Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Kemampuan Dan Sikap Saintist, Serta Implikasinya Terhadap
Perkembangan Ipa ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas akhir dalam mata kuliah Filsafat IPA yang diampu oleh Bapak Drs. Amali
Putra, M.Pd. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang kemampuan dan sikap seorang saintis serta implikasinya terhadap
perkembangan IPA bagi para pembaca dan juga bagi penulis
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Amali Putra, M.Pd,
selaku dosen dalam mata kuliah Filsafat IPA yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Pasaman, 1 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ............................................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 1

C. TUJUAN PEMBAHASAN .......................................................................... 2

BAB II. DESKRIPSI KEPUSTAKAAN DAN PEMBAHASAN ................... 3

A. PENGERTIAN SAINTIS ............................................................................ 3

B. KEMAMPUAN SAINTIS ........................................................................... 3

C. SIKAP SAINTIS .......................................................................................... 7

D. IMPLIKASI KEMAMPUAN DAN SIKAP SAINTIS TERHADAP


PERKEMBANGAN IPA .................................................................................. 10

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 15

A. KESIMPULAN .......................................................................................... 15

B. SARAN ...................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

ii
BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Pada mulanya, ilmu pengetahuan berkembang sangat lambat sampai
abad pertengahan. Perkembangan ilmu pengetahuan belum begitu luas dan
dalam sehingga seseorang yang mempunyai cara berpikir tajam dan kritis
akan sangat mungkin dapat menguasai beberapa cabang ilmu sekaligus.
Kemudian berkembang sedikit lebih pesat setelah Copernicus yang
diperkuat oleh Galileo dengan penemuan konsep heliosentris dan sekaligus
mengubah kepercayaan penguasa dan agama pada saat ini. Periode ini
dikenal sebagai permulaan abad ilmu pengetahuan modern yang
menetapkan suatu kebenaran berdasarkan eksperimen. Setelah itu ilmu
relatif berkembang dengan pesat dan mendalam.
IPA berkembang sangat pesat setelah adanya konsep fisika kuantum
dan relativitas pada awal abad ke-20. Konsep modern ini mempengaruhi
konsep IPA keseluruhan sehingga dalam beberapa hal perlu dilakukan revisi
dan penyesuaian konsepsi ilmu pengetahuan ke arah pemikiran modern.
Dengan demikian terdapat dua konsep IPA, yaitu IPA klasik yang bersifat
makroskopik, dan IPA modern yang bersifat mikroskopik.
Perkembangan IPA tentunya tidak lepas dari peran pelaku IPA itu
sendiri yang selalu tekun dan berinovasi menanggapi gejala atau fenomena
alam. Baik itu ilmuwan maupun saintis dalam mengembangkan IPA
memiliki kemampuan dan sikap yang akan menghantarkan implikasi
terhadap perkembangan IPA yang berkembang semakin pesat seiring
berkemng pula zaman. Maka, dalam makalah ini, penulis akan mencoba
membahas kemampuan dan sikap seorang saintis serta implikasinya
terhadap perkembangan IPA.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah:
1. Apa pengertian saintis?

1
2. Bagaimana kemampuan yang harus dimiliki seorang saintis?
3. Bagaimana sikap saintis yang harus ada pada seorang saintis?
4. Bagaimana implikasi dari kemampuan dan sikap saintis terhadap
perkembangan IPA

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah
1. Untuk memahami kemampuan, sikap dan implikasi seorang saintis
terhadap perkembangan IPA
2. Untuk memenuhi tugas akhir dalam mata kuliah Filsafat IPA

