Anda di halaman 1dari 30

SMF/Bagian Ilmu Penyakit Dalam TOP TEN DISEASE

RSUD Dr. T. C. Hillers JUNI 2019


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

HIPERTENSI

Disusun Oleh:

Maria P. Melanie Letor, S.Ked

(1408010017)

Pembimbing:

dr. Angela Merici, Sp. PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD DR.T.C.HILLERS MAUMERE
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi dikenal sebagai tekanan darah tinggi yang biasa dijuluki


sebagai silent killer. Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling umum
ditemukan dengan berbagai komplikasi mengenai berbagai organ seperti jantung,
otak, ginjal, mata, dan arteri perifer. Kerusakan organ-organ tersebut bergantung
pada seberapa tinggi tekanan darah dan seberapa lama tertekan darah tinggi
tersebut tidak terkontrol dan tidak obati. Berdasarkan dalam guideline JNC ini
adalah perubahan target tekanan darah sistolik pada pasien berusia 60 tahun ke
atas menjadi <150 mmHg dan target tekanan darah pada pasien dewasa dengan
diabetes atau penyakit ginjal kronik berubah menjadi <140/90 mmHg dan
modifikasi gaya hidup dapat menurunkan resiko mortalitas pada pasien
hipertensi.1

Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi sendiri adalah peningkatan


tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Dua nilai tekanan darah arteri adalah tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Sistolik adalah puncaknya nilai
(tertinggi) yang dicapai ketika jantung berkontraksi dan diastolic adalah tercapai
saat jantung dalam keadaan istirahat (tekanan terendah) dan jantung kamar diisi
dengan darah.2
Tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai tekanan darah ≥ 140/90mmHg.
Sekitar 77,9 juta orang dewasa Amerika (1 dari 3 orang) dan sekitar 970 juta
orang di seluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi. Diperkirakan bahwa pada
tahun 2025, 1,56 miliar orang dewasa akan hidup dengan hipertensi.Hipertensi di
Indonesia merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi sebesar
25.8%, dengan jumlah sebesar 34,1% yang merupakan prevalensi tertinggi dari
Provinsi Kalimantan Selatan 44,1%, dan yang terendah dari Papua (22,2)%), dan

2
berdasarkan jenis kelamin, prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi
dibanding laki-laki.4

Hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko. Faktor yang


mempengaruhi hipertensi ada dua, faktor yang dapat di kontrol dan faktor yang
tidak dapat di kontrol. Faktor yang dapat dikontrol adalah kegemukan atau
obesitas, konsumsi garam berlebihan, kurang olahraga atau kurangnya aktifitas,
stres, merokok dan konsumsi alkohol. Faktor yang tidak dapat di kontrol, di
antaranya adalah keturunan/riwayat keluarga, ras, jenis kelamin dan usia,
hipertensi menyerang pria pada usia di atas 31 tahun, sedangkan pada wanita
terjadi setelah usia 45 tahun (menopause).5
Pengobatan terhadap hipertensi adalah menurunkan tekanan darah.
Pedoman yang diperbarui merekomendasikan obat penurun tekanan darah untuk
mereka dengan hipertensi stadium 1 dengan Cardiovascular disease (CVD) atau
risiko 10 tahun Atherosclerotic Cardiovascular Disease (ASCVD) 10% atau lebih
besar, serta bagi mereka yang menderita hipertensi stadium 2. Untuk stadium 2,
rekomendasinya adalah 2 obat penurun tekanan darah di samping perubahan gaya
hidup sehat. 2 atau lebih obat antihipertensi direkomendasikan untuk mencapai
target kurang dari 130/80 mm Hg dalam kelompok ini, dan diuretik tipe thiazide
dan / atau blocker saluran kalsium lebih efektif. Dalam menurunkan tekanan darah
sendiri atau dalam rejimen multidrug.3

Dalam mengevaluasi efek obat terhadap tekanan darah, maka dilakukan


pemeriksaan setiap bulan. Namun, strategi pengobatan harus dimulai dengan
melakukan perubahan pola hidup (therapeutic lifestyle changes), seperti
berolahraga teratur, menurunkan berat badan bagi yang kelebihan berat badan,
berhenti merokok, mengurangi asupan garam, dan lain-lain.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. Gabriel R. Plaka
Tanggal lahir : 25 Maret 1947
Umur : 72 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Agama : Kristen Protestan
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal MRS : 12 Juli 2019

2.2 RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 4 kali berisi cairan
berwarna kehitaman sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki berusa 72 dibawah oleh keluarganya ke UGD dengan
keluhan Nyeri perut yang menjalar ke bagian belakang sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan adanya muntah sebanyak 4 kali
berisi cairan berwarna kehitaman. Selain itu pasien juga mengelukan sulit buang
air besar sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berlendir
berwarna putih yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan sering capek saat berjalan. Deman (-), pilek (-)
Riwayat penyakit Dahulu :
Riwayat DM disangkal.
Riwayat Keluarga :
Keluarga kandung pasien tidak ada yang memiliki penyakit serupa dengan pasien.

