Student Journal of Business and Management adalah jurnal ilmiah untuk mempublikasikan
tulisan mahasisswa dari hasil penelitian mereka. Jurnal ini dimaksudkan untuk melatih
mahasiswa dalam menulis artikel ilmiah layak dipublikasikan. Pandangan, pikiran, pendapat
dan informasi yang diberikan para penulis dalam tulisan mereka tidak mewakili dan/atau
mencerminkan pandangan atau dukungan dari the Student Journal of Business and
Management. Dalam arti, struktur dan isi tulisan tanggung jawab penulis. Selanjutnya, semoga
informasi yang diberikan jurnal ini bermanfaat untuk pengembangan keilmuan, perumasan
kebijakan dan referensi ilmiah yang relevan.
Artikel direview oleh reviewer yang berkompeten dalam bidang keahliannya. Untuk itu, terima
kasih.
Persepsi Manfaat, Kemudahan Dan Faktor Kepercayaan Terhadap Niat 1168 - 1184
Pengguna Dalam Menggunakan Layanan Non-Tunai: QR Indonesian Standard
(QRIS) di Bengkulu
Leni Dwi Oktaviani, Muhartini Salim, Slamet Widodo
Penerapan Sistem Manajemen Kinerja Balanced Scorecard di P.T. (Persero) 1185 - 1210
UIWS2JB UP3 Bengkulu
Lukmi Agustiansyah, Willy Abdillah, Syaiful Anwar
Pengaruh Manfaat Pelatihan, Promosi dan Mutasi Terhadap Kinerja Pegawai 1211 - 1137
Pada Bank Bengkulu
Malindo Pebrian, Slamet Widiodo, Trisna Murni
Pengaruh Perilaku Pemimpin, Motivasi Kerja Dan Locus Of Control Terhadap 1138 - 1155
Kinerja Melalui Kepuasan Kerja Pada Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten
Bengkulu Utara
Meylie Muchtar, Slamet Widodo, Trisna Murni
Pengaruh Penggunaan Media Sosial Facebook Terhadap Minat Beli Konsumen 1170 - 1183
Pada Group Jual Beli Elektronik dan Komputer di Kota Bengkulu
Putri Asyura, Slamet Widodo, Sularsih Anggarawati
Pengaruh Integritas Dan Kepemimpinan Etis Terhadap Kepercayaan Kepada 1184 - 1208
Pemimpin Di Komisi Pemilihan Umum Daerah Se Provinsi Bengkulu
Rahmi Wijayanti, Slamet Widodo, Syamsul Bachri
Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Self Efficacy Terhadap Kinerja Pegawai 1209 - 1226
di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur
Reza Falevi, Kamaludin, Syaiful Anwar
Pengaruh Motivasi Dan Kemampuan Terhadap Kinerja Karyawan P.T. Daria 1227 - 1248
Dharma Pratama di Kabupaten Mukomuko
Rezza Ade Satria, Slamet Widodo, Syamsul Bachri
Implementasi 4DX Di PT PLN (Persero) UPT Bengkulu
Abstract. PT PLN (Persero) had agreed to utilize McChesney, Covey, and Huling’s 4 Disciplines
of Execution (4DX) to guide the action team’goal settings, implementation, and evaluation
processes. The four disciplines of the execution include: (1) Focus on the wildly important-focus
on less so the team can achieve more, (2) Act on lead measures-predictive measures that can be
influenced by team members, (3) Keep a compelling scorecard-must be able to tell quickly if we
are winning or losing, (4) Create a cadence of accountability-hold each other accountable regularly
and rhythmically. This research aims to describe and explain about Implementation of 4DX and to
find out the obstacle factors of the implementation of 4DX at PT PLN (Persero) UPT Bengkulu.
The research employs a qualitative approach. The documentation technique was used to collect data
for this study. The interviews technique was also use to strengthen tha analysis. Respondents are
leaders (in management poisition), supervisors and staff at PT PLN (Persero) UPT Bengkulu. The
results of the research note that the implementation of 4DX at PT PLN (Persero) UPT Bengkulu
run as it was written in the guidance. This research also determined the obstacle factors while the
company was running 4DX, they were (1) Wide working area so it requires more time to execute
the 4DX program, (2) Lack of communication and socialization (refreshment) to all employees at
PT PLN (Persero) UPT Bengkulu, (3) The ability and understanding of coaches in the Unit and
ULTG are not the same, (4) implementation is inconsistent and there is no sense of ownership of
the program from some employees, and (5) There is a Work Program and Workload that becomes
a whirlwind.
Pendahuluan
Penggunaan konsep teori the 4 Disciplines of Execution yang biasa disingkat dengan 4DX
pada perusahaan adalah sebuah rumusan yang sederhana, berulang, dan terbukti untuk mengeksekusi
prioritas strategis yang paling penting di tengah whirlwind. 4DX bukan teori melainkan seperangkat
praktik yang telah terbukti, yang sudah diuji dan dipoles ratusan organisasi dan ribuan tim selama
bertahun-tahun. 4DX mencerminkan cara berpikir dan bekerja baru yang penting untuk mencapai
kemajuan dalam iklim kompetitif masa kini (Huling, 2012). 4DX adalah perangkat yang
mendukung bukan sekedar menu pilihan. Sementara setiap disiplin memiliki nilai, kekuatan,
sebenarnya adalah integrasi dari semua disiplin secara berurut. Setiap disiplin membuka jalan
untuk disiplin berikutnya. Bila salah satu disiplin ditinggalkan, akan mendapatkan hasil yang
kurang efektif (Huling, 2012:21). 4DX mudah dipahami tetapi butuh upaya berkelanjutan dalam
pelaksanaannya. Implementasi pelaksanaan 4DX harus dilakukan dengan seksama dan
membutuhkan komitmen. Komitmen dapat dibangun bila sasaran yang ingin dicapai sangat
The 4 Diciplines of Execution menawarkan lebih dari sekedar teori untuk membuat perubahan
strategis dalam organisasi, tidak saja menjelaskan ‘apa’ tapi juga ‘bagaiamana’ eksekusi dapat
tercapai secara efektif (Huling, 2012).
WHIRLWIND SASARAN
(Peerjaan sehari-hari) (Kegiatan Baru)
PERTAJAM
FOKUS DISINI
Gambar 2. Disiplin 1: Fokus pada the Wildly Important
Bila sebuah tim fokus pada 2 atau bahkan 3 sasaran di luar whirlwind mereka, tim tersebut
biasanya berhasil mencapainya. Akan tetapi, bila mereka menetapkan 4 hingga 10 sasaran,
pengalaman kami menunjukkan bahwa mereka paling-paling hanya bisa mencapai 1 atau 2 sasaran
saja. Dan bila mereka mencoba mencapai 11 hingga 20 sasaran di luar whirlwind, mereka akan
kehilangan semua fokus. Menghadapi begitu banyak sasaran, para anggota tim akan bingung dan
berhenti mengeksekusi. Prinsip dasar yang berlaku dalam Disiplin I adalah bahwa manusia secara
genetis hanya mampu melakukan suatu hal dengan baik pada suatu waktu. 4DX mempunyai banyak
sasaran penting, tapi hanya satu atau dua sasaran yang sangat penting (Wildly important). Kita
menamakannya WIG. WIG ini adalah sasaran yang harus kita capai dengan sangat baik di atas
prioritas sehari-hari. Upaya terbaik hanya bisa diberikan pada satu atau dua wildly important goals
sekaligus.
2. Disiplin 2: Bertindak pada Lead Measures
Disiplin kedua adalah menerapkan energi pada aktivitas-aktivitas lead measures. Aktivitas ini
merupakan pengungkit untuk mencapai lag measures. Disiplin 2 adalah disiplin leverage
(Pengungkit). Lead measures adalah “ukuran” dari kegiatan yang paling berdampak untuk mencapai
sasaran. Disiplin 1 menentukan wildly important goal sebuah organisasi lalu menguraikannya
menjadi seperangkat target khusus yang dapat diukur samapai tim memiliki wildly important goal.
LAG MEASURE
TINGKAT
TIM
LEAD MEASURE
Gambar 4. Hubungan antara lag measure dan lead measure pada tingkat tim
Lag measure memberitahu jika pegawai/karyawan sudah mencapai sasaran, sebuah lead measure
memberitahu anda peluang untuk mencapai sasaran tersebut. Lag measure sulit kendalikan, sebuah
lead measure hampir sepenuhnya dapat dikendalikan.
2. Tahap 2: Peluncuran
Tim berada pada garis awal akan mengadakan pembukaan secara resm, atau mengumpulkan
tim secara acak. Acara peluncuran ini bertujuan menggerakkan tim untuk bertindak guna mencapai
WIG. Namun tim membutuhkan keterlibatan intens dari pemimpin pada tahap peluncuran ini.
3. Tahap 3: Adopsi
Anggota tim mengadopsi proses 4DX dan perilaku baru yang mendorong pencapaian WIG.
Bisa diharapkan bahwa penolakan akan luntur dan antusiasme akan meningkat saat 4DX berfungsi.
Mereka akan bertanggung jawab satu sama lain, kinerja akan meningkat, meskipun mengahadapi
tuntutan whirlwind.
4. Tahap 4: Optimalisasi
Pada tahap ini, tim bergeser ke pola piker 4DX, bisa diharapkan menjadi lebih gigih dan
lebih engaged dalam bekerja saat mereka membawa hasil yang membuat perbedaan. Tim akan mulai
mencari cara untuk mengoptimalkan kinerja mereka.
5. Tahap 5: Kebiasaan
Bila 4DX menjadi kebiasaan, tidak hanya sasaran yang tercapai tapi juga peningkatkan
kinerja tim yang berkesinambungan. Sasaran akhir 4DX bukan hanya pencapaian hasil, tapi juga
menciptakan budaya eksekusi unggul.
4DX
(4 Diciplines of
Execution)
Kapa
sitas Keter Aspek
Komi dan Keberl
sedia
tmen Taha anjuta
Kapa Dam an
Mana pan pak n dan
bilita Fasilit
jeme 4DX Buday
s as
n Coac a
h
Implementasi
4DX di PT.PLN
(Persero) UPT
Bengkulu
Gambar 5.
Kerangka Analisis Implementasi 4DX di P.T. PLN (Persero) UPT Bengkulu
Hasil Asesmen 4DX Tahun 2018 di PT PLN (Persero) UPT Bengkulu sebagai berikut:
Dari Tabel 2 dapat dilihat pencapaian Maturity Level Implementasi 4DX di UPT Bengkulu
tahun 2018, Nilai maturity level naik dari 2,90 ke 4,24, keenam dimensi yang dinilai mengalami
perbaikan/peningkatan dari semester sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan oleh komitmen dari
Manajemen maupun pegawai PT PLN (Persero) UPT Bengkulu untuk melaksanakan Implementasi
4DX lebih baik dari semsester sebelumnya. Dari pencapaian maturity level indikator, hanya indicator
Pencapaian KPI saja yang mengalami penurunan nilai, hal ini disebabkan pada saat pelaksanaan
Asesmen 4DX, coach 4DX PT PLN (Persero) UPT Bengkulu tidak dapat menunjukkan evidence
yang diminta untuk level 4 tetapi jika dilihat dari pencapaian kinerja sebenarnya penyampaian kinerja
(KPI) mengalami peningkatan dari semester sebelumnya. Dari Gambar 6. juga dapat dilihat bahwa
hanya dimensi kapasitas dan kapabilitas coach yang tidak mencapai nilai 4, hal ini disebabkan oleh
tidak meningkatnya kemampuan coach (tetap di level 2) dalam memahami 4DX, ketika dilakukan
0 1 2 3 4 5
0 2 4 6
Closing Audit
Install Disiplin 4
Semester 2
Install Disiplin 3
Semester 1
Install Disiplin 2
Install Disiplin 1
Sosialisasi/Informasi/Komunikasi
0 1 2 3 4 5
Dari Tabel 5, terlihat pencapaian maturity level semua indikator dimensi tahapan 4DX adalah
besar atau sama dengan 4, atau nilai maturity level-nya naik dari 3,29 ke 4,57 (Tabel 4.2). WIG
Session rutin dilaksanakan di UPT dan ULTG dilaksanakan secara periodik. WIG Session
dilaksanakan oleh setiap bagian dan dihadiri oleh manajemen, coach dan pegawai bagian tersebut
yang memonitor dan meng-update pencapaian WIG dan LM pada scoreboard maupun pada aplikasi
google drive/spread sheet. Walaupun kegiatan ini dilakukan periodik dengan tujuan dapat
memonitor pencapaian 4DX dan kinerja secara periodik sehingga jika ada kendala dalam
pelaksanaannya dapat segera diatasi, masih ada beberapa pegawai yang menggangap kegiatan ini
hanya sebagai pemenuhan evidence kerja saja sehingga tidak berjalan otomatis atau masih perlu
diingatkan oleh coach. Pelaksanaan WIG Session di ULTG terkadang tidak terlakasana setiap
minggu karena adanya pekerjaan lain (whirlwind) yang harus diselesaikan.
WIG dan LM disusun berdasarkan pencapaian tahun sebelumnya dan KPI unit dan individu,
dan pencapaiannya dimonitor melalui score board sehingga mudah direview dan dievaluasi
pencapaiannya, dan WIG session telah dilaksanakan secara rutin di PT PLN (Persero) UPT
Bengkulu. Hanya saja, beberapa pegawai masih menganggap 4DX adalah beban kerja tambahan
bukan sebagai tools untuk menuju kinerja unggul sehingga pelaksanaan WIG Session di beberapa
sub unit hanya sebagai pemenuhan evidence implementasi 4DX. Eksekusi adalah seperangkat
perilaku dan teknik khusus yang perlu dikuasai perusahaan agar memiliki keunggulan kompetitif
(Charan & Bossidy, 2012). 4 Disciplines of Execution jelas merupakan suatu strategi untuk
Dimensi Dampak
Tabel 6. Hasil Asesmen Dimensi Dampak
Pencapaian KPI
Series2
Dampak Perilaku
Series1
Dampak Finansial
0 1 2 3 4 5
Dampak (impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan, atau
kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kenerja setiap indikator dalam suatu kegiatan
(Dicktus, 2013). Implementasi 4DX memberikan dampak kepada kinerja PT PLN (Persero) baik
pada sisi teknis (kinerja utama) maupun sisi non teknis (produktivitas SDM dan keuangan).
Produktivitas tidak pernah merupakan kecelakaan, itu selalu merupakan hasil dari komitmen untuk
Semester 2
Materi Pembelajaran 4DX
Semester 1
Ruang/Pos 4DX
0 1 2 3 4 5
Definisi fasilitas adalah segala sesuatu yang berbentuk benda maupun uang yang dapat
memudahkan serta memperlancar pelaksanaan suatu usaha tertentu (Sam, 2008). Manajemen PT
PLN (Persero) telah menyiapkan fasilitas agar Implementasi 4DX dapat berjalan dengan baik.
Implikasi Strategis
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan Implikasi strategis yang mencakup
beberapa aspek terhadap Implementasi 4DX di PT PLN (Persero) UPT Bengkulu, di antaranya:
1. Masih diperlukan pengawasan secara intens oleh manajemen terhadap implementasi 4DX
di PT PLN (Persero) UPT Bengkulu agar WIG dan LM dilaksanakan setiap minggu dan
dievaluasi setiap bulannya.
2. PT PLN (Persero) UPT Bengkulu berkordinasi dengan sub unitnya (ULTG) untuk
mengeksekusi kegiatan LM yang terdekat dengan wilayah kerja ULTG tersebut.
3. Untuk meningkatkan pemahaman 4DX kepada coach dan pegawai UPT Bengkulu, maka
perlu dilakukan sosialisai/refreshment oleh UIP3B Sumatera. Dan masing-masing peserta
wajib mensosialisasikan kepada pegawai yang tidak hadir pada acara tersebut karena
beberapa pegawai berkerja dengan system shift.
4. Melaksanakan survey pemahaman Implemetasi 4DX kepada seluruh pegawai, agar dapat
mengukur tingkat pemahaman masing-masing pegawai serta dapat mememtakan
kemampuan serta tindak lanjut yang akan dilakukan berdasarkan hasil survey tersebut.
Penutup
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik mengenai Implementasi 4DX di PT PLN (Persero) UPT
Bengkulu adalah:
1. 4DX merupakan sistem manajemen yang mengatur tentang cara mengimplementasikan
strategi untuk mencapai keberhasilan dalam sebuah organisasi yang dilakukan secara
terstrukstur, tersistem dan berkelanjutan.
2. Hasil Implementasi 4DX di PT PLN (Persero) UPT Bengkulu adalah:
1. Dimensi Komitmen Manajemen.
Manajemen PT PLN (Persero) UPT Bengkulu berkomitmen melaksanakan 4DX yang
dibuktikan dengan penandatanganan komitemen manajemen yaitu oleh Manager UPT
Bengkulu, Manager Bagian dan Manager ULTG. Dalam implementasi 4DX, Manajemen
unit terlibat langsung pada setiap prosesnya, mulai dari persiapan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi.
2. Dimensi Kapasitas dan Kapabilitas Coach.
Coach PT PLN (Persero) UPT Bengkulu paham dan mampu melaksanakan implementasi
4DX dimulai dari persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, tetapi kemampuannya
tidak merata, khususnya coach di ULTG pemahaman 4DX-nya masih rendah.
3. Dimensi Tahap 4DX.
Implementasi 4DX berjalan baik di UPT Bengkulu. Proses persiapan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi berjalan di PT PLN (Persero) UPT Bengkulu.
4. Dimensi Dampak.
Implementasi 4DX memberikan dampak kepada kinerja PT PLN (Persero) baik pada sisi
teknis (kinerja utama) maupun sis non teknis (produktivitas SDM dan keuangan)
5. Dimensi Ketersediaan Fasilitas.
Fasilitas Implementasi 4DX sudah lengkap di kantor UPT Bengkulu dan masih perlu
perbaikan pada fasilitas 4DX di ULTG.
Saran
Berdasarkan dari analisis yang membahas tentang Implementasi 4DX di PT PLN (Persero)
UPT Bengkulu, maka dapat diberikan saran:
1. Dimensi Komitmen Manajemen.
Manajemen ULTG lebih terlibat dalam proses implementasi, karena dari hasil
penelitian masih didapati adanya staff ULTG dan Gardu Induk yang tidak mengetahui
tentang implementasi 4DX. Dan manajemen harus membuat management note
implementasi 4DX di PT PLN (Persero) UPT Bengkulu secara rutin (bulanan) agar
dapat menunjukkan komitmen keterlibatan manajemen dan keterlibatan manajemen
dalam implementasi 4DX di PT PLN (Persero) UPT Bengkulu.
