Anda di halaman 1dari 10

PRESENTASI KLINIK

Umum

 Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun sebelum mereka
terdiagnosis ASCVD (Atherosclerotic Cardiovascular Disease); presentasi awal mungkin
kematian mendadak karena peristiwa CHD.
 Banyak pasien dengan dislipidemia diikuti dengan satu atau lebih ketidaknormalan
seperti obestitas abdominal atau perut buncit, atherogenic dyslipidemia, peningkatan
tekanan darah, resistensi insulin dan / atau intoleransi glukosa, prothrombotic dan
proinflammatory state. Pasien dengan tiga atau lebih ketidaknormalan tersebut
menunjukkan adanya sindrom metabolik.

Gejala dari ASCVD

 Nyeri dada
 Palpitasi (berdebar)
 Berkeringat
 Kegelisahan
 Nafas pendek
 Penurunan kesadaran
 Kesulitan berbicara atau bergerak
 Sakit perut

Tanda

 Sakit perut
 Radang pancreas
 Neuropati peripheral
 Eruptive xanthomas

Test laboratorium

 Peningkatan kolesterol total, LDL-C, TGs, apolipoprotein, hsCRP


 Penurunan HDL-C
TERAPI

Terapi non farmakologis

Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan untuk mengatasi dislipidemia yaitu


mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat seperti mengurangi asupan asam lemak jenuh,
meningkatkan asupan serat, mengurangi asupan karbohidrat dan alcohol, meningkatkan aktivitas
fisik sehari-hari, mengurangi berat badan berlebih dan menghentikan kebiasaan merokok.
Perubahan gaya hidup yang dilakukan pasien dislipidemia dilakukan untuk membiasakan
perilaku pasien sehingga profil lipid dapat dikontrol. Berdasarkan (Erwinanto dkk., 2013), gaya
hidup yang dapat dilakukan pasien dislipidemia antara lain :

1. Diet
Asam lemak jenuh dapat meningkatkan konsentrasi kolesterol LDL. Kolesterol LDL
dapat diturunkan dengan diet asam lemak tidak jenuh seperti Polyunsaturated fatty acid
(PUFA) dan MUFA. Konsumsi PUFA omega-3 dengan dosis >2 g/hari dapat mengurangi
konsentrasi trigliserida (TG) dan memiliki efek netrak terhadap konsentrasi kolesterol
LDL. Asam lemak trans didapatkan dari makanan seperti crackers, cookies, donat dan
roti. Makanan tersebut dapat meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan HDL.
Selain itu, diet karbohidrat bersifat netral terhadap kolesterol LDL sehingga cocok untuk
menggantikan diet lemak jenuh. Konsumsi karbohidrat dapat menurunkan kolesterol
HDL dan meningkatkan konsentrasi TG. Asupan karbohidrat yang dianjurkan yaitu
<60% kalori total untuk pasien sindrom metabolic dengan konsentrasi kolesterol HDL
rendah dan konsentrasi TG tinggi.
2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dilakukan untuk mendapatkan berat badan ideal dan dapat menngurangi
resiko terjadinya sindrom metabolic dan mengontrol faktor risiko PJK. Aktivitas fisik
dapat menurunkan TG dan meningkatkan kolesterol HDL. Jalan cepat 30 menit/hari
selama 5 hari /minggu merupakan aktivitas fisik yang dianjurkan. Selain itu, dapat
melakukan aktivitas berenang, bersepeda, bermain voli, menyapu halaman,
membersihkan rumah, bermain basket, golf, dan berdansa.
3. Penurunan Berat Badan
Berat bada ideal diukur menggunakan indeks massa tubuh. IMT untuk berat badan
normal yaitu 18.5 – 22,9. Sebanyak 8 mg/dL kolesterol LDL turun beriringan dengan
penurunan 10 kg berat badan.
4. Menghentikan kebiasaan merokok
Kebiaasaan merokok dapat meningkatkan TG.
5. Diet suplemen
Suplemen yang dianjurkan yaitu fitosterol, protein kedelai, makanan kaya serat dan
PUFA Omega-3. Diet suplemen berkaitan dengan penurunan konsentrasi LDL. Beras
merah juga menjadi salah satu suplemen yang dikonsumsi karena mengandung
monacolin K.

