Anda di halaman 1dari 11

Penerapan Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kritis pada Siswa dalam Pembelajaran Kimia


Deva Etna Meliana1, Faradila Ayu Cahya Rahmadhani2, Fella Yusmia Nida3
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang

Pilihan materi : Laju reaksi


Seiring perkembangan dunia pendidikan banyak perubahan untuk menuntut siswa
berpikir kritis. Berpikir kritis (critical thinking) adalah proses kemahiran dalam mengkonsep,
menerapkan, mensintesa, dan atau mengevaluasi informasi dari hasil pengumpulan atau
ditimbulkan dari pengamatan, pengalaman, perenungan, penalaran atau komunikasi sebagai
petunjuk yang dapat dipercaya dalam bertindak (Ivon 2010:2-3). Berpikir kritis sangat
penting dalam mengevaluasi informasi yang diterima, mengurangi resiko bertindak yang
mendasari penalaran salah. Penerapan Problem-Based Learning sangat cocok digunakan
untuk memicu siswa berpikir kritis. Menurut Nars dan Ramadan (2008:16) mengatakan
bahwa, pembelajaran dengan Problem-Based Learning dapat membantu siswa untuk berpikir
kritis apalagi masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata. Hal ini dapat
mendorong siswa untuk bersemangat dalam belajar.
Sekolah sebagai institut yang menyelenggarakan pendidikan, memiliki tanggung
jawab dalam pertumbuhan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis harus diterapkan
pada setiap pelajaran. Sains merupakan cabang ilmu yang terkait untuk mencari tahu tentang
alam secara sistematis, melalui proses penemuan. Kimia merupakan salah satu cabang ilmu
sains dengan suatu penemuan untuk menemukan konsep. Pembelajaran kimia harus
diterapkan dengan cara belajar menstimulus perkembangan berpikir ktitis siswa.
Kenyataannya proses belajar disekolah belum memicu siswa untuk menumbuhhkan berpikir
kritis. Keterampilan berpikir kritis dapat memberikan dorongan dan semangat siswa untuk
belajar dengan mandiri serta dapat memecahkan soal soal yang dihadapi.
Konsep pembelajaran kimia merupakan konsep yang erat dengan kehidupan sehari
hari. Kimia menggambarkan kehidupan sedemikian rupa sehingga terlihat lebih rinci dan
beragam. Hal ini lah yang membuat para pengajar menerapkan konsep kimia ke dalam
kehidupan sehari-hari dengan menghadirkannya dalam contoh-contoh sederhana. Selain itu,
juga dilakukan pengenalan terhadap konsep-konsep yang sering digunakan dalam dunia luas,
bahkan kebiasaan yang sederhana yang sering kita lakukan tanpa kita ketahui itu merupakan
konsep kimia.
Salah satu contohnya yaitu pada konsep laju reaksi dalam kimia. Banyak sekali
konsep laju reaksi yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum masuk ke
pembahasan konsep laju reaksi ke kehidupan sehari-hari, akan dibahas karakteristik dari
materi laju reaksi

Karakteristik Laju Reaksi


Karakteristik laju reaksi yang pertama adalah mencakup konsep-konsep yang bersifat
abstrak. Konsep abstrak adalah konsep yang dipelajari melalui definisi tidak melalui
pengalaman langsung dengan obyek dan fenomena (Lawson dalam Krnel, 2005). Lawson dan
Renner (1975) menggunakan istilah konsep formal untuk menjelaskan konsep abstrak ini
yang merupakan yang didapat tidak melalui pengalaman indera melainkan melalui imajinasi
atau melalui hubungan logis yang melekat dalam system. Contoh konsep abstrak dalam laju
reaksi adalah konsep tentang energy aktivasi yang merupakan eneri minimal yang diperlukan
oleh reaktan agar dapat terjadi reaksi. Kita tidak dapat mengindra secara langsung tetapi
akibatnya dapat kita amati berdasarkan berlangsungnya suatu reaksi.
