Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

Nama : Ajeng Qodry Miftakhul Jannah


NIM : C2018006

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2021
FRAKTUR

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya,fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelzter&Bare,2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang,kebanyakan fraktur akibat dari
trauma,beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer,2001).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi.Selain mencegah infeksi yang diharapkan
terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.Beberapa hal yang
penting untuk dilakukan dalam penanggulangan faktur terbuka yaitu operasi yang
dilakukan dengan segera,secara hati-hati,debridemen yang berulang-ulang,stabilisasi
fraktur,penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemebrian antibiotic yang
adekuat (Chairuddin rasjad,2008).
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan
sedang atau pernah berhubungan dunia luar (PDT Ortopedi,2008).

B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
Benturan pada lengan baah yang menyebabkan patah tulang radius dan
ulna,patah tulang pada tempat benturan.
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut :
a) Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi traum.Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot,tekanan dari patahan tulang/kerusakan jaringan sekitarnya.
b) Bengkak/edema
c) Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma) yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
d) Memar/ekomosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya
e) Spame otot
Merupakan merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disertai fraktur.
f) Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf,tertekannya syaraf karena edema
g) Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri/spasme otot,paralysis
dapat terjadi karena keruskaan syaraf
h) Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yangpada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan,ini terjadi pada fraktur tulang panjang
i) Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakan
j) Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan/trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,akan
menyebabkan tulang kehilanganbentuk normalnya.
k) Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur

D. PATHWAYS

E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang
lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung,
stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi
saat suplai darah ke tulang kurang baik.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor –
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah
1) Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena
terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik
imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara :
 Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.
 Pemasangan gips
 Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
a. Immobilisasi dan penyangga fraktur
b. Istirahatkan dan stabilisasi
c. Koreksi deformitas
d. Mengurangi aktifitas
e. Membuat cetakan tubuh orthotik
f. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan
gips adalah :
g. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
h. Gips patah tidak bisa digunakan
i. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien
j. Jangan merusak / menekan gips
k. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
l. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
2) Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi
kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis
frakturnya sendiri.
Penarikan (traksi) : Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan
beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang
yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :
a. Traksi manual , Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur, dan pada keadaan emergency
b. Traksi mekanik, ada 2 macam
c. Traksi kulit (skin traction) Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan
beban < 5 kg.
d. Traksi skeletal Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka
operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
e. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
f. Memperbaiki & mencegah deformitas
g. Immobilisasi
h. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
i. Mengencangkan pada perlekatannya Prinsip pemasangan traksi :
j. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
k. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
l. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
m. Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
n. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
3) Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada
pecahan-pecahan tulang.

G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
 ROM
 Pembalutan
 Pembidaian
 Pengkajian kekuatan otot

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
 X-ray
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi
 periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus
ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak
pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
 Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase(AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan Lain-lain
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)

I. ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI


a. PENGKAJIAN
 Anamnesa
 Pemeriksaan fisik
 Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
 Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik
 Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
 Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein
dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
 Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola
Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa
nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur.
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
 Pola Persepsi dan Konsep Diri.
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain
tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
 Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien
 Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
 Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
 Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
 Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
 Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
 Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
 Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
 Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
 Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika
terjadi perdarahan)
 Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
 Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
 Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
 Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
 Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
 Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


A. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
B. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti)
C. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
D. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
E. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
F. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
c. INTERVENSI
A. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan
menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pertahankan  Mengurangi nyeri dan
imobilasasi bagian yang mencegah malformasi.
sakit dengan tirah  Meningkatkan aliran balik
baring, gips, bebat dan vena, mengurangi
atau traksi edema/nyeri.
2. Tinggikan posisi  Mempertahankan kekuatan
ekstremitas yang otot dan meningkatkan
terkena. sirkulasi vaskuler.
3. Lakukan dan awasi  Meningkatkan sirkulasi
latihan gerak umum, menurunakan area
pasif/aktif. tekanan lokal dan
4. Lakukan tindakan untuk kelelahan otot.
meningkatkan  Mengalihkan perhatian
kenyamanan (masase, terhadap
perubahan posisi) nyeri,meningkatkan
5. Ajarkan penggunaan kontrol terhadap nyeri
Teknik manajemen yang mungkin berlangsung
nyeri (latihan napas lama.
6. dalam, imajinasi visual,  Menurunkan edema dan
aktivitas dipersional) mengurangi rasa nyeri.
7. Lakukan kompres  Menurunkan nyeri melalui
dingin selama mekanisme penghambatan
8. fase akut (24-48 jam rangsang nyeri baik secara
pertama) sesuai sentral maupun perifer.
keperluan.  Menilai perkembangan
9. Kolaborasi pemberian masalah klien.
analgetik
10. sesuai indikasi.
11. Evaluasi keluhan nyeri
(skala,
12. petunjuk verbal dan non
verval, perubahan
tanda-tanda vital)

B. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah


(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan
kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak
secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Dorong klien untuk  Meningkatkan sirkulasi
secara rutin darah dan mencegah
melakukan latihan kekakuan sendi.
menggerakkan  Mencegah stasis vena
jari/sendi distal dan sebagai petunjuk
cedera. perlunya penyesuaian
2. Hindarkan restriksi keketatan bebat/spalk.
sirkulasi akibat  Meningkatkan drainase
tekanan bebat/spalk vena dan menurunkan
yang terlalu ketat. edema kecuali pada
3. Pertahankan letak adanya keadaan
tinggi ekstremitas hambatan aliran arteri
yang cedera kecuali yang menyebabkan
ada kontraindikasi penurunan perfusi.
adanya sindroma  Mungkin diberikan
kompartemen. sebagai upaya
4. Berikan obat profilaktik untuk
antikoagulan menurunkan trombus
(warfarin) bila vena.
diperlukan.  Mengevaluasi
5. Pantau kualitas nadi perkembangan
perifer,aliran  masalah klien dan
kapiler, warna kulit perlunya
dan kehangatan
 intervensi sesuai
kulit distal cedera,
keadaan klien.
bandingkan dengan
sisi yang normal.
C. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah,
emboli,perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema
paru,kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis
analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Instruksikan/bantu  Meningkatkan ventilasi
latihan napas dalam dan alveolar dan perfusi.
latihan batuk efektif.  Reposisi meningkatkan
2. Lakukan dan ajarkan drainase sekret dan
perubahan posisi yang menurunkan kongesti
aman sesuai keadaan paru.
klien.  Mencegah terjadinya
3. Kolaborasi pemberian pembekuan
obat antikoagulan  darah pada keadaan
(warvarin,heparin) dan tromboemboli.
kortikosteroid sesuai  Kortikosteroid telah
indikasi. menunjukkan
4. Analisa pemeriksaan gas  keberhasilan untuk
darah, mencegah/mengatasi
5. Hb, kalsium, LED, emboli lemak.
lemak dan trombosit
 Penurunan PaO2 dan
6. Evaluasi frekuensi
peningkatan
pernapasan dan upaya
 PCO2 menunjukkan
bernapas, perhatikan
gangguan pertukaran gas;
adanya
anemia, hipokalsemia,
stridor,penggunaan otot
peningkatan LED dan
aksesori pernapasan,
kadar lipase, lemak darah
retraksi sela iga dan
dan penurunan trombosit
sianosis sentral.
sering
 berhubungan dengan
emboli lemak.
 Adanya takipnea, dispnea
dan perubahan mental
merupakan tanda dini
insufisiensi
pernapasan,mungkin
menunjukkan terjadinya
 emboli paru tahap awal.

D. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,nyeri,


terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas
pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat
mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan
melakukan aktivitas
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pertahankan pelaksanaan  Memfokuskan perhatian,
aktivitas rekreasi meningkatakan rasa
terapeutik (radio, koran, control diri/harga diri,
kunjungan membantu menurunkan
teman/keluarga) sesuai isolasi sosial.
keadaan klien.  Meningkatkan sirkulasi
2. Bantu latihan rentang darah muskuloskeletal,
gerak pasif aktif pada mempertahankan tonus
ekstremitas yang sakit otot, mempertahakan
maupun yang sehat gerak sendi, mencegah
sesuai keadaan klien. kontraktur/atrofi dan
3. Berikan papan penyangga mencegah reabsorbsi
kaki, gulungan kalsium karena
trokanter/tangan sesuai imobilisasi.
indikasi.  Mempertahankan posis
4. Bantu dan dorong fungsional ekstremitas.
perawatan diri  Meningkatkan
(kebersihan/eliminasi) kemandirian klien dalam
sesuai keadaan klien. perawatan diri sesuai
5. Ubah posisi secara kondisi keterbatasan
periodic sesuai keadaan klien.
klien.  Menurunkan insiden
6. Dorong/pertahankan komplikasi kulit dan
asupan pernapasan
7. cairan 2000-3000 (dekubitus,atelektasis,
ml/hari. penumonia)
8. Berikan diet TKTP.  Mempertahankan hidrasi
9. Kolaborasi pelaksanaan adekuat, men-cegah
fisioterapi sesuai komplikasi urinarius dan
indikasi. konstipasi.
10. Evaluasi kemampuan  Kalori dan protein yang
mobilisasi cukup
11. klien dan program  diperlukan untuk proses
imobilisasi. penyembuhan dan
mempertahankan fungsi
fisiologis tubuh.
 Kerjasama dengan
fisioterapis
 perlu untuk menyusun
program
 aktivitas fisik secara
individual.
 Menilai perkembangan
masalah
 klien.

E. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,


kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi,
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan
lesi terjadi
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pertahankan tempat  Menurunkan risiko
tidur yang nyaman dan kerusakan/abrasi kulit
aman (kering, bersih, yang lebih luas.
alat tenun kencang,  Meningkatkan sirkulasi
bantalan bawah siku, perifer dan meningkatkan
tumit). kelemasan kulit dan otot
2. Masase kulit terutama terhadap tekanan yang
daerah penonjolan relative konstan pada
tulang dan area distal imobilisasi.
bebat/gips.  Mencegah gangguan
3. Lindungi kulit dan gips integritas kulit dan
pada daerah perianal jaringan akibat
4. Observasi keadaan kulit, kontaminasi fekal.
penekanan gips/bebat  Menilai perkembangan
terhadap kulit, insersi masalah
pen/traksi.  klien.
F. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer(kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas
drainase purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Lakukan perawatan pen  Mencegah infeksi
steril dan perawatan luka sekunder dan
sesuai protokol  mempercepat
2. Ajarkan klien untuk penyembuhan luka.
mempertahankan sterilitas  Meminimalkan
insersi pen. kontaminasi.
3. Kolaborasi pemberian  Antibiotika spektrum
antibiotika dan toksoid luas atau spesifik dapat
tetanus sesuai indikasi. digunakan secara
4. Analisa hasil pemeriksaan profilaksis, mencegah
laboratorium (Hitung atau mengatasi infeksi.
darah lengkap, LED, Toksoid tetanus untuk
Kultur dan sensitivitas mencegah infeksi
luka/serum/tulang) tetanus.
5. Observasi tanda-tanda  Leukositosis biasanya
vital dan tanda-tanda terjadi pada proses
peradangan lokal pada infeksi, anemia dan
luka. peningkatan LED dapat
terjadi pada
osteomielitis. Kultur
untuk mengidentifikasi
organisme penyebab
infeksi.
 Mengevaluasi
perkembangan masalah
klien.

G. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan
kriteria klien mengerti dan memahami tentang
penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji kesiapan klien  Efektivitas proses
mengikuti program pemeblajaran
pembelajaran. dipengaruhi oleh
2. Diskusikan metode kesiapan fisik dan
mobilitas dan ambulasi mental klien untuk
sesuai program terapi mengikuti program
fisik. pembelajaran.
3. Ajarkan tanda/gejala klinis  Meningkatkan
yang memerluka evaluasi partisipasi dan
medik (nyeri berat, kemandirian klien dalam
demam,perubahan sensasi perencanaan dan
kulit distal cedera) pelaksanaan
4. Persiapkan klien untuk program terapi fisik.
mengikuti terapi  Meningkatkan
pembedahan bila kewaspadaan klien
diperlukan. untuk mengenali
tanda/gejala dini yang
memerulukan intervensi
lebih lanjut.
 Upaya pembedahan
mungkin diperlukan
untuk mengatasi
masalah sesuai kondisi
klien

d. Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

J. DAFTAR PUSTAKA
1. file:///D:/Ajeng%20Qodry%20Praktek%20Klinik%20Online%20KMB
%20Semester%206/Sumber/Askep_Fraktur.pdf
2. https://id.scribd.com/doc 304442073/LP-Fraktur
3. https://www.academia.edu/35911460/LP_FRAKTUR_docx

Anda mungkin juga menyukai