Anda di halaman 1dari 5

KOSOLVENSI

I. Tujuan
1.1 Memahami dan menggambarkan pengaruh kosolvensi terhadap kelarutan suatu zat
1.2 Memahami dan menggambarkan pengaruh sonikasi terhadap kelarutan suatu zat
1.3 Memahami pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat
1.4 Memahami pengaruh pengadukan terhadap suatu zat

II. Prinsip
2.1 berdasarkan solven organic yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan zat yang
memiliki kelarutan rendah.
2.2 Berdasarkan perubahan sinyal listrik menjadi getaran fisik ntuk memecah senyawa sel
atau sel dengan menggunakan alat sonikator, sehingga kelarutan dapat ditingkatkan
2.3 Berdasarkan kelarutan zat dengan suhu yang tinggi
2.4 Berdasarkan perlakuan fisik dengan pengadukan pada zat tersebut

III. Teori
3.1 pengertian kelarutan
larutan adalah adalah disperce molecular zat terlarut (solute) di dalam
pelarutnya (solvent). Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling
melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik
(Lachman,1989)
kelarutan dalam besaran kuantitatif diartikan sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperature tertentu dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekuler
homogen.
Table 1. Istilah kelarutan zat dalam suatu pelarut (Depkes, 1995)

Istilah kelarutan Bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan


I bagia zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 sampai 10 bagian
Larut 10 sampai 30 bagian
Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian
Sukar larut 100 sampai 1000 bagian
Sangat sukar larut 1000 sampai 10000 bagian
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000 bagian

3.2 proses pelarutan


proses pelarutan yang melibatkan interaksi solut dengan solute, solven dengan
solven dan solute dengan solven terdiri dari tiga tipe yaitu (Martin, 1993).
1. Tahap pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut pada
temperature tertentu. Kerja yang dibutuhkan dalam memindahkan suatu mlekul
dari zat terlarut sehingga dapat lepas ke wujud uap membutuhkan pemecahan
ikatan antar molekul-molekul berdekatan. Proses pelepasan ini melibatkan energi
sebesar 2W22 untuk memecah ikatan antar molekul yang berdekatan dalam kristal
(Martin, 1993)

Zat terlarut pelepasan satu molekul dari zat terlarut

Gambar 1. Tahap pemindahan suatu molekul zat dari fase terlarut

2. Tahap kedua menyangkut pembentukn lubang dalam pelarut yang cukup besar
untuk menerima molekul zat terlarut. Energi yang dibutuhkan pada tahap ini adalah
W11. Bilangan 11 menunjukkan bahwa interaksi terjadi antar molekul solven (Martin,
1993).

Pelarut pembentukan lubang dalam pelarut

Gambar 2. Tahap pembentukan lubang dalam pelarut

3. Tahap ketiga penempatan molekul zat terlarut dalam lubang pelarut. Lubang dalam
pelarut yang terbentuk pada gambar 2, sekarang tertutup. Pada keadaan ini terjadi
penurunan energi sbesar W12. Selanjutnya akan terjadi penutupan rongga kembali
dan kembali terjadi penurunan energi potensial sebesar W12 sehingga tahap ini
melibatkan energi sebesar- W12. Interaksi solute solvent ditandai dengan proses di
bawah ini (Martin, 1993)

Pelarut molekul zat terlarut larutan

Gambar 3. Tahap penempatan zat terlarut ke rongga pelarut

3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan


Kelarutan zat di dalam pelarut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu (Mediarman,
2005).
1. Interaksi solute dan solven
Pada kondisi tertentu, zat mempunyai kelarutan tertentu pula, kemampuan
berinteraksi antara solute dan solven sangat tergantung pada sifat solute maupun
sifat solven, yang dipengaruhi efek kimia, elektrik, maupun struktur (Mediarman,
2005).
Kelarutan suatu zat bergantung pada struktur molekulnya seperti
perbandingan gugus polar dan gugus non polar dari molekul. Semakin Panjang rantai
non polar dari alcohol alifatik, semakin kecil larutan nya dalam air (Mediarman,
2005)
Kelarutan zat terlarut dan pelarut dipengaruhi oleh polantas dari momen dipol
pelarut. Pelarut polar dapat ,melarutkan senyawa-snyawa ionic serta senyawa-
senyawa polar lainnya (Mediarman, 2005).

2. PH
Bentuk terion suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut air daripada bentuk
tak terion. Kelarutan obat yang bersifat asam lemah sebgai fungsi
PH dalam larutan dapat dinyatakan dengan persamaan Henderson-Harselbach
(Mediarman, 2005).
PH = pKa + Log S-So
So
Keterangan :
S = konsentrasi zat terlarut total
So = konsentrasi zat tak terionkan
Kelarutan basa lemah akan turun dengan naiknya PH sedangkan asam lemah akan
meningkat dengan naiknya PH (Mediarman,2005).

3. Tekanan
Tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair atau zat
padat dalam pelarut zat cair. Namun, apabila terjadi perubahan tekanan dapat
ditunjukkan dengan prinsip Le Chatelier karena ia tergantung pada volume relatif
dan penyusun zat. Pada umumnya perubahan volume larutan kecil, dikarenakan
tekanan, sehingga tekanan yang diperlukan akan sangat besar untuk mengubah
kelarutan zat. (Gabriel, 1996)

4. Suhu
Perubahan kelarutan suatu zat terlarut karena pengaruh suhu erat
hubungannya dengan panas kelarutan zat tersebut. Panas kelarutan didefinisikan
sebagai banyaknya panas yang dibebaskan atau diperlukan apabila satu nol zat
terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut untuk menghasilkan suatu larutan jenuh
(Gabriel, 1996).

5. Ion sejenis
Adanya ion sekutu akan mempengaruhi kelarutan. Ion sekutu adalah ion yang
juga merupakan salah satu bahan endapan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
kelarutan suatu endapan akan berkurang banyak sekali jika salah satu terdapat
dalam jumlah berlebihan meskipun efek ini dibimbing dengan
pembuatan/pembentukan satu kompleks yang dapat larut.

6. Pembentukan senyawa kompleks


Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya
van der wals dari disperse, dipolar dan tipe dipolar induksi. Ikatan hydrogen
memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler dan kovalen
koordinat penting dalam beberapa kompleks logam. Salah satu faktor yang penting
dalam pembentukan kompleks adalah persyaratan ruang. Jika pendekatan dan
asoisasi yang dekat dari molekul donor dan molekul akseptor dihalangi oleh faktor
ruang, kompleks akan mungkin benrbentuk ikatan hidrogen dan pengaruh lain harus
dipertimbangkan (Holiday,2005).
Polietilenglikol, polistirena, karbksimetil selulosa dan polimer sejenis yang
mengandung oksigen nukleofilik dapat berbentuk kompleks dengan berbagai obat.
Semakin stabil kompleks organic molekuler yang terbentuk, maka besar reservoir
obat yang tersedia untuk pelepasan. Suatu kompleks stabil yang menghasilkan laju
pelepasan awal yang lambat dan membutuhkan waktu yang lama untuk pelepasan
sempurna (Holiday, 2005).

7. Kosolvensi
Kosolven seperti etanol, propilenglikol, polietilen glikol dan glikofural telah
rutin digunakan sebagai zat untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan
pembawa berair. Pada beberapa kasus, penggunaan kosolven yang tepat dapat
meningkatkan kelarutan obat hingga beberapa kali lipat, namun bias juga
peningkatan kelarutannya sangat kecil, bahkan dalam beberapa kasus penggunaan
kosolven dapat menurunkan kelarutan solute dalam larutan berair (Holiday, 2005).
Efek peningkatan kelarutan terutama disebabkan oleh polaritas obat terhadap
solven (air) dan kosolven. Pemilihan system kosolven yang tepat dapat menjamin
kelarutan semua komponen dalam formulasi dan meminimalkan resiko
pengendapan karena pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya,
hal ini akan mengurangi iritasi jaringan pada tempat administrasi obat (Yalkowsky,
1981).
Kosolvensi adalah suatu zat yang ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan
dari elektrolit lemah dan molekul non polar dalam air. Kosolvensi adalah
penambahan suatu pelarut untuk molekul-molekul non polar yang mempunyai
kelarutan dalam air yang buruk, penambahan suatu pelarut tersebut harus dapat
bercampur dengan air, dimana dalam melarut dengan baik. Kosolven hanya
melarutkan bagian zat yang tidak bisa dilarutkan sepenuhnya oleh air. Jadi, zat
terlarut ditambahkan kosolven, kemudian ditambahkan pelarut air. Contoh kosolven
adalah etanol, gliserol, propilenglikol, sorbitol dan lain-lain (Yalkowsky,1981).

8. Ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat,
konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap
kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila
dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris (Yalkowsky, 1981).
Ukuran molekul akan mempengaruhi kelarutan, semakin besar berat molekul
maka semakin sedikit yang terlarut. Molekul yang besar lebih sulit untuk dikelilingi
dengan molekul pelarut untuk melarutkan zat. Dalam kasus senyawa organic, jumlah
karbon percabangan akan meningkatkan kelarutan karena percabangan akan
mengurangi ukuran atau volume dari molekul dan membuatnya lebih mudah untuk
melarutkan molekul dengan pelarut (Yalkowsky,1981).

9. Penambahan surfaktan
Sifat dari surfaktan adalah menambah kelarutan senyawa organic dalam system
berair. System ini tampak hanya pada cairan dan diatas konsentrasi misel kritis. Ini
menunjukkan bahwa misel adalah bersangkutan dengan fenomena ini. Berbagai
bahan tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika kelarutan
obat itu sendiri (Lachman,1989).

3.4 sonkasi
sonikasi adalah suatu teknologi yang memanfaatkan glombang ultrasonic.
Ultrasonic adalah suara atau getaran dengan frekukuensi yang terlalu tinggi untuk bisa
didenngar oleh manusia, yaitu kira-kira di atas 20 kHz. Gelombang ultrasonic dapat
merambat medium padat, cair, dan gas. Proses sonikasi ini mengubah sinyal listrik
menjadi getaran listrik yang dapat diarahkan untuk suatu bahan dengan menggunakan
alat yang bernama sonikator. Sonikasi ini biasanya dilakukan untuk memecah
senyawa/sel untuk pemeriksaan lebih lanjut. Getaran ini memiliki efek yang sangat kuat
pada larutan, menyebabkan pecahnya molekul dan putusnya sel. Semakin lama waktu
sonikasi, ukuran partikel cenderung lebih homogen dan mengecil yang akhirnya menuju
ukuran monopartikel yang stabil serta penggumpalan pun semakin berkurang. Hal
tersebut disebabkan oleh gelombang pada metode sonikasi dapat menimblkan
penggumpalan partikel (agglomeration) dan terjadi disperse sempurna dengan
penambahan surfaktan sebagai penstabil (Lachman,1989).

3.5 Spektrofotometer Uv-Vis


Suatu molekul sederhana apabila dikenai radiasi elektromagnetik akan
mengabsobsri radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi tersebut
akan meningkatkan energi potensial electron pada tingkat keadaan eksitasi. Panjang
gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorban yang
maksimal (Lachman, 1989).
Apabila molekul-molekul orgganik di dalam larutan atau cairan yang akan
dikenakan cahaya pada daerah spektrum cahaya UV, oleh molekul-molekul tersebut
akan mengabsobsi cahaya pada Panjang gelombang tertentu bergantung pada jenis
transisi electron yang dihubungkan dengan absorbs (Lachman,1989).

Anda mungkin juga menyukai