ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komitmen, tahapan pemberitaan
wartawan online anggota PWI Kota Bandung dalam mencegah berita hoax, serta
standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax. Pendekatan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori informasi organisasi Karl Weick.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam menjaga komitmennya, wartawan
online anggota PWI Kota Bandung melakukan pemberitaan berdasarkan Kode
Etik Jurnalistik, serta melakukan verifikasi berdasarkan Pedoman Pemberitaan
Media Siber. Dalam pemberitaannya, wartawan online anggota PWI Kota
Bandung melewati tiga tahapan yaitu; pra-liputan, liputan, dan pasca-liputan.
Standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax, yaitu berita yang mentaati
peraturan berdasarkan Kode Etik Jurnalistik, memenuhi unsur penting dan
menarik berdasarkan unsur berita, dan memenuhi unsur dasar berita berdasarkan
5W1H.
Kata Kunci : Strategi; Wartawan; Media Online; Hoax.
ABSTRACT
This study aims to determine the commitment, the stages of reporting carried out by online
journalists from the members of PWI in Bandung, as well as news standards that are not
contaminated with hoaxes. The approach in this study uses a qualitative approach with
descriptive methods. The theory used in this study is Karl Weick's organization information
theory. The results of this study indicate that in maintaining its commitment, online journalists
from the PWI members of Bandung City conduct reports based on the Journalistic Code of
Ethics, as well as carry out verification based on the Cyber Media News Guidelines. In his
news, online journalists from the PWI member of Bandung City passed three stages, namely;
pre-coverage, coverage, and post-coverage. News eligibility standards that are not contaminated
with hoaxes, namely news that complies with regulations based on the Journalistic Code of
Ethics, fulfills important and interesting elements based on news elements, and fulfills the basic
elements of the news based on 5W1H.
Keywords: Strategy; Reporter; Online Media; Hoax.
PENDAHULUAN
Teknologi di Indonesia berkembang sangat pesat. Sebelum teknologi berkembang
pesat, untuk mencari informasi masyarakat bisa mendapatkannya melalui media
cetak; surat kabar, majalah, dan media elektronik; radio, televisi. Namun setelah
teknologi berkembang pesat, masyarakat mulai beralih menggunakan media online.
Pada dasarnya semua jenis media yang memerlukan koneksi internet bisa disebut
media online. Media online dalam bahasa Indonesia disebut media Daring. Daring
merupakan singkatan Dalam jaringan, yakni jaringan internet. Menurut Heryanto
dalam Jurnal Ilmu Dakwah, internet sebagai media baru merupakan saluran
komunikasi yang bisa menjadi ruang publik baru. Terutama setelah migrasi web
1.0 ke web 2.0, pengguna internet terhubung ke banyak situs jejaring sosial dan
weblog interaktif untuk berbagai informasi, ide, dan pemikiran (Heryanto, 2016:
173).
Seiring dengan pertumbuhan pengguna internet yang demikian pesat,
disertai dengan kebiasaan masyarakat untuk dapat memperoleh informasi secara
cepat, membuat media online unggul dibanding media lainnya. Media online adalah
media massa yang tersaji secara online di situs web (website) internet (Romli, 2012:
30). Keunggulan media online yang bisa menyebarluaskan informasi dengan cepat
tidak membuat media online menjadi paling sempurna. Sekarang ini, orang begitu
mudah mengaku jurnalis atau wartawan hanya karena pernah mengirim satu-dua
berita atau tulisan ke surat kabar atau media daring internet. Setiap orang kini
dengan mudah mendirikan dan membuka media massa daring internet sehingga
informasi bisa didapat dengan mudah dan cepat. Namun dibalik penyebaran
informasi yang sangat cepat, tidak menutup kemungkinan bahwa informasi yang
disampaikan merupakan kabar bohong (hoax). Hoax merupakan suatu
ketidakbenaran yang beredar di masyarakat.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa ada
sekitar 800 ribu situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar
informasi palsu (Yuliani, TT). Meningkatnya pengguna internet secara signifikan
telah disalahgunakan oleh oknum tertentu, baik yang hanya lelucon saja, hingga
yang memiliki kepentingan tertentu atau demi keuntungan pribadi. Menanggapi
hal tersebut, Kemenkominfo terus memantau dan menutup situs-situs berkonten
negatif dan hoax. Berdasarkan data Kemenkeminfo, hingga Desember 2016
40 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial
pihaknya telah menutup sebanyak 773.339 situs negatif. Mengingat hoax begitu
menjamur di Indonesia, Ketua Asosiasi Perusahaan Public Relation Indonesia
(APRI), Suharjo Nugroho melihat ada korelasi antara menjamurnya hoax dengan
rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Data UNESCO menyebutkan minat
baca di Indonesia 0,001 artinya satu orang dari seribu orang yang membaca buku.