Karakteristik materi laju reaksi yang kedua adalah melibatkan hitungan matematis,
contohnya adalah menentukan lajur reaksi, orde reaksi, persamaan laju, menentukan
hubungan antara koefisien reaksi dan laju reaksi. Dalam hitungan tersebut memerlukan
kemampuan berpikir proporsional karena melibatkan persamaan dan stokiometri
sebagaimana pendapat Haron (1996) yang menyatakan bahwa rumus-rumus dan persamaan-
persamaan merupakan hubungan proporsional dan semua stokiometri adalah berdasarkan
proporsi. Heck (2012) berpendapat bahwa salah satu penyebab kesulitan siswa memahami
materi laju reaksi adalah karena kemampuan matematika yang tidak memadai.
Karakteristik materi laju reaksi yang ketiga adalah melibatkan hubungan yang
dinyatakan dalam bentuk grafik, contohnya adalah grafik hubungan antara konsentrasi
reaktan dengan waktu, grafik hubungan antara konsentras produk dengan waktu, dan grafik
hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi pada berbagai orde reaksi. Siswa kesulitan dalam
memahami materi laju reaksi karena dibutuhkan kemampuan membuat, membaca, dan
menginterprestasikan grafik (Gultepe, 2015).
Karakteristik materi laju reaksi yang keempat adalah melibatkan multirepresentasi,
yaitu representasi makroskopis, sub mikroskopik, dan simbolik. Representasi makroskopis
dapat dijelaskan melalui eksperimen, representasi submikroskopis digunakan untuk
menjelaskan observasi makroskopis pada skala partikulat abstrak dan representasi simbolik
digunakan untuk memeprmudah menjelaskan fenomena pada level abstrak (Devetak, 2009).
Pembelajaran yang selama ini dilakukan seringkali hanya memperhatikan materi pada skala
makroskopik dan simbolik kurang menyentuh level submikroskopik. Hal ini membuat siswa
seringkali kesulitan dalam memahami materi laju reaksi. Contoh penggambaran fenomena
dalam tiga representasi dalam materi laju reaksi adalah konsep laju reaksi itu sendiri yang
secara makroskopis dapat diamati melalui percobaan, secara submikroskopis dapat dijelaskan
mengapa konsentrasi reaktan berkurang dan konsentrasi produk bertambah tiap satuan waktu
dalam suatu reaksi dan secara simbolik dapat dituliskan dalam rumus hubungan antar laju
reaksi. Laju reaksi ini juga sangan sering ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut dapat membantu siswa dalam memahami gejala apa yang terjadi disekitar
lingkungannya dan menyelesaikan permasalahan yang khususnya menyangkut materi laju
reaksi. Dengan demikian siswa diharapkan dapat memahami materi secara optimal dengan
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari dan dapat meningkatkan kemampuat
berpikirnya.
Laju reaksi merupakan laju penurunan reaktan (pereaksi) atau laju bertambahnya
produk (hasil reaksi). Laju reaksi ini juga menggambarkan cepat lambatnya suatu reaksi
kimia, sedangkan reaksi kimia merupakan proses mengubah suatu zat (pereaksi) menjadi zat
baru yang disebut dengan produk. Beberapa reaksi kimia ada yang berlangsung cepat.
Natrium yang dimasukkan ke dalam air akan menunjukkan reaksi hebat dan sangat cepat,
begitu pula dengan petasan dan kembang api yang disulut. Bensin akan terbakar lebih cepat
daripada minyak tanah. Namun, ada pula reaksi yang berjalan lambat. Proses pengaratan besi,
misalnya, membutuhkan waktu sangat lama sehingga laju reaksinya lambat. Cepat lambatnya
proses reaksi kimia yang berlangsung dinyatakan dengan laju reaksi. Dalam mempelajari laju
reaksi digunakan besaran konsentrasi tiap satuan waktu yang dinyatakan dengan molaritas.
Apakah yang dimaksud molaritas? Simak uraian berikut.
Molaritas sebagai Satuan Konsentrasi dalam Laju Reaksi
Molaritas menyatakan jumlah mol zat dalam 1 L larutan, sehingga molaritas yang dinotasikan
dengan M, dan dirumuskan sebagai berikut.
