Anda di halaman 1dari 26

“MAKALAH PROTEIN DAN PEMURNIAN PROTEIN”

BIOKIMIA

Disusun Oleh :
Kelompok I
1. Adinda Sari
2. Asti Ferdian
3. Cindy Pastikan
4. Dima Cahya
5. Fitra Rahmadya
6. Jozze
7. Khafifah
8. Marsya Dwi Puspita Sari

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFA)
PELITA MAS
PALU
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesekaikan makalah ini di waktu yang tepat.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas Biokimia. Terimakasih penulic
ucapakan kepada ibu “Mariyani, S.Farm., M.Pharm.Sci” selaku dosen pengampu
yang telah memebrikan tugas makalah ini. Makalah ini berisikan tentang
penjelasan Protein dan Pemurnian Protein.
Terimakasih

Kami berharap dengan disusunnya makalah ini dapat membantu sebagian


mahasiswa dan mahasiswi Farmasi dan memudahkan dalam pembelajaran mata
kuliah Biokimia. Saya juga mengharapkan makalah ini sudah tersusun dengan
baik dan benar. Walaupun kami menyadari masih banyak kekurangan yang harus
kami perbaiki di makalah ini. Tidak lupa juga saya ucapkan Terima Kasih kepada
semua pihak yang telah membantu saya dalam proses pengerjaan makalah ini.

Palu, 10 November
2022

Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................1
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
I.1 Latar Belakang...............................................................................3
I.2 Rumusan Masalah..........................................................................4
I.3 Tujuan Penulisan...........................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
II.1 Protein.............................................................................................5
II.1.1 Definisi.................................................................................5
II.1.2 Struktur Protein.................................................................5
II.2 Metode Pengujian Protein.............................................................7
II.2.1 Analisis Kualitatif..............................................................7
II.2.2 Analisis Kuantitatif............................................................9
II.3 Pemurnian Protein.......................................................................11
II.3.1 Definisi...............................................................................11
II.3.2 Sifat Protein......................................................................11
II.3.3 Ekstraksi Protein..............................................................12
II.4 Tahapan dalam Proses Pemurnian Protein...............................13
II.4.1 Memecah Sel.....................................................................13
II.4.2 Pengendapan.....................................................................14
II.4.3 Pemurniaan.......................................................................15
II.4.4 Penetapan Kadar Protein................................................19
II.4.5 Karakterisasi Protein.......................................................21
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
III.1 Kesimpulan...................................................................................22
III.2 Saran.............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur sekunder suatu Protein
Gambar 2. Protein dengan Struktur Tersier dan Kuartener
Gambar 3. Struktur Protein Tersier dan Kuartener
Gambar 4. Pemisahan Protein menggunakan Membran Dialisis
Gambar 5. Teknik Pemisahan Protein dengan Kolom Kromatografi
Gambar 6. Metode Pemisahan Protein menggunakan Kromatografi Gel Filtrasi
Gambar 7. Metode Pemisahan Protein menggunakan Kromatografi Penukar Ion
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Protein adalah polimer yang tersusun dari asam amino. Protein merupakan
komponen penting atau komponen utama sel hewan dan manusia. Oleh karena
sel adalah penyusun tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan
berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh
(Anissa & Dewi, 2021).

Struktur protein dapat dibagi menjadi struktur primer, sekunder, tersier dan
kuartener. Struktur primer adalah susunan linear asam amino dalam protein
yang berikatan kovalen (ikatan peptida). Jika struktur primer berbentuk linear,
maka struktur sekunder merupakan bentuk 3 dimensi karena rantai polipeptida
yang terlipat-lipat. Struktur tersier merupakan struktur 3 dimensi yang berasal
dari gabungan beberapa stuktur sekunder yang membentuk satu rantai
polipeptida. Struktur sekunder ini biasanya dihubungkan oleh ikatan hidrogen,
ikatan garam, interaksi hidrofobik dan ikatan disulfida. Struktur tersier
beberapa protein polipeptida tunggal terdiri dari domain-domain. Domain
adalah susunan polipeptida yang terlipat menjadi bentuk tersier secara bebas.
Struktur primer, sekunder dan tersier umumnya hanya melibatkan satu rantai
polipeptida. Sedangkan struktur kuartener melibatkan beberapa rantai
polipeptida (Chayati, 2014).

