Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Ilmu Jurnalistik

Volume 3, Nomor 4, 2018, 39-56


Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/jurnalistik

Strategi Wartawan Online dalam Mencegah Berita


Hoax
Nadia Desti Manika1*, Imron Rosyidi2, Enjang Muhaemin1
1Jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
2Jurusan Ilmu Komunikasi Humas, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
*Email : nadiadestimanika@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komitmen, tahapan pemberitaan
wartawan online anggota PWI Kota Bandung dalam mencegah berita hoax, serta
standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax. Pendekatan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori informasi organisasi Karl Weick.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam menjaga komitmennya, wartawan
online anggota PWI Kota Bandung melakukan pemberitaan berdasarkan Kode
Etik Jurnalistik, serta melakukan verifikasi berdasarkan Pedoman Pemberitaan
Media Siber. Dalam pemberitaannya, wartawan online anggota PWI Kota
Bandung melewati tiga tahapan yaitu; pra-liputan, liputan, dan pasca-liputan.
Standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax, yaitu berita yang mentaati
peraturan berdasarkan Kode Etik Jurnalistik, memenuhi unsur penting dan
menarik berdasarkan unsur berita, dan memenuhi unsur dasar berita berdasarkan
5W1H.
Kata Kunci : Strategi; Wartawan; Media Online; Hoax.

ABSTRACT
This study aims to determine the commitment, the stages of reporting carried out by online
journalists from the members of PWI in Bandung, as well as news standards that are not
contaminated with hoaxes. The approach in this study uses a qualitative approach with
descriptive methods. The theory used in this study is Karl Weick's organization information
theory. The results of this study indicate that in maintaining its commitment, online journalists
from the PWI members of Bandung City conduct reports based on the Journalistic Code of
Ethics, as well as carry out verification based on the Cyber Media News Guidelines. In his
news, online journalists from the PWI member of Bandung City passed three stages, namely;

Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Desember 2018 39


N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

pre-coverage, coverage, and post-coverage. News eligibility standards that are not contaminated
with hoaxes, namely news that complies with regulations based on the Journalistic Code of
Ethics, fulfills important and interesting elements based on news elements, and fulfills the basic
elements of the news based on 5W1H.
Keywords: Strategy; Reporter; Online Media; Hoax.

PENDAHULUAN
Teknologi di Indonesia berkembang sangat pesat. Sebelum teknologi berkembang
pesat, untuk mencari informasi masyarakat bisa mendapatkannya melalui media
cetak; surat kabar, majalah, dan media elektronik; radio, televisi. Namun setelah
teknologi berkembang pesat, masyarakat mulai beralih menggunakan media online.
Pada dasarnya semua jenis media yang memerlukan koneksi internet bisa disebut
media online. Media online dalam bahasa Indonesia disebut media Daring. Daring
merupakan singkatan Dalam jaringan, yakni jaringan internet. Menurut Heryanto
dalam Jurnal Ilmu Dakwah, internet sebagai media baru merupakan saluran
komunikasi yang bisa menjadi ruang publik baru. Terutama setelah migrasi web
1.0 ke web 2.0, pengguna internet terhubung ke banyak situs jejaring sosial dan
weblog interaktif untuk berbagai informasi, ide, dan pemikiran (Heryanto, 2016:
173).
Seiring dengan pertumbuhan pengguna internet yang demikian pesat,
disertai dengan kebiasaan masyarakat untuk dapat memperoleh informasi secara
cepat, membuat media online unggul dibanding media lainnya. Media online adalah
media massa yang tersaji secara online di situs web (website) internet (Romli, 2012:
30). Keunggulan media online yang bisa menyebarluaskan informasi dengan cepat
tidak membuat media online menjadi paling sempurna. Sekarang ini, orang begitu
mudah mengaku jurnalis atau wartawan hanya karena pernah mengirim satu-dua
berita atau tulisan ke surat kabar atau media daring internet. Setiap orang kini
dengan mudah mendirikan dan membuka media massa daring internet sehingga
informasi bisa didapat dengan mudah dan cepat. Namun dibalik penyebaran
informasi yang sangat cepat, tidak menutup kemungkinan bahwa informasi yang
disampaikan merupakan kabar bohong (hoax). Hoax merupakan suatu
ketidakbenaran yang beredar di masyarakat.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa ada
sekitar 800 ribu situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar
informasi palsu (Yuliani, TT). Meningkatnya pengguna internet secara signifikan
telah disalahgunakan oleh oknum tertentu, baik yang hanya lelucon saja, hingga
yang memiliki kepentingan tertentu atau demi keuntungan pribadi. Menanggapi
hal tersebut, Kemenkominfo terus memantau dan menutup situs-situs berkonten
negatif dan hoax. Berdasarkan data Kemenkeminfo, hingga Desember 2016
40 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial

pihaknya telah menutup sebanyak 773.339 situs negatif. Mengingat hoax begitu
menjamur di Indonesia, Ketua Asosiasi Perusahaan Public Relation Indonesia
(APRI), Suharjo Nugroho melihat ada korelasi antara menjamurnya hoax dengan
rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Data UNESCO menyebutkan minat
baca di Indonesia 0,001 artinya satu orang dari seribu orang yang membaca buku.
Tidak hanya itu, pengguna gawai di Indonesia mencapai 60 juta, urutan terbesar
kelima di dunia sehingga semakin mudah untuk mengakses media daring yang
didalamnya banyak ditemukan hoax (Iskandar, 2017).
Berdasarkan data tersebut, beredarnya hoax paling banyak ditemukan di
media sosial. Di era modern saat ini, media online dan media sosial menjadi sesuatu
yang tidak dapat terpisahkan karena masih berada dalam jaringan yang sama, yakni
menggunakan jaringan internet. Namun seringkali masyarakat tidak bisa
membedakan mana informasi yang berasal dari opini netizen, dan mana informasi
yang berasal dari portal berita online atau biasa disebut media siber. Media siber
adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dalam
melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang
Pokok Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan oleh Dewan Pers.”
(Dewan Pers, 2010).
Maraknya hoax melahirkan keprihatinan sekaligus kesadaran berbagai pihak
mengenai pentingnya segera dilakukan upaya untuk meredam hoax. Hoax bukan
merupakan produk jurnalistik, namun sering dikaitkan dengan pemberitaan. Oleh
karena itu peran pers sangat diperlukan agar hoax tidak lagi menjamur di
masyarakat. Wartawan khususnya media daring harus bisa mencegahnya dan
memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sesuai dengan kode etik
jurnalistik, dan juga mengacu pada Pedoman Pemberitaan Media Siber. Dirjen
Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Rosarita Niken menyebutkan insan pers harus lebih cermat dan
berperan mengurangi hoax di tengah eksistensi media sosial yang memungkinkan
siapa saja memproduksi berita dengan mengabaikan etika jurnalistik.
Wartawan merupakan ujung tombak menangkal hoax yang semakin banyak
beredar di media online. Dengan adanya Pedoman Pemberitaan Media Siber ini
diharapkan wartawan khususnya media online dapat menjadi pelopor pencegah
hoax. Tidak hanya mengacu pada Pedoman Pemberitaan Media Siber saja, tetapi
wartawan juga perlu memiliki strategi dalam mencegah berita hoax. Strategi di sini
dimaknai sebagai rencana, taktik, dan cara untuk mencapai apa yang diinginkan
(Effendy, 2007: 32). Penelitian ini dikhususkan meneliti media online karena media
online saat ini paling banyak diminati, dan juga sangat berpengaruh bagi
masyarakat. Peneliti memilih PWI Kota Bandung sebagai subjek penelitian karena
PWI merupakan organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia. Selain itu,
peneliti memilih PWI supaya informan yang didapat lebih beragam dan berasal
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 41
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