M = n/V
Keterangan :
n = jumlah mol dalam satuan mol atau mmol
V = volume dalam satuan L atau mL
Manfaat Laju Reaksi Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Dengan mempelajari laju reaksi kita dapat mengetahui bahwa reaksi itu dapat berlangsung
dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya saja luas permukaan. Jika kita mengetahui bahwa
luas permukaan itu mempengaruhi laju reaksi, pasti kita akan memperkecil luas permukaan
suatu zat sebelum mengolahnya.
Beberapa contoh penerapan Laju Reaksi dalam kehidupan sehari hari :

1. Ibu di rumah atau pedagang bubur kacang mengiris terlebih dahulu gula merah yang
akan di masukan ke dalam bubur kacang.
2. Penduduk pedesaan membelah kayu gelondongan menjadi beberapa bagian sebelum
dimasukkan ke dalam tungku perapian.
3. Penjual gado-gado, lontong, dan pecel terlebih dulu menggerus kacang goreng
sebelum dicampurkan dengan bahan lain.
4. Dalam pembuatan kertas, bahan baku pembuat kertas digerus terlebih dahulu untuk
membuat bubur kertas. Agar memperluas pemukaan bidang sentuh sehingga
campuran menjadi homogen danreaksi berlangsung sempurna.
5. Bahan baku yang sering di tambang, tersedia dalam bentuk butir-butiran kasar. Untuk
mempercepat pengolahan selanjutnya, butiran-butiran tersebut dihancurkan sampai
halus.
6. Dalam pembuatan roti kita bisa menambahkan ragi yang berfungsi sebagai katalis
untuk mempercepat laju reaksinya.
Faktor Laju Reaksi
Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain:
1. Konsentrasi Reaktan
Semakin tinggi konsentrasi reaktan, semakin banyak jumlah partikel reaktan yang
bertumbukan, sehingga semakin tinggi frekuensi terjadinya tumbukan dan lajunya meningkat.
Sebagai contoh, dalam reaksi korosi besi di udara, laju reaksi korosi besi lebih tinggi pada
udara yang kelembabannya lebih tinggi (konsentrasi reaktan H2O tinggi)
2. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu reaksi
yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga
tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya,
apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.
3. Tekanan
Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari pereaksi seperti itu
juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan
memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.
4. Keberadaan Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa
mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam
reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi
berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan
yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi
aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya reaksi.
5. Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab
semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar partikel, maka tumbukan yang terjadi
semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat.
Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil
tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik
kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka
semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu,
maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.
Problem Based Learning
Problem based learning merupakan model pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik belajar dalam kelompok untuk memecahkan
masalah dari permasalahan dunia nyata dan mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu
terhadap pembelajaran, sehingga mereka memiliki model belajar sendiri (Kemendikbud,
2014:39). Sejalan dengan hal tersebut Suharia, Lisdianab, & Widiyaningrum (2013:10)
menyatakan bahwa PBL merupakan pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada
masalah dunia nyata untuk memulai pembelajaran.
Barrow (2005) mendefinisikan Problem Based Learning (PBL) merupakan
pembelajaran sebagai hasil dari sebuah proses bekerja menuju pemahaman hasil dari suatu
masalah atau dengan kata lain PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai bahan pokok bagi siswa untuk belajar mengenai cara berpikir
dalam penyelesaian masalah dan untuk memperoleh pengetahuan dari konsep suatu materi
pembelajaran.
Problem Based Learning berkorelasi dengan fungsi kognitif yang berisi berbagai
macam aktifitas berpikir dalm tahap-tahap pembelajarannya, antara lain pendayagunaan prior
knowledge (pengetahuan yang sudah dimiliki), reorganisasi pengetahuan baru dalam struktur
kognitif, proses analisis dan sintesis, strukturisasi dan pengembangan ide, serta pemecahan
masalah. Dengan demikian, Problem Based Learning mempunyai keunggulan dalma
mengembangkan kekayaan pengalaman belajar melalui proses kognitif yang kritis dan
diintegrasikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki, serta mengembangkan kemampuan
untuk menerapkan yang diasosiasikan pada situasi berbeda di masa yang akan datang.