2
BAB II. DESKRIPSI KEPUSTAKAAN DAN PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SAINTIS
Menurut KBBI, saintis diartikan sebagai orang yang ahli dalam ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan alam. Sehingga, saintis dapat
diartikan kepada setiap orang yang menekuni, mempelajari, mendalami dan
profesional di bidang ilmu pengetahuan alam dapat disebut dengan saintis.
Sekilas mirip dengan ilmuwan, namun ada kedua istilah ini memiliki
perbedaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmuwan adalah,
Orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu; orang
yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan. Mengacu ke definisi ini maka
seorang ilmuwan itu adalah orang yang pengetahuannya luas di atas
pengetahuan masyarakat pada umumnya. Ilmuwan dapat diartikan secara
umum bahwa seorang yang ahli dan memiliki banyak pengetahuan
mengenai suatu ilmu dan berkecimpung di dalamnya, sedangkan saintis
adalah orang yang menekuni suatu ilmu pengetahuan khususnya IPA dan
dapat pula nantinya menjadi ahli professional pada bidang IPA tersebut.
Saintis adalah orang yg berkecimpung dalam ilmu pengetahuan,
dikatakan juga orang yg ahli mengenai suatu ilmu, khususnya ilmu
pengetahuan alam. Pendidikan menengah dan berkelanjutan hingga
universitas sebagai pusat riset untuk membangun sumber daya manusia
berbasis IPTEK. Hal ini bisa dapat dijumpai misalnya pada keingintahuan
seorang anak kecil yang bertanya kepada ibunya, kemana matahari pergi
pada malam hari. Karena anak kecil tersebut melihat siang hari langit terang
benderang dan pada malam harinya langit gelap. Rasa keingintahuan
tersebut merupakan salah satu contoh dasar berpikirnya seorang saintis, dan
tentu terdapat hal lain pula yang perlu dipersiapkan untuk terjun ke bidang
riset dan sains (Zannati, 2016)

B. KEMAMPUAN SAINTIS
Istilah "kemampuan ilmiah" dapat menjelaskan beberapa prosedur,
proses, dan metode terpenting yang digunakan ilmuwan saat membangun

3
pengetahuan dan saat memecahkan masalah eksperimental. Istilah
kemampuan ilmiah digunakan daripada keterampilan proses sains untuk
menggarisbawahi bahwa ini bukan keterampilan otomatis, melainkan proses
yang perlu digunakan siswa secara reflektif dan kritis khususnya bagi
seorang ilmuwan atau saintis. Etkina, E. dkk (2016) dalam artikelnya
menyebutkan ada beberapa kemampuan ilmiah yang harus dimiliki seorang
ilmuwan ataupun saintis yaitu diantaranya kemampuan untuk
merepresentasikan proses fisik dalam berbagai cara, kemampuan untuk
merancang dan menguji penjelasan kualitatif atau hubungan kuantitatif,
kemampuan untuk mengubah penjelasan kualitatif atau hubungan
kuantitatif, kemampuan merancang investigasi eksperimental, kemampuan
mengumpulkan dan menganalisis data, kemampuan untuk mengevaluasi
prediksi dan hasil eksperimental dan kemampuan mengkomunikasikan

1. Kemampuan untuk merepresentasikan proses fisik dalam berbagai cara


Saat membangun dan menggunakan pengetahuan, ilmuwan sering
kali merepresentasikan pengetahuan dengan cara yang berbeda, memeriksa
konsistensi representasi, dan menggunakan satu representasi untuk
membantu membangun representasi lainnya. Sebagai contoh, pada tahun
1950-an diagram Feynman membantu elektrodinamika kuantum bergerak
maju lebih cepat dengan memberikan representasi proses hamburan yang
lebih visual dan mudah dipahami. Aturan juga dikembangkan untuk
mengubah diagram ini menjadi persamaan penampang hamburan yang
rumit. Representasi kualitatif seperti itu, terutama representasi diagram atau
dalam beberapa kasus grafis, membantu saintis bernalar secara kualitatif
tentang proses fisik dan untuk melihat pola dalam data tanpa terlibat dalam
perhitungan matematika yang sulit.
Ilmuwan memulai analisis mereka dengan membuat sketsa untuk
mewakili proses dan memasukkan dalam sketsa informasi yang diketahui
tersedia dalam pernyataan masalah. Mereka membangun lebih banyak
representasi fisik yang masih relatif mudah dipahami — misalnya, diagram
gerak, diagram benda-bebas, diagram batang energi-kerja kualitatif dan

4
momentum impuls, diagram sinar, dan sebagainya. Akhirnya, mereka
menggunakan representasi fisik ini untuk membantu membangun
representasi matematis dari proses tersebut.