Berdasarkan sumbernya, protein terdiri dari protein kovensional yang terdiri


dari protein hewani dan protein nabati, serta protein non kenvesional yang
berasal dari mikroba (Astawan dkk., 2021). Untuk mengisolasi protein dari
sumbernya perlu dilakukannya pemurnian protein.

Pemurnian protein merupakan proses yang bertujuan untuk mengisolasi satu


protein di antara beberapa protein atau campuran yang sangat kompleks,
biasanya dari sel, jaringan maupun organisme (Sisimindari dkk., 2021).
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Protein?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi protein?
3. Apa yang dimaksud dengan pemurnian protein serta apa tujuan
dilakukannya?
4. Bagaimana Teknik dan Metode Pemurnian Protein?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui protein secara lengkap.
2. Mengetahui cara mengidentifikasi protein.
3. Mengetahui definisi dan tujuan dialakukannya pemurnian protein.
4. Mengetahui teknik dan metode pemurnian protein.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Protein
II.1.1 Definisi
Istilah Protein berasal dari Bahasa Yunani yaitu proteos, yang berarti
yang utama atau yang didahulukan. Kata ini di perkenalkan oleh ahli
kimia Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa
protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme
(Suprayitno & Sulistyatu, 2017).

Protein adalah makromolekul yang banyak terdapat pada sel hidup


dan tersusun dari asam-asam amino yang disintesis berdasarkan kode
yang dibawa oleh informasi genetik yang berupa urutan nukleotida
yang disebut kodon. Protein merupakan polipeptida berbobot
molekul tinggi dari asam L-amino yang disintesis oleh sel hidup;
biopolimer ini mempunyai Jangka yang lebar dalam hal bobot
molekul, kompleksitas struktur, dan sifat fungsionalnya. Protein
memainkan peran yang sentral dalam sistem biologi. Meskipun
informasi evolusi dan organisasi biologi sel terkandung dalam DNA,
tetapi proses kimia dan biokimia yang memelihara kehidupan
sel/organisme dilakukan secara eksklusif oleh enzim. Ribuan enzim
telah ditemukan. Setiap enzim mengkatalisis reaksi biologi yang
sangat spesifik di dalam sel. Protein juga berfungsi sebagai
komponen struktural sel dan organisme kompleks (Al Awwaly,
2017).

II.1.2 Struktur Protein


Ada berbagai macam struktur protein, yaitu: protein dengan struktur
primer, sekunder, tersier, dan kuartener (Sisimindari dkk., 2021):
a. Struktur primer merupakan struktur protein dengan rangkaian
asam amino yang linier dan dihubungkan oleh ikatan kovalen.
Sebagai contoh adalah struktur linier dari lisosim yang terdiri
atas 129 asam amino.
b. Struktur sekunder merupakan struktur protein dengan pola
struktur reguler atau mengalami pelipatan (folded pattern), yang
merupakan short-range non-covalent interaction. Umumnya
adalah struktur a-helix dan b-sheet. (Gambar 1) Kedua struktur
tersebut distabilkan oleh adanya ikatan hidrogen.
Gambar 1. Struktur sekunder suatu Protein
c. Struktu
r tersier merupakan struktur protein dengan struktur tiga dimensi,
long-range noncovalent interactions (Gambar 2). Dalam protein
tersier tersebut memungkinkan adanya dua struktur sekunder
secara bersamaan. Sebagai contoh adalah struktur lisosim
(Gambar 3).

d. Struktur kuartener mempakan struktur protein yang terdiri atas


lebih satu polipeptida (lebih dari satu subunit). Sebagai contoh
adalah Collagen triple unit dan Hemoglobin yang terdiri atas a
dan b chains dengan heme. Sebagai contoh dari protein struktur
tersier dan kuarterner berturut-turut adalah kolagen dan
hemoglobin (Gambar 3).
Gambar 2. Protein dengan Struktur Tersier dan Kuartener

Gambar 3. Struktur Protein Tersier dan Kuartener

II.2 Metode Pengujian Protein


Keberadaan protein dalam suatu campuran dapat di anlisis dengan dua
metode yaitu dengan analisis secara kualitatif dan kuantitatif, diantaranya
(Sahlan, 2022):
II.2.1 Analisis Kualitatif
1. Uji Ninhidrin
Uji ninhidrin dilakukan dengan menggunakan ninhidrin dalam
mendeteksi keberadaan amonia atau amina primer dan sekunder.
Metode uji ninhidrin dapat dilakukan untuk seluruh jenis asam
amino. Keberadaan protein (amonia atau amina primer dan
sekunder) ditandai dengan munculnya fenomena pembentukan
warna keunguan yang disebut "Rheumann's Purple".