2. Dimensi Kapasitas dan Kapabilitas Coach.
Perlu dilaksanakan refreshment pemahaman Implementasi 4DX secara rutin/periodik
oleh coach UPT Bengkulu atau coach UIP3B Sumatera. Dan Menjalin komunikasi
yang baik mulai dari pelaksana, coach, manajemen dan kantor induk UIP3B Sumatera
selaku pembina unit.
3. Dimensi Tahap 4DX.
Karena masih ditemukan LM yang tidak berdampak kepada WIG dan anggapan bahwa
4DX menambah beban kerja bukan sebagai tool untuk mencapai kinerja unggul, maka
disarankan dilakukan survey pemahaman 4DX kepada seluruh pegawai sehingga dapa
dipetakan dimana yang menjadi kelemahan dan kendala Implementasinya.
Dalam menyusun WIG dan LM baiknya WIG dan LM tersebut masuk kedalam
program kerja sehingga pencapaiannya terintegritas dan dapat dilaksanakanakan
secara efektif dan efisien.
Agar dilakukan evaluasi pencapaian WIG dan LM setiap bulan agar apabila pencapaian
LM tidak berdampak terhadap WIG maka LM dganti menjadi LM yang berdampak
terhadap WIG pada bulan berikutnya.
4. Dimensi Dampak.
Karena masih ditemukan LM yang tidak berdampak kepada WIG sehingga tidak
memperikan dampak kepada kinerja maka perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam
tentang kegiatan LM yang dilaksanakan oleh bagian, ULTG maupun Gardu Induk.
Referensi
Bossidy, L. & Charan, R. (2012). Execution: Seni menyelesaikan pekerjaan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Dicktus. (2013). Definisi, dampak, pengendalian hujan asam niken.
http://www.scribd.com/search?query=definisi+dampak diakses 10 Desember 2019.
Huling, J. & Covey, S. (2012). The 4 disciplines of execution. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mahmudi (2005). Manajemen kinerja sektor publik. Yogyakarta: UPP AMP, YKPN.
Peraturan Direksi PT PLN. Nomor 0062.P/DIR/2019. Pedoman Implementasi Execution
Management For Excellent Performance (X-Man 4 Expert) di Lingkungan PT PLN
(Persero). Jakarta.
Rangkuti, F. (2005). Analisis SWOT: Teknik membedah kasus bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Abstract. The purpose of this study aims to analyze factors which influence the behavioural
intention in using non-cash payment instruments: Quick Response Code Indonesian Standard in
Bengkulu. Quick Response Code Indonesian Standard is a (QR) Code standard for payments through
server-based e-money applications, electronic wallets and mobile banking. QRIS, which physically
manifests as a more complex QR pattern, allows users from one payment service to transfer funds to
any rival service within Bank Indonesia’s ecosystem, where launched on 17th Augst 2019. QRIS now
currently growing rapidly in Indonesia in ritail transaction. This research using Theory Acceptance
Model (TAM) by Davis (1989), with independent variable is perceived of usefulness, ease to use,
trust factor and dependent variable is behavioural intention in using QRIS instruments. This research
is a survey research, which uses a questionnaire as an instrument of data collection with the aim of
getting the information. The sample in this study using sensus sampling method and obtained sample
of 150 respondents. All GenBI members in Bengkulu who have the task of being agents of change
in Bank Indonesia Representative Office of Bengkulu Province are sampled. Data analysis used
linear regression model which showed that testing the perceived usefulness, then perceived
convenience and the trust factor, had a significant positive effect on behavioural intentions to use
QRIS services. The results of this research show that dependent variable of behavioural intentions to
use the QRIS non-cash payment service, is considered important and necessary in every non-cash
payment transaction through scanning the QR Code for now and in the future.
Keywords: TAM, QRIS, GenBI, perceived of usefulness, perceived ease of use, trust factor
Pendahuluan
Bank Indonesia memperkenalkan QR Code Indonesian Standard (QRIS) pada tanggal 17
Agustus 2019 yang memungkinkan terjadinya interkoneksi dan interoperabilitas pembayaran melalui
standar QR Code. Secara singkatnya, sebelum adanya QRIS, setiap merchant harus memiliki
beberapa QR Code dan membuka beberapa account pada aplikasi Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran (PJSP) Bank ataupun Non-Bank Berizin. Selanjutnya, mengacu pada data statistik
transaksi pembayaran non tunai (elektronik) oleh Bank Indonesia (2020), nilai secara elektronik
nasional sepanjang tahun 2019 mencapai 145 triliun rupiah, dimana Provinsi Bengkulu menyumbang
andil atas 45 miliar transaksi (Bank Indonesia, 2020). Angka statistik nasional ini meningkat 308%
jika dibandingkan dengan sepanjang tahun 2018 yang hanya terdapat transaksi pembayaran elektronik
senilai 45 triliun rupiah (LPP Februari 2020).
Sesuai dengan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka penulis ingin mengangkat
suatu masalah, yaitu:
• Bagaimanakah pengaruh antara persepsi kebermanfaatan, kemudahan dan faktor
kepercayaan terhadap niat pengguna dalam menggunakan layanan QRIS?
Tinjauan Pustaka
Faktor yang Mempengaruhi Niat Pengguna Layanan QRIS
Niat pengguna layanan QRIS dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Davis (1989)
pada teori yang dikembangkannya mengenai “Technology Acceptance Model” (TAM): perceived
ease of use (persepsi kemudahan) dan perceived usefulness (persepsi kebermanfaatan), yang
masing-masing memiliki relevancy pusat untuk mengestimasi sikap penerimaan pengguna
terhadap teknologi komputer.
Kepercayaan
Dalam teori TAM, menurut Davis, (1989) hanya memanfaatkan komponen “Belief” dan
“Attitude” saja, sedangkan Normative Belief dan Subjective Norms tidak digunakan dalam teorinya.
Menurut Davis, perilaku menggunakan Teknologi Informasi diawali oleh adanya persepsi mengenai
manfaat (usefulness) dan persepsi mengenai kemudahan menggunakan teknologi informasi (ease of
use). Kedua komponen ini bila dikaitkan dengan teori TRA yang mendasari TAM tersebut adalah
bagian dari Belief (Kepercayaan). Kepercayaan sebagai kesediaan individu untuk menggantungkan
dirinya pada pihak lain yang terlibat dalam pertukaran karena individu mempunyai keyakinan kepada
pihak lain (Kotler & Keller, 2014). Ketika satu pihak mempunyai keyakinan bahwa pihak lain yang
terlibat dalam pertukaran mempunyai reliabilitas dan integritas, maka dapat dikatakan ada
kepercayaan.
Kepercayaan adalah yakin terhadap orang lain dengan harapan orang lain tidak akan
Seperti ilustrasi di atas, sebelum adanya QRIS merchant harus memiliki beberapa QR dan
membuka beberapa account pada aplikasi PJSP. Setelah menggunakan QRIS, merchant cukup
memiliki 1 (satu) QR Code dan membuka pada 1 (satu) account pada aplikasi PJSP untuk dapat
menerima pembayaran dari berbagai aplikasi PJSP.
Kerangka Analisis
Penelitian ini merupakan penelitian dengan uji beda yang meliputi 1 variabel dependen (Niat
Pengguna Layanan QRIS) dan 3 variabel independen (persepsi kebermanfaatan, kemudahan dan faktor
kepercayaan).
Analisi regresi tersebut menggambarkan bahwa koefisien regresi dari persepsi kebermanfaatan
adalah sebesar 0,619 dan bernilai positif, artinya semakin baik layanan QRIS dianggap bermanfaat
maka niat pengguna untuk menggunakan layanan QRIS akan semakin tinggi. Begitu juga dengan
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis pada penelitian ini dengan membandingkan nilai signifikansi dangan alpa (0,05).
Hasil pengujian hipotesis dapat diuraikan sebagai berikut:
H1: Persepsi kebermanfaatan berpengaruh positif terhadap niat pengguna dalam
menggunakan layanan QRIS
Implikasi Strategis
Merujuk pada hasil penelitian ini dan beberapa penelitian serupa sebelumnya, implikasi
strategis dari adanya pengaruh positif dari ketiga variable yang digunakan dalam konstruk penelitian
ini terhadap niat seseorang dalam menggunakan layanan QRIS, secara tidak langsung dapat
berkontribusi terhadap Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI 2025) yang diusung oleh Bank
Indonesia (2019) dalam hal percepatan Sistem Pembayaran Ritel. QRIS diperlukan untuk
memperluas akseptasi pembayaran non-tunai nasional secara lebih efisien. Selain itu, tingkat
pembayaran tunai melalui uang tunai yang terkendala semisal pada uang tidak layak edar, uang lusuh,
bahkan uang palsu akan meminimalisir risiko pada ketidaklayakan uang tunai yang digunakan.
Melalui penggunaan satu standar QR Code, penyedia barang dan jasa (merchant) tidak perlu
memiliki berbagai jenis QR Code dari penerbit yang berbeda. Hal ini membantu para stakeholder
(penyedia jasa layanan) baik itu Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) Bank maupun non
Bank dan dalam hal pengguna tingkat akhir dalam bertransaksi tanpa harus memiliki banyak jasa
layanan pada aplikasi telepon genggam mereka. Sejalan dengan hal tersebut, dari sisi merchant
popularitas QR Code berasal dari lebih efisiennya biaya investasi infrastruktur dibandingkan dengan
kanal pembayaran lain, seperti EDC yang menggunakan alat tertentu dan kartu debit/kredit dalam
penggunaannya. Dengan karakteristik tersebut, QR Code membuka peluang yang lebih lebar bagi
Penelitian ini bertujuan untuk melihat penggunaan teori TAM dalam implementasi teknologi
pada Sistem Pembayaran di Indonesia melalui pemindaian kode QR yang terstandar (QRIS). Teori
TAM yang dikembangkan oleh Davis et al, (1989) menyimpulkan bahwa variable persepsi
kebermnafaatan, kemudahan, dan faktor kepercayaan masing-masing memliki pengaruh secara
signifikan dan positif terhadap niat pengguna dalam menggunakan layanan QRIS di Bengkulu.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pembahasan dan kesimpulan yang
diperoleh, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Penelitan ini hanya terbatas pada mahasiswa GenBI sebagai responden yang berjumlah 150
orang yang dirasa masih terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah pengguna layanan QRIS
yang berada di Bengkulu, atau bila dibandingkan dengan jumlah anggota GenBI di seluruh
Indonesia. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah jumlah sampel dan
memilih lokasi / tempat penelitian lain supaya jangkauan penelitian dapat lebih luas.
2. Dalam penelitian ini hanya meneliti 3 variabel yaitu persepsi kemanfaatan, persepsi
kemudahan dan faktor kepercayaan, sehingga tidak dapat mencakup dan mengetahui seluruh
variabel yang memengaruhi niat seseorang untuk menggunakan layanan QRIS. Penelitian
selanjutnya disarankan untuk menambah variabel lain yang kemungkinan memiliki pengaruh
terhadap niat pengguna dalam menggunakan layanan QRIS seperti persepsi risiko, inovasi
teknologi, daya tarik promosi dan lainnya.
3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pembuat kebijakan (Bank
Indonesia), untuk terus mensosialisasikan layanan QRIS melalui berbagai media dan
menjaring lebih banyak kalangan di masa sekarang dan yang akan datang. Hal ini
dimaksudkan agar kualitas sistem pembayaran dengan QRIS dapat terus berkembang dan
menjadi andalan terhadap niat seseorang dalam melakukan transaksi pembayaran secara non-
tunai. Dan pada akhirnya, tujuan akhir dari BSPI 2025 dalam hal sistem pembayaran ritel
akan terwujud melalui penerimaan terhadap penggunaan teknologi melalui teori TAM (Davis,
1989) yang tepat guna dan tepat sasaran.
4. Dari hasil analisis deskriptif, adanya kebermanfaatan dan kemudahan yang dirasakan dengan
didorong oleh faktor kepercayaan yang memiliki pengaruh positif terhadap niat seseorang
dalam menggunakan layanan QRIS, tentu menjadi peluang besar bagi stakeholder pendukung.
Dalam hal ini PJSP Bank maupun non Bank agar giat mempromosikan penggunaan kode
Referensi
Bank Indonesia. (2019). Blueprint sistem pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, Bank Indonesia:
Menavigasi sistem pembayaran nasional di era digital. Jakarta: Bank Indonesia.
__________(2019). Kajian ekonomi dan keuangan regional Provinsi Bengkulu. Bengkulu: Bank
Indonesia.
_____________ (2019). Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.18. Jakarta: Bank Indonesia.
_____________ (2020). Laporan perekonomian Provinsi Bengkulu. Bengkulu: Bank Indonesia.
Davis, F.D. (1989). Perceived usefulness, perceived ease of ese, and user acceptance of information
technology. MIS Quarterly, 13(5), 319-339.
Fatmawati & Endang. (2015). Technology Acceptance Model (TAM) untuk menganalisis
penerimaan terhadap sistem informasi perpustakaan. Jurnal Iqra, 1(9), 1-13.
Jogiyanto. (2007). Sistem informasi manajemen. Yogyakarta: Andi.
Kotler, Philip & Armstrong, G. (2014). Principle of marketing. New Jersey: Pearson Pretice Hall.
Lai, P.C. (2017). The literature review of technology adoption models and theories for the Novelty
Technology. Journal of Information System and Technology Management, 14(1), 21-38.
Selvan, N., Thamarai, B., Arasu, S. & Sivagnanasundaram, M. (2011). Role of existing channels on
customer adoption of new channels: A case of ATM and internet banking. The Electronic
Journal on Information Systems in Developing Countries, 45(1), 1-15.
Warmika & Dewi, A. (2016). Peran persepsi kemudahan pengunaan, persepsi manfaat, dan persepsi
resiko terhadap niat menggunakan mobile commerce di Kota Denpasar. Jurnal Manajemen
Unud, 5(4), 2606-2636.
Abstract. The purpose of this study is to explain the application of the performance management
system at P.T. PLN (Persero) UIWS2JB UP3 Bengkulu,to analyze the supporting factors and
inhibiting factors in achieving organizational performance values at P.T. PLN (Persero) WS2JB
UP3 Bengkulu. The research method used in this research is to use a qualitative analysis method
with a descriP.T.ive evaluative approach, namely the analysis of the data obtained to describe the
results of its processing include measuring the performance of each perspective. Data obtained by
the documentation method of the organizational performance of P.T. PLN (Persero) UP3 Bengkulu
from 2015 to 2019 and interviews with informants (managers) related to organizational
performance. The results showed that organizational performance at P.T. PLN (Persero) uses a
balanced scorecard approach with 5 perspectives, namely customer focus perspective, process and
product effectiveness perspective, human resource perspective, financial and market perspective,
leadership perspective. Key Performance Indicators (KPIs) are tailored to corporate strategic
themes. Organizational performance has fluctuated performance from 2015 to 2019. In 2017 is the
lowest organizational performance achievement, this is due to the achievement of value from the
perspective of a customer focus is not good. Changes in the method of taking performance appraisal
data that caused KPIs in the SAIDI SAIFI index to not receive weight values. What can be done by
P.T. PLN (Persero) UP3 Bengkulu to improve performance is to improve employee competency so
that they can keep up with company changes.
Keywords: Organizational performance, Balanced scorecard, Customer focus perspective, Process and
product effectiveness perspective, Human resource perspective, Financial and market
perspective, Leadership perspective
Pendahuluan
Tujuan didirikannya suatu perusahaan antara lain mencari keuntungan dan memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham. Semua tujuan perusahaan bisa tercapai jika manajemen perusahaan
bisa mengelola dan menjalankan kinerja perusahaan itu dengan sebaik-baiknya. Menurut Welas
(2012) dijelaskan bahwa semua organisasi baik organisasi sosial maupun organisasi yang
berorientasi laba akan berusaha mencapai rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut
Kusmayadi (2009) manajemen sebagai pihak yang menerima wewenang penuh untuk mengelola
organisasi usaha (agent) dari pemilik (prinsipal) akan berupaya untuk membawa organisasi yang
dipimpinnya ke arah tujuan yang telah ditetapkan.
Penerapan sistem manajemen kinerja pada suatu perusahaan harus diterapkan sesuai dengan
kebutuhan dalam peningkatan kinerja perusahaan tersebut. Selain itu penggunaan manajemen
Tinjauan Pustaka
Sistem Manajemen Kinerja
Gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema
strategis suatu organisasi (Bastian, 2001). Menurut Kusnadi (2003) menyatakan bahwa kinerja
adalah setiap gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan atau tindakan yang diarahkan untuk
mencapaitujuan atau target tertentu.
Sedangkan menurut pendapat Amstrong (2004) manajemen kinerja adalah suatu proses yang
disusun untuk meningkatkan kinerja organisasi, kinerja tim dan individu. Hal ini dicapai dengan
cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar, persyaratan-
persyaratan atribut/kompetensi terencana yang telah di sepakati.
Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja atau mengukur hasil karya merupakan alat manajemen untuk menilai
keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan strategi untukmencapai tujuan sasaran organisasi.
Pengukuran kinerja perlu selaludiartikulasikan dengan visi, misi organisasi tujuan, maupun sasaran
organisasi. Pengukuran kinerja merupakan keharusan karena apabila kinerja tidak diukur, maka
tidak mudah membedakan antara keberhasilan dan kegagalan (Dally, 2010:35). Pengukuran kinerja
Interkoneksi atau hubungan antara Balanced Scorecard dengan Visi, Misi dan Sasaran
Strategis Perusahaan
Pentingnya penciP.T.aan model balanced scorecard yang mengkomunikasikan suatu
strategi bisnis unit dengan mengkorelasikan visi dan misi perusahaan serta sasaran strategis yang
akan dicapai. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut (Kaplan & Norton, 1996, 2000) dan
Mackay (2004) :
a. Model balanced scorecard harus mampu dalam menjelaskan dan menerangkan visi masa
depan perusahaan. Oleh sebab itu, model balanced scorecard harus memberikan
pemahaman yang sama kepada seluruh elemen organisasi.
b. Balanced scorecard harus mampu menciP.T.akan model yang holistik dari sasaran strategis
sehingga memberikan gambaran pada para karyawan perusahaan tentang sejauh mana
kontribusi mereka terhadap keberhasilan perusahaan, tanpa adanya gambaran seperti itu,
para pekerja atau karyawan perusahaan akan lebih mementingkan kinerja departemen yang
menjadi tanggung jawab mereka, efeknya adalah kegagalan dalam mewujudkan tujuan
strategis perusahaan.
c. Model balanced scorecard lebih fokus kepada upaya perubahan strategi menyeluruh
perusahaan, seandainya tujuan dan ukuran strategtis sudah diidentifikasikan dan ditentukan,
kemungkinan tujuan strategis akan mudah dilaksanakan. Sebaliknya, jika model balanced
scorecard tidak mampu mengidentifikasikan tujuan strategis, maka investasi yang telah di
lakukan serta inisiatif yang telah dibuat akan menjadi sia-sia.