2. Kemampuan untuk merancang dan menguji penjelasan kualitatif atau


hubungan kuantitatif
Salah satu tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk menjelaskan
fenomena yang diamati. Hipotesis yang dibuat para ilmuwan untuk
menjelaskan fenomena perlu diuji — ini berarti hipotesis tersebut dapat
digunakan untuk membuat prediksi tentang hasil eksperimen baru. Jika
hasilnya cocok dengan prediksi, tidak berarti hipotesis yang diuji selalu
benar; itu hanya berarti bahwa hipotesis tidak dikesampingkan oleh
percobaan pengujian. Dengan demikian, akan lebih produktif untuk
mencoba merancang eksperimen yang hasil aktualnya mungkin tidak
cocok dengan prediksi berdasarkan hipotesis yang diuji. Namun, hasil
dari percobaan pengujian tidak hanya bergantung pada kebenaran
hipotesis tetapi juga pada hipotesis tambahan lain yang digunakan untuk
membuat prediksi. Ini biasanya menyederhanakan asumsi tentang objek,
interaksi, sistem, atau proses yang terlibat dalam fenomena tersebut.

3. Kemampuan untuk memodifikasi penjelasan kualitatif atau hubungan


kuantitatif
Kemampuan penting lainnya yang digunakan ilmuwan dalam pekerjaan
mereka adalah kemampuan untuk menjelaskan data yang anomali atau
tidak terduga. Seringkali ketika seorang ilmuwan melakukan percobaan,
dia memperoleh beberapa informasi yang tampaknya bertentangan
dengan harapannya. Setelah melakukan percobaan, seorang saintis perlu
memodifikasi penjelasan atau meninjau kembali asumsi
penyederhanaan.

5
4. Kemampuan merancang investigasi eksperimental
Kemampuan investigasi adalah kemampuan untuk menganalisa dan
mengembangkan pemahaman dengan melakukan serangkaian proses
yang harus dilewati. Investigasi dapat berkaitan dengan kegiatan
mengobservasi dengan rinci serta menilai secara sistematis. Jadi
investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan
selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya,
dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam
suatu investigasi dapat diperoleh satu atau beberapa hasil. Seorang
saintis harus lah memiliki kemampuan untuk mengivestigasi eksperimen,
dalam hal ini berarti saintis mampu merancang eksperimen mulai dari
percobaan pengamatan, percobaan pengujian, dan aplikasi eksperimen.

5. Kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data


Kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data tidak
bergantung pada jenis eksperimen yang dilakukan dan karenanya, telah
ditempatkan dalam kategori yang berbeda. Seorang saintis haruslah
pandai untuk mengumpulkan data berdasarkan pada eksperimen yang
telah dirancangnya. Mengumpulkan data merupakan komponen yang
penting dalam penelitian. Kesalahan yang dilakukan dalam proses
pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit. Selain itu
hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila
pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar. Selanjutnya, seorang
saintis harus pula mampu menganalisis data dengan baik. Analisis data
ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mengilustrasikan, merangkum, dan
mengevaluasi sebuah data melalui proses sistematikal dalam menerapkan
teknik logika atau sistematika. Analisis data inilah yang dapat dijadikan
acuan untuk memberikan kesimpulan yang akan dikomunikasikan
nantinya.

6
6. Kemampuan untuk mengevaluasi prediksi dan hasil eksperimental.
Evaluasi diperlukan sebagai membuat penilaian tentang informasi
berdasarkan standar dan kriteria tertentu. Hal ini tentunya sangatlah
penting dalam dunia sains karena sains sifatnya dinamis dan selalu
berubah-ubah maka diperlukannya suatu evaluasi untuk menjadi
pembanding atau tolak ukur apakah sebuah ilmu itu sudah layak atau
tidak. Lebih khusus lagi, suatu tertentu dinilai dengan menentukan
apakah memenuhi kriteria cukup baik untuk lulus standar tertentu.
Ilmuwan terus-menerus menggunakan evaluasi untuk menilai pekerjaan
mereka sendiri dan pekerjaan orang lain saat melakukan penelitian
mereka sendiri, bertindak sebagai meninjau atau mengulas sebuah artikel
dan jurnal.

7. Kemampuan mengkomunikasikan
Kemampuan penting dalam karya ilmuwan adalah komunikasi lisan dan
tertulis mereka. Hasil dari penelitian dari seorang saintis tidak akan dapat
digunakan apabila seorang saintis tidak dapat mengemukakan gagasan
mereka secara lisan maupun tulisan. Hasil penelitian dari pembuktian
hipotesa seorang saintis biasanya rumit dan tidak dapat dipahami oleh
semua khalayak, maka seorang saintis harus mampu
mengkomunikasikan karya mereka dengan baik.