Dari paparan teori yang telah dijelaskan, dapat ditentukan titik temu antara
pembelajaran dengan model PBL dan keterampilan berrpikir siswa yang ingin dicapai pada
materi laju reaksi dalam mata pelajaran kimia yang masuk dalam ranah sains. Usaha yang
paling sederhana tetapi real yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran adalah dengan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran yang baik, dibutuhkan inovasi dalam
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) diharapkan dapat memicu motivasi dan
melatih keterampilan berpikir kritis sehingga hal ini dapat menjadi langkah perubahan
kesadaran siswa untuk lebih memehami suatu materi dengan mengaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Problem Based Learning (PBL) lebih menekankan pada pemecahan
masalah secara autentik seperti masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
sesuai jika Problem Based Learning (PBL) diterapkan dalam materi laju reaksi.
Menurut Pascarella and Terenzini dalam Tiruneh, An Verburg and Elen (2014),
menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis mengacu pada kemampuan individu untuk
melakukan beberapa atau semua hal berikut: mengidentifikasi isu sentral dan asumsi sebuah
argumen, mengakui hubungan penting, membuat kesimpulan yang benar dari data,
menyimpulkan kesimpulan dari informasi atau data yang diberikan, menafsirkan apakah
kesimpulan benar berdasarkan data yang diberikan, mengevaluasi bukti atau otoritas,
membuat koreksi diri, dan memecahkan masalah. Berikut ini tahapan pembelajaran
berdasarkan masalah (Trianto, 2011):
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa pada masalah menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi
atau cerita untuk memunculkan masalah,
dan memotivasi siswa untuk terlibat
dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap 2 Guru membantu siswa untuk
Mengorganisasi siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan
belajar tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
Tahap 3 Guru mendorong siswa untuk
Membimbing penyelidikan mengumpulkan informasi yang sesuai,
individual maupun kelompok melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4 Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan dan menyajikan merencanakan dan menyiapkan karya
karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
lain-lain.
Tahap 5 Guru membantu siswa untk melakukan
Menganalisis dan mengevaluasi evaluasi terhadap penyelidikan mereka
proses pemecahan masalah dan proses-proses yang mereka gunakan
Dalam pembelajaran berbasis masalah, guru memberikan suatu gambaran dari situasi
masalah kepada siswa dan mengajak siswa untuk melakukan investigasi dalam upaya
memecahkan permasalahan, sehingga mampu menemukan solusi sendiri mengenai masalah
tersebut (Arends, 2012). Arends (2012) menjelaskan bahwa ada lima tahapan dalam
pembelajaran berbasis masalah, yaitu sebagai berikut.
1. Mengenalkan siswa pada masalah
Dalam pengenalan masalah pada siswa, guru dapat melakukan langkah awal
pembelajaran dengan cara menyampaikan tujuan yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran. Setelah penyampaian tujuan pembelajaran, guru dapat melakukan cek
pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan cara
melakukan Tanya jawab atau memberi pertanyaan yang mendukung. Selain itu, seorang
guru juga dapat memberi motivasi kepada siswa di tengah proses pembelajarn untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa.
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Proses pembelajaran berbasis masalah seperti ini dapat diperkuat penerapannya
melalui pembentukan sebuah kelompok belajar. Melalui kelompok, seorang guru dapat
mengorganisir dan membimbing siswa dalam proses belajar melalui pembentukan
kelompok tersebut, sehingga melalui pengorganisiran guru kepada siswa, guru dapat
menilai sejauh mana pemahaman siswa dalam materi yang telah diajarkan.