Namun demikian, menyusun balance scorecard bukanlah hal yang mudah, banyak
organisasi gagal membuat balanced scorecard. Sama halnya dengan masalah klasik strategi yang
terletak pada aspek implementasi strategi, maka kegagalan balanced scorecard juga banyak terjadi
karena implementasinya.
Menurut Niven (2002) dan Gaspersz (2011), hambatan-hambatan yang sering terjadi dalam
penerapan strategi antara lain:
1. Visi. Tidak banyak orang dalam suatu organisasi yang mengerti strategi organisasinya.
Kerangka Analisis
Dalam penelitian ini dapat disusun kerangka pemikiran dari penilaian kinerja organisasi
dengan penerapan model balanced scorecarddi P.T. PLN (Persero) UIWS2JB UP3 Bengkulu
sebagai berikut:
Indikator
pengukuran yang
digunakan
Indikator KPI Indikator KPI Indikator KPI Indikator KPI Indikator KPI
Perspektif Perspektif Perspektif Perspektif Perspektif
Fokus Produk dan Fokus Tenaga Keuangan dan Kepemimpinan
Pelanggan Proses Kerja Pasar
Kinerja
Organisasi
Perusahaan
Gambar 1. Kerangka pemikiran model Balanced Scorecard di PT PLN (Persero) UP3 Bengkulu
Metode Analisis
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah menggunakan metode
analisis deskritif yaitu analisis yang datanya dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran
kuantitatif yang meliputi pengukuran kinerja masing-masing perspektif. Setelah pengolahan data,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan analisis demi mendapatkan kesimpulan dari
permasalahan yang ada.
Dalam penelitian ini terdapat lima prerspektif adalah perspektif Keuangan dan Pasar,
Perspektif Pelanggan, Perspektif Efektifitas Produk dan Proses, Perspektif SDM, serta Perspektif
Kepemimpinan. Masing-masing perspektif diukur berdasarkan Lampiran 1 hal. 1-69 Edaran Direksi
No 0001.E/DIR/2019 sesuai dengan pengukuran masing-masing indikator.
Keterangan :
a. Perhitungan jumlah unit trafo yang rusak didasarkan pada jumlah unit trafo beroperasi
yang mengalami kerusakan/gangguan yang mengakibatkan pemadaman.
b. Jumlah unit trafo beroperasi merupakan jumlah unit trafo milik PLN yang beroperasi
sampai dengan periode berjalan.
Perspektif SDM
Perspektif keempat dalam Balanced Scorecard adalah mengembangkan tujuan dan ukuran-
ukuran yang mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Tujuan dalam perspektif ini
adalah pengendali untuk mencapai keunggulan keluaran dari perspektif lainnya (Gaspersz,
2011:73).
a) Human Capital Readines (HCR)
Pengukuran aspek perspektif SDM dengan tingkat kesiapan/ ketersediaan kompetensi
perusahaan dari pegawai dalam mengeksekusi pekerjaan (pegawai pada bisnis inti dan pegawai
penunjang) yang diukur dari assessment terhadap Maturity Level Human Capital Readiness (HCR)
pada periode tertentu.
= 𝑀𝑎𝑡𝑢𝑟𝑖𝑡𝑦 𝐿𝑒𝑣𝑒𝑙 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑠𝑠𝑚𝑒𝑛𝑡 𝐻𝐶𝑅 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 1 − 5 .............................................. (3.7)
Keterangan:
a. Jumlah pemakaian material mengacu pada besarnya Pemakaian Material untuk
Pemeliharaan ditambah Pemakaian material sesuai SE 011.E/DIR/2007
b. Perhitungan rata-rata merupakan rata-rata nilai saldo material dalam suatu periode
berjalan, yaitu : (Saldo Material Desember tahun lalu + Saldo Material Bulan pelaporan)/2.
c) Pengendalian Piutang
Keterangan :
a. Piutang Aliran Listrik (PAL) dan Tagihan Susulan (Tagsus)mengacu pada TUL IV-04.
b. Pendapatan Penjualan Tenaga Listrik mengacu pada TUL III-09
Perspektif Kepemimpinan
Perspektif kepemimpinan merupakan pendukung dalam kunci indikator kinerja di P.T. PLN
(Persero).
a) Implementasi K2 (Keselamatan Ketenagalistrikan)
Implementasi K2 Keselamatan Ketenagalistrikan merupakan lmplementasi Zero Accident
pada perusahaan yang diukur dari jumlah kecelakaan kerja yang mengakibatkan pekerja
(Pegawai dan OS) meninggal dunia diluar Force Majeur yang merupakan angka konsolidasi
dari kejadian kecelakaan di Unit maupun di Anak Perusahaan.
= 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑠𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑚𝑎𝑡𝑢𝑟𝑖𝑡𝑦 𝑖𝑚𝑝𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑖 𝐾2 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑇𝑖𝑚 𝐾2 𝑃𝐿𝑁 ................ (3.13)
Bobot Nilai % Bobot Nilai % Bobot Nilai % Bobot Nilai % Bobot Nilai %
Perspektif
21,0 96 15,2 95 18,7 20,1
I Fokus 22,00
6 %
16,00
4 %
16,00 6,46 40% 19,00
4
99% 21,00
7
96%
Pelanggan
Perspektif
Efektifitas 27,3 88 29,0 97 26,3 20,6 22,2
II 31,00 30,00 30,00 88% 24,00 86% 24,00 93%
Produk dan 3 % 9 % 1 7 2
Proses
Penilaian perspektif fokus pelanggan P.T. PLN (Persero) UP3 Bengkulu pada tahun 2015,
2016, 2018 dan 2019 sangat baik dengan pencapaian bobot nilai >90% realisasi terhadap target,
sedangkan pada tahun 2017 kurang baik dengan hanya pencapaian bobot nilai 6,46 dari total bobot
16 atau hanya mencapai realiasasi 40% terhadap target.
Dalam menerjemahkan visi dan misi jangka panjang perusahaan yakni "Diakui sebagai
Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang, Unggul dan Terpercaya dengan bertumpu pada
Potensi Insani" P.T. PLN (Persero) menjadi tema strategis yang akan menjadi target jangka pendek
Pendukung dan hambatan Balanced Scorecard di P.T. PLN (Persero) UP3 Bengkulu
Berdasarkan hasil perhitungan balanced scorecard maka diperoleh adalah kinerja organisasi
pada P.T. PLN (Persero) UP3 Bengkulu fluktuasi pencapaian dimana pada tahun 2015 hingga 2016
meningkat namun pada tahun 2017 menurun dan meningkat kembali di tahun 2018 dan 2019. Agar
perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya maka perusahaan harus mampu mengoP.T.imalkan
pencapaian pengendalian piutang dan penurunan gangguan penyulang setiap tahunnya. Sehingga
terjadi peningkatan kinerja perspektif keuangan dan pasar serta perspektif efektitifas produk dan
proses sehingga dapat meningkatkan kinerja keseluruhannya.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Sri Wahyuni (2017) yang
membuktikan bahwa analisis balanced sorecard merupakan pengukuran yang sangat tepat dalam
menilai kinerja perusahaan karena sudah mencakup keseluruhan kinerja masing-masing bagian.
Penelitian kinerja menggunakan balanced scorecard dengan objek pada P.T. Semen Tonasa
Pangkep yang memperlihatkan hasil dalam perspektif keuangan terdapat penurunan return on
equity (ROE) namun terjadi fluktuasi kinerja pada return on investment (ROI), cash ratio, total
assets turn over (TATO). Dalam perspektif pelanggan terjadi fluktuasi pencapaian kinerja pada
cutomer retention, number of complain (jumlah keluhan), customer acquisitionnamunpada indeks
kepuasan pelanggan menunjukan pencapaian yang baik. Dalam perspektif proses bisnis internal
pada indikator supplier lead time tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun namun pada
number of transaction terjadi fluktuasi penilaian.Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
terjadi fluktuasi penilaian kinerja pada employee training, absenteeism, produktifitas namun pada
indeks kepuasan karyawan berada pada kategori cukup puas.Begitu juga hasil penelitian Maya Sari
(2015) yang membuktikan bahwa analisis balanced sorecard dapat meningkatkan kinerja
perusahaan disebabkan adanya sistem pengukuran yang tepat dari masing-masing perspektif
sehingga dapat diambil langkah perbaikan maupun peningkatan.
Menurut Hendricks et.all (dikutip dalam Widilestari, 2011) unsur-unsur keberhasilan
balanced scorecard antara lain: memahami konsep balanced scorecard yang merupakan terjemahan
strategis perusahaan, dukungan pemimpin, visi yang jelas, menerapkan balanced scorecard
keseluruh tingkat organisasi, komunikasi perencanaan dan anggaran serta perluasan balanced
scorecard termasuk cara kerja.
Dukungan manajemen dalam melakukan evaluasi kinerja secara periodik triwulan akan
mempengaruhi pencapaian kinerja keseluruhan. Dengan adanya evaluasi periodik, manajemen
Implikasi Strategis
Kinerja organisasi di P.T. PLN (Persero) pada perspektif efektifitas proses dan produk,
perspektif fokus tenaga kerja dan perspektif kepemimpinan sangat baik dengan pencapaian realisasi
terhadap target di atas 90%. Pada kinerja perspektif fokus pelanggan dan perspektif keuangan dan
pasar masih belum oP.T.imal dan belum mencapai target yang diberikan.
Pada perspektif fokus pelanggan, kinerja perusahaan cukup baik dari segi pertumbuhan
pelanggan dan tingkat kehandalan SAIDI SAIFI. Dengan semakin baik tingkat kehandalan yang
diukur menggunakan indeks SAIDI SAIFI akan membuat pelanggan semakin loyal terhadap
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya serta pembahasan disertaiteori dan
penelitian terdahulu yang membahas penerapan pengukuran kinerja perusahaan menggunakan
balanced scorecard dan unsur pendukung dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaiannya dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Penerapan konsep balanced scorecardpada P.T. PLN (Persero) UP3 Bengkulu
menerjemahkan visi dan misi perusahaan menjadi strategis korporat yang kemudian
dijabarkan dalam lima perspektif balanced scorecard beserta tujuan strategis, tolak ukur,
analisis hubungan sebab akibat, penentuan inisiatif, perencanaan peta strategis hingga
rencana implementasi. Pencapaian nilai kinerja organasasi P.T. PLN (Persero) UP3
Bengkulu pada perspektif fokus pelanggan cukup baik. Pada perspektif efektifitas produk
dan proses sudah baik, namun pada penurunan gangguan kurang baik belum mancapai
target. Pada perspektif fokus tenaga kerja sangat baik. Pada perspektif keuangan dan pasar
cukup baik, namun pada indikator pengendalian piutang kurang baik belum mancapai target.
Pada perspektif kepemimpinan sangat baik. Secara keseluruhan penilaian kinerja pada P.T.
PLN (Persero) UP3 Bengkulu sudah baik.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbataan penelitian diatas, maka saran-saran yang dapat diajukan
adalah sebagai berikut:
1. setiap manajer menginformasikan ke seluruh pegawai dan karyawan OutSourcing (OS)
diunitnya masing-masing mengenai target dan strategi yang akan dicapai
2. pengembangan kompetensi pegawai disesuaikan dengan kebutuhan dari sasaran kinerja dan
perkembangan perusahaan
3. melakukan monitoring rencana kerja, realisasi dan evaluasi secara harian ke masing-masing
bagian seusai tanggung jawab pekerjaannya
4. melakukan mapping prioritas strategi terhadap kinerja dengan bobot nilai yang besar dan
mudah dikerjakan hingga kinerja dengan bobot kecil tapi sulit dikerjakan
Abstract. The Purpose of this research is (1) analyzing the effect of training benefits on
employees ' performance at the Bank Bengkulu; (2) analyzing the influence of promotion on
performance of employees at the Bank Bengkulu; and (3) analyzing the influence of mutation on
employee performance in the Bank Bengkulu. This method of research uses quantitative methods.
The data used in this research is the primary data obtained from the results of the dissemination of
questionnaires to employees at the PT. Bank Bengkulu Branch Head. The research population
amounted to 86 people. The data analysis methods used are descriptive analysis and regression
analysis. Based on the results of the study, it is known that (1) the benefits of training positively
influence on the performance of Bank Bengkulu employees. These results show that if the
education and training that is followed increasingly provide benefits, the performance of the
employees of Bank Bengkulu is increasing; (2) promotion variables are positively influential on the
employee's performance, which means that the promotion is more appropriate, will be able to
improve the employee's performance; and (3) the position variables positively effect on the
employee's performance, meaning that the more appropriate mutations will be able to improve the
employee's performance.
Keyword: Benefits of training, Promotion, Mutation, Performance
Pendahuluan
Pengembangan sumber daya manusia (human resources development) merupakan aspek
penting dalam new public management. Pengembangan sumber daya manusia adalah adanya
kesempatan belajar (learning opportunities) yang didesain guna membantu para karyawan atau
karyawan di dalam organisasi/perusahaan. Sumberdaya manusia (SDM) merupakan modal investasi
(human capital) sekaligus penggerak utama organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuannya. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Caple (2009) bahwa sumber daya manusis merupakan aktor atau
pelaku utama dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi atau perusahaan. Pengembangan SDM
merupakan keharusan, karena melalui pengembangan SDM yang baik, organisasi/perusahaan akan
memiliki kekuatan kompetitif yang lebih berdaya guna dan mampu bersaing secara positif dalam
percaturan nasional dan global serta sulit untuk ditiru oleh organisasi/perusahaan lain (Biech, 2005).
Berbagai metode dalam manajemen perusahaan/organisasi dipikirkan banyak peneliti, akademisi
juga praktisi dalam ilmu manajemen perusahaan untuk mengembangkan SDM dalam sebuah
perusahaan yakni pelatihan, promosi dan mutasi (Tyson, 2006).
Pelatihan mengacu pada metode yang digunakan untuk memberikan atau yang ada saat ini
dengan keterampilan yang mereka butuhkan umtuk melakukan pekerjaan (Tyson, 2006). Pelatihan
Tinjauan Pustaka
Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
sesungguhnya yang dicapai seseorang). Kinerja juga disebut result (Robbins, 2008) yang berarti apa
yang telah dicapai atau dihasilkan oleh karyawan. Kinerja atau prestasi kerja adalah prestasi aktual
karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan (Dessler, 2019). Prestasi
kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat
kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu
dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Williams (2004)
berpendapat bahwa kinerja merupakan batasan dimana ide mereka tersampaikan, metode kerja yang
digunakan, dan semua output bekerja yang dihasilkan adalah produk baru dan berguna. Kreativitas
dalam organisasi tidak terlepas dari apa yang disebut dengan pemikiran divergen. Pemikiran
divergen juga membedakan pemecahan masalah kreatif dari pemecahan masalah lainnya.
Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan upaya membandingkan kinerja aktual karyawan dengan
kinerja kerja yang diharapkan darinya (Dessler, 2013). Pengukuran kinerja memainkan peranan
yang sangat penting dalam peningkatan motivasi di tempat kerja. Karyawan menginginkan dan
memerlukan balikan berkenaan dengan kinerja mereka dan penilaian menyediakan kesempatan
untuk memberikan balikan kepada mereka. Jika kinerja tidak sesuai dengan standar, maka penilaian
memberikan kesempatan untuk meninjau kemajuan karyawan dan untuk menyusun rencana
peningkatan kinerja (Dessler, 2009).
Penilaian kinerja karyawan tidak hanya dinilai dari fisik, tetapi juga dinilai dari pelaksanaan
pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan kerja,
Manfaat Pelatihan
Pelatihan adalah proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk
melakukan pekerjaannya. Pelatihan mengacu kepada metode yang digunakan untuk memberikan
karyawan baru atau yang ada saat ini dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk melakukan
pekerjaan. Memiliki karyawan-karyawan yang berpotensi tinggi bukanlah suatu jaminan bahwa
pekerjaan mereka akan baik. Karyawan selalu mengetahui apa yang organisasi ingin mereka
lakukan dan bagaimana cara melakukannya. Para karyawan yang tidak mengetahui caranya akan
mengerjakan pekerjannya dengan cara mereka sendiri yang tidak sesuai dengan organisasi inginkan
(Dessler, 2011:280).
Pengertian pelatihan menurut Mathis dan Jackson (2016:5), yang memberikan definisi
mengenai bahwa “Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu
untuk membantu mencapai tujuan organisasi oleh karna itu, Proses ini terikat dengan berbagai
tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit ataupun luas”. Menurut Mathis dan
Jackson (2016:301), “Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan
tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi”. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan
berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara
terbatas, pelatihan menyediakan para karyawan dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat
diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini.
