NIM : 180331616060
Masalah kesulitan khusus yang muncul saat ini yaitu mengenai 'membangun ide-ide baru
dalam konteks yang lama' (diSessa, 2006, hlm. 265), hal ini telah ada cukup lama dalam literatur
psikologi pendidikan dan pendidikan. Guru masih membutuhkan solusi konkrit, efektif dan
efisien atas kesulitan pedagogis dan miskonsepsi yang muncul di kelasnya. Oleh karena itu,
pengembangan bidang penelitian perubahan konseptual tetap penting untuk peningkatan
pendidikan sains dan dengan demikian untuk semua manfaat yang menyertainya, baik di tingkat
ekonomi, sosial, lingkungan, dan sebagainya.
Model-model perubahan konseptual ini sangat penting dalam memahami lapangan karena
memberikan ilustrasi konkret dari ide-ide utama yang dianggap fundamental oleh penulis serta
memberikan strategi pendidikan yang efektif. Namun, meskipun model semacam itu biasanya
ditemukan dalam tinjauan komprehensif dan di bagian pendahuluan dan latar belakang artikel
penelitian, tidak mudah untuk mengevaluasi perkiraan bobot dan tingkat pengenalan yang
diterima masing-masing model ini, juga tidak mudah untuk mengevaluasi jumlah total mereka.
Karena belum ada evaluasi sistematis dari tingkat dukungan yang diberikan kepada masing-
masing model CC yang telah dilakukan, penyebutan model dalam publikasi tidak lebih dari
sekadar argumen anekdot yang mendukung nilainya.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu;1) Pemilihan artikel untuk korpus, 2)
Pengembangan dan validasi rubrik dan panduan, 3) Analisis korpus, 4) Pengembangan daftar model CC
secara bersamaan. Kemudian dari penellitian ini diperoleh beberapa hasil diantaranya; 1) deskripsi
korpus. Korpus terakhir berisi 245 artikel (186/245 artikel adalah tentang penelitian empiris dan 59/245
secara eksklusif bersifat teoritis), didistribusikan di lima jurnal terkaya (dalam hal artikel yang relevan),
2) Dukungan untuk model (Q1 & Q2), sebagian besar dukungan diberikan melalui penyebutan eksplisit
(40,5%), diikuti oleh penyebutan implisit (19,5%), 3) Sebutan eksplisit (Q1a & Q2a), 4) Sebutan implisit
(Q1b & Q2b), 5) Pernyataan posisi yang menguntungkan (Q1 c & Q2 c), 6) Pernyataan posisi yang tidak
menguntungkan (Q1d & Q2d), 7) Konfirmasi empiris (Q1e & Q2e), 8) Sanggahan empiris (Q1 f & Q2 f),
9) Daftar model CC (Q3).
Dalam studi review ini, penulis menganalisis 245 artikel untuk mengevaluasi dukungan yang
diberikan oleh literatur untuk masing-masing model CC yang direkam sepanjang sejarah lapangan (1980-
an dan seterusnya). Analisis ini telah memberi kita sekilas tentang kepentingan relatif dari semua model
CC dan kemungkinan lintasannya sebagai kemungkinan yang kredibel di mata penulis. Hasilnya
menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan biasanya berpusat di sekitar enam atau tujuh model,
sedangkan sisanya biasanya berbagi sisanya. Model-model ini, dalam urutan menurun dari dukungan
mereka yang terekam: Model umum perubahan konseptual Posner et al. (1982), modifikasi model Mental
Vosniadou (1994), pergeseran kategori Ontologis Chi (1994), hampir terikat dengan tangkapan
Konseptual Hewson dan Pertukaran konseptual (1980), Pintrich et al. Beyond Cold Conceptual Change
(1993), Reorganisasi P-prim diSessa (1993), dan Kategorisasi Penalaran Epistemologis Mahasiswa Driver
et al (1996). Di antara model-model ini, yang dikembangkan pada awal 1990-an tampaknya menguasai
model yang muncul pada 1980-an.