Tidak hanya itu, pengguna gawai di Indonesia mencapai 60 juta, urutan terbesar
kelima di dunia sehingga semakin mudah untuk mengakses media daring yang
didalamnya banyak ditemukan hoax (Iskandar, 2017).
Berdasarkan data tersebut, beredarnya hoax paling banyak ditemukan di
media sosial. Di era modern saat ini, media online dan media sosial menjadi sesuatu
yang tidak dapat terpisahkan karena masih berada dalam jaringan yang sama, yakni
menggunakan jaringan internet. Namun seringkali masyarakat tidak bisa
membedakan mana informasi yang berasal dari opini netizen, dan mana informasi
yang berasal dari portal berita online atau biasa disebut media siber. Media siber
adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dalam
melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang
Pokok Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan oleh Dewan Pers.”
(Dewan Pers, 2010).
Maraknya hoax melahirkan keprihatinan sekaligus kesadaran berbagai pihak
mengenai pentingnya segera dilakukan upaya untuk meredam hoax. Hoax bukan
merupakan produk jurnalistik, namun sering dikaitkan dengan pemberitaan. Oleh
karena itu peran pers sangat diperlukan agar hoax tidak lagi menjamur di
masyarakat. Wartawan khususnya media daring harus bisa mencegahnya dan
memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sesuai dengan kode etik
jurnalistik, dan juga mengacu pada Pedoman Pemberitaan Media Siber. Dirjen
Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Rosarita Niken menyebutkan insan pers harus lebih cermat dan
berperan mengurangi hoax di tengah eksistensi media sosial yang memungkinkan
siapa saja memproduksi berita dengan mengabaikan etika jurnalistik.
Wartawan merupakan ujung tombak menangkal hoax yang semakin banyak
beredar di media online. Dengan adanya Pedoman Pemberitaan Media Siber ini
diharapkan wartawan khususnya media online dapat menjadi pelopor pencegah
hoax. Tidak hanya mengacu pada Pedoman Pemberitaan Media Siber saja, tetapi
wartawan juga perlu memiliki strategi dalam mencegah berita hoax. Strategi di sini
dimaknai sebagai rencana, taktik, dan cara untuk mencapai apa yang diinginkan
(Effendy, 2007: 32). Penelitian ini dikhususkan meneliti media online karena media
online saat ini paling banyak diminati, dan juga sangat berpengaruh bagi
masyarakat. Peneliti memilih PWI Kota Bandung sebagai subjek penelitian karena
PWI merupakan organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia. Selain itu,
peneliti memilih PWI supaya informan yang didapat lebih beragam dan berasal
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 41
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang
dari media online yang berbeda. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui
strategi yang dilakukan wartawan online anggota PWI Kota Bandung dalam
mencegah berita hoax dari media online yang berbeda.
Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang tertuang dalam
jurnal. Penelitian ini dilakukan oleh Dian Muhtadiah, Dosen Jurusan Ilmu
Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Makassar dengan judul “Peran
Jurnalisme Profetik Menghadapi Hoax”. Penelitian ini menggunakan metode
deksriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah etika jurnalisme menjadi kunci
bagi wartawan di tengah upaya bertahan menjadi garda terdepan dalam
penyebaran informasi. Jurnalisme dalam perspektif Islam telah menawarkan solusi
tersebut terlebih dulu dalam menghadapi hoax. Solusi yang bersumber dari Al-
Qur’an dan hadits. Terkait mampu atau tidaknya seorang wartawan dalam
menyampaikan informasi berdasarkan fakta, kembali kepada hati nurani masing-
masing (Muhtadiah, 2018). Korelasinya dengan penelitian ini adalah sama-sama
mengulas mengenai sikap jurnalis menghadapi hoax, hanya bedanya pada
penelitian saudara Dian ini mengangkat mengenai peran jurnalis profetik
menghadapi hoax yang mana solusinya ialah bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits
mengenai larangan membuat atau menyebarkan berita bohong atau fitnah.