4
Riwayat Pengobatan :
-

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
 Tanda Vital :
- Tekanan darah : 170/110 mmHg
- Nadi : 65 x/menit, reguler
- Pernapasan : 20x/menit
- SpO2 : 90%
- Suhu : 36ºC
 Status Gizi
- Berat Badan : 50 kg
- Tinggi Badan : 165 cm
- Indeks Masa Tubuh : 18,38
 Kulit : pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
 Kepala :
- Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil 3mm/3mm
isokor, RCL +/+, RCTL +/+
- Telinga : tanda peradangan (-/-), jejas (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
dan sekret (-/-)
- Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), massa (-)
 Mulut : mukosa bibir lembab, lidah kotor (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-/-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-)
 Toraks : jejas (-), deformitas (-)
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi :

5
- Batas kanan atas ICS 2 linea parasternal dekstra
- Batas kanan bawah ICS 4 linea parasternal dekstra
- Batas kiri atas ICS 2 linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah ICS 5 linea midklavikula sinistra
Auskultasi : BJ1-2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo
Anterior
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), taktil fremitus D=S
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Posterior
Inspeksi : jejas (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), taktil fremitus D=S
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen
Inspeksi : datar, supel (+)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-) Distensi (-) Hepar tidak teraba, lien tidak
teraba
Perkusi : timpani (+)
 Ekstremitas : Edema (-), akral hangat, CRT <2 detik

2.4 ASSESMEN
- Dispepsia
- HT Grade II

2.4 TATALAKSANA
 Planning Diagnosis : EKG, GDS, Foto BNO 3 Posisi, Foto Thorax

6
 Planning Terapi
1. IVFD RL 500cc/24 jam
2. Antasida 3x1 cth
3. Ondancentron 4 mg
4. Captopril 2x25 mg
5. Amlodipin 5-0-0

 Planning Monitoring
1. Obs. TTV
2. Obs. Keluhan

Follow up
Rabu, 13 Juli 2019
 Subjektif : pasien mengeluhkan nyeri perut yang menjalar ke bagian
pinggang belakang, keluhan sesak napas (-), mual (+), muntah(-), Belum
buang air besar sejak 4 hari yang lalu, buang air kecil dalam batas normal
 Objektif
- Keadaan umum : baik , CM
- TTV : TD : 150/100; nadi 86x/menit; RR 19x/menit; SpO2:98%; suhu
36,5oC
- Mata : konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Jantung : BJ1-2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)
- Paru : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
- Abd : Kembung, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+), bising
usus (+) >5
- Eks : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG :
 Laboratorium (13 Juli 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hb 12.4 g/dL 11.0 – 16.0
Jumlah eritrosit 3.95 10^6/uL 2.50 – 5.50
Hematokrit 34.8 % 31.0 – 50.0

7
MCV 88.1 fL 86.0 – 110.0
MCH 31.4 Pg 26.0 – 38.0
MCHC 35.6 g/L 31.0 – 37.0
Jumlah Lekosit 14.78 10^3/ul 5.0 – 11.0
Eosinofil 0.4 % 0.0-6.0
Basofil 0.02 % 0.0 – 1.0
Neutrofil 88.2 % 37.0 – 72.0
Limfosit 5.4 % 20.0 – 50.0
Monosit 0.87 % 0.00 – 14.0
Jumlah Trombosit 175 10^3/ul 150 – 400

FUNGSI HATI ( 13 Juli 2019)


SGOT 28 U/L 10-40
SGPT 16 U/L 10-40
WIDAL
Salmonella Typhi O Negatif Negatif
Salmonella Typhi H Negatif Negatif
Salmonella Paratyphi AO Negatif Negatif
Salmonella Paratyphi BO Negatif Negatif
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 3.3 mmol/L 3.5-5.0
Klorida 91 mmol/L 98-107