Sejumlah besar model CC yang telah diusulkan dapat menimbulkan kebingungan dan mungkin
dapat menghambat sintesis dan kejelasan resep pedagogis / didaktik. Oleh karena itu, penulis yakin
bahwa upaya yang lebih besar dapat dilakukan untuk menemukan konstanta yang ada di semua model ini,
dan untuk menyoroti komponennya yang telah menjadi subjek konfirmasi atau sanggahan terbaik atau
paling sering. Penting untuk diingat bahwa siswa dan guru masih menunggu rekomendasi yang realistis
dan lebih efektif. Analisis ini memungkinkan penulis untuk menawarkan daftar hierarki. Isi dan urutan
elemen yang menyusun daftar ini tetap dapat diperdebatkan. Penulis berharap pembaca akan merasakan
manfaatnya, dan mereka akan mampu menafsirkan informasi dengan cara yang konvergen tetapi asli.
Hasil ini diharapkan akan membantu untuk lebih memahami bidang dan keadaan dan tren saat ini, dan
pada akhirnya memungkinkan peneliti untuk menempatkan pemahaman mereka sendiri tentang fenomena
perubahan konseptual dalam spektrum proposisi yang tersedia, karena ini kurang lebih didukung oleh
masyarakat.
ANALISIS JURNAL INTERNASIONAL (Q2): JURNAL PENDIDIKAN IPA
INDONESIA
Tujuan utama dari kurikulum pendidikan sains adalah untuk memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menggunakan pemahaman mereka tentang sains dalam debat publik, membuat
informasi dan keputusan yang seimbang tentang masalah sosiologi yang mempengaruhi kehidupan
mereka (American Association for the Advencement of Science, 2000). Pemikiran ini mendasari gagasan
literasi ilmiah. Robert (dalam Dawson & Venville, 2009) menjelaskan bahwa literasi sains adalah nilai
kehidupan siswa, terlepas dari karir dan kebutuhan ilmiahnya. Pentingnya literasi sains dalam pendidikan
sains telah dijabarkan, oleh karena itu literasi sains telah diakui secara internasional sebagai tolak ukur
tingkat kualitas pendidikan sains.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, mayoritas pengembangan literasi sains siswa dilakukan
dengan menggunakan masalah sosiologi melalui proses pembelajaran. Namun, di artikel ini para peneliti
mencoba mengeksplorasi perkembangan tersebut literasi ilmiah siswa melalui integrasi pembelajaran
dengan menggunakan model berbasis literasi sains. Model itu dipandu penemuan dan masalahmodel
pembelajaran berbasis (PBL). Penemuan terpandu model dipilih untuk inkuiri dalam pembelajaran
Langkah. Langkah inkuiri cocok untuk melatih kompetensi/ domain literasi ilmiah. Sedangkan PBL
model dipilih karena dapat berkembang keterampilan berpikir kritis siswa. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan perbandingan peningkatan literasi sains siswa dalam pembelajaran IPA terintegrasi
melalui model pembelajaran guided dicovery dan problem based learning.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain Non
Randomaized Static Group Pretest-Posttest Design. Penggunaan desain ini dimaksudkan untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap subjek penelitian (Fraenkel et al., 2012). Populasi penelitian
adalah seluruh siswa SMP Negeri di Bandung tahun pelajaran 2014/2015 dan subjek penelitian berjumlah
70 siswa yang terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama mendapatkan pembelajaran IPA terpadu
dengan model penemuan terbimbing sedangkan kelompok kedua menggunakan model PBL. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal pilihan ganda yang digunakan untuk menilai kemampuan
literasi sains siswa pada aspek isi dan kompetensi IPA. Data tersebut diperoleh dan dianalsisis secara
kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap data nilai prestasi literasi sains siswa
keduanya sedangkan observasi proses pembelajaran dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan prestasi belajar literasi sains siswa yang