Berdasarkan uraian sebelumnya serta penelitian terdahulu, maka peneliti
merasa tertarik untuk melakukan penelitian seputar strategi wartawan online
anggota PWI Kota Bandung dalam mencegah berita hoax. Agar penelitian lebih
terarah, maka masalah tersebut dirumuskan menjadi pertanyaan penelitian sebagai
berikut: 1) Bagaimana komitmen wartawan online anggota PWI Kota Bandung
dalam mencegah berita hoax?, 2) Bagaimana tahapan pemberitaan yang dilakukan
wartawan online anggota PWI Kota Bandung dalam mencegah berita hoax?, 3)
Bagaimana standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax menurut
wartawan online anggota PWI Kota Bandung?.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori informasi organisasi untuk
mendukung dalam pengkajian penelitian, dengan alasan bahwa teori ini cukup
relevan dengan penelitian ini. Studi deskriptif turut digunakan dengan alasan agar
permasalahan yang diteliti menjadi berkembang dan mendalam setelah peneliti
melakukan penelitian di lapangan. Selain itu, peneliti juga hendak menyuguhkan
fakta secara apa adanya, sesuai dengan tujuan penelitian deskriptif kualitatif, yakni
mengungkap fakta, fenomena, serta keadaan yang terjadi ketika penelitian
berlangsung dan menyuguhkan apa adanya.
LANDASAN TEORITIS
Hoax akhir-akhir ini menjadi buah bibir dan bahan perbincangan yang hangat di
berbagai media, baik media massa maupun media sosial lainnya. Hoax atau berita
bohong disinyalir dapat menjadi fitnah yang akan merugikan pihak-pihak yang
42 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial
ada dalam berita bohong tersebut. Hoax bukan ada dengan sendirinya, tetapi
memang sengaja dibuat dengan tujuan tertentu, dan ada pengelolaannya, sehingga
keberadaannya terkadang melanggar norma yang ada.
Pengelola situs hoax berupaya membuat kontennya menjadi viral alias
menyebar luas lewat media sosial. Semakin viral sebuah konten, semakin
tinggi pula trafik yang masuk ke situs pembuat hoax, sehingga pada
gilirannya meningkatkan potensi pendapatan dari iklan (Mubasyaroh, 2017:
138-139).
Berita hoax memang mudah mempengaruhi masyarakat, karena terkadang
berita yang disampaikan dikaitkan dengan masalah aktual sehingga menjadi hot
news. Seperti persitiwa tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di Danau
Toba yang terjadi pada 18 Juni 2018 lalu, banyak beredar foto di dunia maya
seolah menujukkan foto tersebut merupakan bangkai kapal. Dilansir dari idntimes,
foto tersebut memperlihatkan fisik KM Sinar Bangun dalam keadaan karam di
dasar Danau Toba dengan kedalaman sekira 500 meter. Hal ini menimbulkan
tanda tanya besar, pasalnya hingga saat ini tim dari Badan SAR Nasional masih
terus melakukan pencarian fisik kapal yang tenggelam pada Senin, 18 Juni 2018
lalu. Beredarnya foto tersebut, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Sutopo Nugroho menduga kuat foto tersebut adalah hoax. Sutopo menanggapi,
secara logika pada kedalaman tersebut tidak mungkin bangkai kapal bisa difoto
karena kondisi dasar danau yang gelap gulita.