3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Investigasi mandiri dan kelompok oleh siswa dapat diakukan dengan cara
melakukan observasi atau percobaan. Dengan percobaan yang dilakukan, siswa akan
secara mandiri mencari tahu data apa yang diperlukan untuk menyiapkan dan
melakukan percobaan, sehingga dari percobaan tersebut siswa dapat mendapatkan
sebuah hasil percobaan yang kemudian dapat dianalisis dari data hasil percobaan yang
diperoleh. Pembelajaran melalui percobaan seperti ini dapat dilakukan dalam mata
pelajaran praktikum kimia yang memerlukan data dan percobaan nyata untuk dapat
menganalisis dan membuktikan, serta membandingkan hasil percobaan dengan teori
yang telah ada. Peran guru dalam pembelajaran seperti ini yakni sebagai pembimbing
yang mengarahkan hal apa yang harus dilakukan dan dihindari, sehingga siswa secara
tidak langsung ikut belajar melalui penjelasan dan arahan yang diberikan oleh guru.
4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya
Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil
diskusi yang telah dilakukan dan membantu dalam kegiatan tukar pendapat antar
kelompok atau siswa mengenai hasil diskusi dari masing-masing pendapat dan
pemecahan masalah yang telah disimpulkan. Dengan langkah ini, akan lebih mudah
bagi guru untuk meningkatkan proses pembelajaran berbasis masalah karena setiap
pemikiran siswa akan dipacu untuk dapat berpikir kritis dalm ranagka menemukan
suatu gagasan pendapat untuk pemecahan masalah.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Setelah proses pembelajaran diskusi selesai, guru dapat membantu siswa untuk
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir siswa dalam investifasi dan pemikiran
intelektual yang digunakan saat proses penemuan pemecahan masalah dan merefleksi
proses pembelajaran yang telah dilakukan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian dan penjelasan yang dipaparkan penulis di atas, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem based learning memiliki potensi positif
dalam memahami konsep-konsep dalam materi laju reaksi sesuai dengan karakteristik materi
yang telah dipaparkan di atas. Dengan menggunakan problem based learning, siswa dapat
lebih mudah memahami materi laju reaksi yang bersifat abstrak dengan adanya contoh-
contoh penerapan laju reaksi dalam kehidupan nyata sehingga siswa mampu
mengolaborasikan pengetahuan yang mereka miliki dengan materi laju reaksi yang sedang
mereka pelajari.

DAFTAR RUJUKAN
Arends, Richard I. 2012. Learning to Teach. New York: The McGraw-Hill Companies,Inc.
GuruPendidikan.com. 2014. https://www.gurupendidikan.co.id/laju-reaksi/ (online) diakses
pada 22 Maret 2020 pukul 22:21
H.S. Barrows.1982. Problem Based Learning : A Research Prespective on Learning
Interaction. Lawrence Erlbaum Associates. New York : Inc. Publishing Industrial
Avenue.
Hipiziah, Suri. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Kimia Materi Laju Reaksi Berbasisstem
Problem-Based Learning Kelas Xi Sma Negeri 1 Indralaya Utara.
Ivone, July. 2010. Critical Thinking, Intelectual Skills, Reasoning and
clinical Reasoning.(makalah).http://repository.maranatha.edu/1652/1/Critical%20think ing,
%20intelectual%20skills,%20reaso ning,%20and%20critic.pdf.
Musya’idah., Effendy. Aman Santoso. POGIL, Analogi Model FAR, KBI, dan Laju Reaksi.
Vol.1,2016,ISBN : 978-602-9286-21-2 hal 673
Nars, Karim J dan Bassem H. Ramadan. 2008. Impact Assessment of Problem-Based
Learning in an Engineering Science Course. Journal of STEM Education,
Suharia, M, Lisdianab, & Wdyianingrum, P. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Zat Adiktif dan Psikotropika Problem Based Learning di SMP. Journal of Innovative
Science Education, 2(1), 8-13.
Tiruneh. D. T., An Verburgh & Elen, J. 2014. Evectiveness of Critical Thinking Instruction
in HigherEducation: A Systematic Review of Intervention Studies. Higher Education
Studies, 4 (1), 1-7
Trianto. 2011. Model Pembelajaran terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tinkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai