebakaran hutan di sekitar letusan gunung berapi tersebut. Dampak lainnya
ialah debu-debu vulkanik yang timbul dari letusan gunung berapi dapat mengakibatkan
layunya bahkan kematian pada pepohonan dan tumbuhan di sekitar wilayah letusan gunung
berapi (Setio Pandita, 2013).
Gangguan Hewan
a. Merusak tanaman
b. Menyebabkan gagal panen
c. Meyebabkan matinya tanaman
2. Gangguan buatan (oleh manusia) merupakan Gangguan ini dapat terjadi karena campur
tangan manusia yang secara sengaja merusak ekosistem. Gangguan ini disebabkan oleh
aktivitas manusia, yang dapat memiliki dampak paling besar pada komunitas secara
keseluruhan di muka bumi (Mastugino, 2012).
b. Penebangan pohon
Jenis kayu yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, contohnya
meranti, kamper, jati, dan mahoni. Jenis-jenis kayu tersebut diambil dari hutan. Adanya
penebangan hutan secara liar dapat menimbulkan kerusakan pada tempat hidup tumbuhan dan
habitat hewan. Akibatnya banyak jenis tumbuhan yang menjadi berkurang dan lama-lama
menjadi langka. Hal ini terjadi karena pengambilan secara terus-menerus tetapi tidak
dilakukan penanaman kembali. Tumbuhan yang menjadi langka akibat kerusakan habitatnya
misalnya pohon jati, bunga anggrek, dan bunga rafflesia (Haliza, 2011).
Hutan mempunyai peran yang sangat penting bagi ekosistem. Di dalam hutan hidup
berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan menyediakan makanan, tempat tinggal, dan
perlindungan bagi hewan-hewan tersebut. Jika pohon-pohon ditebang terus, sumber makanan
untuk hewan-hewan yang hidup di pohon tersebut juga akan berkurang atau tidak ada, karena
itu banyak hewan yang kekurangan makanan. Akibatnya banyak hewan yang musnah dan
menjadi langka. Selain menebang pohon, manusia kadang-kadang membuka lahan pertanian
dan perumahan dengan cara membakar hutan. Akibatnya lapisan tanah dapat terbakar, tanah
menjadi kering dan tidak subur. Hewan-hewan tanah tidak dapat hidup, hewan-hewan besar
banyak yang mencari makan ke tempat lain bahkan sampai ke pemukiman manusia. Hal ini
juga dapat merusak keseimbangan ekosistem (Haliza, 2011).
Dampak yang ditimbulkan dari penebangan hutan yang liar akan mengakibatkan banjir, tanah
longsor dan berkurangnya ekosistem di dalam hutan itu sendiri (baik flora maupun fauna).
Selain itu Penebangan pohon di hutan tanpa perhitungan akan menimbulkan akibat yang
saling berantai antara faktor biotik dan abiotik. Penebangan hutan berarti menghilangkan
sebagian besar produsen dalam suatu ekosistem. Karena itu akan menyebabkan kepunahan
sebagian flora dan fauna yang ada di hutan tersebut. Pengaruh yang lainnya, dengan
pembukaan hutan akan menyebabkan perubahan dalam daur hidrologi. Bila hujan turun pada
tanah yang terbuka, maka air akan langsung masuk ke dalam tanah yang memiliki kesuburan
yang tinggi. Dengan tidak adanya pohon yang menahan air hujan yang meresap ke dalam
tanah akan menyebabkan aliran air di permukaan tanah menjadi besar. Adanya aliran yang
besar dan cepat akan mengikis permukaan tanah yang subur. Hilangnya kesuburan tanah akan
mengurangi populasi cacing tanah yang berperan membantu menyuburkan tanah. Kurangnya
resapan air di dalam tanah akan menyebabkan kekeringan di musim kemarau. Dengan
penebangan pohon, menyebabkan dasar hutan lebih banyak menerima cahaya matahari dan
suhu akan naik, yang dapat menyebabkan lebih cepatnya penguraian sampah organik sebagai
sumber zat hara tanah. Penguraian sampah organik di tanah secara drastis akan mengganggu
daur nitrogen (Haliza, 2011).
c. Pencemaran
Pencemaran tanah,
Yaitu masuknya polutan berupa bahan cair atau padat yang masuk ke dalam tanah
yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, seperti plastik, kaleng, kaca, sehingga
menyebabkan oksigen tidak bisa meresap ke tanah. Faktor lain, yaitu penggunaan pestisida
dan detergen yang merembes ke dalam tanah dapat berpengaruh terhadap air tanah, flora,
dan fauna tanah.