Sebagai pembaca dan pemerhati berita, sebaiknya kita perlu mengklarifikasi
atau membandingkan satu sumber dengan sumber lainnya, agar tidak termakan
berita hoax di media massa maupun media sosial. Berita atau pesan apapun akan
mudah tersebar melalui media massa maupun media sosial seperti; facebook, twitter,
whatsapp, serta media sosial lainnya yang sekarang sedang menjadi trend di
masyarakat. Hal ini terjadi karena media massa bersifat terbuka, artinya
komunikasi massa itu pesannya ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan
untuk sekelompok orang tertentu.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hoax dibuat dengan tujuan
tertentu oleh “oknum” yang memiliki kepentingan. Hoax tentu bukan merupakan
produk jurnalistik karena dalam sebuah pemberitaan ada hal-hal yang harus
dipenuhi, termasuk harus adanya sumber yang valid, juga wajib dibuktikan dengan
dokumen baik berupa foto atau rekaman saat wawancara dengan narasumber,
sedangkan hoax berasal dari sumber yang tidak jelas. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa ada saja “oknum” yang tidak bertanggung jawab yang juga turut
menyebarkan berita hoax, sehingga hal ini membuat resah di kalangan masyarakat.
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 43
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang
Seluruh informan dalam penelitian ini yakni wartawan online anggota PWI
Kota Bandung sepakat untuk anti hoax. Adapun strategi yang dilakukan oleh
wartawan PWI Kota Bandung dalam menjaga komitmennya untuk mencegah
berita hoax, strategi yang pertama yaitu dengan melakukan pemberitaan
berdasarkan Kode Etik Jurnalistik. Dalam melakukan sebuah pemberitaan, setiap
wartawan dituntut untuk menaati Kode Etik Jurnalistik sebagaimana diatur dalam
Undang-udang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 1 Kode Etik
Jurnalistik disebutkan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen,
menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Isi dalam
Pasal 1 tersebut sejalan dengan komitmen wartawan PWI Kota Bandung dalam
mencegah berita hoax, yaitu dengan menghasilkan berita yang akurat berdasarkan
fakta, dan berimbang.
Seperti yang dijelaskan Ahmad Syukri, salah satu informan dalam penelitian
ini, ia mengatakan bahwa komitmen sebagai wartawan adalah harus anti hoax.
Komitmen wartawan dalam mencegah berita hoax khususnya dalam organisasi
PWI telah diatur dalam PDPRT PWI. Dimana dalam PDPRT PWI Pasal 2 ayat 3
berisi mengenai peraturan dasar PWI ialah mengacu kepada Kode Etik Jurnalistik.
Menurutnya, media harus tetap menjadi pegangan bagi masyarakat untuk
memperoleh informasi berdasarkan data dan fakta. Selaras dengan Ahmad Syukri,
informan lainnya yakni Asep Budianto menjelaskan bahwa hoax sangat beresiko
bagi pembaca, maka dirinya berkomitmen terhadap Kode Etik Jurnalistik.
Sebelum membicarakan kode etik yang dibuat lembaga pers, terlebih dahulu kita
pahami apa itu kode etik atau yang disebut etika. Menurut Nurudin dalam bukunya
Komunikasi Massa, definisi etika dapat dijelaskan bahwa etika adalah nilai mengenai
benar dan salah yang dianut oleh golongan tertentu (2004: 229). Dimana dalam
Kode Etik Jurnalistik tersebut tertulis bahwa setiap wartawan wajib memberitakan
yang sesuai fakta dan harus berimbang. Menurutnya, hoax sangat bertentangan
dengan aturan Kode Etik Jurnalistik karena jika berbicara hoax sudah jelas tidak
seimbang. Sehingga atas resiko yang tinggi, sebagai wartawan ia lebih selektif
ketika ada informasi yang didapat baik dalam bentuk selebaran, maupun dalam
media sosial, sesuai dengan aturan yang tadi telah dijelaskan bahwa setiap
wartawan harus melakukan cek dan ricek atas informasi yang didapat.
Strategi kedua yang dilakukan dalam menjaga komitmen dalam mencegah
berita hoax yakni dengan melakukan verifikasi berdasarkan Pedoman Pemberitaan
Media Siber. Terkait verifikasi, Dewan Pers melakukan upaya untuk mencegah
‘media abal-abal’ menyebarkan ribuan hoax dengan melakukan verifikasi
perusahaan pers terlebih dahulu.