dari media online yang berbeda. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui
strategi yang dilakukan wartawan online anggota PWI Kota Bandung dalam
mencegah berita hoax dari media online yang berbeda.
Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang tertuang dalam
jurnal. Penelitian ini dilakukan oleh Dian Muhtadiah, Dosen Jurusan Ilmu
Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Makassar dengan judul “Peran
Jurnalisme Profetik Menghadapi Hoax”. Penelitian ini menggunakan metode
deksriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah etika jurnalisme menjadi kunci
bagi wartawan di tengah upaya bertahan menjadi garda terdepan dalam
penyebaran informasi. Jurnalisme dalam perspektif Islam telah menawarkan solusi
tersebut terlebih dulu dalam menghadapi hoax. Solusi yang bersumber dari Al-
Qur’an dan hadits. Terkait mampu atau tidaknya seorang wartawan dalam
menyampaikan informasi berdasarkan fakta, kembali kepada hati nurani masing-
masing (Muhtadiah, 2018). Korelasinya dengan penelitian ini adalah sama-sama
mengulas mengenai sikap jurnalis menghadapi hoax, hanya bedanya pada
penelitian saudara Dian ini mengangkat mengenai peran jurnalis profetik
menghadapi hoax yang mana solusinya ialah bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits
mengenai larangan membuat atau menyebarkan berita bohong atau fitnah.
Berdasarkan uraian sebelumnya serta penelitian terdahulu, maka peneliti
merasa tertarik untuk melakukan penelitian seputar strategi wartawan online
anggota PWI Kota Bandung dalam mencegah berita hoax. Agar penelitian lebih
terarah, maka masalah tersebut dirumuskan menjadi pertanyaan penelitian sebagai
berikut: 1) Bagaimana komitmen wartawan online anggota PWI Kota Bandung
dalam mencegah berita hoax?, 2) Bagaimana tahapan pemberitaan yang dilakukan
wartawan online anggota PWI Kota Bandung dalam mencegah berita hoax?, 3)
Bagaimana standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax menurut
wartawan online anggota PWI Kota Bandung?.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori informasi organisasi untuk
mendukung dalam pengkajian penelitian, dengan alasan bahwa teori ini cukup
relevan dengan penelitian ini. Studi deskriptif turut digunakan dengan alasan agar
permasalahan yang diteliti menjadi berkembang dan mendalam setelah peneliti
melakukan penelitian di lapangan. Selain itu, peneliti juga hendak menyuguhkan
fakta secara apa adanya, sesuai dengan tujuan penelitian deskriptif kualitatif, yakni
mengungkap fakta, fenomena, serta keadaan yang terjadi ketika penelitian
berlangsung dan menyuguhkan apa adanya.

LANDASAN TEORITIS
Hoax akhir-akhir ini menjadi buah bibir dan bahan perbincangan yang hangat di
berbagai media, baik media massa maupun media sosial lainnya. Hoax atau berita
bohong disinyalir dapat menjadi fitnah yang akan merugikan pihak-pihak yang
42 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial

ada dalam berita bohong tersebut. Hoax bukan ada dengan sendirinya, tetapi
memang sengaja dibuat dengan tujuan tertentu, dan ada pengelolaannya, sehingga
keberadaannya terkadang melanggar norma yang ada.
Pengelola situs hoax berupaya membuat kontennya menjadi viral alias
menyebar luas lewat media sosial. Semakin viral sebuah konten, semakin
tinggi pula trafik yang masuk ke situs pembuat hoax, sehingga pada
gilirannya meningkatkan potensi pendapatan dari iklan (Mubasyaroh, 2017:
138-139).
Berita hoax memang mudah mempengaruhi masyarakat, karena terkadang
berita yang disampaikan dikaitkan dengan masalah aktual sehingga menjadi hot
news. Seperti persitiwa tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di Danau
Toba yang terjadi pada 18 Juni 2018 lalu, banyak beredar foto di dunia maya
seolah menujukkan foto tersebut merupakan bangkai kapal. Dilansir dari idntimes,
foto tersebut memperlihatkan fisik KM Sinar Bangun dalam keadaan karam di
dasar Danau Toba dengan kedalaman sekira 500 meter. Hal ini menimbulkan
tanda tanya besar, pasalnya hingga saat ini tim dari Badan SAR Nasional masih
terus melakukan pencarian fisik kapal yang tenggelam pada Senin, 18 Juni 2018
lalu. Beredarnya foto tersebut, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Sutopo Nugroho menduga kuat foto tersebut adalah hoax. Sutopo menanggapi,
secara logika pada kedalaman tersebut tidak mungkin bangkai kapal bisa difoto
karena kondisi dasar danau yang gelap gulita.
Sebagai pembaca dan pemerhati berita, sebaiknya kita perlu mengklarifikasi
atau membandingkan satu sumber dengan sumber lainnya, agar tidak termakan
berita hoax di media massa maupun media sosial. Berita atau pesan apapun akan
mudah tersebar melalui media massa maupun media sosial seperti; facebook, twitter,
whatsapp, serta media sosial lainnya yang sekarang sedang menjadi trend di
masyarakat. Hal ini terjadi karena media massa bersifat terbuka, artinya
komunikasi massa itu pesannya ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan
untuk sekelompok orang tertentu.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hoax dibuat dengan tujuan
tertentu oleh “oknum” yang memiliki kepentingan. Hoax tentu bukan merupakan
produk jurnalistik karena dalam sebuah pemberitaan ada hal-hal yang harus
dipenuhi, termasuk harus adanya sumber yang valid, juga wajib dibuktikan dengan
dokumen baik berupa foto atau rekaman saat wawancara dengan narasumber,
sedangkan hoax berasal dari sumber yang tidak jelas. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa ada saja “oknum” yang tidak bertanggung jawab yang juga turut
menyebarkan berita hoax, sehingga hal ini membuat resah di kalangan masyarakat.
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 43
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