Promosi Jabatan
Promosi atau kenaikan jabatan merupakan peningkatan dari seorang tenaga karyawan pada
suatu bidang tugas yang lebih baik, dibandingkan dengan sebelumnya dari sisi tanggung jawab
lebih besar, prestasi, fasilitas, status yang lebih tinggi, dan adanya penambahan upah atau gaji,serta
tunjangan lainnya. Promosi pekerjaan atau jabatan merupakan perkembangan yang positif dari
seorang pekerja atau karyawan karena tugasnya dinilai baik oleh pejabat yang berwenang. Oleh
karena itu pemberian tanggung jawab dan kewenangan yang lebih tinggi patut diberikan kepada
mereka yang berprestasi. Penilaian seorang karyawan dilakukan oleh pejabat yang membawahinya
dan unit biro yang mempunyai tugas untuk mengolah kegiatan administrasi kekaryawanan (Mathis
dan Jackson, 2016). Promosi adalah apabila seseorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab dan level. Nasution (2010)
promosi adalah kenaikan jabatan seseorang dari tingkat lebih rendah ke tingkat lebih tinggi dan
disertakan gaji, wewenang dan tanggung jawab (Rivai, 2012). Harsono (2011) mengatakan bahwa
promosi adalah perubahan kedudukan seorang pejabat pada jabatan yang lebih tinggi lebih lanjut
dikatakan lebih tingginya ini tercermin dalam tugas jabatan yang lebih berat dan sukar”
Promosi jabatan memberikan peran penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman
yang selalu dinanti-nantikan. Dengan promosi berarti adakepercayaan dan pengakuan mengenai
kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkutan untuk menduduki suatu jabatan yang lebih
tinggi. Dengan demikian promosi akan memberi status sosial, wewenang ,tanggung jawab, serta
penghasilan yang semakin besar bagi karyawan. Jika ada kesempatan bagi setiap karyawan
dipromosikan berdasarkan azas keadilan dan objektivitas, karyawan akan terdorong bekerja giat,
bersemangat, berdisiplin, dan berprestasi kerja sehingga sasaran perusahaan secara optimal dapat
dicapai. Begitu besarnya pelaksanaan promosi karyawan maka sebaiknya manajer personalia harus
Mutasi
Kata mutasi atau pemindahan oleh sebagian masyarakat sudah dikenal, baik dalam
lingkungan maupun di luar lingkungan perusahaan (pemerintahan). Mutasi adalah kegiatan
memindahkan tenaga kerja dari satu tempat tenaga kerja ke tempat kerja lain. Akan tetapi mutasi
tidak selamanya sama dengan pemindahan. Mutasi meliputi kegiatan memindahkan tenaga kerja,
pengoperan tanggung jawab, pemindahan status ketenagakerjaan, dan sejenisnya. Adapun
pemindahan hanya terbatas pada mengalihkan tenaga kerja dari satu tempat ke tempat lain.
Selanjutnya (Mathis & Jackson, 2016) menyatakan bahwa mutasi adalah suatu perubahan
posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal
(promosi/demosi) di dalam suau organisasi. Pada dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi
pengembangan karyawan, karena tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja
dalam perusahaan (pemerintahan) tersebut. Tujuan pelaksanaan mutasi menurut Dessler (2009)
antara lain, adalah:
1. Untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
2. Untuk menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan
atau jabatan.
3. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan.
4. Untuk menghilangkan rasa bosan/ jemu terhadap pekerjaannya.
5. Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang
lebih tinggi.
6. Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.
7. Untuk mengatasi perselisihan antara sesama karyawan.
8. Untuk mengusahakan pelaksanaan prinsip orang tepat pada tempat yang tepat.
Pada dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi pengembangan karyawan, karena tujuannya
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam perusahaan atau organisasi tersebut.
Mutasi sebagai proses perpindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain baik dalam satu
wilayah atau berbeda wilayah. Sedarmayanti (2012:46) pemutasian dimaksudkan untuk
menempatkan karyawan pada tempat yang tepat, agar karyawan yang bersangkutan mendapat kerja
setinggi mungkin dan dapat memberikan prestasi yang sebesar-besarnya.
KerangkaAnalisis
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pelatihan, promosi jabatan dan mutasi
terjadap kinerja karyawan Bank Bengkulu. Pelatihan, promosi dan mutasi merupakan faktor
organisasional yang dapat meningkatkan kinerja karyawan (Caple, 2009; Tyson, 2006 & Chan,
Mutasi (X3) H3
Pengembangan Hipotesis
Pelatihan adalah usaha secara sistematis untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
tenaga kerja pada posisi pekerjaannya saat ini. Pelatihan mengakibatkan terjadinya perubahan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan prilaku seorang kearah yang lebih baik atau lebih sesuai
dengan tuntutan pekerjaan dan masalah-masalah yang dihadapi.
Pembahasan
Pembahasan dalam Penelitian ini akan dijelaskan mengenai hasil-hasil penelitian dan
pengujian hipotesis yang telah diperoleh sebelumnya. Pembahasan juga akan dilakukan dengan
menguraikan masing-masing keterkaitan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
yang didukung dengan analisis deskriptif, dukungan teori dan penelitian terdahulu.
Implikasi Strategis
Berkaitan dengan hasil tersebut, manajemen Bank Bengkulu memerlukan upaya
mempertahankan dan memperbaiki kualitas SDM terutama kapabilitasya, sehingga mampu
meningkatkan kinerjanya. Dari hasil tersebut, implikasi yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1) Manfaat pelatihan berpengaruh positif pada kinerja karyawan. Hasil yang diperoleh dari
mengikuti program pendidikan dan pelatihan dalam bentuk peningkatan wawasan berfikir,
peningkatan penguasaan konsep, peningkatan pengetahuan pekerjaan, peningkatan pengetahuan
dalam penyelesaian pekerjaan dan peningkatan kapasitas individu. Pelatihan yang diberikan
kepada karyawan tidak hanya membuat karyawan mampu melaksanakan tugas, namun juga
akan menambah pengalaman karyawan dalam menjalan tugas sehari-hari.
2) Promosi dan mutasi merupakan kebijakan internal di dalam organisasi. Oleh karena itu,
kebijakan promosi dan mutasi disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Hal ini dilakukan
sebagai upaya penyegaran bagi karyawan agar selalu bersemangat dan ceria dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Penutup
Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
kesimpulan yang dapat ditarik adalah:
1. Manfaat pelatihan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan Bank Bengkulu. Hasil ini
menunjukkan bahwa jika semakin tinggi atau besar manfaat pendidikan dan pelatihan yang
dilaksanakan, maka kinerja karyawan Bank Bengkulu semakin meningkat.
2. Variabel promosi jabatan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, artinya semakin sesuai
promosi yang dilakukan, akan dapat meningkatkan kinerja karyawan.
3. Variabel mutasi jabatan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, artinya semakin sesuai
mutasi yang dilakukan, akan dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Referensi
Abstract. The quality of human resources give optimum support on organization performance that
generally established to achieve its goal. An Officer as a civil servant has an important role on it. It
requires to be loyal, valued, good mentality and professional as well as a good requirements for being
a good officer. The purpose of this research are: (1) to determine the influence of leadership attitude
on officers work satisfaction in Government Secretariat of North Bengkulu Regency office; (2) to
determine the influence of work satisfaction on the officers job satisfaction Government Secretariat
of North Bengkulu Regency office; (3) to determine the influence of locus of control on officer job
satisfaction of Government Secretariat of North Bengkulu Regency; (4) To determine the mediation
role of job satisfaction on the influence of leadership attitude, work motivation and locus of control
on officer performance of Government Secretariat of North Bengkulu Regency. The sample used in
the analysis is 122 respondents. The data analysis method used is descriptive analysis and mediate
regression analysis. From the hypothesis testing results obtained: First, leadership attitude, work
motivation and locus of control has positive and significant effect on officers job satisfaction. It means
that if the leadership attitude, work motivation and locus of control is higher, then the job satisfaction
of the Government Secretariat of North Bengkulu Regency will be higher. Second, the work
satisfaction has a positive and significant effect on performance officer of Government Secretariat of
North Bengkulu Regency. Third, work satisfaction has a mediating variable on the influence of
leadership attitude, work motivation and locus of control on officer performance of the Government
Secretariat of North Bengkulu Regency office.
Keywords: Leadership attitude, Work Motivation, Locus of Control, Work Satisfaction and
Performance
Pendahuluan
Perkembangan era globalisasi yang ditandai dengan kemudahan informasi dan arus informasi
yang cepat membutuhkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan mampu menganalisa informasi
dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut dapat diperoleh dari sumber
daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan teknologi serta sikap yang sesuai dengan tuntutan
tugasnya. Oganisasi tidak hanya semata-mata mengejar pencapaian produktivitas yang tinggi saja,
tetapi juga lebih memperhatikan kinerja dalam proses pencapaiannya. Kinerja (performance)
merupakan faktor kunci bagi setiap individu dan organisasi dalam pencapaian produktivitas. Kinerja
adalah suatu pengukuran metode kerja yang dilakukan setiap perkerjaan dengan mengunakan sumber
daya yang terbatas untuk mencapai setelah perkerjaan tersebut selesai di kerjakan (Siagian, 2009).
Tinjauan Pustaka
Kinerja
Kinerja (performance) sama dengan prestasi kerja (Wasistiono, 2002). Selanjutnya
Mangkunegara (2001) mengatakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau
actual performance (kinerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian
kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya, sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selanjutnya
Ulrich (dalam Mathis & Jackson, 2001) mengatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja dari induvidu adalah tenaga kerja, kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima,
Perilaku pemimpin
Anthony dan Govindarajan (2003) menyatakan bahwa setiap organisasi terdiri dari elemen-
elemen atau bagian yang telah ditentukan fungsi-fungsinya, untuk saling bekerjasama dan saling
mempengaruhi, dan tidak ada yang lebih dominan atau lebih utama dari sebagian yang lain, kecuali
harus terkoordinasi dalam tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Perilaku pemimpin oleh Blanchard
(2001) adalah proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam
usahanya mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Tanpa perilaku pemimpin organisasi hanya
merupakan kelompok manusia yang kacau tidak teratur dan tidak akan melahirkan perilaku bertujuan
(Davis dalam Sudarwan, 2004: 18). Pemimpin yang berpusat pada pegawai percaya dalam
mendelegasikan pengambilan keputusan dengan cara membentuk suatu lingkungan suportif (Gibson,
2001). Pemimpin yang berpusat pada pegawai memiliki perhatian terhadap kemajuan, pertumbuhan
dan prestasi para pengikutnya. Konsiderasi melibatkan perilaku yang menunjukan persahabatan,
saling percaya, menghargai, kehangatan dan komunikasi antara pimpinan dan pengikutnya.
Pemimpin yang mempunyai konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang
terbuka dan partisipasi.
Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti “dorongan” atau “daya penggerak”
(Sadili, 2006). Konsep motivasi kerja sendiri telah di definisikan oleh Wexly & Yulk (2007),
mengatakan bahwa: “Motivasi kerja adalah pemberian dorongan atau sesuatu yang melatar belakangi
seseorang untuk melakukan sesuatu atau tingkah laku”. Motivasi merupakan hal penting dalam
kelangsungan hidup suatu organisasi dan mencapai tujuannya secara optimal. Hal ini disebabkan
dengan motivasi diharapkan setiap pegawai mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai
produktifitas kerja yang tinggi. Menurut Hasibuan (2009: 34) beberapa alasan dasar mengapa
motivasi penting dilakukan pimpinan organisasi terhadap pegawai nya adalah: (1) Pimpinan
membagi-bagikan pekerjaan kepada pegawai bawahan untuk dikerjakan dengan baik; (2) Ada
pegawai yang mampu untuk mengerjakan pekerjaanya, tetapi ia malas atau kurang bergairah
mengerjakannya; (3) Untuk memelihara dan atau meningkatkan kegairahan kerja bawahan dalam
Locus of Control
Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan
sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Menurut
Schemerhorn (2011), locus of control adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa suatu hal yang
terjadi berada dalam kendali dirinya. Sedangkan Myers (2013), menyatakan bahwa locus of control
adalah persepsi tentang bagaimana seseorang dapat mengendalikan takdirnya. Robbins dan Judge
(2017) juga mendefinisikan locus of control sebagai tingkatan kepercayaan seseorang dalam
mengendalikan takdirnya. Dari berbagai macam definisi yang diterangkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa locus of control merupakan sebuah sebuah kecenderungan yang ada dalam setiap individu
dalam menyikapi hal-hal yang terjadi dalam hidupnya, apakah berada dalam kontrol dirinya sendiri
atau hal lain di luar dari dirinya.
Locus of control dibagi menjadi dua jenis, yaitu internal dan external. Ada beberapa hal yang
membedakan antara seseorang yang memiliki kecenderungan internal locus of control dengan
external locus of control. Robbins & Judge (2017) menyatakan bahwa seseorang dengan
kecenderungan internal locus of control secara aktif mencari informasi sebelum membuat keputusan,
memiliki motivasi tinggi dalam mencapai suatu target, dan berupaya untuk mengatur lingkungan di
sekitarnya. Sedangkan Schermerson (2011) menyatakan bahwa seseorang dengan kecenderungan
internal locus of control memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri dan menerima tanggung jawab
atas segala tindakan yang mereka lakukan.
Kerangka Analisis
Dalam penelitian ini digunakan faktor motivasi kerja dan kepuasan kerja sebagai variabel
independent (Gibson, 2006; Mangkunegara (2001). Penelitian Mahesa (2010) membuktikan motivasi
kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan Devi (2009) membuktikan kepuasan kerja
berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
Perilaku
Pemimpin
(Y)
Motivasi Kerja Kepuasan Kerja
Kinerja pegawai
Locus of
control
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Hierarchical Multiple Regression
Analysis (HMRA). Hierarchical Multiple Regression Analysis merupakan metode analisis hirarki
yang bersifat untuk menguji hipotesis yang eksplisit (Tabachnick & Fidell, 2007). Analisis HMRA
yang digunakan adalah metode regresi pemediasi (mediated regression analysis/MRA). Dalam
metode MRA, posisi variabel mediasi (M) adalah sebagai variabel perantara dari pengaruh variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Sesuai dengan namanya, metode HMRA memiliki
4 tahapan pengujian, sebagai berikut:
Tabel 1. Ringkasan Output uji: Pengaruh Variabel Independen (X) terhadap Variabel Dependen (Y)
Hasil
Keterangan
Independent Variable Coeff Beta t-stat p-value
R-Square 0,673
F-Statistic 329,285
Prob (F-statistic) 0,000
R-Square 0,285
F-Statistic 63,743
Prob (F-statistic) 0,000
R-Square 0,793
F-Statistic 612,238
Prob (F-statistic) 0,000
Tabel 2. Ringkasan Output uji Tahap Kedua: Pengaruh Variabel Independen (X) terhadap
Variabel Mediasi (M)
Hasil Keterangan
Independent Variable Coeff Beta t-stat p-value
R-Square 0,224
F-Statistic 46,188
Prob (F-statistic) 0,000
R-Square 0,063
F-Statistic 10,809
Prob (F-statistic) 0,000
R-Square 0,203
F-Statistic 40,815
Prob (F-statistic) 0,000
Keterangan:
*) Signifikan pada level 5%
Sumber: Hasil penelitian 2020, diolah
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa persamaan regresi pengaruh variabel independent
(perilaku pemimpin, motivasi kerja dan locus of control) terhadap kepuasan kerja pegawai (Y) adalah
sebagai berikut:
a. Pengaruh Perilaku Pemimpin terhadap Kepuasan Kerja.
Nilai koefisien regresi (β) sebesar 0,437, bermakna bahwa pengaruh perilaku pemimpin
terhadap kepuasan kerja pegawai adalah positif. Hal ini memberikan arti jika perilaku pemimpin (X1)
R-Square 0,341
F-Statistic 82,902
Prob (F-statistic) 0,000
Nilai koefisien regresi (β) sebesar 0,584, bermakna bahwa pengaruh kepuasan kerja terhadap
kinerja pegawai adalah positif. Hal ini memberikan arti jika kepuasan kerja (M) meningkat, maka
kinerja pegawai (Y) juga akan meningkat. Pada tahap ketiga pengujian MRA, dapat dibuktikan bahwa
variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Hal ini dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 9,105 dengan nilai p-value sebesar 0,000 < alpha
0,05, sehingga hipotesis yang berbunyi: Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai
diterima.
Tahap Keempat: Pengaruh Variabel Independen dan Variabel Mediasi terhadap Variabel
Dependen (Full Model)
Pada tahap keempat metode MRA, melakukan regresi berganda (full model) pengaruh
variabel independent (X) dan variabel mediasi (M) terhadap variabel dependen (Y). Hasil perhitungan
dengan program SPSS, diperoleh hasil seperti terangkum pada Tabel.
Tabel 4. Hasil Pengujian MRA Tahap Keempat: Pengaruh Variabel Independen (X)
dan Variabel Mediasi (M) terhadap Variabel Dependen (Y)
Hasil
Keterangan
Coeff
Independent Variable t-stat p-value
Beta
R-Square 0,722
F-Statistic 206,949
Prob (F-statistic) 0,000
R-Square 0,501
F-Statistic 79,822
Prob (F-statistic) 0,000
R-Square 0,835
F-Statistic 401,576
Prob (F-statistic) 0,000
Nilai koefisien regresi (β1) sebesar 0,701, bermakna bahwa pengaruh perilaku pemimpin
terhadap kinerja pegawai adalah positif. Hal ini memberikan arti jika perilaku pemimpin (X1)
meningkat, maka kinerja pegawai juga akan meningkat. Pada tahap keeampat juga dapat dibuktikan
bahwa variabel perilaku pemimpin memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai. Hal ini dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 14,777 dengan nilai p-value sebesar
0,001 < alpha 0,05.
Nilai koefisien regresi (β2) sebesar 0,225, bermakna bahwa pengaruh kepuasan kerja terhadap
kinerja pegawai adalah positif. Hal ini memberikan arti jika kepuasan kerja meningkat, maka kinerja
pegawai (Y) juga akan meningkat. Pada tahap keempat pengujian MRA, dapat dibuktikan bahwa
variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Hal ini dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 5,324 dengan nilai p-value sebesar 0,000 < alpha
0,05.
Nilai koefisien regresi (β1) sebesar 0,413, bermakna bahwa pengaruh motivasi kerja terhadap
kinerja pegawai adalah positif. Hal ini memberikan arti jika motivasi kerja (X2) meningkat, maka
kinerja pegawai juga akan meningkat. Pada tahap keeampat juga dapat dibuktikan bahwa variabel
motivasi kerja memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini
dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 7,134 dengan nilai p-value sebesar 0,000 < alpha 0,05.
Nilai koefisien regresi (β2) sebesar 0,480, bermakna bahwa pengaruh kepuasan kerja terhadap
kinerja pegawai adalah positif. Hal ini memberikan arti jika kepuasan kerja meningkat, maka kinerja
pegawai (Y) juga akan meningkat. Pada tahap keempat pengujian MRA, dapat dibuktikan bahwa
variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Hal ini dibuktikan dengan nilai t-hitung sebesar 8,298 dengan nilai p-value sebesar 0,000 < alpha
0,05.
Implikasi Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan, kepuasan kerja, motivasi kerja dan locus
of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Berkaitan hasil tersebut,
implikasi dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan locus of control yang agar terjadi peningkatan kinerja pegawai melalui upaya
pengendalian diri internal yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan, hal ini disebabkan
indikator ini memperoleh nilai paling rendah dibandingkan dengan indikator lainnya. Oleh
karena itu, pemberian otonomi pekerjaan dalam pelaksanaan tugas diperlukan untuk
meningkatkan tanggungjawab pegawai.
