1. Ibu di rumah atau pedagang bubur kacang mengiris terlebih dahulu gula merah yang
akan di masukan ke dalam bubur kacang.
2. Penduduk pedesaan membelah kayu gelondongan menjadi beberapa bagian sebelum
dimasukkan ke dalam tungku perapian.
3. Penjual gado-gado, lontong, dan pecel terlebih dulu menggerus kacang goreng
sebelum dicampurkan dengan bahan lain.
4. Dalam pembuatan kertas, bahan baku pembuat kertas digerus terlebih dahulu untuk
membuat bubur kertas. Agar memperluas pemukaan bidang sentuh sehingga
campuran menjadi homogen danreaksi berlangsung sempurna.
5. Bahan baku yang sering di tambang, tersedia dalam bentuk butir-butiran kasar. Untuk
mempercepat pengolahan selanjutnya, butiran-butiran tersebut dihancurkan sampai
halus.
6. Dalam pembuatan roti kita bisa menambahkan ragi yang berfungsi sebagai katalis
untuk mempercepat laju reaksinya.
Faktor Laju Reaksi
Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain:
1. Konsentrasi Reaktan
Semakin tinggi konsentrasi reaktan, semakin banyak jumlah partikel reaktan yang
bertumbukan, sehingga semakin tinggi frekuensi terjadinya tumbukan dan lajunya meningkat.
Sebagai contoh, dalam reaksi korosi besi di udara, laju reaksi korosi besi lebih tinggi pada
udara yang kelembabannya lebih tinggi (konsentrasi reaktan H2O tinggi)
2. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu reaksi
yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga
tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya,
apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.
3. Tekanan
Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari pereaksi seperti itu
juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan
memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.
4. Keberadaan Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa
mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam
reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi
berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan
yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi
aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya reaksi.
5. Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab
semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar partikel, maka tumbukan yang terjadi
semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat.
Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil
tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik
kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka
semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu,
maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.
Problem Based Learning
Problem based learning merupakan model pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik belajar dalam kelompok untuk memecahkan
masalah dari permasalahan dunia nyata dan mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu
terhadap pembelajaran, sehingga mereka memiliki model belajar sendiri (Kemendikbud,
2014:39). Sejalan dengan hal tersebut Suharia, Lisdianab, & Widiyaningrum (2013:10)
menyatakan bahwa PBL merupakan pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada
masalah dunia nyata untuk memulai pembelajaran.
Barrow (2005) mendefinisikan Problem Based Learning (PBL) merupakan
pembelajaran sebagai hasil dari sebuah proses bekerja menuju pemahaman hasil dari suatu
masalah atau dengan kata lain PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai bahan pokok bagi siswa untuk belajar mengenai cara berpikir
dalam penyelesaian masalah dan untuk memperoleh pengetahuan dari konsep suatu materi
pembelajaran.
Problem Based Learning berkorelasi dengan fungsi kognitif yang berisi berbagai
macam aktifitas berpikir dalm tahap-tahap pembelajarannya, antara lain pendayagunaan prior
knowledge (pengetahuan yang sudah dimiliki), reorganisasi pengetahuan baru dalam struktur
kognitif, proses analisis dan sintesis, strukturisasi dan pengembangan ide, serta pemecahan
masalah. Dengan demikian, Problem Based Learning mempunyai keunggulan dalma
mengembangkan kekayaan pengalaman belajar melalui proses kognitif yang kritis dan
diintegrasikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki, serta mengembangkan kemampuan
untuk menerapkan yang diasosiasikan pada situasi berbeda di masa yang akan datang.
Dari paparan teori yang telah dijelaskan, dapat ditentukan titik temu antara
pembelajaran dengan model PBL dan keterampilan berrpikir siswa yang ingin dicapai pada
materi laju reaksi dalam mata pelajaran kimia yang masuk dalam ranah sains. Usaha yang
paling sederhana tetapi real yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran adalah dengan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran yang baik, dibutuhkan inovasi dalam
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) diharapkan dapat memicu motivasi dan
melatih keterampilan berpikir kritis sehingga hal ini dapat menjadi langkah perubahan
kesadaran siswa untuk lebih memehami suatu materi dengan mengaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Problem Based Learning (PBL) lebih menekankan pada pemecahan
masalah secara autentik seperti masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
sesuai jika Problem Based Learning (PBL) diterapkan dalam materi laju reaksi.
Menurut Pascarella and Terenzini dalam Tiruneh, An Verburg and Elen (2014),
menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis mengacu pada kemampuan individu untuk
melakukan beberapa atau semua hal berikut: mengidentifikasi isu sentral dan asumsi sebuah
argumen, mengakui hubungan penting, membuat kesimpulan yang benar dari data,
menyimpulkan kesimpulan dari informasi atau data yang diberikan, menafsirkan apakah
kesimpulan benar berdasarkan data yang diberikan, mengevaluasi bukti atau otoritas,
membuat koreksi diri, dan memecahkan masalah. Berikut ini tahapan pembelajaran
berdasarkan masalah (Trianto, 2011):
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa pada masalah menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi
atau cerita untuk memunculkan masalah,
dan memotivasi siswa untuk terlibat
dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap 2 Guru membantu siswa untuk
Mengorganisasi siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan
belajar tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
Tahap 3 Guru mendorong siswa untuk
Membimbing penyelidikan mengumpulkan informasi yang sesuai,
individual maupun kelompok melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4 Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan dan menyajikan merencanakan dan menyiapkan karya
karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
lain-lain.