Terapi farmakologis

1. Statin (inhibitor HMG-CoA reductase)


Statin merupakan obat paling banyak digunakan karena dapat menurunkan kolesterol
LDL secara efektif dan TG, serta meningkatkan kolesterol HDL. Statin bekerja pada
regulasai CETP dengan cara menghambat kerja HMG-CoA reductase sehingga
konsentrasi kolesterol LDL dan VLDL turun. Obat-obat golongan statin yang digunakan
dengan dengan dosis maksimal 80 mg/hari diantaranya Lovastatin, Pravastatin,
Simvastatin, Fluvastatin, dan Atorvastatin. Namun, penggunaan simvastatin dapat
menyebabkab miopati sehingga tidak dianjurkan diresepkan pada pasien baru dengan
dosis 80 mg. Penggunaan statin berkaitan dengan gejala miopati (myalgia, myositis,
rabdomiolisis) (Erwinanto dkk., 2013). Untuk pasien PGK penyesuaian dosis dapat
dilihat pada Tabel berikut.
Pasien yang tidak toleran dengan statisn dapat digantikan dengan golongan bile acid
sequestrant atau asam nikotinat; atau dapat dipertimbangkan ezetimibe tunggal atau
dikombinasikan dengan bile acid sequestrant atau asam nikotinat. Sebagian besar
golongan statin dimetabolisme di hati melalui enzim sitokrom P450. Sehingga perlu
dilakukan monitoring enzin hepar untuk menghindari jejas hepar serius dengan keluhan
klinis hyperbilirubinemia (Erwinanto dkk., 2013).
2. Inhibitor absorpsi kolesterol
Ezetimibe memblok kolesterol diet dan empedu seperti fitosterol dengan berinteraksi
dengan transporter NPC1L1. Ezetimibe menurunkan kolesterol LDL sebesar 18%.
Kombinasi antara ezetimibe dan statun menurunkan kolesterol LDL lebih besar daripada
menggandakan dosis statin. Penggunaan ezetimibe dikontraindikasikan untuk pasien
dengan penyakit liver (Chisholm-Burns dkk., 2016). Dosis yang dianjurkan adalah 10
mg/hari dan harus digunakan bersama statin kecuali keadaan tidak toleran terhadap statin
(Erwinanto dkk., 2013).
3. Bile acid sequestrant
Kolestiramin, kolesevelam, dan koletipol merupakan jenis-jenis bile acid sequestrant,
dengan dosis penggunaan secara berturut-turut yaitu 4-24 g, 5-30 g, dan 3,8-4,5 g. Obat
golongan ini direkomendasikan untuk pasien yang tidak toleran terhadap statin. Efek
samping dari golongan ini meliputi rasa kenyang, terbentuknya gas dan konstipasi.
Memiliki interaksi dengan obat digoxin, warfarin, tiroksin dan tiazid sehingga cara
penggunaan obat yaitu obat diminum 1 jam sebelum atau 4 jam setelah mengkonsumsi
obat golongan ini (Chisholm-Burns dkk., 2016).
4. Fibrat
Efek utama fibrat adalah penurunan kadar trigliserida sebesar 20% sampai 50% dan
peningkatan kolesterol HDL level sebesar 9% hingga 30%. Fibrat adalah obat penurun
trigliserida yang paling efektif dan digunakan terutama pada pasien dengan peningkatan
trigliserida dan kolesterol HDL rendah. Fibrat bekerja dengan mengaktifkan reseptor-
alpha (PPAR-α) yang diaktifkan proliferator peroksisom, reseptor inti yang terlibat dalam
fungsi seluler. Hal ini menghasilkan penurunan lipoprotein kaya trigliserida (VLDL dan
IDL) dan peningkatan HDL. Kadar CK harus diperiksa sebelum terapi dimulai dan jika
timbul gejala. Dapat terjadi disfungsi hati oleh karena itu LFT harus dipantau. Fibrat
meningkatkan kolesterol dalam empedu dan menyebabkan gangguan kandung empedu
dan saluran empedu, seperti kolelitiasis dan kolesistitis (Chisholm-Burns dkk., 2016).
5. Asam nikotinat

Asam nikotinat menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak perifer ke
hepar sehingga sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL di hepar berkurang. Asam
nikotinat juga mencegah konversi kolesterol VLDL menjadi kolesterol LDL. Dosis awal
yang direkomendasikan adalah 500 mg/hari selama 4 minggu dan dinaikkan setiap 4
minggu berikutnya sebesar 500 mg selama masih dapat ditoleransi sampai konsentrasi
lipid yang dikehendaki tercapai. Dosis maksimum 2000 mg/hari menurunkan TG 20-
40%, kolesterol LDL 15-18%, dan meningkatkan konsentrasi HDL 15-35%.
Alasan terbanyak menghentikan penggunaan niasin pada bulan pertama adalah efek
samping berupa keluhan pada kulit (ruam, pruritis, flushing), keluhan gastrointestinal,
DM, dan keluhan muskuloskeletal.14 Untuk mengurangi efek flushing, niasin
dikombinasikan dengan laropripant, sebuah antagonis prostaglandin D2.
6. Inhibitor CETP

Cholesteryl ester transfer protein berfungsi membantu transfer cholesteryl ester dari
kolesterol HDL kepada VLDL dan LDL yang selanjutnya akan dibersihkan dari sirkulasi
melalui reseptor LDL di hepar. Terapi dengan inhibitor CETP mempunyai efek ganda
yaitu meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL dan menurunkan konsentrasi kolesterol
LDL melalui reversed cholesterol transport. Di antara 3 inhibitor CETP (torcetrapib,
dalcetrapib dan anacetrapib), torcetrapib telah ditarik dari pasaran karena meningkatkan
kematian.12 Monoterapi anacetrapib 40 mg, 150 mg, atau 300 mg selama 8 minggu
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL berturutan sebesar 16%, 27%, 40%, dan 39%
serta meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL berturutan sebesar 44%, 86%, 139%, dan
133%.
7. Aferesis kolesterol LDL
Tindakan aferesis ditujukan bagi pasien dengan HoFH atau HeFH berat. Dengan teknik
yang mahal tetapi efektif ini, kolesterol LDL dan Lp(a) dibuang dari plasma selama
dilakukan sirkulasi ekstrakorporeal setiap 1 atau 2 minggu sekali
8. Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi digunakan agar bisa secara efektif menurunkan kadar non-HDL dan
kolesterol LDL yaitu dengan menggunakan Statin dan ezetimibe atau bile acid resin, bile
acid resin dan ezetimibe, atau tiga kombinasi obat. Menurunkan trigliserida
menggunakan statin+niasin, long-chain omega-3 fatty acids atau fibrat (Chisholm-Burns
dkk., 2016).
Kombinasi fibrat (terutama fenofibrat, bezafibrat, dan cipofibrat) dengan statin
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL dan TG serta meningkatkan kolesterol HDL
lebih tinggi daripada terapi tunggal manapun Kombinasi statin dan fibrat meningkatkan
risiko miopati, terutama jika fibrat digunakan dengan statin dosis tinggi atau statin
dikombinasikan dengan gemfibrozil. Kombinasi asam nikotinat. Evaluasi terapi yang
extended release dengan statin dosis moderat meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL
dan menurunkan konsentrasi TG lebih besar daripada statin dosis tinggi atau kombinasi
asam nikotinat dengan ezetimibe (Erwinanto dkk., 2013).

Terapi untuk penderita dislipidemia dengan keadaan tertentu


1. Familial Hypercholesterolemia

Pasien Familial Hypercholesterolemia memiliki resiko tinggi ASCVD dibandingkan


populasi umum. Selain itu, resiko tinggi terkena Miokard Infark sebelum usia 40.
Keberadaan dislipidemia familial patut dicurigai pada pria usia ˂50 tahun atau wanita
˂60 tahun dengan penyakit kardiovaskular. Pasien dengan dislipidemia familial
dikategorikan mempunyai risiko kardiovaskular tinggi. FH dapat terjadi pada seseorang
yang memiliki konsentrasi LDL-C sebesar 190 mg/dl atau kolesterol non-HDL 220
mg/d; atau seseorang dengan Riwayat keluarga yang menderita penyakit ASCVD dan
memiliki kolesterol tinggi. Ciri fisik pasien FH bisa mengalami gejala xanthomas or
corneal arcus.
Mipomersen dan lomitapide merupakan obat yang digunakan untuk pasien dengan HoFH
dan mengurangi kadar LDL-C sebesar 25% dan 40%. Mipomersen merupakan inhibitor
oligonucleotide pada sintesis apolipoprotein B-100 dan diadministrasikan melalui injeksi
subkutan. Lomitapide merupakan inhibitor microsomal triglyceride transfer protein yang
menurunkan kadar kolesterol pada liver, saluran pencernaan dan sekresi ke dalam
sirkulasi.
2. Hypertriglyceridemia

Naiknya kadar trigliserida berkaitan dengan naiknya resiko ASCVD. Pasien dengan TG
tinggi dapat dilakukan terapi non farmakologis dengan mengubah gaya hidup menjadi
lebih sehat seperti menurunkan berat badan, mengurangi konsumsi gula dan karbohidrat
olahan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan kebiasaan merokok dan minum
alcohol. Penyakit diabetes dan CKD dapat menjadi penyebab naiknya kadar TG.