Berkaitan dengan sebuah pemberitaan, wartawan memiliki fungsi dan peranan


yang sangat penting dalam mencegah terjadinya hoax.
Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan
jurnalistik berupa mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran lainnya (Yunus, 2010: 38).
Berdasarkan pengertian wartawan tersebut, dalam hal ini perlu adanya
strategi atau langkah yang dilakukan oleh wartawan khususnya wartawan media
online yang tergabung dalam organisasi PWI Kota Bandung. Strategi di sini
merujuk kepada pengertian strategi menurut Effendy dalam bukunya berjudul
Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek), strategi merupakan perencanaan dan
manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah
saja, melainkan harus mampu menujukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Strategi merupakan faktor yang sangat penting dalam berbagai hal guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. “Strategi yang dirumuskan haruslah strategi yang
betul-betul menawarkan alternatif pemecahan, tidak hanya dataran konseptual
melainkan juga dataran operasional” (Effendy, 2007: 32).
Penelitian ini menggunakan anggota PWI sebagai objek penelitian, yang
mana PWI merupakan sebuah organisasi sehingga teori yang cocok untuk
digunakan dalam penelitian ini adalah teori informasi organisasi Karl Weick.
Menurut Syaiful dalam bukunya berjudul Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam dan
Aplikasi, teori Informasi Organisasi yang dikembangkan oleh Karl Weick,
organisasi adalah sebuah sistem yang mengumpulkan, mengelola, dan
menggunakan informasi yang mereka terima dari lingkungan yang masih
membingungkan atau ambigu kemudian informasi tersebut ditafsir dan
dikomunikasikan sehingga menjadi informasi yang masuk akal (Syaiful, 2009:
143). Teori Weick digunakan dalam penelitian ini sebagai landasan teoritis yang
kuat untuk menjelaskan cara organisasi khususnya Persatuan Wartawan Indonesia
Kota Bandung dalam memahami informasi yang diterimanya bagi keberadaan
organisasi tersebut. Terkadang informasi yang diterima oleh sebuah organisasi
bersifat ambigu dan membutuhkan suatu sistem informasi organisasional yang
jelas untuk mengurangi keambiguitasan tersebut. Teori Informasi Organisasi ini
berfokus pada proses pengorganisasian anggota organisasi untuk mengelola
informasi daripada berfokus pada struktur organisasi itu sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN


44 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial

Aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia memperoleh wadah dan


wahana yang berlingkup nasional pada tanggal 9 Februari 1946 dengan
terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Kelahiran PWI di
tengah kancah perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman
kembalinya penjajahan, melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan
Indonesia dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan,
kehormatan serta integritas bangsa dan negara. Bahkan dengan kelahiran PWI,
wartawan Indonesia menjadi semakin teguh dalam menampilkan dirinya sebagai
ujung tombak perjuangan nasional menentang kembalinya kolonialisme dan
dalam menggagalkan negara-negara noneka yang hendak meruntuhkan Republik
Indonesia.
Persatuan Wartawan Indonesia selanjutnya dikenal dengan nama PWI yang
merupakan organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia. PWI berdiri pada 9
Februari 1946 di Surakarta bertepatan dengan Hari Pers Nasional. PWI
beranggotakan wartawan yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini PWI
dipimpin oleh Margiono selaku ketua umum yang menjabat sejak 2013 hingga
2018. Berdirinya organisasi PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam
menentang kolonialisme di Indonesia melalui media dan tulisan. Setelah berdirinya
PWI, organisasi serupa juga didirikan. Organisasi tersebut adalah Serikat Penerbit
Suratkabar atau SPS pada Juni 1946. Serikat Penerbit Suratkabar mengganti
namanya menjadi Serikat perusahaan Pers pada 2011, bertepatan dengan hari jadi
SPS yang ke-65. Kepentingan untuk mendirikan SPS pada waktu itu bertolak dari
pemikiran bahwa barisan penerbit pers nasional perlu segera ditata dan dikelola,
dalam segi idiil dan komersialnya, mengingat saat itu pers penjajah dan pers asing
masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya. Karena jarak
waktu pendiriannya yang berdekatan dan memiliki latar belakang sejarah yang
serupa, PWI dan SPS diibaratkan sebagai “kembar siam” dalam dunia jurnalistik.
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai enam informan untuk mendukung
dalam pemenuhan data pada penelitian ini. Dalam menentukan jumlah informan,
peneliti mengacu pada pendapat Dukes yang mensyaratkan jumlah informan harus
sebanyak tiga sampai dengan sepuluh informan. Kelima informan ini merupakan
wartawan media online yang tergabung dalam organisasi Persatuan Wartawan
Indonesia Kota Bandung. Informan tersebut merupakan orang-orang penting dan
berpengalaman di dalam organisasi Persatuan Wartawan Indonesia khususnya
Pokja Kota Bandung, diantaranya Wakil Ketua PWI Pokja Bandung, Litbang PWI
Pokja Bandung, CEO media online yang tergabung dalam organisasi PWI Pokja
Bandung, Pemimpin Redaksi, serta wartawan yang juga merangkap menjadi CEO
media online.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian ini
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 45
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