EKG
- Sinus rhythm
- PR interval normal
- RR interval 75x/menit
- AXIS : normoaxis
- Kompleks QRS : normal
- T Inverted Lead V1
- ST elevasi V2-V 3

FOTO BNO 3 POSISI

8
Kesan distensi usus dan distensi colon ascendens di kanan bawah,
-
udara colon di bagian distal minimal, mengarah ke bowel obstruction
dengan katup ileo-caecal in competen DD Small Bowel Obstruction
- Tak tampak udara bebas intraabdomen
- Tak tampak batu opak di proyeksi traktus urinarius
- Spondylosis lumbalis
FOTO THORAX
- Infiltrate meningkat dikedua pulmo apex sampai basal dengan air
broncogram dengan fibrosis di apex dextra, serta penarikan trachea ked
extra, susp TB pulmo bilateral aktif lama dengan infeksi sekubder non
spesifik DD TB pulmo dengan infeksi sekunder non spesifik
- Pleura reaction dextra

2.6 ASSESSMENT
- Ileus Obstruktif paralitik + Obs TB Paru
- Obs TB Paru DD Obs Pneumonia
- Obs Tumor Abdomen
- Hipertensi st II

 PLANNING
- Planning diagnostic : Colon In Loop dan Sputum BTA
- Planning Terapi :
- IVFD RL 1500cc/24 Jam
- Injeksi Omeperazole 2x40 Mg IV
- Injeksi Ranitidin 2x1 mg (IV)
- Nebu Ventolin / 8 jam
- Captopril 3x25 mg
- Amlodipin 5-0-0 mg
- Ambroxol syr 3xII C
- Dulcolax Supp 1x1

 Planning Monitoring : Obs TTV dan Keluhan

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi sendiri adalah peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat/tenang.(2)

3.2 Epidemiologi
Hipertensi di Indonesia merupakan masalah kesehatan dengan
prevalensi yang tinggi, dengan jumlah sebesar 34,1% yang merupakan
prevalensi tertinggi dari Provinsi Kalimantan Selatan (44,1%) dan yang
terendah dari Papua (22,2%), dan berdasarkan jenis kelamin, prevalensi
hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.(3)

3.3 Klasifikasi
Klasifikasi Hipertensi(4)
1. The Joint National Committee (JNC) VII
Stadium Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 1 140-159 90-99
Hipertensi 2 ≥160 ≥100

2. The Joint National Committee (JNC) VIII

10
Stadium Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi 1 140-159 90-99
Hipertensi 2 160-179 100-109
Hipertensi 3 ≥180 ≥110

3. Berdasarkan WHO dan International Society of Hypertension Working Group


(ISHWG)
Stadium Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi 1 (Ringan) 140-159 90-99
Hipertensi 2 (Sedang) 160-179 100-109
Hipertensi 3 (Berat) ≥180 ≥110
Hipertensi sistol ≥140 <90
terisolasi 140-149 <90

4. Perhimpunan Hipertensi Indonesia


Stadium Sistol dan/atau Diastol
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi 2 ≥160-179 Atau ≥100
Hipertensi Sistol terisolasi ≥140 Dan <90

5. American Heart Association/American Stroke Association

Stadium Sistolik Diastolik


Normal <120 mmHg dan <80 mmHg
Pre-hipertensi 120-129 mmHg dan <80 mmHg
Hipertensi 1 130-139 mmHg atau 80-89 mmHg
Hipertensi 2 ≥140 mmHg atau ≥90 mmHg
Hipertensi urgensi >180 mmHg dan/atau >120 mmHg
Hipertensi emergensi >180 mmHg + dan/atau >120 mmHg +

11
kerusakan organ kerusakan organ

6. Hipertensi Urgensi dan Hipertensi Emergensi


Untuk mencerminkan tingkat keparahan penyakit yang lebih tinggi pada pasien
dengan kriteria klinis berikut, pertimbangkan:
Hipertensi urgensi >180 mmHg dan/atau >120 mmHg
Hipertensi emergensi >180 mmHg + dan/atau >120 mmHg +
kerusakan organ kerusakan organ

Kelompok Hipertensi Urgensi Emergensi


Tekanan darah >180/110 >180/110 >220/140
Gejala Tidak ada, kadang- Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri
kadang sakit kepala sesak napas dada, kacau,
gelisah gangguan
kesadaran
Pemeriksaan Fisik Organ target tak ada Gangguan organ Ensefalopati,
kelainan target edema paru,
gangguan fungsi
ginjal, CVA,
iskemia jantung