Pencemaran air
Yaitu masuknya polutan berupa bahan cair atau padat yang masuk ke dalam air.
Pencemaran air dapat disebabkan oleh:
Yaitu masuknya polutan udara seperti asap kendaraan, debu, dan jelaga.
Pencemaran suara
Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapaterbang, deru
mesin pabrik, radio, atau tape recorder yang berbunyi keras
Dalam ekosistem, sesama vegetasi saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Interaksi yang terjadi antara lain :
1. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme tumbuihan dalam habitat
yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah
pihak, disebut netral. Contohnya :pohon pinus dengan pohon jati
2. Kompetisi
Merupakan interaksi bersaing antara individu tumbuhan dengan individu
tumbuhan lainnya dalam hal penggunaan sumber daya alam dan pemenuhan
kebutuhan, seperti nutrisi, air, cahaya, ruang, dsb. Jadi kompetisi akan timbul jika
individu tumbuhan mempunyai daur hidup dan keperluan lingkungan yang sama
dengan individu tumbuhan lainnya, baik untuk jenis tumbuhan yang sama maupun
yang berbeda jenis. Tumbuhan yang lebih efisien memamfaatkan sumber dayanya
untuk bertahan, dan yang lainya tersingkir. Contoh : pergantian jenis-jenis tumbuhan
selama suksesi dalam bentuk seral-seralnya, yaitu dari jenis oportunis sampai ke jenis
keseimbangan.
3. Amensalisme
Hubungan antara individu- individu populasi tumbuhan yang satu merasa
dirugikan (tetapi sesaat ) sedangkan populasi yang lain tidak di rugikan(netral).Contoh
: Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan
zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon
walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan
zat yang bersifat toksik.
4. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubungan antara dua organisme tumbuhan yang
berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan;
salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya
anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
5. Simbiosis Mutualisme
Disebut juga simbiosis yang merupakan interaksi obligatori(wajib) yang di
perlukan oleh kedua belah pihak yang berinteraksi karena keduanya saling
memerlukan.Contoh: Contohnya: Hubungan antara mikoriza dan akar tanaman
6. Komensalisme
Komensalisme merupakan yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang
salah satu pihaknya beruntung, sedangkan pihaknya lainnya tidak terpengaruh oleh
adanya asosiasi. Contohnya anggrek (epifit) dengan pohon yang ditumpanginya.
7. Parasitisme
Hubungan antar organisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme
hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga
bersifat merugikan inangnya.Contoh : benalu dengan pohon inang.
2.6 Suksesi
Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara
teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam
komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem
yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai
homeostatis (Desmukh, 1992).
Menurut Resco (2011) menyatakan bahwa suksesi merupakan proses di mana spesies
populasi menjajah, tumbuh dan menjadi punah di situs tertentu memiliki lama menjadi tema
sentral, pengorganisasian dalam komunitas tumbuhan ekologi.
Suksesi didefinisikan dalam ekologi sebagai proses di mana spesies berturut-turut
menumpukdan akhirnya juga saling menggantikan ketika ekosistem yangkeseluruhan
berkembang menuju suatu kondisi klimaks. Secara umum, suksesimenampilkan tumbuh
produksi biomassa dan meningkatkan kekayaan spesies,stratifikasi dan kompleksitas serta
distribusi miringspesies yang bergeser ke arah tingkat trofik yang lebih tinggi (Wurts, 2010)
Proses gangguan komunitas biologi berikut didirikan disebut suksesi oleh ahli ekologi
dan dibedakan menjadi suksesi primer dan sekunder. Suksesi primer terjadi pada permukaan
geomorfik yang baru dibuat (misalnya, pulau-pulau vulkanik permukaan di lautan, atau puing-
puing arus membentuk kipas aluvial di gurun) yang sebelumnya tidak mengandung vegetasi.
Suksesi sekunder terjadi di daerah-daerah yang bervegetasi sebelum gangguan. Gangguan
didefinisikan sebagai kekuatan fisik (misalnya, badai, kebakaran, pembangunan jalan) yang
menghilangkan sebagian atau seluruh biomassa tanaman (Abella, 2010).
Sekilas cerita Pada tahun 1883 gunung krakatu meletus, Di daerah bekas letusan
gunung Krakatau mula-mula muncul pioner berupa lumut kerak (liken) serta tumbuhan lumut
yang tahan terhadap penyinaran matahari dan kekeringan. Tumbuhan perintis itu mulai
mengadakan pelapukan pada daerah permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana.
Bila tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk
karma aktivitas penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang
lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah dapat
tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan
itu tumbuhan herba pun tumbuh menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi
demikian tidak menjadikan pioner subur tapi sebaliknya. Sementara itu, rumput dan belukar
dengan akarnya yang kuat terns mengadakan pelapukan lahan.Bagian tumbuhan yang mati
diuraikan oleh jamur sehingga keadaan tanah menjadi lebih tebal. Kemudian semak tumbuh.
Tumbuhan semak menaungi rumput dan belukar maka terjadilah kompetisi. Lama kelamaan
semak menjadi dominan kemudian pohon mendesak tumbuhan belukar sehingga terbentuklah
hutan. Saat itulah ekosistem disebut mencapai kesetimbangan atau dikatakan ekosistem
mencapai klimaks, yakni perubahan yang terjadi sangat kecil sehingga tidak banyak
mengubah ekosistem itu.
Menurut Irwan (1992), pemberian nama komunitas dapat berdasarkan:
1. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup, atau indikator lainnya
seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan dipterocarpaceae. Dapat juga
berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil, di Indonesia hutan ini
banyak di Flores.
2. Berdasarkan habitat fisik komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas
pantai pasir, komunitas lautan dan sebagainya.
3. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme
komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah
tropik dengan curah hujan yang tertinggi terbagi rata sepanjang tahun dan disebut hutan
hujan tropik.
Konsep Klimaks
Di dalam kondisi klimaks ini spesies-spesies itu dapat mengatur dirinya sendiri dan
dapat mengolah habitat sedemikian rupa sehingga cenderung untuk melawan inovasi baru. Di
dalam konsep klimaks ini Clements (1974) berpendapat bahwa:
1. Suksesi dimulai dari kondisi lingkungan yang berbeda, tetapi akhirnya punya klimaks
yang sama.
2. Klimaks hanya dapat dicapai dengan kondisi iklim tertentu, sehingga klimaks dengan
iklim itu saling berhubungan. Dan kemudian klimaks ini disebut klimaks klimatik.
3. Setiap kelompok vegetasi masing-masing mempunyai klimaks.
Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh karena beberapa faktor
selain iklim. Misalnya adanya penebangan, dipakai untuk penggembalaan hewan, tergenang
dan lain-lain. Dengan demikian vegetasi dalam tahap perkembangan yang tidak sempurna
(tahap sebelum klimaks yang sebenarnya) baik oleh faktor alam atau buatan. Keadaan ini
disebut sub klimaks. Komunitas tanaman sub klimaks akan cenderung untuk mencapai
klimaks sebenarnya jika faktor-faktor penghalang/penghambat dihilangkan. Gangguan dapat
menyebabkan modifikasi klimaks yang sebenarnya dan ini menyebabkan terbentuknya sub
klimaks yang berubah (termodifikasi). Keadaan seperti ini disebut Disklimak. Sebagai contoh
vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh dan berkembangnya vegetasi yang sesuai dengan
tanah bekas terbakar tersebut. Odum (1996) mengistilahkan klimaks tersebut dengan Pyrix
Klimaks. Tumbuh-tumbuhan yang dominan pada pyrix klimaks antara lain: Melastoma
polyanthum, Melaleuca leucadendron dan Macaranga sp. Jika pergantian iklim secara
temporer menghentikan perkembangan vegetasi sebelum mencapai klimaks yang diharapkan
disebut pra klimaks (pre klimaks).
Berhubungan dengan berbagai klimaks maka terdapat kekaburan arti klimaks. Oleh
karena terjadi ketidak sepakatan kemudian berkembang tiga teori klimaks dengan argumentasi
masing-masing.