memberikan beberapa hasil yang menggambarkan strategi wartawan online dalam


mencegah berita hoax. Hasil wawancara dengan keenam informan juga
memberikan wawasan yang lebih luas terkait dunia kewartawanan yang sebenarnya
secara praktik di lapangan, terlebih tentang strategi wartawan dalam mencegah
berita hoax di lapangan.
Peneliti menyajikan data berdasarkan hasil observasi dan penelitian di
lapangan bersama keenam informan. Penelitian ini menghasilkan berbagai
pendapat, pernyataan ataupun ungkapan dari para informan yang dapat dibagi
kedalam tiga hasil terkait strategi wartawan online dalam mencegah berita hoax,
yaitu mengenai komitmen wartawan dalam mencegah berita hoax, tahapan
pemberitaan yang dilakukan wartawan online dalam mencegah berita hoax, dan
standar kelayakan berita wartawan online dalam mencegah berita hoax. Ketiga hasil
penelitian yang telah dibagi tersebut akan diuraikan satu persatu dalam gambaran
hasil penelitian ini.
Komitmen Wartawan dalam Mencegah Berita Hoax
Komitmen wartawan dalam mencegah berita hoax menjelaskan tentang
bagaimana komitmen wartawan dalam mencegah berita hoax, serta acuan yang
mengatur tentang larangan memproduksi atau menyebarkan berita hoax. Bagi
wartawan, hoax merupakan hal yang harus diperangi. Wartawan khususnya yang
tergabung dalam organisasi PWI wilayah Jawa Barat sudah menyepakati
“Deklarasi Anti Hoax, Masyarakat dan Pers Jawa Barat” yang dihadiri Gubernur
Jawa Barat Periode 2013-2018 Ahmad Heryawan pada 15 Maret 2017 lalu.
Dilansir dari pikiranrakyat.com, pada pembukaan deklarasi tersebut unsur
masyarakat dan pers Jawa Barat menyatakan menolak semua bentuk hoax.
Persatuan Wartawan Indonesia merupakan organisasi profesi wartawan
pertama di Indonesia yang beranggotakan wartawan Indonesia dan memiliki
fungsi sebagai alat perjuangan bangsa, Wartawan Indonesia bertekad melanjutkan
tradisi patriotik dalam semangat demokrasi. Dalam dunia jurnalistik, seorang
wartawan memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Informasi yang disampaikan kepada publik menyangkut kepentingan umum,
bukan untuk kepentingan pihak tertentu. Maka dalam menjalankan tugasnya
sebagai wartawan harus memegang teguh komitmennya sebagai wartawan,
terlebih bagi yang telah tergabung dalam organisasi PWI. Sebagaimana tertulis
dalam PDPRT PWI, dimana salah satu tujuan PWI adalah terpenuhinya hak
publik memperoleh informasi yang tepat, akurat, dan benar. Pembahasan
mengenai komitmen wartawan dalam mencegah berita hoax dibagi menjadi dua
bagian, yaitu melakukan pemberitaan berdasarkan Kode Etik Jurnalistik dan
melakukan verifikasi berdasarkan Pedoman Pemberitaan Media Siber dengan
uraian sebagai berikut.
46 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial

Seluruh informan dalam penelitian ini yakni wartawan online anggota PWI
Kota Bandung sepakat untuk anti hoax. Adapun strategi yang dilakukan oleh
wartawan PWI Kota Bandung dalam menjaga komitmennya untuk mencegah
berita hoax, strategi yang pertama yaitu dengan melakukan pemberitaan
berdasarkan Kode Etik Jurnalistik. Dalam melakukan sebuah pemberitaan, setiap
wartawan dituntut untuk menaati Kode Etik Jurnalistik sebagaimana diatur dalam
Undang-udang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 1 Kode Etik
Jurnalistik disebutkan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen,
menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Isi dalam
Pasal 1 tersebut sejalan dengan komitmen wartawan PWI Kota Bandung dalam
mencegah berita hoax, yaitu dengan menghasilkan berita yang akurat berdasarkan
fakta, dan berimbang.
Seperti yang dijelaskan Ahmad Syukri, salah satu informan dalam penelitian
ini, ia mengatakan bahwa komitmen sebagai wartawan adalah harus anti hoax.
Komitmen wartawan dalam mencegah berita hoax khususnya dalam organisasi
PWI telah diatur dalam PDPRT PWI. Dimana dalam PDPRT PWI Pasal 2 ayat 3
berisi mengenai peraturan dasar PWI ialah mengacu kepada Kode Etik Jurnalistik.
Menurutnya, media harus tetap menjadi pegangan bagi masyarakat untuk
memperoleh informasi berdasarkan data dan fakta. Selaras dengan Ahmad Syukri,
informan lainnya yakni Asep Budianto menjelaskan bahwa hoax sangat beresiko
bagi pembaca, maka dirinya berkomitmen terhadap Kode Etik Jurnalistik.
Sebelum membicarakan kode etik yang dibuat lembaga pers, terlebih dahulu kita
pahami apa itu kode etik atau yang disebut etika. Menurut Nurudin dalam bukunya
Komunikasi Massa, definisi etika dapat dijelaskan bahwa etika adalah nilai mengenai
benar dan salah yang dianut oleh golongan tertentu (2004: 229). Dimana dalam
Kode Etik Jurnalistik tersebut tertulis bahwa setiap wartawan wajib memberitakan
yang sesuai fakta dan harus berimbang. Menurutnya, hoax sangat bertentangan
dengan aturan Kode Etik Jurnalistik karena jika berbicara hoax sudah jelas tidak
seimbang. Sehingga atas resiko yang tinggi, sebagai wartawan ia lebih selektif
ketika ada informasi yang didapat baik dalam bentuk selebaran, maupun dalam
media sosial, sesuai dengan aturan yang tadi telah dijelaskan bahwa setiap
wartawan harus melakukan cek dan ricek atas informasi yang didapat.
Strategi kedua yang dilakukan dalam menjaga komitmen dalam mencegah
berita hoax yakni dengan melakukan verifikasi berdasarkan Pedoman Pemberitaan
Media Siber. Terkait verifikasi, Dewan Pers melakukan upaya untuk mencegah
‘media abal-abal’ menyebarkan ribuan hoax dengan melakukan verifikasi
perusahaan pers terlebih dahulu.
Dalam situasi menjamurnya “media abal-abal”, serbuan informasi hoax dan
produsen berita palsu yang semakin marak pasca Pemilu 2014, verifikasi
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 47
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

perusahaan pers juga bisa menjadi instrumen untuk memperkuat dan


mereposisi media-media arus utama menghasilkan berita-berita yang
berkualitas, terverifikasi dan bertanggungjawab serta memberikan dampak
yang baik bagi masyarakat (Dewan Pers, 2017: 9).
Berangkat dari verifikasi perusahaan pers yang dilakukan oleh Dewan Pers
tersebut, maka media-media online yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers
khususnya yang tergabung dalam anggota PWI Kota Bandung wajib membuat
berita yang berkualitas dan memberikan dampk yang baik bagi masyarakat. Dari
keenam informan, jawaban yang mendominasi yakni informan sepakat bahwa
yang membedakan berita fakta dengan hoax terletak pada adanya verifikasi.
Verifikasi dalam sebuah berita merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan
oleh setiap wartawan terlebih bagi media online. Pasalnya, seiring dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat masyarakat beralih
dengan menggunakan media online karena dianggap mudah dan cepat dalam
memperoleh informasi. Maka untuk mencegah berita hoax tersebut wartawan
dituntut untuk selalu melakukan cek dan ricek atau verifikasi sesuai aturan yang
ada dalam poin dua Pedoman Pemberitaan Media Siber. Menurut Bambang, salah
satu informan dalam penelitian ini, hoax dibuat dengan tujuan memojokkan
seseorang untuk kepentingan tertentu. Sedangkan dalam sebuah berita, selain
harus ada sumber yang jelas juga setidaknya harus ada dua narasumber yang
berimbang. Maka dalam mencegah berita hoax tersebut ia menyepakati bahwa
dalam mencegah berita hoax harus dilakukan pengecekan atau verifikasi.
Dalam sebuah pemberitaan, verifikasi merupakan hal yang sangat penting
untuk dilakukan karena verifikasi tersebut merupakan salah satu upaya dalam
mencegah berita hoax. Wartawan dituntut untuk selalu teliti dalam melaksanakan
tugasnya karena menyangkut kepentingan umum, bukan hanya kepentingan suatu
kelompok. Dalam Jurnalistik Islam, teliti adalah salah satu prinsip yang harus
dipegang kuat. Dalam Islam, istilah ini dikenal dengan tabayyun. Tabayyun artinya
meneliti atau mengklarifikasi tentang kebenaran suatu berita yang datang atau yang
kita terima. Ketelitian bukan hanya urusan duniawi seperti nama baik,
profesionalisme atau kredibilitas, tapi juga terkait urusan akhirat. Hal tersebut
terkait langsung dengan Allah Ta’ala dan perintah pentingnya tabayyun dalam
menerima suatu berita yang Allah sampaikan dalam QS. Al-Hujurat (49): 6.
Adanya hoax tentu merupakan musuh bagi wartawan yang harus diperangi.
Sebagaimana disampaikan oleh seluruh informan melalui wawancara dengan
peneliti, mereka sepakat bahwa hoax harus diperangi dan harus diberantas. Mereka
menilai hoax merupakan sesuatu yang dapat merugikan salah satu pihak. Hal
tersebut tentu sangat berlawanan dengan tugas wartawan yang wajib
menyampaikan informasi yang akurat dan berimbang sebagaimana diatur dalam
48 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial

Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 yang berisi “Wartawan Indonesia bersikap


independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad
buruk”. Berimbang disini berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
Sementara hoax hanya melibatkan satu pihak saja. Dengan begitu sangat tidak
dibenarkan jika ada wartawan yang menjadi pelaku ‘hoax’. Seperti yang
disampaikan oleh informan 6 Herry Kusraeli, ia mengatakan jika ada wartawan
yang menjadi pelaku hoax, ia berani mengatakan bahwa wartawan tersebut
merupakan ‘oknum’. Karena wartawan professional tidak mungkin melakukan hal
tersebut, terlebih yang telah tergabung dalam organisasi Persatuan Wartawan
Indonesia. Untuk dapat masuk ke dalam organisasi PWI memerlukan seleksi tiga
tahap mulai dari teori hingga praktik. Sehingga kecil kemungkinan wartawan PWI
melakukan hal yang menyimpang dari Kode Etik Jurnalistik karena setiap tindakan
akan ada konsekuensinya.
Hasil penelitian berdasarkan aspek pengetahuan dan pengalaman terhadap
komitmen wartawan untuk tidak memproduksi atau menyebarkan berita hoax
adalah semua wartawan online khususnya yang tergabung dalam organisasi PWI
Kota Bandung berkomitmen untuk anti hoax dengan cara melakukan pemberitaan
berdasarkan Kode Etik Jurnalistik dan melakukan verifikasi berdasarkan Pedoman
Pemberitaan Media Siber. Dalam menjaga komitmen tersebut seluruh informan
kembali lagi mengingat kepada Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan
Media Siber yang berisi segala kewajiban dan larangan dalam kegiatan
kewartawanan.
Tahapan Pemberitaan dalam Mencegah Berita Hoax
Hoax akhir-akhir ini menjadi buah bibir dan bahan perbincangan yang hangat di
berbagai media, baik media massa maupun media sosial lainnya. Hoax atau berita
bohong disinyalir dapat menjadi fitnah yang akan merugikan pihak-pihak yang ada
dalam berita bohong tersebut. Hoax bukan ada dengan sendirinya, tetapi memang
sengaja dibuat dengan tujuan tertentu, dan ada pengelolaannya, sehingga
keberadaannya terkadang melanggar norma yang ada. Berdasarkan hal tersebut
maka sebagai seorang wartawan perlu melakukan strategi dalam tahapan
pemberitaan agar terbebas dari hoax.
Tahapan pemberitaan dalam mencegah berita hoax menjelaskan tentang
bagaimana tahapan atau proses pemberitaan yang dilakukan agar terbebas dari
berita hoax. Tahap pemberitaan ini berkaitan dengan kegiatan jurnalistik.
Jurnalistik menurut Effendy dalam Suhandang (2004: 24) yaitu keterampilan atau
kegiatan mengolah bahan berita, mulai dari peliputan sampai kepada penyusunan
yang layak disebarluaskan kepada masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut
maka tahap pemberitaan yang peneliti maksud adalah kegiatan yang biasa
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 49
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

dilakukan dalam proses pemberitaan yaitu dimulai dari proses perencanaan,


pencarian, dan penyebaran informasi. Namun yang membedakan dalam tahapan
pemberitaan ini adalah adanya pengecekan terlebih dahulu sebelum dilakukan
penyebaran informasi. Pengecekan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh
wartawan PWI Kota Bandung dalam mencegah berita hoax. Berdasarkan hal
tersebut maka peneliti membagi tahapan pemberitaan menjadi tiga tahapan yaitu
tahap pra-liputan melalui proses perencanaan, tahap liputan melalui proses
pencarian, dan tahap pasca-liputan melalui proses pengecekan dengan uraian
sebagai berikut.
Tahap pertama yang dilakukan oleh wartawan adalah tahap pra- liputan
melalui proses perencanaan. Menurut Sumadiria dalam bukunya berjudul
Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature (2014: 94), berita yang baik adalah
hasil dari perencanaan yang baik. Kita harus mencari dan menciptakan berita.
Untuk pencarian berita yang diduga, dalam tahap ini redaksi melakukan rapat
proyeksi, yakni perencanaan tentang informasi yang akan disajikan. Rapat proyeksi
ini dilaksanakan pada sore atau malam hari, yang dihadiri oleh redaktur, dan juga
beberapa wartawan. Dalam rapat proyeksi ini setiap wartawan dapat mengajukan
usulan liputan. Dalam rapat proyeksi juga dibahas mengenai narasumber yang
akan dijadikan sumber informasi mengenai isu yang akan diangkat. Sebelum
melakukan liputan ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh wartawan seperti;
kerangka acuan dan pertanyaan, memahami isu yang akan diangkat, dan
mempelajari konteks pemberitaan. Dalam tahap perencanaan sebelum melakukan
liputan, wartawan harus memiliki bekal tentang apa saja yang akan dilakukannya,
wartawan harus membuat kerangka acuan dan pertanyaan. Wartawan juga harus
menguasai topik pembicaraan untuk menghindari ketidakpahaman akan isu yang
diangkat. Wartawan juga harus mempelajari konteks pemberitaan terlebih dahulu
agar berita yang diangkat memiliki nilai berita.
Tahap berikutnya yang dilakukan oleh wartawan online anggota PWI Kota
Bandung yakni melakukan tahap liputan melalui proses pencarian. Bagian
terpenting dari proses pencarian berita adalah sumber dan narasumber yang tepat.
Sumber berita adalah tempat atau dari mana asalnya berita tersebut diperoleh. Bagi
seorang wartawan, kegiatan pertama yang perlu dilakukan setelah perencanaan
adalah mencari dan menemukan sumber berita. Sebagai wartawan, jika menerima
informasi darimana pun sumbernya, wartawan tidak boleh menelan informasi
tersebut mentah-mentah. Perlu dilakukan proses pengecekan karena informasi
yang didapat belum tentu merupakan informasi yang benar adanya (hoax).
Sebagaimana pendapat informan 1 (Abud Heryanto), ia mengatakan bahwa hoax
berasal dari sumber. Wartawan tidak bisa disalahkan karena tugasnya hanya
menyampaikan. Mengingat pentingnya sumber dalam sebuah pemberitaan, tidak
semua layak untuk dijadikan narasumber. Dalam upaya mencegah berita hoax, yang
50 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial

layak dijadikan narasumber adalah narasumber yang qualified.


Selanjutnya hal lain yang penting dilakukan dalam pencarian berita yaitu
memenuhi unsur dasar berita 5W1H. Menurut Sumadiria dalam bukunya berjudul
Jurnalistik Indonesia (2014: 118), agar berita lengkap, akurat dan sekaligus memenuhi
standar teknik jurnalistik maka dalam penulisannya harus menggunakan rumus
5W1H. Dengan menggunakan rumus 5W1H, berita akan mudah disusun dalam
pola yang sudah baku dan mudah serta cepat dipahami isinya oleh pembaca,
pendengar, atau pemirsa. Dalam setiap peristiwa yang dilaporkan, harus terdapat
enam unsur dasar yakni apa (what), siapa (who), kapan (when), di mana (where),
mengapa (why), dan bagaimana (how) (Sumadiria, 2014: 118). Seperti yang
dilakukan oleh informan 5 (Ferry Ardiyansyah) ia mengungkapkan bahwa hoax di
Indonesia sangat masif. Kemajuan teknologi membuat masyarakat bisa
mengunggah apapun baik tulisan, foto, video dan sebagainya padahal itu belum
tentu informasi yang benar adanya. Untuk menghindari hoax tersebut ia selalu
melakukan pemberitaan yang memenuhi unsur dasar berita 5W1H.
Tahap terakhir yang dilakukan oleh wartawan online anggota PWI Kota
Bandung yakni melakukan tahap pasca-liputan melalui proses pengecekan. Tahap
pasca-liputan ini merupakan tahap terakhir sebelum berita dipublikasikan ke
khalayak. Dalam tahap ini, wartawan menyerahkan naskah berita kepada redaksi
untuk dicek, dikoreksi, dan diedit oleh bagian keredaksian. Setelah berita tersebut
memenuhi unsur pemberitaan 5W1H, kemudian bagian redaksi akan langsung
memuat berita tersebut ke dalam portal berita agar dapat dibaca oleh publik. Hal
ini selalu dilakukan oleh wartawan PWI Kota Bandung dalam upaya mencegah
terjadinya berita hoax. Menurut beberapa informan, hoax bisa terjadi karena tidak
adanya pengecekan terlebih dahulu kepada pihak terkait. Maka dari itu, wartawan
khususnya yang tergabung dalam organisasi PWI Kota Bandung selalu mengecek
kebenaran berita tersebut sebelum dipublikasikan kepada masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara mengenai tahapan pemberitaan, tahap terakhir
yang paling penting untuk dilakukan adalah tahap pengecekan atau verifikasi yang
dilakukan oleh redaktur. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa seluruh informan
sepakat untuk selalu melakukan pengecekan dari setiap berita yang dibuat oleh
wartawan. Dalam pengecekan ini dilakukan dengan berbagai upaya seperti
menanyakan langsung kepada narasumber terkait atau pengecekan terhadap
sumber berita. Dalam setiap pemberitaan yang dilakukan oleh wartawan, sebagai
penerapan dari Pedoman Pemberitaan Media Siber mengenai verifikasi berita
media siber, para informan selalu melakukan verifikasi terhadap suatu informasi,
dan juga menyajikan berita yang berimbang. Hal tersebut saling berkaitan dengan
pembahasan sebelumnya bahwa untuk membedakan hoax dan bukan hoax dapat
dilihat dari keberimbangan berita. Maka hal yang dilakukan oleh para informan
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 51
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

untuk mencegah terjadinya berita hoax adalah selalu melakukan verifikasi dan
menyajikan berita yang berimbang. Dengan begitu sebuah pemberitaan akan
terbebas dari hoax karena sudah melalui proses verifikasi.
Mengenai tahapan pemberitaan dalam mencegah berita hoax dapat
dijelaskan bahwa dalam tahap pemberitaan ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu
tahap pra-liputan melalui proses perencanaan, tahap liputan melalui proses
pencarian, serta tahap pasca-liputan melalui proses pengecekan. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut tahap pertama yang dilakukan adalah tahap pra-liputan melalui
proses perencanaan, dimana dalam proses perencanaan ini wartawan PWI Kota
Bandung melakukan rapat proyeksi. Rapat proyeksi ini dilakukan sehari sebelum
pemberitaan, dengan tujuan untuk membahas apa yang akan diberitakan atau
minimal wartawan konfirmasi kepada redaktur mengenai berita yang akan diliput.
Kemudian tahap kedua yaitu tahap liputan melalui proses pencarian, dimana
dalam proses pencarian ini wartawan dituntut untuk menemukan sumber dan
narsumber yang tepat. Tidak hanya itu, wartawan juga dituntut untuk memenuhi
unsur dasar berita 5W1H dalam setiap pemberitaannya. Dengan begitu sebuah
berita akan terbebas dari hoax karena sudah memenuhi unsur dasar 5W1H yang
dapat dipertanggungjawabkan oleh wartawan.
Standar Kelayakan Berita yang Tidak Terkontaminasi Hoax
Standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax menjelaskan mengenai
kriteria berita yang layak dipublikasikan dan tidak terkontaminasi hoax menurut
para informan yang merupakan wartawan online PWI Kota Bandung. Untuk dapat
menjelaskan mengenai kriteria berita yang layak untuk dipublikasikan dan tidak
terkontaminasi hoax, penting untuk mengetahui terlebih dulu ciri-ciri hoax. Untuk
membedakan hoax dan bukan hoax merupakan hal yang cukup mudah. Sebagai
pembaca, kita perlu mengenali ciri-ciri hoax agar dapat terhindar dari informasi
hoax. Dikutip dari viva.co.id, menurut Kepala Badan Siber dan Sandi Negara
(BSSN) Djoko Setiadi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengenali
berita hoax diantaranya; cek keanehan yang ada, wajar atau tidak wajar, mengecek
kata atau bahasa yang digunakan, mengecek kesesuaian judul, perhatikan sumber
beritanya, cek tanggal beritanya. Menurutnya, pembaca juga dapat mengecek siapa
penulis berita tersebut dan mengecek kredibilitas penulis, serta mengecek
biografinya. Sehingga dapat diketahui jika adanya keberpihakan penulis atau media
terhadap suatu kelompok atau golongan tertentu. Untuk memenuhi kriteria
standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax, peneliti menemukan
bahwa wartawan PWI Kota Bandung senantiasa mentaati peraturan berdasarkan
Kode Etik Jurnalistik, memenuhi unsur penting dan menarik berdasarkan unsur
berita, serta memenuhi unsur dasar berita berdasarkan 5W1H dengan uraian
sebagai berikut.
52 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial

Sebelum membahas mengenai kriteria berita yang layak dipublikasikan dan


tidak terkontaminasi hoax, ada hal yang perlu dipahami dulu yaitu membedakan
hoax dan bukan hoax. Terjadinya fenomena hoax yang sangat masif di Indonesia,
salah satu faktornya yaitu disebabkan oleh kurangnya literasi masyarakat pada
sebuah informasi yang didapat sehingga informasi yang diterima mengandung
hoax. Tidak hanya kurangnya literasi masyarakat, hoax juga dapat disebabkan
karena adanya unsur ‘kepentingan’ oleh ‘oknum’ tertentu. Unsur kepentingan
tersebut merupakan bentuk pelanggaran pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 1,
dimana dalam Pasal 1 disebutkan bahwa “Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad
buruk”. Dengan adanya unsur kepentingan dalam sebuah berita berarti sudah
melanggar Kode Etik Jurnalistik pada Pasal 1 yaitu tidak menghasilkan berita yang
akurat dan berimbang.
Kriteria standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax yang
pertama yakni mentaati peraturan berdasarkan Kode Etik Jurnalistik. Pada
hakikatnya setiap wartawan wajib untuk menaati peraturan yang ada dalam Kode
Etik Jurnalistik yang berisi 11 Pasal mengenai kewartawanan. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa hoax merupakan bentuk pelanggaran terhadap Kode
Etik Jurnalistik khususnya pelanggaran pada Pasal 4 yang berisi “Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”, dan juga Pasal
1 yang berisi “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita
yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Sebagai wartawan
professional tentu mengetahui bahwa setiap pelanggaran selalu ada
konsekuensinya. Maka seluruh informan sepakat untuk tidak memproduksi atau
menyebarkan berita hoax karena melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Kriteria standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax berikutnya
yakni memenuhi unsur penting dan unsur menarik berdasarkan unsur berita.
Dalam perspektif jurnalistik, berita bukanlah sekedar peristiwa yang terjadi, juga
bukan sekedar pernyataan seseorang. Beribu peristiwa bisa terjadi setiap saat, dan
berjuta orang bisa angkat bicara setiap waktu. Namun tentunya tidak semua layak
untuk diberitakan, hanya sebagian kecil saja yang memenuhi syarat untuk disiarkan
atau dipublikasikan. Dari pertimbangan tersebut, maka berita dapat dimaknai
sebagai informasi terpilih yang layak dipublikasikan atau disiarkan kepada
khalayak, baik itu sesuatu yang penting atau sesuatu yang dinilai menarik untuk
diketahui masyarakat (Muhaemin, 2012: 123).
Berdasarkan hasil wawancara bersama keenam informan, sebuah berita
dikatakan layak publikasi jika memenuhi unsur penting dan menarik berdasarkan
unsur berita. Unsur penting dalam konteks jurnalistik, kata “penting” dapat
dimaknai sebagai sesuatu yang utama, atau sesuatu yang membutuhkan perhatian,
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 53
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

atau juga sesuatu yang mendesak untuk diketahui khalayak luas. Karena sesuatu
tersebut, selain membutuhkan jalan keluar atau solusi secepat mungkin, juga
terkait erat dengan kepentingan masyarakat luas. Tidak hanya sekedar penting,
namun berita juga harus memenuhi unsur menarik. Sesuatu dikatakan menarik bila
saja sesuatu itu unik, langka, aneh, tidak lazim atau sesuatu yang mengandung daya
tarik insani (human interest). Berita menarik adalah berita yang di dalamnya
mengandung unsur empati, simpati, atau unsur yang mampu menggugah perasaan
khalayak. Berita menarik adalah peristiwa, kejadian, atau opini seseorang mampu
mengundang rasa haru, sedih, kagum, lucu, penasaran, cemas, atau membuat
publik merasa ingin tahu. Berdasarkan hasil wawancara, informan mengemas agar
berita menjadi menarik yaitu dengan cara membuat headline yang bagus, mengemas
dengan bahasa yang menarik, dan yang paling penting adalah memilih angle atau
sudut pandang yang mengandur unsur humanism. Herry Kusraeli, salah satu
informan yang juga merupakan CEO media online beredukasi.com berpendapat
bahwa dalam mengemas sebuah berita agar menarik terletak pada kepintaran
seorang wartawan dalam membuat headline. Menurutnya, rata-rata orang membaca
berita hanya awal-awalnya saja, maka dari itu yang ia lakukan dalam mengemas
sebuah berita agar tetap menarik adalah dari sisi headlinenya.
Kriteria standar kelayakan berita yang tidak terkontaminasi hoax yang
terakhir yakni memenuhi unsur dasar berita berdasarkan 5W1H. Menurut
Sumadiria dalam bukunya berjudul Jurnalistik Indonesia (2014: 118), agar berita
lengkap, akurat dan sekaligus memenuhi standar teknik jurnalistik maka dalam
penulisannya harus menggunakan rumus 5W1H. Dengan menggunakan rumus
5W1H, berita akan mudah disusun dalam pola yang sudah baku dan mudah serta
cepat dipahami isinya oleh pembaca, pendengar, atau pemirsa. Dalam setiap
peristiwa yang dilaporkan, harus terdapat enam unsur dasar yakni apa (what), siapa
(who), kapan (when), di mana (where), mengapa (why), dan bagaimana (how)
(Sumadiria, 2014: 118). Sejalan dengan standar teknik jurnalistik menurut
Sumadiria, keseluruhan informan juga menyepakati bahwa berita yang layak
dipublikasikan kepada masyarakat yaitu berita yang mengandung unsur apa, siapa,
kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana. Abud Heryanto, salah satu informan
yang juga merupakan CEO salah satu media online di Bandung berpendapat bahwa
berita yang layak menurutnya adalah berita yang mengacu kepada kaidah ilmu
jurnalistik dalam pemberitaan yaitu 5W+1H. Di media online yang ia rintis yaitu
walimedia.com, dalam pemberitannya lebih banyak memuat straight news. Dalam
straight news, jika sudah memenuhi unsur 5W+1H, maka berita tersebut dapat
langsung dipublikasikan kepada masyarakat.
Berita merupakan suatu laporan yang berisi informasi mengenai suatu
kejadian, baik yang baru terjadi maupun sedang terjadi. Berita sudah menjadi
kebutuhan bagi masyarakat, namun tidak semua informasi layak diangkat menjadi
54 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56
Penggunaan Lead Berita Pada Media Sosial

sebuah berita. Ada nilai-nilai tertentu yang harus dipenuhi agar sebuah berita
dianggap penting untuk dipublikasikan melalui media massa. Dari hasil wawancara
bersama keenam informan, dapat dijelaskan bahwa sebuah berita dikatakan layak
untuk dipublikasikan jika menaati aturan berdasarkan Kode Etik Jurnalistik,
memenuhui unsur penting dan menarik berdasarkan unsur berita, dan memenuhi
unsur dasar berita berdasarkan 5W1H. Dengan memenuhi unsur-unsur tersebut,
maka sebuah berita dapat dikatakan layak untuk dipublikasikan dan yang
terpenting adalah terbebas dari hoax.

PENUTUP
Hoax merupakan suatu hal yang dapat merugikan salah satu pihak. Islam
memandang hoax adalah sesuatu yang harus dihindari karena merupakan fitnah
atau belum jelas kebenarannya. Sebagaimana dalam QS. Al-Hujurat (49): 6, dalam
ayat tersebut terdapat kalimat “fatabayyanuu” yang berarti periksalah dengan teliti.
Hal tersebut sejalan dengan strategi wartawan online anggota PWI Kota Bandung
dalam mencegah berita hoax, yaitu selalu melakukan verifikasi dalam setiap
pemberitaannya agar terhindar dari hoax. Dari hasil penelitian yang dilakukan
peneliti mengenai strategi wartawan online dalam mencegah berita hoax, dapat
disimpulkan bahwa, pertama, komitmen wartawan dalam mencegah berita hoax
dikategorikan menjadi dua yakni melakukan pemberitaan berdasarkan Kode Etik
Jurnalistik, dan melakukan verifikasi berdasarkan Pedoman Pemberitaan Media
Siber. Kedua, tahapan pemberitaan dalam mencegah berita hoax dikategorikan
menjadi tiga tahapan yakni pada tahap pra-liputan melalui proses perencanaan,
tahap liputan melalui proses pencarian, dan tahap pasca-liputan melalui proses
pengecekan. Dalam tahap pra-liputan melalui proses perencanaan dilakukan
dengan rapat redaksi bersama wartawan untuk menentukan isu yang akan
diangkat. Dalam tahap liputan melalui proses pencarian, wartawan diwajibkan
untuk mencari data-data kongkrit mengenai isu yang diliput dengan memenuhi
unsur-unsur dasar berita 5W1H. Dan dalam tahap pasca-liputan melalui proses
pengecekan, wartawan wajib menyerahkan naskah berita kepada redaksi untuk
diverifikasi, dikoreksi, dan diedit oleh bagian keredaksian sebelum dipublikasikan.
Ketiga, standar kelayakan berita tidak terkontaminasi hoax dikategorikan menjadi
tiga yakni mentaati Kode Etik Jurnalistik, memenuhi unsur penting dan menarik
berdasarkan unsur berita, dan memenuhi unsur dasar berita berdasarkan 5W1H.

Dalam melakukan penelitian kepada enam wartawan online anggota PWI


Kota Bandung, peneliti memiliki beberapa saran untuk akademik. Adapun saran-
saran yang ingin penulis sampaikan yakni, pertama, berkaitan dengan penelitian
ini, selama proses penelitian, peneliti menemukan adanya organisasi Serikat Media
Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56 55
N. Manika, I. Rosyidi, M. Enjang

Siber Indonesia yang dibentuk dalam upaya menciptakan media massa siber yang
professional. Maka peneliti berharap untuk penelitian selanjutnya mengenai
strategi wartawan dalam mencegah berita hoax dapat dikembangkan dengan
menggunakan organisasi Serikat Media Siber Indonesia sebagai subjek penelitian.
Kedua, salah satu faktor masifnya hoax di Indonesia juga disebabkan oleh
kurangnya literasi masyarakat terhadap suatu informasi. Maka peneliti berharap
adanya penelitian terhadap suatu kelompok atau masyarakat mengenai bagaimana
sekelompok masyarakat tersebut dalam menerima informasi, serta solusi bagi
masyarakat agar tidak mudah terpengaruhi oleh hoax.

DAFTAR PUSTAKA
Data Perusahaan Persatuan Wartawan Indonesia diakses dari https://pwi.or.id.
Dewan Pers. 2010. Standar Kompetensi Wartawan. Jakarta: Dewan Pers.
Dewan Pers. 2017. Mendorong Profesionalisme Pers Melalui Verifikasi Perusaha-an Pers.
Jakarta: Dewan Pers.
Effendy, Onong. 2007. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Heryanto. (2016). Polemik Ahmadiyah di Media Online, Vol. 10, No. 2, Hal. 173
diakses dari http://journal.uinsgd.ac.id/
index.php/idajhs/article/view/1075/2013.
Iskandar, Muhammad. 2017. Survei: Satu Persen Responden Langsung Teruskan Hoax,
diakses 6 Juli 2018, dari https://www.antaranews.com/ berita/ 612245/
survei-satu-persen-responden-langsung-teruskan-hoax.
Mubasyaroh. 2017. Melawan Hoax di Media Sosial dan Media Massa. Yogyakarta:
Trustmedia Publishing.
Muhaemin, Enjang. Darsono, Dono. 2012. Secangkir Peristiwa Di Mata Wartawan,
Bandung: Mimbar Pustaka.
Muhtadiah, Dian. 2018. Peran Jurnalisme Profetik Menghadapi Hoax. Makassar:
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang: Cespur.
Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Romli, Asep. 2012. Jurnalistik Online. Bandung: Nuansa Cendekia.
Sumadiria, Haris. 2014. Jurnalistik Indonesia. Bandung: Simbiosa.
Yuliani, Ayu. TT. Ada 800.000 Situs Penyebar Hoax, diakses 16 Mei 2018, dari
https://kominfo.go.id/ content/detail/12008/ada-800000-situs-
penyebar-hoax-diindone-sia/0/sorotan media.
Yunus, Syarifudin. 2010. Jurnalistik Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia.

56 Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnalistik Vol. 4 No. 3 (2018) 39-56

Anda mungkin juga menyukai