Anda di halaman 1dari 3

3.

Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menyebabkan nafas yang tiba-tiba pendek pada saat
tidur. Sehingga menyebabkan seseorang terbangun dan menghirup udara, hal ini terjadi selama
1 - 2 jam setelah seseorang tertidur. Pasien biasanya akan merasa nyaman dan merasa tidak
sesak dengan mengambil posisi tegak. Kondisi ini juga diartikan berdasarkan masing-masing
bagian namanya:

“Paroxysmal” adalah episode gejala yang muncul tiba-tiba dan dapat terjadi kembali.

“Nocturnal” adalah waktu malam hari

“Dyspnea” adalah sebutan medis yang merujuk pada nafas yang pendek, kesulitan bernafas,
atau ketidaknyamanan saat bernafas. Dyspnea dapat terjadi pada malam atau pagi hari.

Gagal jantung adalah penyebab PND paling serius. Pada posisi horizontal terjadi redistribusi
volume darah dari ekstremitas bawah dan sirkulasi splanchnic ke paru-paru. Pada individu
normal hal ini memiliki efek kecil, tetapi pada pasien gagal jantung dapat memberikan efek
yang signifikan bagi tubuh. Ventrikel kiri yang rusak tiba-tiba tidak dapat menyamai keluaran
dari ventrikel kanan yang berfungsi normal. Ventrikel kiri tidak dapat bekerja secara efektif
untuk memompa volume darah keluar jantung, maka terjadilah peningkatan tekanan pada
serambi kiri dan pembuluh darah di sekitarnya. Kondisi ini menciptakan penumpukan cairan di
paru-paru (edema jaringan paru) dan penurunan complience paru yang mengakibatkan rasa
sesak. Kongesti paru yang menimbulkan rasa sesak akan berkurang bila pasien mengambil
posisi lebih tegak, dan hal ini disertai dengan perbaikan gejala. Mekanisme lain yang
menjelaskan adanya PND sering terjadi dimalah hari adalah teori yang menyatakan terdapat
penurunan respon pusat pernapasan di otak dan penurunan aktivitas adrenergik di miokardium
selama tidur.

2. Dalam keadaan normal suara jantung menghasilkan dua suara yang berbeda yang sering
dinyatakan dengan lub-dub atau disebut suara jantung pertama (S1) dan suara jantung kedua
(S2). Suara lub atau suara jantung pertama (S1) muncul akibat dua penyebab yaitu : penutupan
katub atrioventrikular (katub mitral dan trikuspidalis) dan kontraksi otot-otot jantung.
Sedangkan suara dub atau suara jantung kedua (S2) disebabkan dari penutupan katub
semilunaris (katub aorta dan pulmonal).
Suara jantung pertama memiliki waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan suara
jantung kedua. Diantara suara jantung pertama dan suara jantung kedua terdapat dua interval
yaitu sistole dan diastole. Sistole adalah tekanan darah yang dialirkan dari jantung ke arteri dan
nadi, sedangkan diastole merupakan tekanan darah balik dari arteri dan nadi ke jantung. Sistole
ialah interval antara suara jantung S1 dan S2, sedangkan diastole interval antara suara jantung
S2 dan S1.
Suara jantung ketiga (S3) disebabkan oleh osilasi darah antara dinding aorta dan ventrikel.
Suara jantung keempat (S4) disebabkan oleh turbulensi ejeksi darah. Suara jantung ketiga dan
keempat disebabkan oleh terminasi fase pengisian ventrikular, setelah fase isovolumetrik dan
kontraksi atrial.

Jantung yang tidak normal memperdengarkan suara tambahan yang disebut murmur. Murmur
disebabkan oleh pembukaan katup yang tidak sempurna atau stenosis, yang memaksa darah
melewati bukaan sempit, atau oleh regurgitasi yang disebabkan oleh penutupan katup yang
tidak sempurna dan mengakibatkan aliran balik darah. Murmur diklasifikasikan menjadi
murmur sistolik dan diastolik, tergantung pada fase terjadinya. Murmur sistolik adalah bunyi
yang terdengar terus menerus di antara S1 dan S2. Murmur diastolik adalah bunyi yang
terdengar terus menerus antara S2 dan S1 berikutnya. Penyebab yang umum adalah regurgitasi
aorta dan pulmonal.

Bunyi gallop S3 adalah getaran yang bernada rendah yang terjadi pada awal diastolik. Bunyi ini
timbul akibat ada ketegangan korda tandinae dan mengembangannya ventrikel pada fase
pengisian. Kecepatan pengisian ventrikel dan besarnya amplitudo dari getaran dinding ventrikel
dan besarnya amplitudo dari getaran dinding ventrikel mempengaruhi bunyi yang terdengar.

Friction rub dapat menimbulkan bunyi gesekan pada jantung. Bunyi tersebut biasanya
disebabkan oleh gesekan antara lapisan perikardium (membran pembungkus jantung) atau
akibat infeksi virus, bakteri, hingga jamur pada perikardium.

1. CHF kiri dibagi menjadi dua akibat yaitu forward failure (gagal depan) dan backward failure
(gagal belakang). Pada forward failure disebabkan melalui tiga meknisme. Mekanisme pertama
yaitu penurunan suplai darah jaringan akan menyebabkan penurunan perfusi jaringan. Selain
itu penurunan suplai darah jaringan juga menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob. Yang
akan menyebabkan asidosis metabolik dan penurunan ATP sehingga akan terjadi rasa lelah dan
berakibat intoleransi aktifitas. Mekanisme kedua yaitu penurunan suplai oksigen ke otak
sehingga pingsan. Mekanisme ketiga yaitu penurunan aliran ginjal sehingga meningkatkan RAA.
Peningkatan RAA juga mengakibatkan Aldosteron meningkat sehingga meningkatkan fungsi
ADH. Karena fungsi ADH terjadi peningkatan maka terjadi Retensi Natrium dan air sehingga
menyebabkan kelebihan cairan volume vaskuler.

Pada Backward Failure akan berakibat pada peningkatan LVED (Left Ventricular End Diastolic).
Karena LVED naik maka tekanan vena pulmonalis akan meningkat dan menyebabkan tekanan
kapiler paru juga meningkat. Peningkatan tekanan kapiler paru mengakibatkan 2 akibat,
pertama akan mengakibatkan edema paru. Edema paru akan berakibat pada pembasahan ronki
yang juga mengakibatkan iritasi mukosa paru sehingga reflek batuk menurun. Hal tersebut akan
mengakibatkan pada penumpukan secret yang berakibat pada gangguan pernapasan. Kedua,
apabila tekanan kapiler paru meningkat, maka akan mengakibatkan beban ventrikel kanan
meningkat sehingga terjadi hipertropy ventrikel kanan yang berakibat pada penyempitan lumen
ventrikel kanan. Penyempitan lumen ventrikel kanan akan mengakibatkan CHF kanan.

DAFTAR PUSTAKA

NCBI, Paroxysmal Nocturnal Dyspnoea (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK213/).

Stacy Sampson, DO, Paroxysmal Nocturnal Dyspnoea


(https://www.healthline.com/health/paroxysmal-nocturnal-dyspnea),

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Prose Penyakit.
Jakarta : EGC

Puspasari, I. 2015. Analisis Non-Stasioner pada Deteksi Non-Invasive Sinyal Suara Jantung
Koroner. JNTETI, Vol. 4, No. 2.

Putri, Arini S. Bunyi jantung S3. Available at : https://id.scribd.com/doc/217679439/Bunyi-


jantung-ketiga-S3-gallop-docx. Access on 11th February 2021

Anda mungkin juga menyukai