12
Pengobatan Awasi 1-3 jam Awasi 3-6 jam, obat Pasang jalur
mulai/teruskan obat oral berjangka kerja intravena, periksa
oral, naikkan dosis pendek laboratorium
standar, terapi obat
intravena.
Rencana Periksa ulang dalam 3 Periksa ulang dalam Rawat ruangan/ICU
hari 24 jam

3.4 Faktor Resiko(6)


Faktor yang mempengaruhi hipertensi terbagi menjadi faktor yang dapat
dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor yang dapat dimodifikasi adalah: kegemukan atau obesitas; pola
makan yang tidak terkontrol bisa menyebabkan penimbunan lemak sehingga
mempengaruhi peredaran darah; konsumsi garam berlebihan, garam bersifat
menahan air sehingga menaikan tekanan darah; kurang olahraga, orang yang
kurang aktif berolahraga pada umumnya cenderung mangalami kegemukan; stres,
orang yang stress dapat merangsang hormon adrenalin yang menyebabkan jantung
berdenyut lebih cepat dan penyempitan kapiler sehingga tekanan darah
meningkat; merokok dan konsumsi alkohol, nikotin yang terkandung didalam
rokok dapat meningkatkan penggupalan darah dalam pembuluh darah, serta
alkohol karena adanya peningkatan sintensis catecholamine yang dalam jumlah
besar dapat memicu kenaikan tekanan darah.
Faktor yang tidak dapat di kontrol, di antaranya adalah:
 Genetik
Individu dengan orang tua yang hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih
besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus
hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
 Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah

13
satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol
HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
proses aterosklerosis.
 Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu stres, dan dapat mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
 Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung
sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang
lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
 Pola asupan garam dalam diet
World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi
garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium
yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram
sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.
Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume
cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak
kepada timbulnya hipertensi.
 Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko
terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

14
3.5 Penegakan diagnosis(7)
Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Hipertensi
adalah the sillent killer. Penderita baru mempunyai keluhan setelah mengalami
komplikasi. Secara sistematis anamnesa yang didapat sebagai berikut
1. Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk menentukan derajat hipertensi, mencari faktor
resiko, dan menilai apakah sudah ditemukan kerusakan organ dan apakah ada
penyakit penyerta.
Gejala kerusakan organ:
 Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attack, defisit sensoris atau motoris
 Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, kaki bengkak, tidur dengan bantal tinggi
(lebih dari 2 bantal)
 Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria.
 Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten

2. Pemeriksaan Fisik
Konfirmasikan hipertensi dengan pengukuran tekanan darah untuk
menentukan stadium dari hipertensi.
 Home Blood Pressure Measurements
Pengukuran sendiri tekanan darah di rumah diindikasikan untuk mengevaluasi
efek white coat hypertension, menilai hasil pengobatan obat anti hipertensi
terhadap kerusakan target organ, memperbaiki sikap dan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan dengan obat anti hipertensi. Pengukuran tekanan darah di
rumah memiliki hasil lebih rendah dan mempunyai korelasi lebih baik dengan
resiko yang akan terjadi bila dibandingkan dengan pengkuran diruang praktek
dokter. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pengukuran di rumah lebih
mewakili kondisi tekanan darah sehari-hari. Pengukuran tekanan darah di rumah
juga diharapkan meningkatkan keberhasilan pengendalian tekanan darah serta
menurunkan biaya.
 Ambulatory Blood Presure Monitoring

15
Data yang dihasilkan dari pengukuran tekanan darah dengan menggunakan
ABPM selama aktifitas berlangsung dan pada saat tidur, lebih erat hubungannya
dengan kerusakan organ target, hipertrofi ventrikel dan kejadian kardiovaskular,
bila dibanding dengan pengukuran tekanan darah di rumah atau dikamar periksa
dokter. Seseorang dikatakan menderita hipertensi bila pada pemeriksaan ABPM
dengan mean >135/85 mmHg sepanjang hari atau >125/75 mmHg saat tidur.
 White Coat hypertension
Pada kurang lebih 25% pasien hipertensi, didapatkan hasil yang lebih tinggi pada
pemeriksaan dikamar periksa dokter atau dirumah sakit bila dibanding dengan
pengukuran di rumah, pada saat bekerja atau dengan ABPM. Keadaan ini lebih
sering ditemui pada pada penderita usia lanjut. Konsekuensi klinis dari diagnosis
ini adalah meningkatnya resiko kejadian dan mortalitas kardiovaskular, bila
dibanding dengan normotensi dan non white-coat hypertension.

Alur pemeriksaan hipertensi

16
Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi lain
(komorbiditas):
 Indeks Massa Tubuh Tinggi (BMI). [BMI = berat dalam kg / tinggi dalam
meter²] BMI> 25 = kelebihan berat badan; BMI> 30 = obesitas
 Lingkar perut tinggi diukur melalui umbilikus. Nilai> 88 sentimeter untuk
wanita dan> 102 sentimeter untuk pria dianggap sebagai faktor risiko
independen untuk penyakit kardiovaskular
 Asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK): Ini dianggap
kontraindikasi untuk penggunaan beta blocker.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari tes darah rutin, glukosa
darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum,
trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum,
hemoglobin dan hematokrit, urinalisis dan elektrokardiogram.
Pemeriksaan kerusakan organ target :
 Jantung : pemeriksaan fisik, foto polos dada (untuk melihat pembesaran
jantung, kondisi arteri intra toraks dan sirkulasi pulmoner), elektrokardiografi
(untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel
kiri), ekokardiografi.
 Pembuluh darah : pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulsa pressure,
ultrasonografi (USG) karotis, fungsi endotel.
 Otak : pemeriksaan neurologis, diagnosis stroke ditegakkan dengan
menggunakan CT-Scan atau MRI (untuk pasien dengan gangguan neural,
kehilangan memori atau gangguan kognitif)
 Mata : funduskopi retina
 Fungsi ginjal : pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya
proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin/kreatinin urin,
perkiraan laju filtrasi glomerulus.

17
3.7 Tatalaksana(8)

18
1. Terapi non-farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1,
tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat
merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 –
6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan
tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular
yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
 DASH

19
DASH atau dietary approaches to stop hypertension merupakan diet
dengan peningkatan konsumsi makanan berserat seperti produk sayur-
sayuran dan buah-buahan serta mengurangi konsumsi makanan dengan
lemak jenuh. Menu diet DASH sebagai terapi non-farmakologi hipertensi
terbukti mampu menurunkan tekanan darah akibat hipertensi. Diet DASH
ini dapat menurunkan tekanan sistolik 6-11 mmHg dan tekanan darah
diastolik 3-6 mmHg .
Kriteria Asupan makan DASH:

Komponen zat DASH target Target Tidak memenuhi


gizi pertengahan target
Karbohidrat (% <55 ≥55 s.d <65 ≥65
total energi)
Protein (% total >18 >16,50 s.d ≤18 <16,50
energi)
Lemak (% total <27 ≥27 s.d <32 ≥32
energi)
Lemak jenuh (% <6 ≥6% s.d <11 ≥11
total energi)
Serat (g) >25 >16,26 s.d ≤25 ≤16,26
Natrium (mg) <2300 ≥2.300 s.d <2684 ≥2.684
Rasio Na : K <0,49 ≥0,49 s.d <0,84 ≥0,84
Kalsium (mg) >800 >544,62 s.d ≤544,62
Magnesium (mg) >270 >179,30 s.d ≤179,30

 Penurunan berat badan.


Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran
dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan
tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.

 Mengurangi asupan garam.

20
Diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat
antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan
garam tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olahraga
Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30–60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara
khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai
sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat
kerjanya.
 Mengurangi konsumsi alkohol.
Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari
pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian
membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu dalam
penurunan tekanan darah.
 Berhenti merokok.
Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor
risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan
untuk berhenti merokok.