2. Uji Kelarutan
Uji kelarutan dilakukan untuk menentukan tingkat kelarutan
asam amino. Asam amino yang dapat diuji dengan metode uji
kelarutan di antaranya adalah glisin, tirosin, sistein, dan asam
glutamat: Prinsip yang mendasari uji kelarutan adalah kelarutan
protein akan bergantung pada pH. Oleh karena itu, uji kelarutan
dapat dilakukan dengan menentukan sifat asam atau basa dari
larutan yang menjadi tempat protein berada. Jadi, uji ini
dilakukan dengan memasukkan sampel protein ke dalam wadah,
dipanaskan, dan kemudian diuji sifat asam atau basa larutan
menggunakan kertas lakmus. Sebagai pembanding, hal serupa
dilakukan untuk larutan NaOH dan HCL.
3. Uji Endapan
Uji endapan dilakukan untuk mengetahui keberadaan protein di
dalam suatu campuran. Apabila terdapat protein maka protein
akan membentuk endapan dalam pelaksanaan metode ini. Metode
ini dikenal juga dengan nama salting-out method. Larutan
ammonium sulfat biasanya digunakan dalam pelaksanaan uji
endapan. Seluruh protein atau asam amino dapat diuji
keberadaannya menggunakan metode ini. Prosedur pelaksanaan
meliputi penambahan garam ke dalam campuran. Garam yang
masuk akan terionisasi dan molekul air akan mengelilingi ion
garam. Akibatnya, protein yang semula terlarut dalam air akan
kekurangan molekul air yang mengelilinginya dan teragregasi
membentuk endapan. Jumlah garam yang diperlukan bervariasi
menurut sifat protein dan pH larutan.

4. Uji Xanthoproteic
Terdapat berbagai jenis protein. Beberapa protein memiliki
senyawa aromatik dalam strukturnya. Keberadaan protein dengan
senyawa aromatik tersebut dapat diuji dengan uji xanthoproteic.
Pada uji ini, keberadaan protein dengan gugus aromatik akan
menghasilkan warna jingga kekuningan. Alam amino yang dapat
dideteksi dengan uji xanthoproteic di antaranya adalah tirosin,
triptofan, fenilalanin, dan asam glutamat.

5. Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis


(SDS-PAGE)
Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis
(SDS-PAGE) merupakan metode yang dapat dilakukan untuk
memisahkan protein menurut ukurannya. Pada proses ini, setiap
molekul protein yang memiliki muatan berbeda-beda
diseragamkan muatannya agar protein terpisah dalam agar
poliakrilamid berdasarkan ukurannya saja. SDS memberi muatan
negatif pada protein untuk penyeragaman muatan tersebut.
Gugus hidrokarbon SDS menempel di wilayah hidrofobik
protein, sementara gugus sulfat meningkatkan kelarutannya.
Selain itu, SDS juga mendenaturasi protein dan memutus ikatan
disulfida di dalam protein. SDS sendiri merupakan detejen
anionik. Pada proses SDS-PAGE, digunakan dua lapisan gel,
yakni stacking gel untuk penyeragaman migrasi awal protein dan
resolving gel untuk memisahan protein berdasarkan ukurannya.

II.2.2 Analisis Kuantitatif


1. Metode Spektroskopi
Protein dapat dideteksi melalui spektroskopi pada panjang
gelombang 220 nm. Metode spektroskopi memiliki derajat
interferensi yang cukup besar. Metode ini menggunakan
spektrofotometer untuk menganalisis sampel campuran di dalam
kuvet. Nilai absorbansi yang diperoleh dapat dikonversi menjadi
data konsentrasi menggunakan kurva kalibrasi.