2. Meningkatkan motivasi kerja pegawai untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi dengan
mendorong pegawai untuk dapat bekerja secara maksimal dengan cara menempatkan pegawai
atau memberikan tugas kepada pegawai sesuai dengan keinginannya, memberikan kewenangan
penuh pada tugas yang telah diberikan dan memberikan pengembangan kepada pegawai sesuai
dengan tanggungjawab dan prestasinya.
3. Kepuasan kerja adalah faktor yang sangat penting artinya bagi pegawai. Dengan kepuasan kerja
tersebut, pegawai akan bersemangat melaksanakan aktivitas atau pekerjaan sehari-hari. Tanpa
kepuasan kerja, orang cenderung malas dan hanya pasrah pada kondisi yang ada. Upaya
meningkatkan kepuasan kerja pegawai terutama berkaitan dengan pelayanan kepada pegawai
seperti pemberian informasi mengenai regulasi (aturan) baru, mendukung pegawai untuk
meningkatkan kreativitas dalam pekerjaan dan adanya saling keterbukaan antara sesama
anggota organisasi.
Penutup
Kesimpulan
Dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil
adalah sebagai berikut.
1) Variabel perilaku pemimpin memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai. Hasil ini memberikan makna bahwa perilaku pemimpin yang dipersepsikan
baik oleh pegawai, amak mendorong pegawai mencapai kinerja yang tinggi.
2) Variabel perilaku pemimpin memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja pegawai. Hal ini berarti bahwa perilaku pemimpin yang sesuai dengan
keinginan pegawai, akan membuat pegawai merasa puas dalam organisasinya.
3) Variabel motivasi kerja memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai. Hal ini berarti jika motivasi kerja tinggi, maka kinerja yang dihasilkan oleh pegawai
juga semakin tinggi.
4) Variabel motivasi kerja memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja pegawai. Hal ini berarti jika motivasi kerja tinggi, maka kepuasan kerja pegawai juga akan
semakin tinggi.
5) Variabel locus of control memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai. Hal ini berarti jika tingkat pengendalian semakin baik, maka kinerja yang dihasilkan
oleh pegawai juga semakin tinggi.
6) Variabel locus of control memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja pegawai. Hal ini berarti jika tingkat pengendalian diri pegawai semakin tinggi, maka
kinerja yang dihasilkan oleh pegawai juga semakin tinggi.
7) Variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai. Hal ini berarti jika kepuasan kerja semakin tinggi, maka kinerja yang dihasilkan oleh
pegawai juga semakin tinggi.
8) Efek medasi kepuasan kerja pada pengaruh perilaku pemimpin terhadap kinerja terpenuhi. Hasil
ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja menjadi partially mediation pada pengaruh perilaku
pemimpin terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Bengkulu Utara.
9) Efek mediasi kepuasan kerja pada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai Sekretariat
Daerah Kabupaten Bengkulu Utara juga merupakan partially mediation.
Saran
Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh Sekretariat Daerah Kabupaten Bengkulu
Utara berkenaan dengan kinerja pegawainya, yakni:
1. Dalam rangka terwujudnya locus of control pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya perlu
peningkatan locus of control pegawai khususnya mengenai keterampilan yang dibutuhkan
dalam menyelesaikan pekerjaan, hal ini disebabkan indikator ini memperoleh nilai paling
rendah dibandingkan dengan indikator lainnya. Oleh karena itu, peningkatan keterampilan kerja
perlu dilakukan dengan cara pemberian kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan (diklat) khusus, peningkatan pendidikan formal dan non formal,
sehingga locus of controlnya meningkat;
2. Meningkatkan motivasi kerja pegawai untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi dengan
mendorong pegawai untuk dapat bekerja secara maksimal dengan cara menempatkan pegawai
atau memberikan tugas kepada pegawai sesuai dengan keinginannya, memberikan kewenangan
penuh pada tugas yang telah diberikan dan memberikan pengembangan kepada pegawai sesuai
dengan tanggungjawab dan prestasinya;
3. Meningkatkan kepuasan kerja pegawai terutama berkaitan dengan pelayanan kepada pegawai
seperti pemberian informasi mengenai regulasi (aturan) baru, mendukung pegawai untuk
meningkatkan kreativitas dalam pekerjaan dan adanya saling keterbukaan antara sesama
anggota organisasi;
4. Meningkatkan kinerja pegawai terutama berkaitan dengan standar dan prosedur tugas,
memotivasi pegawia untuk terus masuk kerja (menurunkan absensi), dan mendorong pegawai
untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu.
Referensi
Anthony, B. (2007). Perencanaan Starategi Organisasi Social (edisi Bahasa Indonesia). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Anthony, N.R. & Govindarajan (2003). Sistem pengendalian manajemen (edisi 11). Jakarta: Salemba
Empat.
Armstrong, M. & A. Baron (2008). Performance management-the new realities. London:
Institute of Personnel and Development.
Bass, B.M. (2003). Bass and stogdill’s handbook of leadership: Theory, research, and managerial
Application (3th edition). New York: Free Press.
Blanchard, H.P. (2001). The relationship between self-esteem and demographic characteristics of
black women on welfare Florida State: College of Education.
Abstract. The research aimed to analyse whether the transformational leadership and work
engagement had an effect on the performance of nurses. One hundred nurses who worked at state
hospital in City of Bengkulu were chosen as the sample for the study. Data on the three variables
were gathered using a hand-delivered survey and analysed employing a multiple regression analysis.
The findings indicated that both simultaneously and partially, the transformational leadership and
work engagement have a significant and positive influence on the performance of nurses at the
Hospital. Further, the result showed that the work engagement was more dominant than the
transformational leadership in influencing the performance. Nurses who have high engagement at
work will have a greater effect on their performances with regard to the leadership style. Working
effectively, involving and commiting to the job, having high motivation to care patients and having
a high attendance list reflect high engagement in achieving a high performance. In the meantime, the
transformatonal leadership style supports the nurses’work. The study suggested that all nurses should
get more trainings based on their skills and related to their nursing jobs for involving at work and
increasing their performances. Providing more up-to-date modules in the nursing science and work
in surgery, dianogsis, physical examination, nursing procedures are encouraged.
Pendahuluan
Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif, menuntut setiap
organisasi (termasuk perusahaan) untuk bersikap lebih responsif agar sanggup bertahan dan terus
berkembang. Untuk mendukung perubahan organisasi tersebut, maka diperlukan adanya perubahan
individu (Cameron & Quinn, 2011:5). Proses menyelaraskan perubahan organisasi dengan perubahan
individu ini tidaklah mudah. Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus
dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri. Maka dari itu, organisasi
memerlukan pemimpin reformis yang mampu menjadi motor penggerak yang mendorong perubahan
organisasi (Day et al., 2014; Dessler, 2010:52). Peran kepemimpinan sangat strategis dan penting
dalam sebuah organisasi sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam pencapaian visi, misi dan
tujuan suatu organisasi. Maka dari itu, tantangan dalam mengembangkan strategi organisasi yang
jelas terutama terletak pada organisasi di satu sisi dan tergantung pada kepemimpinan (Sunarsih,
Tinjauan Pustaka
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Keterlibatan Kerja terhadap Kinerja
Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang memiliki visi, keahlian
retorika dan pengelolaan kesan yang baik dan menggunakannya untuk mengembangkan ikatan
emosional yang kuat dengan karyawannya (Avey et al., 2010). Kepemimpinan transformasional
berhubungan positif dengan kinerja karyawan (Humphreys, 2012). Semua dimensi kepemimpinan
transformasional bersama-sama mengarahkan terhadap peningkatan kinerja (Shin & Zhou, 2013).
Fungsi kepemimpinan yang paling penting adalah memberikan motivasi kepada bawahannya,
kepemimpinan transformasional diyakini memiliki pengaruh terhadap organisasi dalam bentuk non
keuangan seperti kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Yammarino & Dubinsky, 2010). Pemimpin
transformasional memotivasi pengikutnya untuk melakukan sesuatu (kinerja) diluar dugaan (beyond
normal expectation) melalui transformasi pemikiran dan sikap mereka untuk mencapai kinerja diluar
dugaan tersebut (Hall et al., 2012:33), pemimpin transformasional menunjukkan berbagai perilaku
Kerangka Analisis
Pengaruh idealis
Motivasi inspirasi
Kepemimpinan
transformasional
Stimulasi intelektual
Pertimbangan
Kinerja
individu
Keterangan:
Pengaruh :
Dimensi :
Hipotesis adalah praduga atau asumsi yang harus di uji melalui data atau fakta yang diperoleh
melalui penelitian dan juga merupakan penuntun bagi peneliti dalam menggali data yang diinginkan
(Dantes, 2012:80). Terdapat dua jenis hipotesis, yaitu hipotesis null dan hipotesis alternatif (Cooper
& Schindler, 2010:67). Menurut Sekaran (2012:117), hipotesis null (Ho) merupakan proposisi yang
menyatakan hubungan yang definitif dan tepat di antara dua variabel. Pernyataan null diartikan
sebagai tidak ada hubungan (signifikan) antara dua variabel. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha)
adalah kebalikan dari hipotesis null (Ho) yang mengungkapkan bahwa adanya hubungan antara dua
variabel. Berdasarkan konsep gaya kepemimpinan transformasional, keterlibatan kerja dan kinerja,
maka penelitian sekarang menggunakan hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).
Keterlibatan kerja sebagai sesuatu yang penuh dengan nilai-nilai positif yang terkait dengan
pekerjaan dan pikiran ditandai dengan semangat, dedikasi dan penyerapan seperti dinyatakan oleh
Schreuder dan Coetzee (2011). Keterlibatan lebih mengacu sesuatu yang mirip dan memegang
karakter afektif dan persuasif, dan pernyataan kognitif yang tidak terfokus pada objek tertentu,
peristiwa tertentu, perilaku, atau individu. Dengan keterlibatan kerja yang tinggi, karyawan dapat
meningkatkan kinerja pada tugas dan bertanggung jawab. Untuk dorongan tersebut diperlukan bagi
karyawan mencapai tingkat kinerja yang tinggi; dengan demikian, para pemimpin perlu
memperhatikan kesesuaian pekerjaan dan kemampuan karyawan. Maka, hipotesis penelitian
dirumuskan sebagai berikut:
Ha1: Gaya kepemimpinan transformasional dan keterlibatan kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perawat
Hasil studi yang dilakukan oleh Thamrin (2012) menyatakan kepemimpinan transformasional
berpengaruh terhadap kinerja. Pemimpin transformasional adalah mereka yang merangsang dan
menginspirasi para pengikutnya, baik untuk mencapai sesuatu yang besar dan, dalam proses, untuk
mengembangkan kapasitas kepemimpinan mereka sendiri. Pemimpin transformasional membantu
pengikut mereka berkembang dan membuat mereka menjadi pemimpin baru dengan cara yang
merespon kebutuhan pengikut individu. Kepemimpinan transformasional berhubungan positif
dengan kinerja karyawan (Humphreys, 2012). Gaya kepemimpinan transformasional meningkatkan
kualitas operasi secara keseluruhan dalam organisasi (Pounder, 2012). Stimulasi intelektual
mendorong karyawan untuk berpikir pada area perbaikan dan membawa hasil yang terbaik. Semua
dimensi kepemimpinan transformasional bersama-sama mengarahkan terhadap peningkatan kinerja
(Shin & Zhou, 2013). Maka, hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha3: Keterlibatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat RSUD Kota
Bengkulu.
Standardized
Variabel ttest Sig.
Coefficients
Kepemimpinan transformasional 0,151 2,248 0,027
Keterlibatan Kerja 0,728 10,865 0,000
Ftest = 63,399
Sig. = 0,000
R2 =
0,567
Pengujian Hipotesis
Uji F (Ftest)
Uji t (ttest)
Pengujian ttest digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara variabel
kepemimpinan transformasional dan keterlibatan kerja terhadap kinerja perawat. Berdasarkan Tabel
1, diketahui bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat
RSUD Harapan dan Doa Kota Bengkulu (sig=0,027<0,05). Maka, hipotesis yang menyatakan gaya
kepemimpinan transformasional berhubungan signifikan dengan kinerja perawat RSUD Harapan dan
Doa Kota Bengkulu adalah diterima. Semakin baik kepemimpinan transformasional yang diterapkan
di RSUD Harapan dan Doa Kota Bengkulu maka kinerja perawat akan semakin tinggi.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa keterlibatan kerja juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perawat (sig=0,000<0,05). Maka, hipotesis yang menyatakan keterlibatan kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perawat RSUD Harapan dan Doa Kota Bengkulu adalah diterima.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kepemimpinan transformasional dan
keterlibatan kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat. Artinya, kinerja perawat RSUD Harapan
dan Doa Kota Bengkulu dapat dijelaskan oleh kepemimpinan transformasional dan keterlibatan kerja.
Analisis determinasi menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan transformasional dan keterlibatan
kerja memberikan kontribusi sebesar 56,7 persen dalam mempengaruhi kinerja perawat RSUD
Harapan dan Doa Kota Bengkulu. Hasil ini mendukung penelitian Muarif et al. (2015) bahwa
kepemimpinan transformasional dan keterlibatan kerja secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan.
Perawat yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan berkinerja lebih tinggi dan benar-
benar peduli dengan pekerjaan mereka. Perawat yang menyumbangkan ide untuk kemajuan rumah
sakit dengan senang hati mematuhi peraturan dan mendukung kebijakan. Perawat dengan tingkat
keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar
peduli dengan jenis kerja itu, misalnya perawat menyumbangkan ide untuk kemajuan pekerjaan,
dengan senang hati memenuhi peraturan-peraturan rumah sakit dan mendukung kebijakan rumah
sakit. Sebaliknya perawat yang kurang senang terlibat dengan pekerjaannya adalah perawat yang
kurang memihak kepada rumah sakit dan perawat yang demikian cenderung hanya bekerja secara
rutinitas.
Implikasi Strategis
Penutup
Kesimpulan
Saran
Saran yang didapat diberikan dari hasil penelitian ini supaya pihak RSUD Harapan dan Doa
Kota Bengkulu, khususnya pimpinan dapat memfasilitas potensi perawat, misalnya dengan
pendidikan formal berkelanjutan maupun pendidikan informal bersertifikat, seperti pelatihan-
pelatihan dan short course sesuai dengan bidang peminatan perawat. Kemudian perawat hendaknya
terlibat aktif dalam organisasi profesi dan badan kelengkapan peminat, seperti perkumpulan,
himpunan atau ikatan yang ada di RSUD Harapan dan Doa Kota Bengkulu maupun tempat lainnya,
sehingga dapat mencegah sedini mungkin ketinggalan informasi terhadap trend dan isu yang
berkembang tentang kesehatan dan keperawatan. Pihak rumah sakit dapat melakukan terobosan
dalam bentuk kegiatan terprogram dalam upaya pengembangan sumber daya manusia untuk
peningkatan kompetensi, termasuk dukungan dana yang disediakan.
Abstract. The presence of social media with all its advantages allows users to interact, share,
collaborate, and communicate with other social media users via the internet. Social media is very
helpful for businesses in promoting the products or services they provide to consumers, so it can
certainly have an impact on buying interest. Consumer buying interest in a product is important in
the business world, because buying interest is the basis for consumers to buy a product. This study
aims to Analyze the Influence of the amount of time, Media Content, Frequency, Purchase Interest
of Facebook Social Media Use on Consumer Purchase Interest in the Electronic and Computer
Buying and Selling Group in Bengkulu City. This type of research used in this research is quantitative
research using a survey approach. The sample in this study was taken by accidental sampling as many
as 182 people. Data analysis in this study used descriptive statistical data analysis and Multiple Linear
Regression analysis. The results showed that the amount of time, the contents of the media, the
frequency of use of social media partially influence the consumer buying interest of members of the
Electronic and Computer Purchasing Group in Bengkulu City. The implications of this study are used
as input for sellers and consumers. for sellers to provide good service, create satisfaction with
consumers, provide a complete explanation of what is sold in accordance with the reality of the goods.
Likewise for consumers to remain vigilant in the transaction, must know clearly the condition of the
goods or services to be purchased, as well as the security of the goods or services.
Pendahuluan
Kehadiran media dengan segala kelebihannya memungkinkan pengguna untuk berinteraksi,
berbagi, bekerjasama, dan berkomunikasi dengan pengguna media lain melalui internet. Media sosial
merupakan media yang digunakan secara online dalam penggunanya lebih mudah untuk
berpartisipasi, dan berbagi serta dapat menciptakan isi dalam media sosial (Nasrullah, 2016). Sudah
selayaknya bagi para pengusaha di bidang online maupun offline memanfaatkan kecanggihan
teknologi untuk menarik minat konsumen. Penggunaan media sosial secara tepat akan menarik minat
para konsumen untuk membeli produk atau jasa. Dari sekian banyak media sosial yang muncul, ada
beberapa yang sangat direkomendasikan untuk dipakai sebagai sarana berpromosi sebagai contoh
Facebook, Twitter, Instagram, Path, Line, WhatsApp, Massanger, Youtube dan lain sebagainya
(Raheni, 2018). Penelitian Apriliana (2019) menemukan bahwa terdapat pengaruh antara intensitas
melihat iklan jual beli kosmetik di Instagram dengan perilaku konsumtif kosmetik remaja putri.
Sedangkan Priatni (2019) yang dalam studinya menemukan bukti empiris bahwa Social Media
Kemudian penulis juga melakukan wawancara dengan anggota group yang lain mengatakan
bahwa:
“E-commerce melalui Facebook sangat membantu sekali. Karena kita dapat menawarkan
produk yang kita jual melalui Facebook, atau group jual beli. Kalau ada konsumen yang
berminat biasanya mereka langsung chat ke akun facebook milik saya. Memang kalau di
group banyak penjual yang tidak jelas akun facebooknya, tapi kita harus tetap hati-hati saja,
utamakan untuk bertemu langsung dengan penjual, kalau bisa memang penjual tersebut
berada di kota Bengkulu, jangan penjual yang ada di luar daerah, agar terhindar dari
penipuan”.