Dalam situasi menjamurnya “media abal-abal”, serbuan informasi hoax dan
produsen berita palsu yang semakin marak pasca Pemilu 2014, verifikasi
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 47
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang
untuk mencegah terjadinya berita hoax adalah selalu melakukan verifikasi dan
menyajikan berita yang berimbang. Dengan begitu sebuah pemberitaan akan
terbebas dari hoax karena sudah melalui proses verifikasi.
Mengenai tahapan pemberitaan dalam mencegah berita hoax dapat
dijelaskan bahwa dalam tahap pemberitaan ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu
tahap pra-liputan melalui proses perencanaan, tahap liputan melalui proses
pencarian, serta tahap pasca-liputan melalui proses pengecekan. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut tahap pertama yang dilakukan adalah tahap pra-liputan melalui
proses perencanaan, dimana dalam proses perencanaan ini wartawan PWI Kota
Bandung melakukan rapat proyeksi. Rapat proyeksi ini dilakukan sehari sebelum
pemberitaan, dengan tujuan untuk membahas apa yang akan diberitakan atau
minimal wartawan konfirmasi kepada redaktur mengenai berita yang akan diliput.
Kemudian tahap kedua yaitu tahap liputan melalui proses pencarian, dimana
dalam proses pencarian ini wartawan dituntut untuk menemukan sumber dan
narsumber yang tepat. Tidak hanya itu, wartawan juga dituntut untuk memenuhi
unsur dasar berita 5W1H dalam setiap pemberitaannya. Dengan begitu sebuah
berita akan terbebas dari hoax karena sudah memenuhi unsur dasar 5W1H yang
dapat dipertanggungjawabkan oleh wartawan.
Standar Kelayakan Berita yang Tidak Terkontaminasi Hoax
Standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax menjelaskan mengenai
kriteria berita yang layak dipublikasikan dan tidak terkontaminasi hoax menurut
para informan yang merupakan wartawan online PWI Kota Bandung. Untuk dapat
menjelaskan mengenai kriteria berita yang layak untuk dipublikasikan dan tidak
terkontaminasi hoax, penting untuk mengetahui terlebih dulu ciri-ciri hoax. Untuk
membedakan hoax dan bukan hoax merupakan hal yang cukup mudah. Sebagai
pembaca, kita perlu mengenali ciri-ciri hoax agar dapat terhindar dari informasi
hoax. Dikutip dari viva.co.id, menurut Kepala Badan Siber dan Sandi Negara
(BSSN) Djoko Setiadi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengenali
berita hoax diantaranya; cek keanehan yang ada, wajar atau tidak wajar, mengecek
kata atau bahasa yang digunakan, mengecek kesesuaian judul, perhatikan sumber
beritanya, cek tanggal beritanya. Menurutnya, pembaca juga dapat mengecek siapa
penulis berita tersebut dan mengecek kredibilitas penulis, serta mengecek
biografinya. Sehingga dapat diketahui jika adanya keberpihakan penulis atau media
terhadap suatu kelompok atau golongan tertentu. Untuk memenuhi kriteria
standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax, peneliti menemukan
bahwa wartawan PWI Kota Bandung senantiasa mentaati peraturan berdasarkan
Kode Etik Jurnalistik, memenuhi unsur penting dan menarik berdasarkan unsur
berita, serta memenuhi unsur dasar berita berdasarkan 5W1H dengan uraian
sebagai berikut.