2. Metode Kjehdahl
Metode ini khusus menguantifikasi nitrogen di dalam suatu
campuran. Protein memiliki gugus amina yang mengandung
protein. Sebelum dilakukan analisis protein dengan metode
kjehdahl, zat pengotor yang ada perlu dihilangkan terlebih
dahulu. Presisi dan akurasi metode ini tinggi untuk mendeteksi
nitrogen, tetapi juga rawan karena adanya kemunginan
keberadaan zat selain protein yang mengandung nitrogen di
dalam campuran. Proses dari metode ini dimulai dengan digesti.
Pada tahap ini, sampel dioksidasi dengan garam amonia
(dipanaskan bersama H2SO4 pekat dengan katalis CuSO4).
Selanjutnya, netralisasi dilakukan, yaitu tahap mengubah garam
ammonia menjadi gas (dipanaskan dan ditambahkan NaOH)
dengan distilasi. Proses dilanjutkan dengan titrasi untuk
menentukan konsentrasi protein di dalam campuran dengan
menggunakan NaOH sebagai penitran.

3. Metode Biuret
Metode biuret dilakukan dengan menggunakan CuSO, Na-K
tartrat, dan KI, semuanya dalam NaOH. Apabila protein (-
CONH) berada di dalam campuran, akan terbentuk warna ungu.
Semakin pekat warna ungu yang terbentuk maka jumlah ikatan
yang terbentuk antara reagen dengan protein juga semakin
banyak. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 545 nm.
Data absorbansi dapat dikonversi menjadi data konsentrasi
protein.

4. Metode Lowry
Pada metode lowry, protein dengan gugus fenol dapat dideteksi
dalam rentang jumlah protein antara 1 µg hingga 1 mg protein.
Reagen yang digunakan adalah folin dan ciocalteu yang
mengandung reagen untuk dapat mendeteksi fenol. Fenomena
pembentukan warna biru akan munculpabila protein dengan fenol
terdapat di dalam campuran sebagai akibat terbentuknya
kompleks Cu-protein. Tahapan pelaksanaan metode dimulai
dengan pemberian reagen biuret pada sampel. Kemudian, sampel
diberi reagen folin dan ciocalteu. Jika terbentuk warna, hal
tersebut menandakan adanya protein dalam sampel. Konsentrasi
protein dapat ditentukan melalui pengukuran absorbansi sampel
dengan panjang gelombang 600 nm.

5. Bradford Assay
Protein dapat dideteksi melalui metode bradford dengan
menggunakan reagen coomasie blue 0250++ dan larutan asam.
Pemberian reagen ke dalam sampel yang mengandung protein
akan menyebabkan perubahan warna dari merah-cokelat menjadi
biru. Metode ini sering digunakan karena mudah dilakukan dan
sensitif. Setelah perubahan warna terbentuk, absorbansi diukur
pada panjang gelombang 595 nm untuk memperoleh data
konsentrasi protein dalam sampel.

II.3 Pemurnian Protein


II.3.1 Definisi
Pemurnian protein merupakan suatu proses yg bertujuan untuk
melakukan isolasi satu protein di antara beberapa protein dari suatu
campuran yg sangat kompleks, biasanya dari sel, jaringan, maupun
organisme Protein ditentukan oleh gugus R. Di samping itu,
pemurnian protein juga perlu dilakukan dalam mempelajari uji
aktivitas, baik respons fisiologi, kecepatan reaksi substrat menjadi
produk, reaksi antigen-antibodi. Pemurnian protein juga diperlukan
saat akan dilakukan analisis secara kuantitatif dalam menentukan
aktivitas spesifik. Metode pemurnian secara umum terbagi dalam dua
hal, metode analisis dan metode preparatif. Perbedaan metode
tersebut didasarkan pada jumlah protein yang diperoleh. Metode
analisis bertujuan untuk melakukan deteksi dan identifikasi protein,
sedang metode preparatif dimaksudkan untuk mendapatkan protein
yang diinginkan dalam jumlah tertentu untuk keperluan lebih lanjut.
Tahapan dalam teknik pemurnian protein terlarut dari sel meliputi
disrupsi sel membran yang diikuti dengan sentrifugasi secara gradien
untuk mendapatkan fraksi protein yang diinginkan. Selanjutnya,
untuk mendapatkan protein dilakukan "salting out" dengan garam in-
organik atau dengan organik solven. Pemurnian lebih lanjut dapat
dilakukan, jika diperlukan, menggunakan kromatografi (Sisimindari
dkk., 2021).
II.3.2 Sifat Protein
Protein merupakan rangkaian asam amino sehingga sifat protein
dipengaruhi oleh suasana sama halnya asam amino, yakni:
1. Muatan protein sangat dipengaruhi oleh pH
2. Protein dapat dipisahkan berdasarkan pH
3. Sifat polar dan nonpolar protein dipengaruhi oleh rantai samping
dari asam amino
4. Bentuk asam dari protein mempunyai keseimbangan dengan
bentuk basa.