Tahap 5 Guru membantu siswa untk melakukan
Menganalisis dan mengevaluasi evaluasi terhadap penyelidikan mereka
proses pemecahan masalah dan proses-proses yang mereka gunakan
Dalam pembelajaran berbasis masalah, guru memberikan suatu gambaran dari situasi
masalah kepada siswa dan mengajak siswa untuk melakukan investigasi dalam upaya
memecahkan permasalahan, sehingga mampu menemukan solusi sendiri mengenai masalah
tersebut (Arends, 2012). Arends (2012) menjelaskan bahwa ada lima tahapan dalam
pembelajaran berbasis masalah, yaitu sebagai berikut.
1. Mengenalkan siswa pada masalah
Dalam pengenalan masalah pada siswa, guru dapat melakukan langkah awal
pembelajaran dengan cara menyampaikan tujuan yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran. Setelah penyampaian tujuan pembelajaran, guru dapat melakukan cek
pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan cara
melakukan Tanya jawab atau memberi pertanyaan yang mendukung. Selain itu, seorang
guru juga dapat memberi motivasi kepada siswa di tengah proses pembelajarn untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa.
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Proses pembelajaran berbasis masalah seperti ini dapat diperkuat penerapannya
melalui pembentukan sebuah kelompok belajar. Melalui kelompok, seorang guru dapat
mengorganisir dan membimbing siswa dalam proses belajar melalui pembentukan
kelompok tersebut, sehingga melalui pengorganisiran guru kepada siswa, guru dapat
menilai sejauh mana pemahaman siswa dalam materi yang telah diajarkan.
3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Investigasi mandiri dan kelompok oleh siswa dapat diakukan dengan cara
melakukan observasi atau percobaan. Dengan percobaan yang dilakukan, siswa akan
secara mandiri mencari tahu data apa yang diperlukan untuk menyiapkan dan
melakukan percobaan, sehingga dari percobaan tersebut siswa dapat mendapatkan
sebuah hasil percobaan yang kemudian dapat dianalisis dari data hasil percobaan yang
diperoleh. Pembelajaran melalui percobaan seperti ini dapat dilakukan dalam mata
pelajaran praktikum kimia yang memerlukan data dan percobaan nyata untuk dapat
menganalisis dan membuktikan, serta membandingkan hasil percobaan dengan teori
yang telah ada. Peran guru dalam pembelajaran seperti ini yakni sebagai pembimbing
yang mengarahkan hal apa yang harus dilakukan dan dihindari, sehingga siswa secara
tidak langsung ikut belajar melalui penjelasan dan arahan yang diberikan oleh guru.
4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya
Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil
diskusi yang telah dilakukan dan membantu dalam kegiatan tukar pendapat antar
kelompok atau siswa mengenai hasil diskusi dari masing-masing pendapat dan
pemecahan masalah yang telah disimpulkan. Dengan langkah ini, akan lebih mudah
bagi guru untuk meningkatkan proses pembelajaran berbasis masalah karena setiap
pemikiran siswa akan dipacu untuk dapat berpikir kritis dalm ranagka menemukan
suatu gagasan pendapat untuk pemecahan masalah.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Setelah proses pembelajaran diskusi selesai, guru dapat membantu siswa untuk
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir siswa dalam investifasi dan pemikiran
intelektual yang digunakan saat proses penemuan pemecahan masalah dan merefleksi
proses pembelajaran yang telah dilakukan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian dan penjelasan yang dipaparkan penulis di atas, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem based learning memiliki potensi positif
dalam memahami konsep-konsep dalam materi laju reaksi sesuai dengan karakteristik materi
yang telah dipaparkan di atas. Dengan menggunakan problem based learning, siswa dapat
lebih mudah memahami materi laju reaksi yang bersifat abstrak dengan adanya contoh-
contoh penerapan laju reaksi dalam kehidupan nyata sehingga siswa mampu
mengolaborasikan pengetahuan yang mereka miliki dengan materi laju reaksi yang sedang
mereka pelajari.
DAFTAR RUJUKAN
Arends, Richard I. 2012. Learning to Teach. New York: The McGraw-Hill Companies,Inc.
GuruPendidikan.com. 2014. https://www.gurupendidikan.co.id/laju-reaksi/ (online) diakses
pada 22 Maret 2020 pukul 22:21
H.S. Barrows.1982. Problem Based Learning : A Research Prespective on Learning
Interaction. Lawrence Erlbaum Associates. New York : Inc. Publishing Industrial
Avenue.
Hipiziah, Suri. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Kimia Materi Laju Reaksi Berbasisstem
Problem-Based Learning Kelas Xi Sma Negeri 1 Indralaya Utara.
Ivone, July. 2010. Critical Thinking, Intelectual Skills, Reasoning and
clinical Reasoning.(makalah).http://repository.maranatha.edu/1652/1/Critical%20think ing,
%20intelectual%20skills,%20reaso ning,%20and%20critic.pdf.
Musya’idah., Effendy. Aman Santoso. POGIL, Analogi Model FAR, KBI, dan Laju Reaksi.
Vol.1,2016,ISBN : 978-602-9286-21-2 hal 673
Nars, Karim J dan Bassem H. Ramadan. 2008. Impact Assessment of Problem-Based
Learning in an Engineering Science Course. Journal of STEM Education,
Suharia, M, Lisdianab, & Wdyianingrum, P. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Zat Adiktif dan Psikotropika Problem Based Learning di SMP. Journal of Innovative
Science Education, 2(1), 8-13.
Tiruneh. D. T., An Verburgh & Elen, J. 2014. Evectiveness of Critical Thinking Instruction
in HigherEducation: A Systematic Review of Intervention Studies. Higher Education
Studies, 4 (1), 1-7
Trianto. 2011. Model Pembelajaran terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tinkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.