52 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial
atau juga sesuatu yang mendesak untuk diketahui khalayak luas. Karena sesuatu
tersebut, selain membutuhkan jalan keluar atau solusi secepat mungkin, juga
terkait erat dengan kepentingan masyarakat luas. Tidak hanya sekedar penting,
namun berita juga harus memenuhi unsur menarik. Sesuatu dikatakan menarik bila
saja sesuatu itu unik, langka, aneh, tidak lazim atau sesuatu yang mengandung daya
tarik insani (human interest). Berita menarik adalah berita yang di dalamnya
mengandung unsur empati, simpati, atau unsur yang mampu menggugah perasaan
khalayak. Berita menarik adalah peristiwa, kejadian, atau opini seseorang mampu
mengundang rasa haru, sedih, kagum, lucu, penasaran, cemas, atau membuat
publik merasa ingin tahu. Berdasarkan hasil wawancara, informan mengemas agar
berita menjadi menarik yaitu dengan cara membuat headline yang bagus, mengemas
dengan bahasa yang menarik, dan yang paling penting adalah memilih angle atau
sudut pandang yang mengandur unsur humanism. Herry Kusraeli, salah satu
informan yang juga merupakan CEO media online beredukasi.com berpendapat
bahwa dalam mengemas sebuah berita agar menarik terletak pada kepintaran
seorang wartawan dalam membuat headline. Menurutnya, rata-rata orang membaca
berita hanya awal-awalnya saja, maka dari itu yang ia lakukan dalam mengemas
sebuah berita agar tetap menarik adalah dari sisi headlinenya.
Kriteria standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax yang
terakhir yakni memenuhi unsur dasar berita berdasarkan 5W1H. Menurut
Sumadiria dalam bukunya berjudul Jurnalistik Indonesia (2014: 118), agar berita
lengkap, akurat dan sekaligus memenuhi standar teknik jurnalistik maka dalam
penulisannya harus menggunakan rumus 5W1H. Dengan menggunakan rumus
5W1H, berita akan mudah disusun dalam pola yang sudah baku dan mudah serta
cepat dipahami isinya oleh pembaca, pendengar, atau pemirsa. Dalam setiap
peristiwa yang dilaporkan, harus terdapat enam unsur dasar yakni apa (what), siapa
(who), kapan (when), di mana (where), mengapa (why), dan bagaimana (how)
(Sumadiria, 2014: 118). Sejalan dengan standar teknik jurnalistik menurut
Sumadiria, keseluruhan informan juga menyepakati bahwa berita yang layak
dipublikasikan kepada masyarakat yaitu berita yang mengandung unsur apa, siapa,
kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana. Abud Heryanto, salah satu informan
yang juga merupakan CEO salah satu media online di Bandung berpendapat bahwa
berita yang layak menurutnya adalah berita yang mengacu kepada kaidah ilmu
jurnalistik dalam pemberitaan yaitu 5W+1H. Di media online yang ia rintis yaitu
walimedia.com, dalam pemberitannya lebih banyak memuat straight news. Dalam
straight news, jika sudah memenuhi unsur 5W+1H, maka berita tersebut dapat
langsung dipublikasikan kepada masyarakat.
Berita merupakan suatu laporan yang berisi informasi mengenai suatu
kejadian, baik yang baru terjadi maupun sedang terjadi. Berita sudah menjadi
kebutuhan bagi masyarakat, namun tidak semua informasi layak diangkat menjadi
54 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial
sebuah berita. Ada nilai-nilai tertentu yang harus dipenuhi agar sebuah berita
dianggap penting untuk dipublikasikan melalui media massa. Dari hasil wawancara
bersama keenam informan, dapat dijelaskan bahwa sebuah berita dikatakan layak
untuk dipublikasikan jika menaati aturan berdasarkan Kode Etik Jurnalistik,
memenuhui unsur penting dan menarik berdasarkan unsur berita, dan memenuhi
unsur dasar berita berdasarkan 5W1H. Dengan memenuhi unsur-unsur tersebut,
maka sebuah berita dapat dikatakan layak untuk dipublikasikan dan yang
terpenting adalah terbebas dari hoax.
PENUTUP
Hoax merupakan suatu hal yang dapat merugikan salah satu pihak. Islam
memandang hoax adalah sesuatu yang harus dihindari karena merupakan fitnah
atau belum jelas kebenarannya. Sebagaimana dalam QS. Al-Hujurat (49): 6, dalam
ayat tersebut terdapat kalimat “fatabayyanuu” yang berarti periksalah dengan teliti.