II.3.3 Ekstraksi Protein


Dalam proses ekstraksi dan pemurnian protein perlu diperhatikan
stabilitas protein agar protein hasil isolasi tersebut masih tetap aktif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. pH, baik struktur maupun aktivitas protein sangat dipengaruhi
oleh pH.
b. Temperatur, sebagian besar protein stabil pada temperatur
rendah. Hal ini akan menurunkan energi yang diperlukan untuk
unfolding dan menurunkan reaksi kinetika dari protease.
Beberapa protein ada yang tidak stabil pada temperatur rendah,
contohnya ATPase dalam mitochondria.
c. Inhibitor Protease, oleh karena inhibitor protease merupakan
jenis protein mampu mengatalisis proses hidrolisis rantai peptida,
perlu ditambahkan inhibitor protease dan mengurangi
penggunaan logam yang digunakan oleh protease.
d. Reducing agents, adalah ẞ-mercaptoethanol dan dithiolthreitol,
keduanya mempunyai efek sebagai agen pereduksi (reducing
agents), yang mencegah oksidasi asam amino.
e. Detergent-Protein-protein yang terikat pada membran sering kali
perlu dihilangkan menggunakan detergen agar membran berada
pada posisi natural atau bebas sehingga mudah rusak. Dengan
rusaknya membran akan terjadi lisis protein-protein sel. Jumlah
detergen yang digunakan perlu disesuaikan dengan jumlah
micelles yang terbentuk, yang disebut sebagai critical micellular
concentration (CMC).

Pada dasarnya, dalam pemurnian protein adalah memecah sel untuk


melisis semua isi sel. Untuk proses tersebut perlu diperhatikan:
a. Jenis sel: sel tanaman, sel hewan, jenis sel penting karena
berhubungan dengan metode yang akan kita gunakan untuk
melisis sel.
b. Bagian apa dari sel, hal yang perlu diperhatikan di samping jenis
sel adalah lokasi protein yang akan dimurnikan, oleh karena
jaringan yang berbeda, misalnya akar akan mengekspresikan
protein yang berbeda dengan yang ada di dalam buah.
c. Maksud pemurnian, tujuan pemurnian sangat berkaitan dengan
metode yang akan digunakan, yaitu metode analisis atau
preparatif.
d. Strategi dalam proses pemurnian, perlu dipilih metode dengan
tahapan yang paling pendek dan dalam kondisi yang sesedikit
mungkin kehilangan aktivitas. Oleh karena makin lama waktu
yang diperlukan untuk proses pemurnian, maka makin besar
kemungkinan kita kehilangan aktivitas protein tersebut.

II.4 Tahapan dalam Proses Pemurnian Protein


II.4.1 Memecah Sel
Beberapa molekul biologi penting berada dalam sel sehingga perlu
dikeluarkan dari dalam sel untuk mendapatkannya, dengan jalan
melakukan merusak sel atau melisis sel. Pemecahan sel merupakan
proses yang sensitif sebab dinding sel resisten terhadap tekanan
osmotik di dalam sel. Sehingga, muncul kesulitan oleh adanya
senyawa yang lepas tanpa hambatan seperti DNA, RNA, serta
adanya syarat khusus yang diperlukan agar tidak terjadi denaturasi
dari produk yang diinginkan. Terdapat dua metode pemecahan sel,
metode mekanik dan nonmekanik, Beberapa cara pemecahan sel di
antaranya:
a. Sonikasi: menggunakan gelombang suara dengan frekuensi
tinggi, umumnya digunakan dalam skala kecil.
b. Tekanan tinggi: digunakan untuk pemurnian dengan skala besar
(skala industri).
c. Lisis menggunakan enzim: untuk melisis dinding sel, digunakan
untuk skala kecil.

II.4.2 Pengendapan
1. Metode pengendapan yang umum digunakan adalah dengan
penambahan garam. Pada konsentrasi garam yang rendah
kelarutan protein biasanya sedikit meningkat, keadaan ini disebut
sebagai "salting in". Sebaliknya, pada konsentrasi garam yang
tinggi kelarutan protein menurun secara tajam, keadaan ini
disebut sebagai "saling of dan protein akan mengendap Dengan
menggunakan range konsentrasi garam tertentu, dapat dilakukan
pengendapan protein yang diinginkan, walaupun masih dalam
keadaan tercampur dengan protein yang sejenis. Terdapat
beberapa jenis anion yang digunakan untuk pengendapan protein
yang disebut sebagai lyverpic of Hofmeister series, dengan
urutan kekuatan sitrat > fosfat sulfatasetat, kekuatan yang hampir
sama untuk klorida > nitrat

2. Metode pengendapan lain adalah dengan menambahkan solven


organik Jika saata media mengalami penurunan konstante
dielektrika oleh adanya penambahan solven organik, kelarutan
protein akan menurun sehingga protein akan mengendap
Kekurangan dari penggunaan solven organik tersebut adalah
perlu karena pada beberapa pelarut menyebabkan terjadinya
denaturasi protein bersamaan saat proses pengendapan Walaupun
beberapa di antaranya dapat digunakan dalam konsentrasi yang
tinggi, seperti 2 methyl-2,4-pentane diol (MPD), Dimethyl
Sulfoxide (DMSO), dan ethanol.
II.4.3 Pemurniaan
Beberapa pemurnian dapat dilakukan dalam bentuk aktif berdasarkan
kelaruran, ukuran molekul, muatan molekul, hidrofobisitas, &
specific binding affinity.
Berdasarkan sifatnya, metode pemurnian di bagi menjadi :
SIFAT PROTEIN METODE
Kelarutan Pengendapan bertingkat
Ukuran Molekul Gel Filtration Chromatography
Muatan Molekul Ion Exchange Chromatography
Hidrofobisitas Reversed Phase HPLC
Specific binding affinity Affinity Chromatography

1. Pengendapan Bertingkat
a. Protein mengalami pengendapan dengan adanya penambahan
garam. Proses ini berdasarkan pada proses pengendapan oleh
kejenuhan garam tertentu (NH,SO,) atau polietilen glikol,
oleh adanya proses salting out. Pad saat NH SO, atau
polietilen glikol ditambahkan, maka endapan protein akan
terbentuk dan dapat dipisahkan dari larutan.

b. Protein yang telah diendapkan perlu dilakukan dialisis untuk


dipisahkan dari molekul kecil menggunakan membran
semipermiabel berbentuk kantong, seperti membran cellulose
(Gambar 4)

c. Pada proses ini molekul yang mempunyai ukuran lebih besar


dari pada pori-pori membran akan tertinggal di dalam
membran, sedangkan molekul dengan ukuran kecil dan ion
akan keluar dari membran. Teknik tersebut sangat berguna
untuk menghilangkan garam dan molekul kecil dari protein
yang kita inginkan.

d. Pada proses ini molekul yang mempunyai ukuran lebih besar


dari pada pori-pori membran akan tertinggal di dalam
membran, sedangkan molekul dengan ukuran kecil dan ion
akan keluar dari membran. Teknik tersebut sangat berguna
untuk menghilangkan garam dan molekul kecil dari protein
yang kita inginkan.

Gambar 4. Pemisahan Protein menggunakan Membran Dialisis


2. Pemurnian dengan Teknik Kromatografi
a. Pada metode ini protein akan dilewatkan pada kolom dengan
fase diam dan solven yang sesuai untuk tujuan pemurnian
(Gambar 5). Ada beberapa jenis fase diam yang digunakan
pada pemurnian protein, sesuai dengan metode pemisahan,
antara lain: kromatografi gel filtrasi, penukar ion, reverse
phase HPLC, dan kromatografi afinitas.
Gambar 5. Teknik Pemisahan Protein dengan Kolom
Kromatografi
1) Kromatografi Gel Filtrasi, kromatografi jenis ini
merupakan proses pemisahan protein berdasarkan ukuran
molekul (Gambar 6). Pada metode tersebut:
a) Kolom berisi fase diam suatu molekul yang terdiri
atas porous bead.
b) Molekul kecil akan masuk dan tinggal dalam porous-
porous tersebut, sedangkan molekul besar akan lebih
cepat keluar dari kolom.
c) Dengan metode ini sejumlah besar protein dapat
terpisahkan, tetapi pemisahan ini mempunyai resolusi
pemisahan yang kecil.

2) Kromatografi Penukar Ion


Metode ini merupakan proses pemurnian berdasarkan
muatan protein (Gambar 7). Berbeda dengan
kromatografi gel filtrasi, dalam metode ini fase diamnya
bermuatan tertentu.
a) Fase diam dari kolom yang mempunyai muatan
negatif, misalnya carboxymethyl cellulose, maka
protein dengan muatan positif akan binding pada fase
diam tersebut.
b) Fase diam bermuatan positif, misalnya DEAE
(diethylaminoethyl) cellulose, maka protein yang
bermuatan negatif akan binding dengan fase diam
tersebut.
c) Protein yang telah binding pada fase diam tersebut
dapat dilepaskan menggunakan NaCl pada
konsentrasi tentu, misalnya 0.2 0,5M. Dalam hal ini,
NaCl akan berkompetisi dengan molekul yang terikat
pada fase diam sehingga protein tersebut lepas.
d) Protein yang muatannya paling tinggi akan terlepas
terlebih dahulu dan keluar dari kolom untuk kemudian
ditampung.

Gambar 6. Metode Pemisahan Protein menggunakan


Kromatografi Gel Filtrasi

Gambar 7. Metode Pemisahan Protein menggunakan


Kromatografi Penukar Ion

3) Reversed Phase HPLC, merupakan pemisahan yang


didasarkan pada sifat hidrofobisitas protein. Pada metode
ini digunakan fase diam bersifat hidrofobik dan fase
gerak bersifat lebih hidrofilik.
a) Protein akan dipompa ke dalam kolom yang berisi
silika dengan gugus
b) Hidrokarbon, dapat berupa Octacecyl, Butyl, Propyl,
atau Phenyldimethyl Hidrofobik protein akan
tertinggal pada fase diam.
c) Hidrofilik protein akan keluar terlebih dulu.
d) Solven yang digunakan: Fase air-air +0.1% asam
trikloro asetat
e) Fase organik -asetonitril
4) Kromatografi Affinitas, metode kromatografi ini
merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada
aktivitas biologinya. Fase diam mengandung molekul
yang dapat berikatan secara spesifik dengan protein,
sehingga akan didapatkan protein yang spesifik (Gambar
8).
a) Metode tersebut merupakan metode pemisahan yang
sangat bagus karena akan segera diperoleh protein
murni sesuai yang diinginkan.
b) Sebagai contohnya: Concavalin A, suatu glukosa
binding protein. Concavalin dapat dimurnikan
menggunakan kolom dengan glukosa terikat pada fase
diam.
c) Pada proses pemisahan, glukosa hanya akan mengikat
concavalin. Sedangkan protein lain akan keluar dari
kolom.
d) Concavalin dapat dilepas dari kolom dengan
menambahkan eluen yang mengandung glukosa
konsentrasi tinggi, sehingga cancavaline dapat diikat
oleh glukosa dalam eluen tersebut dan keluar dari
kolom.
Beberapa contoh afinitas spesifik adalah ikatan antara:
a) Antigen-Antibodi
b) Antibodi – Antigen
c) Substrat – Enzim
d) Hormon-Binding Protein atau Reseptor

II.4.4 Penetapan Kadar Protein


Pada akhir pemumian protein perlu dilakukan pemekatan dan
menentukan konsentarsi. Ada beberapa cara dalam pemekatan
larutan protein, antara lain lyophilization. Proses ini biasanya
dilakukan setelah pemisahan menggunakan HPLC dengan
menghilangkan pelarutnya yang mudah menguap. Di samping itu,
dapat dilakukan dengan ultrafiltrasi, pemekatan menggunakan
membran permiabel. Fungsi dari membran tersebut membiarkan
pelarut air dan molekul kecil keluar dari membran dan protein
tertinggal dalam membran.
Penetapan kadar protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
metode Biuret, Lowry, dan spektrofotometer.
1. Berdasar Reaksi Warna: Biuret, Lowry
a. Metode Biuret berdasarkan reaksi antara peptida dan ion Cu
dari tembaga (II) sulfat yang berasal dari reagen Biuret dalam
suasana basa, sehingga membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu yang dapat diukur serapannya pada panjang
gelombang 550 nm.
b. Metode Lowry merupakan metode yang dikembangkan dari
metode Biuret Inti aromatis pada asam amino triptopan,
tirosin, dan fenilalanin mereduksi fosfomolibdat menjadi
molibdenum yang berwarna biru, yang dapat diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. Metode
Lowry lebih sensitif daripada metode Biuret.
2. Spektrofotometri Uv-Vis
a. Metode ini dilakukan untuk protein yang terlarut. Protein
yang dapat ferdeteksi adalah protein yang mempunyai asam
amino dengan ikatan rangkap terkonjugasi, yakni yang
mempunyai cincin aromatis pada ran tai samping, yaitu
triptopan, tirosin, dan fenilalanin.
b. Asam amino tersebut antara lain triptofan, tirosin, dan
fenilalanin. Ab sorbansi maksimum triptofan pada panjang
gelombang (2) 280 nm, tirosin pada panjang gelombang 278
nm, dan fenilalanin pada panjang gelombang yang lebih
pendek.
c. Untuk penghitungan kadar perlu dilakukan koreksi oleh
kemungkinan adanya asam nukleat dengan melakukan
pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 2.260 nm.
Rasio absorbansi pada 2. 280/260 menen tukan faktor koreksi
yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein (mg/mL) = A280 x faktor koreksi x pengenceran

II.4.5 Karakterisasi Protein


Secara umum karakterisasi protein melibatkan 3 proses, yaitu:
1. Menentukan bobot molekul
2. Menentukan komposisi asam amino penyusun tersebut
3. Menentukan urutan asam amino dari ujung N sampai ujung C
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Protein adalah makromolekul yang banyak terdapat pada sel hidup dan
tersusun dari asam-asam amino yang disintesis berdasarkan kode yang
dibawa oleh informasi genetik yang berupa urutan nukleotida yang
disebut kodon. Protein merupakan polipeptida berbobot molekul tinggi
dari asam L-amino yang disintesis oleh sel hidup; biopolimer ini
mempunyai Jangka yang lebar dalam hal bobot molekul, kompleksitas
struktur, dan sifat fungsionalnya.
2. Identifikasi protein dilakukan dengan du acara, yaitu dengan Analisis
Kulitatif yang terdiri dari Uji Ninhidrin, Uji Kelarutan, Uji Endapan,
Uji Xanthoproteic dan Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel
Electrophoresis (SDS-PAGE), Serta Analisis Kuantitatif yang terdiri
dari Metode Spektroskopi, Metode Kjehdahl, Metode Biuret, Metode
Lowry dan Bradford Assay
3. Pemurnian protein merupakan suatu proses yg bertujuan untuk
melakukan isolasi satu protein di antara beberapa protein dari suatu
campuran yg sangat kompleks, biasanya dari sel, jaringan, maupun
organisme
4. Secara umum, tahapan dalam proses pemurnian protein meliputi:
Memecah sel, Menghilangkan debri sel, dengan sentrifugasi.
Pengendapan, Pemurnian. dan Analisis aktivitas, berat molekul.
III.2 Saran
Diharapkan para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun
setelah membaca makalah ini serta pembaca juga disarankan untuk
mencari referensi lebih lanjut mengenai protein serta pemurnian protein.
DAFTAR PUSTAKA
Al Awwaly, K. U. (2017). Protein Pangan Hasil Ternak dan Aplikasinya. UB
Press.

Anissa, D. D., & Dewi, R. K. (2021). Peran Protein: ASI dalam Meningkatkan
Kecerdasan Anak untuk Menyongsong Generasi Indonesia Emas 2045 dan
Relevansi Dengan Al-Qur’an. Jurnal Tadris IPA Indonesia, 1(3), 427–435.
https://doi.org/10.21154/jtii.v1i3.393

Astawan, M., Prayudani, A. P. G., & Rachmawati, N. A. (2021). Isolat Protein


Teknik Produksi, Sifat-sifat Fungsional, dan Aplikasinya di Industri Pangan.
IPB Press.

Chayati, I. (2014). Bahan Ajar Ilmu Pangan. 1–32.


https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/39310/mod_resource/
content/2/Handout Air.pdf

Sahlan, M. (2022). Rekayasa Protein. Guepedia.

Sisimindari, Jenie, I. R., Rumiyati, & Meiyanto, E. (2021). Biokimia Farmasi.


Gadjah Mada University Press.

Suprayitno, E., & Sulistyatu, T. D. (2017). Metabolisme Protein. UB Press.

Anda mungkin juga menyukai