Hasil wawancara ini, senada juga dengan salah satu Aparatur Sipil Negara di Kota Bengkulu,
mengatakan bahwa:
“Prinsipnya untuk belanja produk online di group jual beli kehati-hatian yang perlu
diutamakan, walaupun penjual berada di kota Bengkulu tapi dia menggunakan akun
facebook yang tidak jelas, mesti hati-hati karena walaupun kita bertemu, kadangkala
mereka mengajak kita bertemu di luar, bukan di toko atau alamat mereka.Memang produk
Berdasarkan hasil wawancara di atas, sebagai calon pembeli produk elektronik dan komputer
pada Group Jual Beli Kota Bengkulu di Media Sosial Fecabook perlu sangat hati-hati dan cermat
dikarenakan rawan sekali mengalami penipuan. Kondisi yang terjadi ini, tentunya dapat menurunkan
minat konsumen dalam membeli produk Elektronik dan Komputer pada Group Jual Beli Kota
Bengkulu di Media Sosial Facebook. Padahal dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, jual beli online
seharusnya bisa menjadi peluang besar bagi para pedagang untuk tetap bisa bertahan dan
menggerakkan perekonomian dalam situasi yang sulit.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi
masalah pokok dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah jumlah waktu berpengaruh terhadap minat beli konsumen pada group jual beli elektronik
dan komputer di Kota Bengkulu?
2. Apakah isi media berpengaruh terhadap minatbeli konsumen pada group jual beli elektronik dan
komputer di Kota Bengkulu?
3. Apakah frekuensi penggunaan media sosial facebook berpengaruh terhadap minat beli konsumen
pada group jual beli elektronik dan komputer di Kota Bengkulu?
Tinjauan Pustaka
Minat Beli
Minat merupakan salah satu aspek psikologis yang mempunyai pengaruh cukup besar
terhadap perilaku dan juga merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang dalam
melakukan sesuatu.Selain itu minat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang pribadi dan
berhubungan dengan sikap. Individu yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan
atau dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan objek
tersebut (Retnowulan, 2017). Minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak
sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan (Nurjanah, 2019). Minat beli (willingness to
buy) merupakan bagian dari komponen perilaku dalam sikap mengonsumsi. Minat beli konsumen
adalah tahapan dimana konsumen membentuk pilihan mereka diantara beberapa merek yang
tergabung dalam perangkat pilihan, kemudian pada akhirnya melakukan suatu pembelian pada suatu
alternatif yang paling disukainya atau proses yang dilalui konsumen untuk membeli suatu barang atau
jasa yang didasari oleh bermacam pertimbangan (Yoebrilianti, 2018).
Minat beli dibentuk oleh pengaruh sikap konsumen terhadap suatu produk dan keyakinan
mereka akan kualitas dan harga. Dalam hal ini pemasar harus mengerti keinginan konsumen
Media Sosial
Media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan alat untuk meningkatkan kemampuan
pengguna untuk berbagi, bekerja sama diantara pengguna, dan melakukan tindakan secara kolektif
yang semuanya berada diluar kerangka institusional maupun organisasi (Nasrullah, 2016). Media
sosial adalah sekumpulan aplikasi berbasis internet, beralaskan pada ideologi dan teknologi web 2.0
sehingga memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten oleh penggunanya (Anwar, 2017). Lebih
lanjut Wilga (2018) mengatakan media sosial (social networking) adalah sebuah media online dimana
para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog,
sosial network atau jejaring sosial, wikipedia, forum dan dunia virtual.Oleh karena itu, media sosial
merupakan jejaring sosial dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung
dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi.
Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah sebuah studi dari proses yang berkembang ketika individu atau
sekelompok orang memilih, menggunakan atau membuang sebuah produk, pelayanan, ide atau
pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan (Nurjanah, 2019). Dalam perilaku
konsumen tentunya memiliki beberapa aspek pengertian. Pertama, perilaku konsumen merupakan
proses pengambilan keputusan. Kedua, perilaku konsumen merupakan kegiatan fisik dan mental
untuk mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa ekonomis. Keberhasilan atau kegagalan
pemasaran tergantung dari reaksi perorangan atau kelompok konsumen yang dinyatakan dalam
bentuk pembelian ataupun pengguna jasa (Alfansi, 2016).Sementara itu, Willem (2020) menjelaskan
bahwa keputusan pembelian adalah tindakan dari konsumen untuk membentuk referensi di antara
Kerangka Analisis
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh jumlah waktu, isi media, dan frekuensi dalam
penggunaan media sosial facebook terhadap minat beli konsumen pada group jual beli elektronik dan
komputer di kota Bengkulu. Maka diperoleh kerangka analisis sebagai berikut:
Frekuensi (X3)
Pengembangan Hipotesis
Hipotesis menurut (Martono, 2012) adalah jawaban dari sebuah penelitian atau karya tulis
sementara yang kebenarannya masih harus diuji. Dalam penelitian ini adalah:
H1 : Jumlah waktu dalam penggunaan media sosial facebook berpengaruh positif signifikan
terhadap minat beli konsumen pada Grup Jual Beli Elektronik dan Komputer Kota Bengkulu.
H2 : Isi Media berpengaruh positif signifikan terhadap minat beli konsumen pada Grup Jual Beli
Elektronik dan Komputer Kota Bengkulu
H3 : Frekuensi penggunaan media sosial facebook berpengaruh positif signifikan terhadap minat
beli konsumen pada Grup Jual Beli Elektronik dan Komputer Kota Bengkulu
X1 X2 X3 Y
N 182 182 182 182
a,b
Normal Parameters Mean 18,5934 19,1484 19,4560 39,3462
Std. 2,82834 3,03478 3,08010 4,24211
Most Extreme Deviation 0,99 0,089 0,097 0,086
Berdasarkan hasil uji normalitas di atas menunjukkan bahwa nilai p value (Asymp. Sig (2-
tailed) seluruh variabel mempunyai nilai > 0,05 yang berarti variabel penelitian ini mempunyai
sebaran data yang normal.
Uji Multikolinearitas
Tabel 2. Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Jumlah Waktu 0,515 1,943
Isi Media 0,436 2,296
Frekuensi 0,450 2,222
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas di atas menunjukkan bahwa pada setiap variabel
independent (jumlah waktu, isi media dan frekuensi) mempunyai nilai Tolerance > 0,01 dan nilai VIF
< 10 yang berarti tidak terjadi multikolinearitas.
Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 4. terbentuk persamaan sebagai berikut:
Y = 17,628 +0,301 X1 + 0,236 X2 + 0,596 X3
Persamaan tersebut dapat diinterprestasikan bahwa nilai koefisien regresi variabel jumlah
waktu sebesar 0,301 memberikan makna bahwa jika variabel jumlah waktu meningkat satu satuan,
maka minat beli juga akan meningkat sebesar 0,301 satuan. Nilai koefisien regresi variabel isi media
sebesar 0,236 memberikan makna bahwa jika variabel isi media meningkat satu satuan, maka minat
beli juga akan meningkat sebesar 0,236 satuan. Nilai koefisien regresi variabel frekuensi sebesar
0,596 memberikan makna bahwa jika variabel frekuensi meningkat satu satuan, maka minat beli juga
akan meningkat sebesar 0,596 satuan.
Implikasi strategis
1. Jumlah waktu penggunaan sosial media facebook di grup jual beli elektronik dan komputer di
kota Bengkulu berdasarkan hasil penelitian diketahui berpengaruh terhadap minat beli
konsumen. Hal ini dikarenakan semakin intens dan lama durasi konsumen berada didalam jual
beli elektronik dan komputer di kota Bengkulu ini maka semakin tumbuh rasa keinginan atau
minat untuk memiliki suatu barang tersebut. Namun jumlah waktu penggunaan sosial media
facebook di grup jual beli elektronik dan komputer di kota Bengkulu yang terlalu lama akan
menyebabkan kejenuhan pada konsumen, oleh sebab itu penjual harus bisa menciptakan agar
konsumen tidak bosan dan juga tertarik untuk menawar barang atau jasa yang dijual dengan cara
memberikan foto-foto barang yang menarik dan jelas.
2. Isi media facebook di grup jual beli elektronik dan komputer di kota Bengkulu berdasarkan hasil
penelitian diketahui berpengaruh terhadap minat beli konsumen. Oleh sebab itu agar penjual
harus menjelaskan dengan lengkap tentang barang atau jasa yang dijual, mulai dari harganya,
kualitasnya, keunggulan maupun kelemahannya. Sehingga tidak terjadi kesalah pahaman antara
iklan dengan barang nyatanya.
3. Frekuensi penggunaan sosial media facebook di grup jual beli elektronik dan komputer di kota
Bengkulu berdasarkan hasil penelitian diketahui berpengaruh terhadap minat beli konsumen.
Oleh sebab itu penjual harus bisa memberikan kepuasan kepada konsumen dalam hal pelayanan
yang cepat dalam menjawab pesan, ramah dan melayani konsumen secara sopan serta memiliki
produk-produk yang lengkap. Sehingga konsumen akan menyukai grup jual beli elektronik dan
komputer di kota Bengkulu ini dan akan selalu menggunakannya untuk bertransaksi mencari
apasaja yang dibutuhkannya.
Hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan bagi penjual maupun konsumen. bagi penjual
agar memberikan pelayanan yang baik, menciptakan kepuasan kepada konsumen, memberikan
penjelasan yang lengkap atas apa yang dijual sesuai dengan kenyataan barangnya. Begitu juga bagi
konsumen agar tetap waspada dalam bertransaksi, harus tahu secara jelas kondisi barang atau jasa
yang akan dibeli, serta keamanan barang atau jasa tersebut.
Saran
Selaras dengan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan di atas,maka perlu disarankan,
sebagai berikut:
1. Berdasarkan temuan penelitian, pengaruh penggunaan media sosial facebook dalam Group Jual
Beli Elektronik dan Komputer di Kota Bengkulu cukup tinggi, maka perlu disarankan kepada
pelaku usaha membuat dapat juga mempromosikan produk-produk yang ada di toko mereka
Referensi
Adinda, S. & Pangestuti E. (2019). Pengaruh media sosial instagram @exploremalang terhadap minat
berkunjung followers ke suatu destinasi (Survei Pada Followers @exploremalang). Jurnal
Administrasi Bisnis, 72(1), 176-183.
Anwar, F. (2017). Perubahan dan permasalahan media sosial. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora,
dan Seni. 1(1), 137-144.
Apriliana, NS. & Utomo, EP. (2019). Pengaruh intensitas melihat iklan di instagram terhadap
pengetahuan dan perilaku konsumtif remaja putri. Jurnal Komunikasi 13(2), 179-190.
Nainggolan, N.P. (2018). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen dalam
membeli rumah di Kota Batam. Journal of Accounting & Management Innovation, 2(2), 41-
54.
Nasrullah, R. (2016). Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, Sosioteknologi (Cetakan kedua).
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Nurjanah, S. & Willy. (2019). Pengaruh kemasan produk dan rasa terhadap minat beli yang
berdampak pada keputusan pembelian pelanggan minuman energi. Jurnal Ilmu Manajemen,
2(2), 65-74.
Priatni, B.S., Hutriana T. & Hindarwati, E.N. (2019). Pengaruh social media marketing terhadap
purchase intention dengan brand awareness sebagai variable intervening pada martha tilaar
salon day spa. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Perbankan, 5(3), 145-155.
Raheni, C. (2018). Pengaruh media sosial terhadap minat beli konsumen studi kasus mahasiswa.
Jurnal Sinar Manajemen, 5(2), 82-85.
Retnowulan, J. (2017). Pengaruh kualitas produk dan persepsi harga terhadap minat beli smartphone
Xiaomi. Jurnal Cakrawala, 17(2), 139-145.
Yoebrilianti, A. (2018). Pengaruh promosi penjualan terhadap minat beli produk fashion dengan gaya
hidup sebagai variabel moderator (survei konsumen pada jejaring sosial). Jurnal
Manajemen, 8(1). 20-41
Abstract. The purpose of this research to know and analyze: (1) the effect of integrity on ethical
leadership; (2) the effect of integrity on trust for leaders; (3) the effect of ethical leadership on trust
for leaders; and (4) the mediating of ethical leadership the effect of integrity on trust for leaders.
Research is a type of quantitative research, data collection by distributing questionnaires to staff of
regional election commission (leaders of secretariat in Bengkulu Province as many as 170. Of the 10
questionnaires distributed, 149 questionnaires could be processed. Data analysis using the causal step
method and sobel test. The results showed (1) Integrity positive effect on ethical leadership. That is,
the more integrity of a leader, the more ethical leadership, conversely the lower the integrity of a
leader, the more unethical leadership, (2) Integrity positive effect on trust for leaders. That is, the
more integrity of a leader the more ethical leadership, conversely the lower the integrity of a leader,
the more unethical leadership, (3) Ethical leadership positive effect on trust for leaders. That is, the
more ethical the leadership of a leader, the subordinates' trust in them will increase, conversely the
more unethical the leadership of a leader, the less trust they will get, and (4) Ethical leadership is able
to mediate the relationship of the influence of integrity on trust for leadership at the Regional Election
Commission Bengkulu Province. That is, this ethical leadership will be a significant driver for leaders
with greater integrity in an effort to gain the trust of followers
Pendahuluan
Saat ini kepemimpinan dinilai membawa pengaruh yang kuat bagi proses interaksi sumber
daya manusia dan keberhasilan organisasi. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa perilaku
kepemimpinan etis dapat menghasilkan banyak hasil positif, seperti meningkatkan kinerja karyawan,
kepercayaan pada pemimpin, komitmen organisasional, extra role, kepuasan kerja, dan affective
commitment (Kuo, 2013; Avey, Reichard, Luthans & Mhatre, 2011; Walumbwa, Wang, Schaubroeck,
& Avolio, 2011). Beberapa penelitian tersebut telah memberikan wawasan yang berharga dan
menyoroti pentingnya kepemimpinan etis yang kemudian mendorong banyak peneliti untuk
berkontribusi dalam pemahaman mengenai sifat dasar perilaku etika kepemimpinan.
Kepemimpinan etis didefinisikan sebagai demonstrasi perilaku normatif yang tepat melalui
tindakan pribadi dan hubungan interpersonal, dan perilaku promosi tersebut dilakukan kepada
bawahan melalui komunikasi dua arah, penguatan, dan pengambilan keputusan (Brown, Trevino &
Hartman, 2006). Karakter pemimpin yang etis memiliki tingkat integritas yang tinggi, menetapkan
Berdasarkan fenomena di atas dapat dinyatakan bahwa integritas dan kepemimpinan etis
KPUD lingkup Provinsi Bengkulu masih rendah. Pimpinan yang berintegritas tentu saja tidak akan
mudah korupsi atau memperkaya diri dengan menyalahgunakan wewenang mengerahkan segala
daya upaya untuk bekerja sesuai dengan jalurnya. Pimpinan yang berintegritas akan menjaga dari hal-
hal yang mendestruksi dirinya dari tujuan mulia, karena pimpinan yang memiliki integritas lebih
menyukai proses yang benar untuk menghasilkan sesuatu yang benar. Dengan adanya integritas dan
kepemimpinan etis maka akan menumbuhkan kepercayaan, bukan saja terhadap bawahan tetapi
terhadap masyarakat yang mengharapkan penyelenggaraan pemilu yang baik.
Tinjauan Pustaka
Kepercayaan Kepada Pimpinan
Trust merupakan suatu fenomena yang dinamis yang terjadi secara intrinsik pada suatu
keadaan yang alamiah, dimana trust merupakan hal yang menyangkut masalah mental yang
didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya, misalnya ketika seseorang untuk mengambil
suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih
dapat ia percayai dari pada yang kurang ia percayai. Begitu juga dengan lingkup perusahaan,
Karyawan akan memahami apa saja kebijakan perusahaan, tanpa adanya perasaan dicurangi atau
dimanfaatkan kelemahannya jika karyawan telah percaya kepada organisasi. Ketika karyawan telah
memberikan kepercayaan terhadap perusahaan maka karyawan akan menerima berbagai risiko yang
mungkin muncul atas keputusan ataupun kebijakan dari organisasi perusahaan. Pengalaman tidak
mengecewakan mungkin menjadi peranan yang juga mempengaruhi kepercayaan antar karyawan
kepada organisasi (Falcone & Castelfranci, 2004).
Hal tersebut juga diperkuat oleh Joseph dan Winston (2004) yang mengatakan bahwa trust
tidak hanya tergantung pada pengalaman tetapi juga melibatkan hubungan dengan proses mental
dimana terdapat adanya aspek kognitif dan afektif di dalamnya. Seseorang akan melibatkan proses
berpikir dan penerimaan dan pengolahan perasaan atas apa yang diberikan oleh pemimpin, Hal ini
menjelaskan bahwa kepercayaan tidak hanya tergantung pada pengalaman sebagai informasi yang
diperoleh dari waktu ke waktu, tetapi juga melibatkan respons emosi dan perasaan yang berhubungan
dengan pengalaman tersebut.
Seseorang untuk dapat kepercayaan akan mengharapkan adanya sense of responsibility,
percaya bahwa mereka akan berperilaku pada cara-cara yang dapat dipercaya. Untuk dapat
kepercayaan, seseorang akan berharap bahwa orang yang ingin ia percaya akan mengerti harapannya
dan mengetahui cara untuk mengatasi keterbatasannya, karena itu hal yang paling esensial dari
kepercayaan adalah keterbukaan. Keterbukaan karyawan diharapkan dapat memberikan stimulus
kepada organisasi untuk memahami keterbatasan ataupun kendala-kendala yang menghambat kinerja
dari karyawan.
Kepemimpinan Etis
Studi tentang etika merupakan hal yang penting dalam rangka pengembangan dan
peningkatan peran profesi akuntan terhadap perilaku tidak etis di dalam bisnis (Stouten, Van Dijke &
Kerangka Analisis
Berdasarkan tinjauan literatur mendalam dan argumen teoretis yang disajikan di atas, model
struktural yang menunjukkan hubungan didalilkan antara integritas, kepemimpinan etis dan
kepercayaan pada pemimpin dibangun. Integritas dimodelkan sebagai variabel independen atau
eksogen, sementara kepemimpinan etis dan kepercayaan pada pemimpin disajikan sebagai variabel
endogen. Kerangka analisis pada penelitian ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
H2 Kepercayaan
Integritas
kepada Pemimpin
H1 H4 H3
Kepemimpinan
Etis
Hasil Penelitian
Pengujian Hipotesis (t-test)
Pengujian hipotesis pengaruh langsung antar variabel berdasarkan hasil uji model regresi
dengan SPSS, menggunakan tiga variabel yaitu integritas sebagai variabel independen,
kepemimpinan etis sebagai mediator dan kepercayaan kepada pimpinan sebagai variabel dependen.
Perhitungan regresi dilakukan sebanyak dua kali, pertama regresi sederhana antara integritas terhadap
kepemimpinan etis dan yang kedua regresi berganda antara integritas dan kepemimpinan etis terhadap
kepercayaan kepada pimpinan. Pengujian kedua model ini merupakan langkah dalam menentukan
pengujian selanjutnya. (uji mediasi). Hasil pengujian kedua model regresi tersebut dapat dilihat
sebagai berikut.
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 6,992 2,790 2,506 0,013
Integritas 1,218 0,063 0,848 19,405 0,000
Nilai signifikansi integritas pada Tabel 1. sebesar 0,000 lebih rendah jika dibandingkan
dengan alpha=0,05. Dapat disimpulkan bahwa integritas berpengaruh langsung terhadap
kepemimpinan etis. Dengan demikian hipotesis awal (H1) yang menyatakan bahwa integritas
berpengaruh positif terhadap kepemimpinan etis dapat Diterima. Hasil ini memiliki makna bahwa
ada pengaruh yang linier (searah) antara integritas terhadap kepemimpinan etis, dimana semakin
berintegritas seorang pemimpin maka kepemimpinannya semakin etik, sebaliknya semakin rendah
integritas seorang pemimpin maka kepemimpinannya semakin tidak etis.
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta
1 (Constant) 14,721 3,509 4,195 0,000
Integritas 1,044 0,079 0,737 13,234 0,000
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta
1 (Constant) 12,742 2,976 4,282 0,000
Kepemimpinan etis 0,791 0,049 0,802 16,292 0,000
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta
1 (Constant) 10,375 3,126 3,319 0,001
Integritas 0,287 0,130 0,203 2,213 0,028
Kepemimpinan etis 0,622 0,090 0,630 6,870 0,000
Hasil analisis regresi berganda pada Tabel 8, ditemukan kepemimpinan etis berpengaruh
positif terhadap kepercayaan kepada pimpinan, setelah mengontrol variabel integritas (0,000 < 0,05)
dengan koefisien regresi (b) = 0,622. Pengujian sebelumnya (pengaruh langsung) integritas terhadap
kepercayaan pada pimpinan sebesar 1,044 yang lebih kecil setelah adanya kontrol kepemimpinan etis
Kepercayaan
Integritas
kepada Pemimpin
a=1,218
SEa = 0,063 b=0,622
SEb = 0,090
Kepemimpinan
Etis
Model pada Gambar 2 merupakan model yang terbentuk dari hasil regresi pertama dan kedua
sehingga membentuk model analisis jalur (path analysis) dengan variabel kepemimpinan etis sebagai
1,218 × 0,622
𝑧=
√(0,6222 × 0,0632 ) + (1,2182 × 0,0902 )
0,758
𝑧=
√0,013552
0,758
𝑧=
0,116
𝑧 = 6,508
Berdasarkan hasil perhitungan Sobel Test di atas didapat nilai Z value sebesar 6,508, karena
nilai Z value (6,508) nilai Z mutlak (1,96) dengan tingkat signifikansi 5% maka membuktikan bahwa
kepemimpinan etis mampu memediasi pengaruh integritas terhadap kepercayaan kepada pimpinan di
Komisi Pemilihan Umum Daerah se Provinsi Bengkulu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hipotesis awal (H4) yang menyatakan kepemimpinan etis memediasi pengaruh antara integritas
dengan kepercayaan kepada pimpinan dapat Diterima.
Kepemimpinan etis merupakan variabel mediasi, yaitu partial mediation, dimana tanpa
melalui atau melibatkan kepemimpinan etis, integritas mampu mempengaruhi kepercayaan kepada
pimpinan di KPUD se Provinsi Bengkulu. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fokus kepemimpinan
etis ada pada pengelolaan etika, perilaku kepemimpinan etis akan menjadi pendorong yang signifikan
bagi integritas dalam mempengaruhi kepercayaan kepada pimpinan. Pemimpin etis mengintegrasikan
integritas dan berbagi nilai dalam identitas mereka, dengan nilai dan kepercayaan ini mereka mudah
untuk dapat dipercaya para pengikutnya.
Pembahasan
Pengaruh Integritas terhadap Kepemimpinan Etis
Selain berpengaruh langsung terhadap kepercayaan kepada pimpinan, integritas juga
berpengaruh langsung terhadap kepemimpinan etis. Artinya, semakin berintegritas seorang pemimpin
maka kepemimpinannya semakin etik, sebaliknya semakin rendah integritas seorang pemimpin maka
kepemimpinannya semakin tidak etis. Hasil ini mendukung Six, De Bakker & Huberts (2007) bahwa
kepemimpinan etis dimotivasi oleh nilai-nilai moral. Salah satu nilai moral yang penting adalah
Mediasi kepemimpinan Etis atas Pengaruh Integritas terhadap kepercayaan kepada pemimpin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan etis merupakan variabel mediasi
pengaruh integritas terhadap kepercayaan kepada pimpinan di Komisi Pemilihan Umum Daerah se
Provinsi Bengkulu. Mediasi yang terjadi adalah partial mediation, artinya walaupun sebagai variabel
mediasi, integritas mampu mempengaruhi kepercayaan kepada pimpinan di KPUD se Provinsi
Bengkulu tanpa melalui atau melibatkan kepemimpinan etis. Kepemimpinan etis ini akan menjadi
pendorong yang signifikan bagi pimpinan yang lebih berintegritas upaya mendapatkan kepercayaan
pengikut. Hasil ini sesuai dengan Hartog dan Belschak (2012) bahwa para pemimpin etis
mengintegrasikan integritas, kepercayaan dan berbagi nilai dalam identitas mereka sendiri. Jelaslah
bahwa para pemimpin etis adalah pemimpin dengan integritas, dan oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan etis memediasi integritas terhadap kepercayaan kepada pimpinan.
Kombinasi integritas, standar etika, dan perlakuan yang adil terhadap pegawai adalah fondasi
kepemimpinan etis. Oleh karena itu, menurut Brown et al. (2006) bahwa integritas dapat digambarkan
sebagai komponen kepemimpinan etis; tetapi konsep integritas sebagai suatu konstruksi
komprehensif yang juga memiliki dampak penting pada kepemimpinan etis. Integritas dipandang
sebagai nilai, sedangkan kepemimpinan etis adalah perilaku dalam proses menciptakan iklim etika.
Oleh karena itu, fokus kepemimpinan etis pada pengelolaan etika. Jika integritas seseorang sangat
dihargai, dia akan menunjukkan konsistensi dalam perilaku pribadi, yang didasarkan pada nilai-nilai
moral (Palanski & Yammarino, 2009). Karakteristik integritas ini akan menjadi pendorong yang
Implikasi Penelitian
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kepemimpinan etis mampu memediasi hubungan
pengaruh integritas terhadap kepercayaan kepada pimpinan di Komisi Pemilihan Umum Daerah se
Provinsi Bengkulu. Oleh sebab itu, implikasi secara praktis dari hasil penelitian ini.
1. Adanya standar perilaku berupa kode etik yang memuat prinsip-prinsip umum untuk memandu
perilaku dan kode perilaku yang mengatur ihwal yang lebih operasional dan dipatuhi oleh
pimpinan KPUD, termasuk pegawai kesekretariatan. Diperlukan upaya transformasi peraturan
KPUD tentang tata kerja dengan memasukkan standar perilaku merupakan turunan dari kode etik
penyelenggara pemilu yang sudah diatur dan menjadi domain dari dewan kehormatan
penyelenggara pemilu
2. Pimpinan KPUD se Provinsi Bengkulu dapat berinteraksi dengan semua orang yang terlibat
bersamanya dalam sebuah tugas ataupun pekerjaan. Interaksi menjadi sangat penting untuk
memastikan bahwa semua orang yang terlibat bersama pemimpin tidak tersingkir oleh jarak
komunikasi. Tetapi semua orang dapat mengerjakan tugas dan tanggung jawab masing-masing
dalam etika yang membangun kerjasama dan keyakinan dalam kepercayaan diri yang tinggi.
3. Pemimpin KPUD se Provinsi Bengkulu harus mempertahankan etika dan wajib bertanggung
jawab kepada orang yang dipimpinnya. Dengan kepemimpinan yang beretika maka akan tercipta
keharmonisan dalam menjalin hubungan kerja dengan bawahannya tanpa ada status kedudukan.
Mereka juga harus memilki tanggung jawab, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk
orang-orang dibawah kepemimpinannya
4. Adanya sinergi antara Komisioner KPUD dengan Sekretariat KPUD, adanya perbedaan latar
belakang dari kedua jabatan ini dapat menyebabkan perbedaan interpretasi terhadap tugas dan
kewenangan yang berdampak pula terhadap kelancaran pekerjaan. Bagaimana menyinergikan
antara Komisioner KPUD dengan Sekretariat KPUD adalah masalah penting yang harus
diutamakan dalam rangka memperbaiki tata kelola pemilu karena kualitas tata kelola pemilu tidak
akan meningkat jika SDM yang ada di dalam organisasinya tidak dapat bekerja sama dengan baik.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, hasil penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan integritas, diperlukan upaya menerapkan standar perilaku berupa kode etik yang
memuat prinsip-prinsip umum untuk memandu perilaku anggota KPUD secara konsisten. KPUD
se Provinsi Bengkulu dapat membuat fakta integritas yang ditanda tangani di atas materai,
membuat komitmen seluruh penyelenggara pemilu di Provinsi Bengkulu bahwa siap mendapat
sanksi dan mengundurkan diri apabila melanggar kode etik.
2. Kepemimpinan etis dapat lebih meningkat apabila pimpinan dapat melayani kebutuhan bawahan.
Oleh sebab itu, poin yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepemimpinan etis dalam
melayani bawahan adalah pemimpin harus memosisikan para bawahannya sebagai partner untuk
mencapai tujuan bersama dan diberi ruang yang bebas untuk mengembangkan potensi masing-
masing. Kemudian pimpinan harus peka membaca situasi dan mendengarkan apa yang tersirat
maupun tersurat dari kondisi yang dialami bawahan.
3. Untuk membangun kepercayaan, yang merupakan kondisi penting untuk membangun
kepemimpinan, maka pimpinan harus dapat menunjukkan teladan dan konsistensi antara kata dan
perbuatan.
Referensi
Aptery, A.P. (2015). Integritas dalam kepemimpinan (integrity in leadership). Jurnal Administrasi
Publik, 11(2), 101-110.
Abstract. The research objectives are to (1) analyze the effect of emotional intelligence on
employee performance in the Kaur District Regional Secretariat, (2) analyze the effect of self efficacy
on employee performance in the Kaur District Regional Secretariat, and (3) analyze the effect of
emotional intelligence and self efficacy on employee performance in the Kaur Regency Regional
Secretariat. This type of research is quantitative research, the population is all employees in the
Regional Secretariat of Kaur Regency amounting to 96 people, samples taken by census method as
much as a whole of a population of 96 people. Data collection using an online questionnaire survey,
with the amount of data that can be used as many as 86 or 89.58% responses. Data collected, analyzed
using multiple linear regression analysis, test of determination and hypothesis testing. The results
showed that emotional intelligence positive and significant effect on employee performance. That is,
the higher the emotional intelligence the higher employee performance. Self efficacy positive and
significant effect on employee performance. That is, the higher the self efficacy, the employee's
performance will also be higher. Emotional intelligence and self efficacy positive and significant
effect on employee performance. That is, the higher the emotional intelligence and self efficacy, the
higher employee performance. This result implies that employees are able to deal with work situations
that are stressful and can positively control emotions. Therefore, professional employees must be able
to familiarize themselves with training in difficult and stressful conditions. The more often employees
practice, the more able to calm themselves in even the most dire circumstances. A calm attitude in
various circumstances shows that the individual is able to complete the task professionally. The
Regional Secretariat of Kaur Regency must be able to improve the performance of employees,
especially the increase in attendance, safety and comfort of the workplace.
Keywords: Emotional Intelligence, Self Efficacy, Employee Performance
Pendahuluan
Sumber daya manusia yang berkualitas menjadi penting seiring dengan pesatnya
perkembangan teknologi dan lingkungan kerja yang terus berubah. Artinya, sumber daya manusia
adalah individu yang akan selalu ada dalam organisasi (Robbins & Coulter, 2010). Suatu organisasi
dapat berjalan efektif apabila individu sebagai penggerak berkinerja tinggi. Pernyataan ini
berimplikasi bahwa bagaimana organisasi dapat maju, hampir sebagian besar dipengaruhi individu
yang terlibat.
Kinerja karyawan mengacu pada bagaimana karyawan berperilaku di tempat kerja dan
seberapa baik mereka melakukan tugas pekerjaan yang diwajibkan kepada mereka (Shore & Wayne,
2013). Organisasi biasanya menetapkan target kinerja untuk karyawan perorangan dan perusahaan
secara keseluruhan dengan harapan karyawan menunjukkan kinerja yang tinggi. Untuk seorang
Permasalahan kinerja lainnya adalah pengetahuan yang kurang, seperti bawahan yang lebih
mengetahui tata kerja dibandingkan dengan atasan pada bagian tersebut. Hal ini dikarenakan sering
terjadi rotasi kerja (mutasi) antar pimpinan di Pemda Kabupaten Kaur, menyebabkan pimpinan belum
sempat memahami tata kerja bagiannya saat itu, sudah harus pindah kebagian yang lain. Masih
banyak pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur yang tidak memiliki kemampuan di dalam
menggunakan peralatan komputer, terutama para pegawai yang sudah berumur. Hal ini diketahui dari
hasil observasi intensif peneliti di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur (Observasi, Januari 2019).
Fenomena di atas menunjukkan kinerja pegawai yang kurang optimal di Sekretariat Daerah
Kabupaten Kaur terutama layanan dalam internal organisasi. Pelayanan yang kurang baik dari seorang
pegawai merupakan salah satu bentuk dari kinerja kontraproduktif karena tidak dapat menjalankan tugas
dan tuntutannya untuk selalu bersikap profesional. Pegawai yang tidak mampu menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik disinyalir merupakan dampak
dari rendahnya kecerdasan emosi dan keyakinan diri yang dimiliki oleh pegawai dalam
mengatasi setiap situasi. Oleh sebab itu, pengukuran kecerdasan emosional dan self efficacy sangat
diperlukan. Berdasarkan latar belakang seperti yang telah dijabarkan diatas maka penulis ingin
membahas masalah: Apakah Kecerdasan Emosional Dan Self Efficacy berpengaruh terhadap kinerja
Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur.
Kajian Pustaka
Kinerja, Kecerdasan Emosional dan Self-Efficacy
Kinerja pekerjaan adalah output individu dalam hal kualitas dan kuantitas yang diharapkan
dari setiap karyawan dalam pekerjaan tertentu (Gruman & Saks, 2011). Kinerja individu sebagian
besar ditentukan oleh motivasi dan kemauan serta kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Pada
tingkat yang sangat umum, kinerja dapat didefinisikan sebagai “semua perilaku yang dilakukan
karyawan saat bekerja” (Jex, 2002). Namun, ini adalah deskripsi yang agak kabur. Sejumlah besar
perilaku karyawan yang ditampilkan di tempat kerja tidak selalu terkait dengan aspek spesifik
pekerjaan (Amstrong, 2010). Lebih umum, kinerja pekerjaan mengacu pada seberapa baik kinerja
seseorang di pekerjaannya. Definisi berkisar dari aspek umum ke spesifik dan dari dimensi kuantitatif
ke kualitatif (Cherian & Jacob, 2013). Awalnya, para peneliti optimis tentang kemungkinan untuk
Kerangka Analisis
Kecerdasan H1
Emosional (X1)
Kinerja Pegawai (Y)
H3
Self Efficacy
H2
(X2)
Pengembangan Hipotesis
Kecerdasan emosional memungkinkan individu untuk menciptakan dan mempertahankan
keadaan afektif positif yang telah disarankan untuk menguntungkan perilaku kerja dengan
memperluas repertoar perilaku di tempat kerja (George, 2013). Dengan demikian, kecerdasan
emosional adalah karakteristik individu (Salovey et al., 2015) dan ini berdampak pada hasil pekerjaan
dan kehidupan terutama karena kemampuan seseorang untuk mengubah kemampuan internal ini
menjadi penggunaan emosi yang efektif dalam interaksi dengan orang lain.
Seseorang dengan kecerdasan emosional yang tinggi mampu menafsirkan suasana hatinya sendiri
dan suasana hati orang lain, dengan benar, dan karenanya memiliki kesempatan lebih tinggi untuk
membentuk hubungan yang baik dan mendapatkan dukungan sosial secara umum (Law & Wong, 2012).
Karena interaksi interpersonal adalah komponen dasar pekerjaan manajerial, kita dapat berhipotesis
bahwa kecerdasan emosional perlu mengkristal menjadi perilaku membantu di tempat kerja yang dapat
Alat analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan bantuan Software SPSS (Statistical Package
For Social Science). Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh tiap variabel
independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Sugiyono (2013) menyatakan bahwa
analisis regresi berganda adalah pola pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Persamaan regresi penelitian ini adalah:
Y = b1X1+ b 2X2
Koefisien Determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen berdasarkan Tabel Model Summary. Nilai yang dilihat
dari tabel tersebut adalah nilai R2 yang disesuaikan (Adjusted R Square). Ketentuan dalam uji
koefisien determinasi sebagai berikut (Ghozali, 2006):
1. Nilai R2 mendekati 0, artinya kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen amat terbatas.
2. Nilai R2 mendekati 1, artinya kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen
Untuk menilai lebih lanjut pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen
yang signifikan melalui Ftest dan ttest pada tingkat signifikasi atau taraf kesalahan (α)
= 0,05. Ftest digunakan untuk menguji apakah ada regresi yang signifikan antara variabel independen
yang diuji secara bersama dengan variabel dependen dan menguji variabel independen secara
individu dengan variabel dependen.
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan self-
efficacy terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur. Ringkasan Hasil dari
perhitungan regresi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Ringkasan Output Regresi Linier Berganda
Standardized
Variabel ttest Sig.
Coefficients
Kecerdasan Emosional 0,476 5,176 0,000
Self Efficacy 0,468 5,089 0,000
Ftest = 53,001
Sig. = 0,000
=
R2 0,537
Sumber: data diolah, 2020
Berdasarkan Tabel 2 bahwa didapat persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = 0,476 X1 + 0,468 X2
Persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa kecerdasan emosional dan self-efficacy
memiliki arah pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur.
Koefisien regresi kecerdasan emosional adalah sebesar 0,476 dan bernilai positif, artinya semakin
pegawai memiliki kecerdasan emosional maka kinerja pegawai akan semakin tinggi. Koefisien
regresi self-efficacy adalah sebesar 0,468 dan juga bernilai positif, artinya semakin tinggi self-efficacy
maka kinerja pegawai juga akan semakin tinggi.