1. Teori monoklimaks:
Teori ini dipelopori oleh Clements yang menyatakan bahwa teori klimaks
berkembang dan terjadi hanya satu kali. Hal ini merupakan klimaks klimatik di suatu
wilayah iklim utama.
2. Teori poliklimaks:
Klimaks merupakan keadaan komunitas yang stabil dan mandiri sehingga pada
suatu habitat dapat terjadi sejumlah klimaks karena kondisi selain iklim yang berbeda.
3. Teori informasi
Teori ini dikemukakan oleh Odum dan merupakan teori sebagai jalan tengah
antara teori mooklimaks dan teori poliklimaks.
Odum (1996) mengatakan bahwa komunitas untuk mencapai klimaks akan bervariasi
tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan iklim dan situasi fisiografis, tetapi ditentukan
juga oleh sifat-sifat ekosistem yang berbeda. Whittaker merupakan penyokong monoklimaks,
mengatakan bahwa teori monoklimaks menekankan esensialitas (pentingnya) kesatuan
vegetasi yang mencapai klimaks di suatu habitat. Ahli-ahli lain seperti Oosting, Henry,
mengatakan bahwa teori poliklimaks lebih praktis. Hal ini disokong oleh Michols, Tansley
dan ahli-ahli Rusia. Smitthusen, Whittaker dan ahli ekologi Amerika yang lain menyokong
konsep poliklimaks dan semuanya percaya karena ada fakta bahwa tingkatan klimaks
dinyatakan oleh lingkungan individu serta komunitas tanaman dan bukannya oleh iklim
setempat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama dalam suatu
tempat yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu daun, dan pohon
tempat mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas.
2. Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan interaksinya dengan
lingkungannya dapat disebut pola. Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara
mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi.
3. Komunitas tepi ( Boundary ) adalah pemisah atau batas antara sistem dan daerah di luar
sistem (lingkungan). Kecenderungan meningkatnya variasi dan kepadatan pada
komunitas peralihan dikenal sebagai efek pinggir/tepi (edge effect). Organisme yang
paling banyak atau paling lama dalam zone peralihan disebut jenis pinggir (edge
spesies).
3.2 Saran
Diperjelas lebih rinci pada masing masing materi, pada proses menjelaskan harus jelas
dan baik
DAFTAR PUSTAKA
Mastugino.2012.Keseimbangan Ekosistem.
http://mastugino.blogspot.com/2012/07/keseimbangan-ekosistem.html
Abella, Scott R. 2010. Disturbance and Plant Succession in the Mojave and Sonoran Deserts
of the American Southwest. Int. J. Environ. Res. Public Health 2010, 7, 1248-1284;
doi:10.3390/ijerph7041248
Clement. 1974. Plant Succession. An Analysis of The Development of Vegetation.
Washington : Carnegie. Inst.
Desmukh, I.1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Irwan, Z. O.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas, Di
Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Michael, P.1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta:
UI Press
Mukhtar, A.S & Heriyanto, N.M. 2012. Keadaan Suksesi Tumbuhan pada Kawasan Bekas
Tambang Batubara di Kalimantan Timur. Bogor : Pusat Litbang Konservasi dan
Rehabilitasi
Odum, E. P., 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press
Purnomo, Harsoyo. 2011. Perubahan Komunitas Gulma dalam Suksesi Sekunder pada Area
Persawahan dengan Genangan Air yang Berbeda. Jurnal Bioma. Vol.1 (2), Oktober
2011
Resco.V, Ferrio.J, Carreira.J, Calvod.L, Casals.P,Ferrero.A, Marco.E, Moreno.J, Ramirez.
D.A,Sebastien.T, Valladaresi.F, Williams. D.G. 2011. The stable isotope ecology of
terrestrial plant succession. JournalPlant Ecology & Diversity Vol. 4, No. 2–3, June–
September 2011 : 117–130.
Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum I. Jakarta: PT. Gramedia
Wirakusumah, S., 2003. Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu
Lingkungan. Jakarta: UI Press
Wurtz, Peter. Annila, Arto, 2010. Ecological succession as an energy dispersal process.
Article of Biosystem, Volume 70–78.