Anda di halaman 1dari 4

NAMA:FAZA NAUFAN SIREGAR

NIM: 7193210026

KELAS: MANAJEMEN B 2019

SEMESTER 3

STUDI KASUS
BUDAYA LEMAH MENJADI BUDAYA KUAT DALAM ORGANISASI

1.1 Latar Belakang

Budaya organisasi merupakan pedoman tentang bagaimana setiap aktivitas harus


dilakukan dalam suatu organisasi (Deal dan Kennedy, 1982). Dari definisi tersebut, budaya
organisasi dapat diartikan sebagai sekumpulan nilai, asumsi, keyakinan yang diyakini benar
oleh sekelompok orang, yang kemudian saling berintegrasi dan membentuk budaya
organisasi yang utuh. Budaya organisasi adalah suatu nilai-kepercayaan, dan prinsip-prinsip
yang mendasari suatu sistem manajemen organisasi (Denison, 1990), hal ini dilakukan secara
berulang-ulang kemudian membentuk pola penyesuaian terhadap lingkungan internal dan
eksternal (Schein, 1992).

Sistem dikoordinasikan secara sadar (Robbins, 2005), untuk mencapai tujuan


organisasi. Ini dilakukan terus menerus sebagai proses pemrograman pikiran, yang akan
terbentuk secara permanen perangkat lunak pikiran dalam organisasi (Hofstede, 2005).
Dalam prosesnya, setiap anggota yang terlibat dalam organisasi membutuhkan proses
sosialisasi yang baik agar dapat menyerap sepenuhnya budaya organisasi yang ada. Kapan
perangkat lunak pikiran organisasi yang telah dibentuk tersebut juga akan berfungsi sebagai
mekanisme kontrol. Budaya membuat karyawan terbiasa dan percaya bahwa aturan, sasaran
dan proses yang diterapkan dalam organisasi adalah tujuan bersama.

Dalam hal ini PT Black Label merupakan label rekaman yang mempunyai pasar yang
luas tetapi mempunyai budaya yang lemah. Misalnya, PT Black Label tidak mewajibkan
untuk para pegawai yang lebih muda perlu formal terhadap atasan dan juga kurangnya tradisi
dalam perusahaan tersebut membuat tidak adanya budaya yang kuat. Kendati demikian PT
Black Label justru dengan budaya organisasinya yang lemah, secara bertahap budaya
organisasi itu menjadi kuat dan mempunyai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Karena
banyak dari pegawai malah melakukan hal yang sebaliknya. Mereka seperti tidak sopan jika
tidak bersikap format terhadap atasan dan juga mereka bisa lebih menjunjung tinggi norma
dari perusahaan dan itu membuat budaya perusahaan yang tadinya lemah bisa menjadi kuat.

Budaya organisasi yang kuat menunjukkan seberapa besar anggota organisasi


mengenali dan menjalankan tugasnya sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan oleh
organisasi. Budaya organisasi yang kuat adalah budaya yang berpegang teguh pada nilai-nilai
inti organisasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang membuat budaya organisasi di PT Black Label bisa menjadi kuat?
2. Bagaimana PT Black Label bisa membuat budaya organisasi yang tadinya lemah menjadi

kuat?

1.3 Pembahasan

1. Berdasarkan informasi di atas bisa di simpulkan bahwa yang membuat budaya organisasi
PT Black Label bisa menjadi kuat adalah dengan ketidakwajiban pegawai bersikap formal
terhadap atasannya malah membuat mereka menjadi lebih formal. Karena adanya tekanan
yang tidak kasat mata yang diterima secara psikologi. Sama seperti jika kita diajak untuk
bertemu kakek atau nenek kita dan orang tua kita tidak mewajibkan kita untuk ikut, maka
tekanan itu akan semakin kuat dan akhirnya kita memutuskan untuk ikut saja. Menurut saya
itulah analogi yang cocok dalam menjelaskan kasus ini.

2. PT Black Label sengaja untuk tidak mewajibkan para pegawai nya untuk mengikuti
norma-norma yang awam seperti pada perusahaan kebanyakan agar supaya mereka bisa
menyadarinya secara mandiri dengan tidak dipaksa untuk bersikap formal dan norma-norma
seperti perusahaan lain. Dengan demikian mereka bisa dengan mandiri memposisikan dirinya
tanpa harus terikat norma-norma yang ada.
1.4 Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa didapat adalah menurut saya budaya yang kuat bisa tercapai
tanpa selalu harus dengan aturan-aturan yang ketat dan mengekang. Karena jika terlalu
mengekang para bawahan akan tidak tulus dalam menjalankan tugasnya dan juga mereka
akan cenderung mencari celah untuk tidak mengikuti budaya-budaya yang ada di organisasi.
Oleh karena itu PT Black Label tidak mewajibkan budaya-budaya yang seperti itu. Semakin
banyak para anggota organisasi mengakui nilai-nilai inti,maka makin kuat budaya organisasi
tersebut.Sebaliknya, semakin sedikit para anggotaorganisasi yang menerima dan
melaksanakanketentuan dan peraturan yang ditetapkanorganisasi, maka semakin lemah
budaya suatuorganisasi tersebut. Budaya organisasi lemahmenunjukkan semakin rendahnya
komitmenpara karyawan terhadap suatu organisasi

Sebagai konsensus dalam perusahaan tersebut menuju budaya kuat, antara lain (Kotter
dan Heskett,2006): (1) Rasa hormat pada martabat danhak semua karyawan, (2) Memberi
layananterbaik pada pelanggan, dan (3) Bekerja kerasmeraih sasaran dengan tujuan
melaksanakantugas dengan cara-cara yang unggul.
DAFTAR ISI
Deal, T. E., & Kennedy, A. A. (1983). Corporate cultures: The rites and rituals of corporate
life: Addison-Wesley, 1982. ISBN: 0-201-10277-3. $14.95. Business
Horizons, 26(2), 82-85.
Denison, D. R. (1990). Corporate culture and organizational effectiveness. John Wiley &
Sons.
Hofstede, G. H., Hofstede, G. J., & Minkov, M. (2005). Cultures and organizations:
Software of the mind (Vol. 2). New York: Mcgraw-hill.
Kotter, J. P., & Heskett, J. L. (2006). LS kkkkS a book that takes culture se.

Robbins, S. P., & Judge, T. (2003). Essentials of organizational behavior (Vol. 7). Upper


Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Schein, E. H. (1992). How can organizations learn faster?: the problem of entering the Green
Room.

Anda mungkin juga menyukai