Statin merupakan first line untuk mengatasi meningkatnya kadar TG. Fibrat dan omega-3
PUFA digunakan untuk menurunkan kadar TG pada pasien dengan kadara TG 200-499
mg/dl dan dapat mengurangi resiko ASCVD pada populasi ini. Kadar T melebihi 500
mg/dl dibarengi dengan gejala hyperchylomicronemia. Pada keadaan tersebut fibrat,
omega-3 PUFA dan niasin menjadi obat lini pertama yang digunakan.

3. Usia lanjut

Dislipidemia menjadi faktor resiko langsunh pada hari ini pada hari dokter ASCVD usia
lanjut (>65). Risiko yang dapat diatribusikan, yang merupakan perbedaan tingkat absolut
peristiwa kardiovaskular antara segmen populasi dengan kadar kolesterol serum yang
lebih tinggi atau lebih rendah, meningkat seiring bertambahnya usia. Terapi obat pada
prinsipnya sedikit berbeda dari pasien yang lebih muda, dan pasien yang lebih tua
menanggapi terapi penurunan lipid serta pasien yang lebih muda. Perolehan harapan
hidup mungkin kecil tergantung pada usia pada awal perawatan dan besarnya
pengurangan LDL-C. Manfaat terapi statin intensitas sedang hingga tinggi pada orang
dewasa yang lebih tua untuk pencegahan sekunder cukup jelas, sementara manfaat statin
pada orang dewasa yang lebih tua untuk pencegahan primer lebih kontroversial. Ini
terutama berlaku pada individu yang lebih besar dari 75 tahun sejak kelompok usia ini
kurang terwakil dalam RCTs.20 Pencegahan primer pada pasien yang lebih muda
membutuhkan sekitar 2 tahun sebelum pengurangan risiko ASCVD terlihat jelas, dan
waktu jeda ini harus dipertimbangkan, bersama dengan harapan hidup, dalam seleksi
pasien untuk terapi statin pada orang dewasa yang lebih tua. Risiko terapi statin pada
orang dewasa yang lebih tua juga harus dipertimbangkan. Perubahan komposisi tubuh,
fungsi ginjal, dan perubahan fisiologis penuaan lainnya dapat membuat pasien yang lebih
tua lebih rentan terhadap efek buruk dari terapi obat penurunan lipid. Penggunaan statin
juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko katarak, yang sangat lazim di kalangan
orang dewasa yang lebih tua, namun meta-analisis tidak menemukan bukti yang jelas
yang menunjukkan statin meningkatkan risiko katarak.85 Orang dewasa yang lebih tua
juga lebih mungkin mengembangkan diabetes tipe 2 dan dampak terapi statin pada
diabetes baru-onset pada orang dewasa yang lebih tua adalah kekhawatiran menjamin
studi lebih lanjut (tanpa tahun).
4. Anak-anak
Gejala kardiovaskular jarang terjadi pada mereka yang berusia di bawah 18 tahun, proses
aterosklerosis sering dimulai selama masa kanak-kanak. Skrining lipid sebelum usia 9
hanya direkomendasikan pada anak-anak dengan riwayat keluarga yang signifikan dari
ASCVD prematur, kerabat tingkat pertama yang dikenal dengan dislipidemia, atau faktor
risiko kardiovaskular lainnya (seperti diabetes, obesitas, atau hipertensi). Terapi obat
pada anak-anak tidak dianjurkan sampai usia 10 tahun atau lebih dan pedoman untuk
inisiasi terapi dan kadar kolesterol dan lipoprotein yang dapat diterima sangat berbeda
bahwa orang dewasa. Anak-anak yang lebih muda dari 10 tahun hanya boleh menerima
terapi obat jika mereka memiliki gangguan lipid genetik (seperti FH) atau kondisi
ASCVD berisiko tinggi (seperti diabetes); anak-anak ini harus dirujuk ke spesialis lipid
anak. Intervensi gaya hidup umumnya menjadi andalan terapi, namun anak-anak dengan
FH akan sering membutuhkan terapi obat. Pravastatin dapat digunakan pada anak-anak
berusia 8 tahun. Mulailah dengan dosis statin terendah yang tersedia dan titrate setiap 3
bulan yang diperlukan untuk mencapai tujuan perawatan. Ezetimibe dan BAS juga
memiliki data yang menunjukkan bahwa mereka aman dan efektif untuk digunakan pada
anak-anak berusia 10 tahun ke atas.
5. Wanita
Kehamilan dikaitkan dengan peningkatan progresif kadar kolesterol dan TG, namun
terapi diet adalah andalan pengobatan, dengan penekanan pada mempertahankan diet
bergizi seimbang sesuai kebutuhan kehamilan. Jika pasien berisiko sangat tinggi atau
memiliki FH, BAS dapat dipertimbangkan selama kehamilan karena tidak ada paparan
obat sistemik.
6. Pasien dengan diabetes