Berdasarkan nilai koefisien tertinggi, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy lebih dominan
dalam mempengaruhi kinerja pegawai dibandingkan dengan kecerdasan emosional.
makna bahwa variabel kecerdasan emosional dan self-efficacy memberikan kontribusi sebesar 53,7 persen
dalam mempengaruhi kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur. Sedangkan sisanya, sebesar
46,3 persen, dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukan dalam model ini. Faktor tersebut misalnya,
Pembahasan
Bagian ini akan dibahas pengaruh masih-masing variabel, yaitu kecerdasan emosional dan
self-efficacy terhadap kinerja pegawai.
Hasil penelitian diketahui kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur. Artinya, semakin tinggi kecerdasan
emosional maka kinerja pegawai akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan
emosional maka kinerja pegawai juga akan semakin rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Pratama dan Suhaeni, (2017) yang juga menemukan kecerdasan emosional terhadap kinerja.
Implikasi Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan self-efficacy berpengaruh
terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur. Hasil ini berimplikasi pada
Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur, terutama dalam peningkatan kecerdasan emosional dan self-
efficacy. Pegawai harus mampu menghadapi situasi kerja yang penuh tekanan dan dapat
Penutup
Kesimpulan
1. Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di Sekretariat
Daerah Kabupaten Kaur. Artinya, semakin tinggi kecerdasan emosional maka kinerja pegawai
akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional maka kinerja pegawai
juga akan semakin rendah..
2. Self-efficacy berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah
Kabupaten Kaur. Artinya, semakin tinggi self-efficacy maka kinerja pegawai juga akan semakin
tinggi. Sebaliknya, semakin rendah self-efficacy maka kinerja pegawai juga akan semakin rendah.
3. Kecerdasan emosional dan self-efficacy berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur. Artinya, semakin tinggi kecerdasan emosional
dan self-efficacy maka kinerja pegawai akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah
kecerdasan emosional dan self-efficacy maka kinerja pegawai juga akan semakin rendah.
Saran-saran
Saran yang didapat diberikan dari hasil penelitian ini supaya pegawai dapat berlatih dalam
menenangkan diri dalam keadaan kerja yang penuh tekanan, pegawai dapat menunjukkan tenang dan tetap
menyelesaikan tugas secara profesional. Saling berbagi cerita dengan rekan kerja juga akan meningkatkan
kontrol emosi untuk berpikir dengan lebih realistis, serta mendapatkan masukan yang mungkin tidak
pernah terpikirkan sebelumnya. Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur harus dapat mengantisipasi
kecurangan-kecurangan dalam hal disiplin kerja, khususnya masalah kehadiran (absensi) pada saat jam
istirahat dan pulang kerja. Banyak pegawai yang absen setelah waktu istirahat, setelah itu pulang ke
rumah dan absen kembali habis magrib. Sekretariat Daerah Kabupaten Kaur dapat menempatkan
CCTV di tempat absensi finger print, sehingga dapat melihat siapa dan waktu apa pegawai tersebut
mengabsen. Dengan demikian, pegawai akan merasa di awasi dan merasa takut untuk melanggar
aturan disiplin kerja.
Abstract. The objective of this research to determine the influence of motivation and ability
toward employee’s performance at the Daria Dharma Pratama Company in the Mukomuko
Regency. This research is descriptive research type quantitative which is an examination of the
issues in the form of the current facts of a certain phenomenon using the calculation of statistical
figures. The type of the data were used is the primary data obtained through the distributing
questionnaire as data collect. The respondents of the this research is employees of the Daria Dharma
Pratama Company in Mukomuko Regency as many as 165 respondents. Methods of data analysis
used the descriptive analysis and multiple linear regression analysis. Based on field research,
obtained as a result that: (1) the motivation and ability have significant effect toward employee’s
performance at the Daria Dharma Pratama Company in the Mukomuko Regency. It’s means is if the
motivation and ability have increasing, will be increasing of employee’s performance at the Daria
Dharma Pratama Company in the Mukomuko Regency; (2) the motivation have significant effect
toward employee’s performance at the Daria Dharma Pratama Company in the Mukomuko Regency.
It’s means is if the motivation have increasing, will be increasing of employee’s performance at the
Daria Dharma Pratama Company in the Mukomuko Regency; and (3) the ability have significant
effect toward employee’s performance at the Daria Dharma Pratama Company in the Mukomuko
Regency. It’s means is if the ability have increasing, will be increasing of employee’s performance
at the Daria Dharma Pratama Company in the Mukomuko Regency.
Pendahuluan
Perkembangan organisasi akan terjadi jika sumber daya manusia (SDM) yang ada di
dalam organisasi berkontribusi maksimal dalam bidang pekerjan. Kontribusi SDM tersebut dapat
diketahui dari perilakunya yang diukur melalui kinerjanya. Artinya, jika organisasi ingin
berkembang dengan pesat, organisasi harus mempunyai sumber daya manusia yang dapat
menampilkan kinerja yang baik. Mangkunegara (2015) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Akan tetapi terkadang
ketidaksesuaian antara tanggung jawab dengan hasil yang diterima oleh karyawan juga menjadi salah
satu faktor menurunnya performa atau kinerja karyawan. Untuk itu, perlu adanya keseimbangan
antara tanggung jawab dengan hasil yang diterima oleh karyawan.
Kinerja SDM perlu ditunjang dengan peralatan dan fasilitas yang memadai, sehingga
karyawan mampu mencapai kinerja yang diharapkan bahkan lebih. Kinerja dapat diukur dengan dua
Tinjauan Pustaka
Kinerja
Teori untuk menjelaskan kinerja (job performance) adalah path goal theory. Teori ini
didefinisikan sebagai proses tingkah laku seseorang dalam mencapai tujuan dari pekerjaan. Teori ini
dikemukakan Locke dan Lewin’s pada Tahun 1987 (Robbins, 2015). Dalam teori tingkah laku
manusia banyak didasarkan untuk mencapai suatu tujuan. Path goal theory merupakan fungsi dari
facilitating process dan inhibiting process ((Meyer, Becker, Hautes, & Vandenberghe,
Konsep Heider tersebut menjadi sangat popular ketika Maiter, Lawler, Porter dan Vroom terus
melakukan pengkajian dan pembuktian (Wibowo, 2016). Menurut teori ini kinerja adalah
hasil interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan). Dengan demikian, orang yang
tinggi motivasinya tetapi memilki ability yang yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang
tinggi. Begitu pula halnya dengan orang yang mempunyai motivation dan ability rendah akan rendah
kinerjanya.
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dalam bidang pekerjaan. Kinerja berasal dari kata
performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi
kerja, namun kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja termaksut
bagaimana proses perkerjaan berlangsung (Wibowo, 2016). Kinerja adalah hasil aplikasi kombinasi
antara sustaining dan accelerating leadership behavior (Amstrong, 2010). Kinerja individu
mengacu pada prestasi kerja individu yang diatur berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan oleh suatu organisasi. Kinerja individual yang tinggi dapat meningkatkan kinerja
organisasi secara keseluruhan (Robbins, 2015).
Kinerja merupakan tolak ukur keberhasilan dari pencapaian tujuan organisasi. Griffin (2016)
mengatakan bahwa kinerja merupakan alat yang dapat membantu seluruh komponen organisasi
dalam mencapai hasil yang diharapkan ke depan dan membantu mengukur kesuksesan para pekerja
dalam pekerjaannya. Menurut Dessler (2017) kinerja karyawan dapat diukur enam aspek
pengukuran, yakni:
1) Kuantitas kerja, yang mengacu pada pada jumlah produksi atau hasil kerja.
2) Kualitas kerja, yang mengacu pada akurasi dan marjin kesalahan.
3) Kehadiran, yang mengacu pada ketaatan pada jadwal kerja yang
ditetapkan.
4) Tanggung jawab, yang mengacu pada penyelesaian tugas.
Menurut Moeheriono (2016) pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, serta untuk
menilai pencapaian tujuan dan saran (goals and objectives). Indikasi pengukuran kinerja terdiri dari
kemajuan pekerjaan, efsiensi dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi.
Penelitian Mensah dan Tawiah (2015) menggunakan indikator-indikator pengukuran kinerja
karyawan sebagai berikut:
1) Kualitas. Tingkat dimana hasil aktivitas yang akan dilakukan mendekati sempurna dalam
arti penyesuaian beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi
tujuan-tujuanyang diharapkan dari suatu aktivitas. Indikator pengukuran kualitas hasil
kerja adalah:
a. Hasil kerja sesuai standar
b. Hasil tidak memiliki risiko
c. Hasil kerja tidak ada yang salah
d. Kerapian hasil kerja
e. Kelengkapan hasil kerja
f. Akurasi hasil kerja
2) Kuantitas. Jumlah yang dihasilkan, dinyatakan dalam istilah-istilah seperti dollar, jumlah
unit, jumlahsiklus aktivitas yang diselesaikan. Indikator pengukuran kuantitas hasil kerja
adalah:
a. Dapat menyelesaikan beberapa tugas
b. Banyak tugas yang dikerjakan
c. Dapat melaksanakan pekerjaan
d. Dapat melaksanakan tugas administratif
5) Ketepatan waktu. Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan,
dilihat dari suatu koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk aktivitas lain. Indikator ketepatan waktu adalah:
a. Tepat waktu dalam menyelesaikan tugas
b. Tepat waktu dalam evaluasi pekerjaan
c. Tepat waktu menyampaikan laporan
6) Kerjasama. Tingkat dimana pegawai mengemukakan perasaan harga diri, jasa baik dan
kerja samaantara rekan kerja di unit kerjanya. Indikator pengukuran kerjasama adalah:
a. Menjaga hubungan komunikasi
b. Kerjasama dengan tim kerja
c. Kerjasama dengan orang di luar organisasi
d. Koordinasi dalam pekerjaan
e. Tepat waktu dalam menentukan prioritas pekerjaan
Motivasi Kerja
Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk
mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan
suatu kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan
tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu: arah perilaku kerja (kerja untuk mencapai tujuan) dan
kekuatan perilaku (sebagai kuat usaha individu dalam bekerja) (Luthans, 2016). Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Robbins (2015) bahwa motivasi sebagai proses yang menjelaskan
intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk mencapai tujuan.
Menurut Griffin (2013) motivasi adalah serangkaian kekuatan yang menyebabkan orang-
orang berperilaku dengan cara tertentu. Manajer berjuang untuk memotivasi orang-orang dalam
organisasi untuk berkinerja pada tingkat tinggi. Hal ini berarti, menyuruh mereka bekerja keras,
datang ke tempat kerja secara teratur dan memberikan kontribusi positif pada misi organisasi. Sejalan
2) Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar diri yang turut menentukan
perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang yang dikenal dengan teori hygiene factor.
Menurut Herzberg yang dikutip oleh Luthans (2016), yang tergolong sebagai hygiene
factor antara lain:
1. Policy and administration (kebijakan dan administrasi). Yang menjadi sorotan disini
adalah kebijaksaan personalia. kantor personalia umumnya dibuat dalam bentuk
tertulis. Biasanya yang dibuat dalam bentuk tertulis adalah baik, karena itu yang utama
adalah bagaimana pelaksanaan dalam praktek. Pelaksanaan kebijakasanaan dilakukan
masing masing manajer yang bersangkutan. Dalam hal ini supaya mereka berbuat
seadil-adilnya.
2. Quality supervisor (supervisi). Dengan technical supervisor yang menimbulkan
kekecewaan dimaksud adanya kurang mampu dipihak atasan, bagaimana caranya
mensupervisi dari segi teknis pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya atau
atasan mempunyai kecakapan teknis yang lebih rendah dari yang diperlukan dari
kedudukannya. Untuk mengatasi hal ini para pimpinan harus berusaha memperbaiki
dirinya dengan jalan mengikuti pelatihan dan pendidikan.
3. Interpersonal relation (hubungan antar pribadi). Inteprsonal relation menunjukkan
hubungan perseorangan antara bawahan dengan atasannya, dimana kemungkinan
bawahan merasa tidak dapat bergaul dengan atsannya. Agar tidak menimbulkan
kekecewaaan karyawan, maka minimal ada tiga kecakapan harus dimiliki setiap atasan
yakni:
a) Technical skill (kecakapan teknis). Kecakapan ini sangat bagi pimpinan
tingkat terbawah dan tingkat menengah, ini meliputi kecakapan menggunakan
Kemampuan Kerja
Kemampuan adalah sifat yang dibawa dari lahir atau dipelajari yang memungkinkan
seseorang menyelesaikan pekerjaannya (Wibowo, 2016).
Seseorang yang memiliki kemampuan berarti akan sanggup melakukan tugas- tugas yang
dibebankan kepadanya. Seperti yang diungkapkan oleh Robbins (2015) bahwa kemampuan (ability)
adalah kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kreitner dan
Kinicki (2007) mendefinisikan kemampuan yaitu karakteristik stabil yang berkaitan dengan
kemampuan maksimum fisik dan mental seseorang.
Hersey dan Blanchard (2011) kemampuan kerja terdiri dari tiga komponen dasar, yakni:
1) Technical skill, yang meliputi pengetahuan, metode, mekanisme dan pemahaman
yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan pelatihan.
2) Social skill, yang meliputi aspek motivasi dan kepemimpinan.
2) Kemampuan fisik
Kerangka Analisis
Kerangka analisis merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal penting (Sekaran, 2006). Penelitian ini bertujuan
mengetahui pengaruh motivasi dan kemmapuan terhadap kinerja karyawan. Model penelitian
diambil dari konsep teori path goal dikembangkan Heider Tahu 1982. Formulasi mengenai
kinerja dirumuskan dengan P = M x A. Menurut teori ini kinerja adalah hasil interaksi antara
motivasi dengan ability (kemampuan). Dengan demikian, orang yang tinggi motivasinya tetapi
memilki ability yang yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Begitu pula halnya
dengan orang yang mempunyai motivation dan ability rendah akan rendah kinerjanya.
Dari pemaparan di atas, maka kerangka analisis dari penelitian Pengaruh motivasi dan
kemampuan karyawan terhadap kinerja karyawan adalah:
Pengembangan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Jawaban tersebut
baru didasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2016). Hipotesis juga didefinisikan sebagai hubungan yang
diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk
Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,720. Hasil ini memberikan arti
bahwa motivasi kerja dan kemampuan dalam menjelaskan kinerja karyawan P.T. Daria Dharma
Pratama Region Bengkulu sebesar 72%. Sedangkan sisanya 28% dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak diteliti. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ghozali (2012) yang menyebutkan bahwa
koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variabel terikat, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.
Implikasi Strategis
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, variabel motovasi dan kemampuan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan P.T. Daria Dharma Pratama Region Bengkulu. Hasil ini
bermakna bahwa jika motivasi dan kemampuan kerja karyawan semakin meningkat, maka kinerja
yang dihasilkan pun semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa kinerja yang baik akan dipengaruhi
oleh dua hal yaitu motivasi dan tingkat kemampuan kerja yang baik.
Dari hasil penelitian tersebut, maka implikasi dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Meningkatkan motivasi kerja karyawan untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi dengan
mendorong pegawai untuk dapat bekerja secara maksimal dengan cara:
a) Menempatkan pegawai atau memberikan tugas kepada karyawan sesuai dengan
kemampuannya
b) Memberikan kewenangan penuh pada tugas yang telah menjadi tanggungjawab
karyawan.
c) Memberikan pengembangan kepada karyawan sesuai dengan tanggungjawab
dan prestasinya.
2) Meningkatkan kemampuan kerja karyawan.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Motivasi dan kemampuan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
P.T. Daria Dharma Pratama Region Bengkulu. Artinya, jika motivasi dan kemampuan kerja
karyawan semakin meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat.
2) Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan P.T. Daria
Dharma Pratama Region Bengkulu. Artinya, jika motivasi semakin meningkat maka kinerja
karyawan akan meningkat.
3) Kemampuan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan P.T.
Daria Dharma Pratama Region Bengkulu. Artinya, jika kemampuan kerja semakin
meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi karyawan dengan cara memberikan penghargaan atas keberhasilan
kerja yang dilakukan oleh karyawan, sehingga karyawan merasa dihargai atas setiap pekerjaan
yang dilakukannya
2. Memberikan fasilitas yang memadai pada karyawan sehingga karyawan dapat bekerja dengan
baik dan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya tepat waktu
Referensi
Bangun, Wilson (2017). Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: Andi offset.
Dessler, G. (2017). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Prenhalindo.
Fahrurozi, D. Suharto & Chaeriah, E.S. (2017). The influence of working ability and work
environment to the performance of civil servants by motivation of employees work
information defense of land arrangement Indonesia. International journal of
multidisciplinary research and development, 4 (12), 163-171.
Ghaffari, S., Shan, I.M., Burgoyne, D, Nazri, M. & Salleh, J.R. (2017). The influence of
motivation on job performance: A case study at University Teknologi Malaysia. Australian
journal of basic and applied sciences, 11(4), 92-99.
Ghozali, I. (2012). Aplikasi analisis multivariat dengan program IBM SPSS 21 (edisi 8). Semarang:
Universitas Diponegoro.
Gibson, J.L. (2016). Organizations behavior, structure, processes (14th ed.) New York: McGraw-
Hill
Hersey & Blanchard (2011). Human resourses management. New Jersey: McGraw Hill
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2007). Organizational behavior (7th ed). New York : Mc Graw Hill.
Kurniawan, D.A., Guwandi & Sodikin, A. (2018). The effect competence and motivation on
employee performance through employees capabilitatieson PT. Biasinar Amity. International
journal of research science & management, 5 (5), 48-60.
Luthans, F. (2016). Perilaku organisasi. Jakarta: Prenhalindo.
Mangkunegara, A.A.P. (2015). Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
___________________(2016). Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Rivai, V. (2011). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Grafindo Persada.
Robbins, S.P. (2003). Perilaku organisasi (edisi bahasa Indonesia). Jakarta: Indeks, Kelompok
Gramedia.
____________(2015). Perilaku organisasi. Jakarta: Indeks, Kelompok Gramedia.
Robbins, S.P. & Judge, T. (2017). Prinsip-prinsip perilaku organisasi. Jakarta: Erlangga.
Sekaran, U. (2006). Research methods for business (edisi 2). Jakarta: Salemba Empat
__________ (2009). Research methods for business (edisi 4). Jakarta: Salemba Empat
Wibowo. (2016). Manajemen kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
_______ (2018). Manajemen kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
Widodo. (2015). Manajemen kinerja. Jakarta: Rajawali Press.