memperoleh pembelajaran IPA terpadu melalui model penemuan terbimbing dan pembelajaran berbasis
masalah tidak berbeda secara signifikan. Pembelajaran IPA terpadu melalui model disovery terbimbing
dapat meningkatkan prestasi literasi siswa dengan perolehan 0,37 (kategori sedang), sedangkan dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan literasi sains dengan perolehan
0,41 (kategori sedang). Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA
terintegrasi dengan model penemuan terbimbing dan PBL dapat digunakan untuk membangun literasi
sains siswa baik pada aspek isi maupun kompetensi IPA. Pencapaian penguasaan konten dan kompetensi
sains siswa pada kedua kelompok setelah proses pembelajaran mengalami peningkatan yang cukup
memuaskan, hal ini dikarenakan pembelajaran (baik penemuan terbimbing maupun PBL) dirancang
dengan mengadopsi metode pendekatan saintifik, mengedepankan pembelajaran mandiri, dan mendorong
berfikir siswa. keterampilan. Sedangkan peran multimedia dalam proses pembelajaran memudahkan
siswa dalam memahami konsep abstrak. Dari hasil penelitian, pembelajaran IPA di SMP harus
memberikan keterampilan inkuiri kepada siswa. Apabila siswa telah dilatih dengan kegiatan inkuiri maka
dapat memfasilitasi guru dalam melaksanakan pembelajaran IPA terpadu dengan menggunakan model
pembelajaran penemuan terbimbing dan berbasis masalah. Penelitian ini tidak menggunakan penilaian
otentik dalam mengungkapkan keterampilan literasi sains siswa. Oleh karena itu, jika hendak melakukan
penelitian serupa perlu dikembangkan asesmen otentik untuk mengungkap kemampuan literasi sains
siswa.
ANALISIS JURNAL INTERNASIONAL (Q3): CAKRAWALA PENDIDIKAN
Impact factor adalah salah satu cara untuk mengevaluasi kualitas jurnal yang dilakukan
oleh ISI Journal Citation Reports (JCR). Indikator ini telah dipandang menjadi indikator utama
untuk mengukur secara kuantitatif kualitas sebuah jurnal, paper risetnya, peneliti yang menulis
paper tersebut dan bahkan institusi dimana mereka bekerja. Impact factor jurnal adalah ukuran
seberapa sering rata-rata artikel pada sebuah jurnal telah disitasi pada tahun tertentu. Impact
factor membantu kita mengevaluasi pentingnya jurnal relatif, khususnya ketika membandingkan
dengan jurnal lain dalam bidang yang sama. Impact factor dihitung dengan membagi jumlah
sitasi pada tahun sekarang pada artikel yang dipublikasi dalam dua tahun sebelumnya dengan
jumlah artikel total yang dipublikasi dalam dua tahun sebelumnya.Ada berbagai macam
pengukuran untuk menentukan kualitas jurnal, misalnya: Impact Factor (IF),
CiteScore, Scimago Journal Ranking (SJR), Source Normalized Impact per Paper (SNIP), dan
nilai h-index.
Berdasarkan data jurnal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas jurnal
berbanding lurus dengan instrumen pengukuran jurnal (Impact factor, H-indeks, SJR, Cite
Score). Semakin tinggi nilai Impact factor, H-indeks, SJR, Cite Score maka semakin bagus
kualitas jurnalnya. Sehingga ke empat variabel tersebut linier dengan Q1-Q4. Salah satu
instrument untuk mengukur reputasi jurnal adalah nilai h-index. H-index mengukur reputasi
jurnal berdasarkan produktifitas dan dampak/sitasi secara bersamaan.
Nilai h-index jurnal Q1 adalah 42 yang artinya jurnal ini sudah mempublikasi minimum
42 artikel yang sudah memiliki jumlah sitasi minimum 42 sitasi per artikel.
Nilai h-index jurnal Q2 adalah 12 yang artinya jurnal ini sudah mempublikasi minimum
12 artikel yang sudah memiliki jumlah sitasi minimum 12 sitasi per artikel.
Nilai h-index jurnal Q3 adalah 3 yang artinya jurnal ini sudah mempublikasi minimum 3
artikel yang sudah memiliki jumlah sitasi minimum 3 sitasi per artikel.
Nilai h-index jurnal Q4 adala h 6 yang artinya jurnal ini sudah mempublikasi minimum 6
artikel yang sudah memiliki jumlah sitasi minimum 6 sitasi per artikel.