Dislipidemia yang umumnya ditemukan pada orang dengan diabetes sering ditandai
dengan hipertrigliseridemia, HDL-C rendah, dan ditinggikan sederhana, tetapi padat,
LDL-C yang sangat aterogenik. Meskipun ketinggian sederhana dalam LDL-C diamati
pada pasien ini, statin adalah terapi garis pertama mengingat tubuh bukti yang signifikan
dari RCT menunjukkan bahwa statin mengurangi peristiwa ASCVD dan kematian pada
orang dengan diabetes. Namun, risiko individu di antara mereka yang menderita diabetes
yang tidak memiliki riwayat ASCVD tidak homogen, sehingga skor risiko ASCVD 10
tahun dapat digunakan untuk menentukan intensitas statin yang sesuai. Terapi statin
intensitas tinggi lebih disukai pada mereka yang menderita diabetes dan riwayat ASCVD
(pencegahan sekunder) mengingat pasien-pasien ini berisiko sangat tinggi terhadap
peristiwa ASCVD berulang.
7. Pasien dengan kerusakan ginjal
Dislipidemia sangat lazim di antara pasien dengan penyakit ginjal. Pola dislipidemia pada
pasien dengan penyakit ginjal termasuk hipertrigliseridemia, sedikit peningkatan
kolesterol total dan LDL-C dan kadar HDL-C rendah. Statin secara efektif mengurangi
LDL-C pada pasien dengan penyakit ginjal, namun pengurangan peristiwa kardiovaskular
kurang kuat pada pasien penyakit ginjal. Statin umumnya dilanjutkan, namun, pada
pasien yang berada di statin sebelum maju ke penyakit ginjal tahap akhir dan
membutuhkan dialisis. Ezetimibe juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan terapi
statin berdasarkan bukti RCT yang menunjukkan kombinasi ini mengurangi kejadian
kardiovaskular dibandingkan dengan plasebo pada pasien pada berbagai tahap penyakit
ginjal stadium lanjut.
8. Pasien dengan Gangguan inflamasi kronis dan HIV
Selain mempertimbangkan terapi statin, ada pertimbangan tambahan dengan perawatan
yang digunakan untuk gangguan peradangan kronis dan HIV. Penggunaan jangka
panjang terapi antiretroviral, misalnya, telah terbukti memediasi perkembangan
aterosklerosis dan perkembangan pada pasien dengan HIV. Dengan itu, banyak
antiretroviral (misalnya, inhibitor protease) dapat secara signifikan meningkatkan kadar
TG. Terapi anti-inflamasi (misalnya, tociluzimab, methotrexate) yang digunakan dalam
manajemen rheumatoid arthritis telah menghasilkan hasil campuran dalam hal efeknya
pada tingkat lipid dan risiko ASCVD.

MONITORING
• Tentukan respons terhadap terapi penurunan lipid dan tujuan penurunan berat badan

• Kehadiran efek samping yang diinduksi obat (misalnya, transaminase tinggi atau myalgia pada
statin)

• Terjadinya kejadian kardiovaskular (CV)

• Kepatuhan pasien terhadap rencana perawatan menggunakan beberapa sumber informasi

Anda mungkin juga menyukai