21
Tabel Terapi Non-farmako pada Management Hipertensi

Terapi Non-farmakologi pada Management Hipertensi

22
2. Terapi Farmakologis
Kelas obat utama yang digunakan dalam mengendalikan tekanan darah adalah:
1. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan mendeplesi
simpanan natrium. Diuretik menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi volume darah dan curah jantung. Beberapa diuretik memiliki
efek vasodilatasi langsung disamping kerja diuretiknya. Diuretik efektif
menurunkan tekanan darah sebesar 10-15 mmHg pada sebagian besar
penderita, dan diuretik sendiri memberikan hasil pengobatan yang
memadai bagi hipertensi essensial ringan sampai sedang. Untuk hipertensi
berat, diuretik digunakan dalam kombinasi obat simpatoplegik dan
vasodilator untuk mengontrol kecenderungan terjadinya retensi natrium
yang disebabkan oleh obat-obat tersebut.
Efek samping diuretik yang paling sering adalah hipokalemia.
2. ACE-I (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor)
ACE-Inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Vasodilatasi secara langung akan menurunkan tekanan darah sedangkan
berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan
retensi kalium. ACE-Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang
maupun berat. Bahkan beberapa diantaranya dapat digunakan pada kasus
krisis hipertensi seperti captopril dan enalaprilat.
Efek samping ACE-Inhibitor adalah hipotensi, batuk kering, hiperkalemia,
dan rash.
3. ARB (Angiotensi reseptor blocker)
Pemberian obat ini menghambat semua efek angiotensin II seperti
vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, efek sentral
angiotensin II (sekresi vasopresin, rangsangan haus), stimulasi jantung,
efek renal serta efek jangka panjang berupa hipertrofi otot polos pembuluh
darah dan miokard. Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa
mempengaruhi frekuensi denyut jantung.

23
4. Beta Blocker
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian beta
blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1 antara lain :
penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan curah jantung, hambatan sekresi renin di sel-sel
jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II,
efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan
mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas
baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan
peningkatan biosintesis prostasiklin.
Efek samping beta blocker adalah bradikardia, blokade AV, hambatan
nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard.
5. Calcium channel bloker (CCB)
Calcium channel bloker digunakan sebagai obat tambahan setelah
optimalisasi dosis betabloker, bila terjadi tekanan darah yang tetap tinggi,
angina yang persisten atau adanya kontraindikasi absolute pemberian
betabloker. Calcium channel bloker bekerja mengurangi kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan resistensi vaskular perifer dan
menurunkan tekanan darah. Selain itu, CCB juga akan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan efek vasodilatasi koroner.

24
25
26
Terapi Primer dan Terapi Sekunder pada Hipertensi

Terapi disertai penyakit sekunder

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan


darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. Jika dilihat di kasus bahwa tekanan darah pasien tersebut
adalah 170/110 mmHg dan termasuk dalam klasfikasi termasuk hipertensi stage
II.

Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yang dapat


dimodifikasi maupun yang tidak dapat dimodifikasi, diantaranya Genetik,
Obesitas, Jenis kelamin, umur, kurang olahraga, stress, pola asupan garam dalam
diet, dan kebiasaan merokok. Pada pasien, pasien memenuhi beberapa kriteria
faktor resiko yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti jenis
kelamin dan umur, serta memiliki factor resiko yang dapat dimofikasi seperti
kurang berolahraga.

Terapi menurut JNC-8 adalah non-farmakologis dan farmakologis pada


pasien hipertensi tanpa diabetes melitus adalah obat golongan Initiate, Thiazide,
ACEI/ARB/ CCB, sendiri atau dikombinasi. Pasien mendapatkan terapi non
farmakologis berupa perubahan gaya hidup dan diet rendah garam <2 gram/hari.
Pasien mendapatkan terapi farmakologis antihipertensi berupa obat Captopril
3x25 mg PO (angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau penghambat
angiotensin converting enzyme, dan Amlodipin 5– 0 – 0 per oral (calcium channel
blocker). Karena pasien mengalami hipertensi stage II maka dapat diberikan
kombinasi dua golongan obat, misalnya golongan ACE Inhibitor dan CCB.

28
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus Ileus Obstruktif paralitik + Obs TB Paru +


Obs Pneumonia + Obs Tumor Abdomen Obs Syok DD Sepsis + Hipertensi st II
pada seorang pria Tn.Gabriel R. Plaka berusia 72 tahun. Pasien ini didiagnosis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Selama
perawatan di rumah sakit pasien mendapatkan perawatan yang sesuai indikasi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien


Hipertensi Dewasa: Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Hipertensi. Infodatin:
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Hasil Utama Riskesdas
2018. Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
4. Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation and Management of
High Blood Pressure in Adults. American Heart Association.
5. Kayce Bell, Pharm.D. 2015. Hypertension: The Silent Killer: Updated
JNC-8 Guideline Recommendations. Harrison School of Pharmacy,
Auburn University.
6. Aziza, Lucky. 2007. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan
Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
7. Cain A E, Khalil R A. Pathophysiology of essential hypertension: role of
the pump, the vessel, and the kidney. Semin Nephrol 2002;22: 3–16.
8. Guideline JNC VIII.

30

Anda mungkin juga menyukai