Hal tersebut sejalan dengan strategi wartawan online anggota PWI Kota Bandung
dalam mencegah berita hoax, yaitu selalu melakukan verifikasi dalam setiap
pemberitaannya agar terhindar dari hoax. Dari hasil penelitian yang dilakukan
peneliti mengenai strategi wartawan online dalam mencegah berita hoax, dapat
disimpulkan bahwa, pertama, komitmen wartawan dalam mencegah berita hoax
dikategorikan menjadi dua yakni melakukan pemberitaan berdasarkan Kode Etik
Jurnalistik, dan melakukan verifikasi berdasarkan Pedoman Pemberitaan Media
Siber. Kedua, tahapan pemberitaan dalam mencegah berita hoax dikategorikan
menjadi tiga tahapan yakni pada tahap pra-liputan melalui proses perencanaan,
tahap liputan melalui proses pencarian, dan tahap pasca-liputan melalui proses
pengecekan. Dalam tahap pra-liputan melalui proses perencanaan dilakukan
dengan rapat redaksi bersama wartawan untuk menentukan isu yang akan
diangkat. Dalam tahap liputan melalui proses pencarian, wartawan diwajibkan
untuk mencari data-data kongkrit mengenai isu yang diliput dengan memenuhi
unsur-unsur dasar berita 5W1H. Dan dalam tahap pasca-liputan melalui proses
pengecekan, wartawan wajib menyerahkan naskah berita kepada redaksi untuk
diverifikasi, dikoreksi, dan diedit oleh bagian keredaksian sebelum dipublikasikan.
Ketiga, standar kelayakan berita tidak terkontaminasi hoax dikategorikan menjadi
tiga yakni mentaati Kode Etik Jurnalistik, memenuhi unsur penting dan menarik
berdasarkan unsur berita, dan memenuhi unsur dasar berita berdasarkan 5W1H.
Siber Indonesia yang dibentuk dalam upaya menciptakan media massa siber yang
professional. Maka peneliti berharap untuk penelitian selanjutnya mengenai
strategi wartawan dalam mencegah berita hoax dapat dikembangkan dengan
menggunakan organisasi Serikat Media Siber Indonesia sebagai subjek penelitian.
Kedua, salah satu faktor masifnya hoax di Indonesia juga disebabkan oleh
kurangnya literasi masyarakat terhadap suatu informasi. Maka peneliti berharap
adanya penelitian terhadap suatu kelompok atau masyarakat mengenai bagaimana
sekelompok masyarakat tersebut dalam menerima informasi, serta solusi bagi
masyarakat agar tidak mudah terpengaruhi oleh hoax.
DAFTAR PUSTAKA
Data Perusahaan Persatuan Wartawan Indonesia diakses dari https://pwi.or.id.
Dewan Pers. 2010. Standar Kompetensi Wartawan. Jakarta: Dewan Pers.
Dewan Pers. 2017. Mendorong Profesionalisme Pers Melalui Verifikasi Perusaha-an Pers.
Jakarta: Dewan Pers.
Effendy, Onong. 2007. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Heryanto. (2016). Polemik Ahmadiyah di Media Online, Vol. 10, No. 2, Hal. 173
diakses dari http://journal.uinsgd.ac.id/
index.php/idajhs/article/view/1075/2013.
Iskandar, Muhammad. 2017. Survei: Satu Persen Responden Langsung Teruskan Hoax,
diakses 6 Juli 2018, dari https://www.antaranews.com/ berita/ 612245/
survei-satu-persen-responden-langsung-teruskan-hoax.
Mubasyaroh. 2017. Melawan Hoax di Media Sosial dan Media Massa. Yogyakarta:
Trustmedia Publishing.
Muhaemin, Enjang. Darsono, Dono. 2012. Secangkir Peristiwa Di Mata Wartawan,
Bandung: Mimbar Pustaka.
Muhtadiah, Dian. 2018. Peran Jurnalisme Profetik Menghadapi Hoax. Makassar:
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang: Cespur.
Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Romli, Asep. 2012. Jurnalistik Online. Bandung: Nuansa Cendekia.
Sumadiria, Haris. 2014. Jurnalistik Indonesia. Bandung: Simbiosa.
Yuliani, Ayu. TT. Ada 800.000 Situs Penyebar Hoax, diakses 16 Mei 2018, dari
https://kominfo.go.id/ content/detail/12008/ada-800000-situs-
penyebar-hoax-diindone-sia/0/sorotan media.
Yunus, Syarifudin. 2010. Jurnalistik Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia.