Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

OBAT ANTI INFLAMASI

DISUSUN OLEH:
NAMA : MUHAMMAD FAYQHAL IBNU MADANI
STAMBUK : G 701 18 068
KELAS :C

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syujur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat
untuk membantu mahasiswa memahami mata kuliah farmakologi dasar.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
dikiritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diperlukan dari
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata dari penulis mohon maaf bila dalam makalah ini masih banyak
kesalahan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri bagi pembaca, serta
menjadi pintu gerbang ilmu pengetahuan khususnya mata kuliah farmakologi dasar.

Palu, 12 Desember 2019

Muhammad Fayqhal Ibnu Madani


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflamasi merupakan suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator
inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang
menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai
gangguan fungsi. Kerusakansel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh
pada selaput membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-
enzim lisosomal dan asam arakhidonat.
Berbagai obat anti inflamasi telah dikembangkan untuk meningkatkan
efektifitas inflamasi sebagai bagian dari proses penyembuhan luka, sertauntuk
mencegahterjadinya inflamasi lebih lanjut. Obat antiinflamasi diklasifikasikan
menjadi golongan steroid dan non-steroid. Antiinflamasi Non Steroid
(AINS)merupakan sediaan yang paling luas peresepannya terutama pada
kasus-kasus nyeri inflamasikarena efeknya dalam mengatasi nyeri inflamasi
ringan sampai sedang. Penggunaan AINS dalam jangka panjangdapat
menyebabkan gangguan saluran cerna jika digunakan dalam dosis tinggi dan
dapat menyebabkan gangguan ginjal yang berat terutama asam
mefenamatyang banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi.Obat
antiinflamasi golongan kortikosteroid juga berguna sebagai antiinflamasi,
tetapi penggunaannya terbatas hanya untuk keadaan yang sangat spesifik dan
selektif dalam kedokteran gigikarena efek sampingnya.Kortikosteroid
sistemik dapat menyebabkan hiperglikemia, osteoporosis, dan hipertensi jika
pada pertimbangan dosis dan jangka waktu pemberiannya tidak tepat.
Inflamasi mengacu pada rangkaian non-spesifik yang berhubungan erat
dengan respon terhadap benda asing, kerusakan jaringan, atau keduanya.
Proses inflamasi bertujuan untuk membawa fagosit dan protein plasma ke
daerah yang terluka sehingga dapat mengisolasi, merusak, atau
menginaktivasi benda asing
1.3 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anti inflamasi non steroid (AINS) ?
2. Bagaimana mekanisme kerja dari obat-obat AINS ?
3. Apa efek samping dari obat-obat AINS ?
4. Apa kegunaan dari obat AINS ?
5. Apa contoh dari obat-obat AINS ?

1.2 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anti inflamasi non steroid
(AINS).
2. Mengetahui kegunaan obat AINS.
3. Mengetahui mekanisme dari kerja obat AINS.
4. Mengetahui macam-macam obat dari AINS.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)


Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal
dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS
adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda
nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang).
Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini
dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. AINS bukan tergolong
obat-obatan jenis narkotika. Inflamasi adalah salah satu respon utama dari
system kekebalan tubuh terhadap infeksi atau iritasi.
OAINS dikelompokkan kedalam beberapa golongan kimiawi. Meskipun
terdapat banyak perbedaan dalam kinetik OAINS, semuanya memiliki
kesamaan dalam beberapa sifat umum. Metabolisme OAINS terutama
dilanjutkan oleh famili CYP3A atau CYP2C dari enzim P450 dihati.
Meskipun eksresi ginjal merupakan jalur eliminasi terakhir yang paling
penting, hampir semua OAINS mengalami eksresi dan reabsorbsi bilier
yang bervariasi. Kebanyakan OAINS sangat terikat pada protein (~98%)
biasanya kepada albumin. Semua OAINS dapat ditemukan dalam cairan
sinovial setelah pemberian dosis berulang.

II.2 Mekanisme kerja dari Obat AINS


Mekanisme dan sifat dasar AINS, obat analgesik anti inflamasi non
steroid merupakan suatu kelompok sediaan dengan struktur kimia yang
sangat heterogen, dimana efek samping dan efek terapinya berhubungan
dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim
cyclooxygenase (COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir
memberikan penjelasan mengapa kelompok yang heterogen tersebut
memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping, ternyata hal ini terjadi
berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
Mekanisme kerja yang berhubungan dengan biosintesis PG ini mulai
dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang
memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan
indometason menghambat produksi enzimatik PG. Dimana juga telah
dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan
dilepas.Namun demikian obat AINS secara umum tidak menghambat
biosintesis leukotrin,yang diketahui turut berperan dalam inflamasi. AINS
menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda.2 AINS dikelompokkan
berdasarkan struktur kimia,tingkat keasaman dan ketersediaan awalnya.
Dan sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan selektifitas
hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim constitutive
cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2 (COX-
2).COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam
mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung
tetapi sebaliknya ,COX-2 merupakan enzim indusibel yang umumnya
tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada
keadaan inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat
COX akan berikatan pada bagian aktif enzim,pada COX-1 dan atau COX
- 2, sehingga enzim ini menjadi tidak berfungsi dan tidak mampu
merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin.
AINS yang termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1
dan COX-2 adalah ibuprofen,indometasin dan naproxen. Asetosal dan
ketorokal termasuk sangat selektif menghambat menghambat COX-1.
Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk
selektif menyekat COX-2 antara lain diclofenak, meloxicam, dan
nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2.
II.3 Efek Samping dari obat AINS
Obat antiinflamasi nonsteroid termasuk golongan obat yang paling sering
digunakan. Namun, perlu diingat bahwa golongan obat-obat ini juga dapat
menimbulkan beberapa efek samping. Berikut adalah efek samping NSAIDs
yang paling sering terjadi:
 Mual
 Mutah
 Diare
 Penurunan nafsu makan
 Sakit kepala
 Pusing
Selain itu, ada juga efek samping lainnya yang lebih serius, yaitu:
 Masalah pencernaan
 Tekanan darah tinggi
 Perdarahan saluran cerna
 Gangguan hati dan ginjal
 Gangguan jantung

II.3 Kegunaan obat dari AINS


AINS banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat ini merupakan bahan
aktif yang secara farmakologi tidak homogen dan terutama bekerja
menghambat produksi prostaglandin serta digunakan untuk perawatan
nyeri akut dan kronik. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi
nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan
inflamasi nyeri lainnya.

II.4 Penggunaan NSAID


Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) bekerja menghambat
enzim cyclooxygenase (enzim pembentuk prostaglandin). NSAID hanya
dipakai untuk nyeri inflamasi dan antipiretik akibat produksi
prostaglandin. NSAID mempunyai 3 efek yakni: anti-inflamasi, analgesik
(untuk nyeri ringan hingga sedang), dan antipiretik. Namun, NSAID tidak
bisa digunakan untuk mengatasi nyeri karena angina pectoris karena nyeri
disebabkan karena hipoksia dan penumpukan laktat. Penggunaan NSAID
sebagai analgesik bersifat simptomatik sehingga jika simptom sudah
hilang, pemberiannya harus dihentikan
Pada keadaan gout arthritis, NSAID berperan untuk mengurangi
inflamasinya. Asam urat yang meningkat dan menurun masih dapat
menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan nyeri. Asam urat dapat
menumpuk di jaringan (biasanya pada jari kaki tampak tofi, bendol-
bendol). Penggunaan NSAID masih menimbulkan recruitment sel radang
karena tidak menghambat LOX/ leukotrien (chemotoxin). Namun efeknya
ini perlu diturunkan untuk mencegah adanya kemotaksis dengan
penggunaan kortikosteroid.
NSAID tidak mempengaruhi proses penyakit (ex. kerusakan jaringan
muskuloskeletal) dan hanya mencegah simtom peningkatan prostaglandin
pada kerusakan jaringan. Jadi, NSAID memblok pembentukan
prostaglandin, akan tetapi jaringan tetap rusak. NSAID efeknya bersifat
sentral, sehingga tidak menimbulkan adiksi.
Penggunaan NSAID sebagai antipiretik digunakan untuk demam yang
patologis (tidak digunakan untuk demam karena peningkatan suhu setelah
aktivitas yang berlebih). Demam patologis dirangsang oleh zat pirogen
endogen (IL-1) yang mengakibatkan pelepasan prostaglandin di preoptik
hipotalamus. Penggunaannya untuk simptomatik juga (ketika panas turun
harus dihentikan)
II.5 Efek samping
Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki
efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem
biosintesis PG. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi
tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia
sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini
berbeda pada masing-masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi
lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi
kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan;
dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui
hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di
mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan
merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
II.6 Contoh-contoh Dari Obat AINS
1. Asam mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi,
asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin.
Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada
reumatoid dan osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat
merupakan golongan antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada
pada protein plasma. Dengan demikian interaksi dengan oabt
antikoagulan harus diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya
dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi terhadap
mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500
mg sehari. Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit
sendi adalah 240-400 mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika
Serikat obat ini tidak dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan
ibu hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.
2. Diklofenak
Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini
melalui saluran cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini
terikat pada protein plasma 99% dan mengalami efek metabolisma
lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh
singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang
menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu
paruh obat tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan
sakit kepala sama seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus
berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama
kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari
terbagi dua atau tiga dosis.
3. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan
pertama kali dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan
daya efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya
sama seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat pada
dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui
lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai dicapai
setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein plasma,
ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.
Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti
hipertensi karena dapat mengurangi efek antihipertensi, efek ini
mungkin akibat hambatan biosintesis prostaglandin ginjal. Efek
samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan
aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum wanita hamil dan
menyusui. Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa
negara yaitu inggris dan amerika karena tidak menimbulkan efek
samping serius pada dosis analgesik dan relatif lama dikenal.
4. Fenbufen
Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug.
Jadi fenbufen bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam 4-
bifenil-asetat. Zat ini memiliki waktu paruh 10 jam sehingga cukup
diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung dan kadar
puncak metabolit aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat
ini sama seperti AINS lainnya, pemakaian pada pasien tukak
lambung harus berhati-hati. Pada gangguan ginjal dosis harus
dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2 kali 300 mg sehari
dan dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.
5. Indometasin
Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak
1963 untuk pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun
obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini
dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi sebanding
dengan aspirin, serta memiliki efek analgesik perifer maupun
sentral. In vitro indometasin menghambat enzim siklooksigenase,
seperti kolkisin.
Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin
terikat pada protein plasma dan metabolisme terjadi di hati. Di
ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh 2- 4 jam. Efek
samping pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri
abdomen, diare, perdarahan lambung dan pankreatis. Sakit kepala
hebat dialami oleh kira-kira 20-25% pasien dan disertai pusing.
Hiperkalemia dapat terjadi akibat penghambatan yang kuat terhadap
biosintesis prostaglandin di ginjal.
Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak, wanita hamil,
gangguan psikiatrik dan pada gangguan lambung. Penggunaanya
hanya bila AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim indometasin
yaitu 2-4 kali 25 mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam
hari 50-100 mg sebelum tidur.
6. Piroksikam dan Meloksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu
oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma 45 jam
sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di
lambung, terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi kejadian efek
samping dengan piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek
samping adalah gangguan saluran cerna, dan efek lainnya adalah
pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak
dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan yang
sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.
Meloksikam cenderung menghambat COXS-2 dari pada COXS-1.
Efek samping meloksikam terhadap saluran cerna kurang dari
piroksikam.
7. Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin
adalah analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas
digunakan. Struktur kimia golongan salisilat.
Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai
obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah
ester salisilat dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya
asetosal. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik dalam
kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300 mg/ml. Pada
pemberian oral sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam
bentuk utuh di lambung. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam
setelah pemberian. Setelah diabsorpsi salisilat segera menyebar ke
jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam
cairan sinoval. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
induksi tukak lambung atau tukak peptik, efek samping lain adalah
gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa
tromboksan.
8. Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat merupakan sejenis obat yang sering
digunakan sebagai penghilang rasa nyeri atau sakit minor,
peradangan atau anti-inflamasi, dan antipiretik (pada demam).
Selain digunakan sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai
penyebab (sakit kepala, nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia,
gout, dan sebagainya), dan untuk kondisi demam, aspirin juga
berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan sebagai anti-
platelet (untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan
darah) dalam arteri koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki
dan panggul.
Aspirin menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
enzim COX-2. Molekul aspirin menempel pada enzim COX-
2.Penempelan ini menghambat enzim melakukan reaksi kimia. Bila
tidak ada reaksi kimia yang dihasilkan, tidak ada pesan
ditransmisikan ke otak untuk memproduksi prostaglandin. Dengan
tidak diproduksinya prostaglandin, rasa sakit kepala dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.
Dosis aspirin bervariasi sesuai dengan intensitas rasa sakit yang
dirasakan. Biasanya dosis normal adalah 324 mg setiap empat jam.
Untuk sakit kepala berat, Anda dapat mengambil hingga 648 mg
aspirin setiap empat jam. Disarankan tidak mengonsumsi lebih dari
48 tablet dalam jangka waktu dua puluh empat jam. Anak-anak di
bawah usia dua belas tahun harus berkonsultasi dengan dokter
sebelum mengonsumsi aspirin.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) adalah suatu golongan obat
yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik
(penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang).
2. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam
dengan inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan inflamasi
nyeri lainnya.
3. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga
konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.
4. Asam mefenamat dan Meklofenamat, Diklofenak, Ibuprofen,
Fenbufen, Indometasin, Piroksikam dan Meloksikam, Salisilat,
Diflunsial, Fenilbutazon dan Oksifenbutazon.

Anda mungkin juga menyukai