C. SIKAP SAINTIS
Sikap yang harus ada pada seorang saintis adalah sikap ilmiah. Sikap
ilmiah bagi seorang ilmuwan bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu,
melainkan bagaimana cara untuk mencapai suatu ilmu yang bebas dari
prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial untuk
melestarikan dan keseimbangan alam semesta ini, serta dapat
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Artinya, selaras dengan kehendak
manusia dan kehendak Tuhan. Dalam konteks pengembangan ilmu, seorang
ilmuwan harus memliki sikap ilmiah sebagai bagian integral dari sifat ilmu.

7
Hal ini disebabkan oleh karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang
diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif
Ada beberapa sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh seorang saintis
sebagai individu yang aktif bekerja dan berkarya di lingkungan akademis
(berlaku untuk dosen dan mahasiswa), yaitu sebagai berikut.
1. Menjunjung tinggi nilai kejujuran dan kebenaran.
Kejujuran dan kebenaran adalah nilai intrinsik dalam ilmu pengetahuan,
sehingga aktor dalam ilmu pengetahuan dalam lembaga akademis harus
turut menjunjung kedua nilai ini. Kejujuran berkaitan dengan proses
dalam kegiatan ilmiah, klaim kebenaran yang dihasilkan dari proses
ilmiah, maupun dalam penerapan suatu ilmu pengetahuan. Tanpa
kejujuran, kebenaran tidak akan diperoleh sebagaimana adanya. Padahal,
motif dasar dari ilmu pengetahuan adalah untuk memenuhi rasa ingin
tahu akan pengetahuan yang benar. Jadi, seorang saintis harus bersikap
jujur dan objektif dalam melaksanakan proses ilmiah dan menyajikan
hasilnya melalui cara berpikir yang logis. Kedua sikap ini akan
menghasilkan produk yang pemikiran berupa penjelasan yang lugas dan
tidak bias akibat kepentingan tertentu.

2. Bertanggung jawab.
Sikap ini mutlak dibutuhkan dalam seluruh kegiatan penelitian maupun
dalam aplikasi ilmu serta, di dalam aktivitas ilmiah di lingkungan
akademik.

3. Setia.
Seorang saintis setia pada profesi dan bidang ilmu yang ia tekuni. Ia
harus setia menyebarkan kebenaran yang diyakini meskipun ada resiko
yang harus diterima dan dijalani.

4. Sikap ingin tahu.


Seorang saintis tentu memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang kuat untuk
menggali atau mencari jawaban terhadap permasalahan yang ada

8
disekelilingnya secara tuntas dan menyeluruh, serta mengeluarkan
gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada
dunia dan masyarakat awam.

5. Sikap kritis.
Bagi seorang saintis, sikap kritis dan budaya bertanya dikembangkan
untuk memastikan bahwa kebenaran sejati bisa ditemukan. Oleh karena
itu, semua informasi pada dasarnya diterima sebagai input yang bersifat
relative/ nisbi, kecuali setelah melewati suatu standard verifikasi tertentu.

6. Sikap independen/ mandiri


Saintis berpikir dan bertindak atas dasar suara kebenaran, dan oleh
karenanya tidak bisa dipengaruhi siapapun untuk berpendapat berbeda
hanya karena ingin menyenangkan seseorang atau pihak tertentu. Benar
disampaikan benar, salah disampaikan salah meskipun ada resiko.

7. Sikap terbuka
Saintis harus bersikap terbuka dalam banyak hal, misalnya perbedaan
pendapat dan pemikiran baru yang dikemukakan orang lain. Seorang
saintis senantiasa berusaha memperluas wawasan teoritis dan
keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang
keahliannya. Seorang saintis akan mengedepankan sikap bahwa ilmu,
pengetahuan, dan pengalaman bersifat tidak terbatas dan akan senantiasa
berkembang dari waktu ke waktu. Artinya, saintis harus selalu siap
dengan perubahan dan hal-hal baru

8. Sikap rela menghargai karya dan pendapat orang lain.


Sikap ini pada dasarnya berkaitan dengan sikap sebelumnya. Seorang
saintis senantiasa bersedia berdialog secara kontinu dengan kolega atau
masyarakat sekitar dalam keterlibatan yang intentif dan sensitive
terhadap isu-isu terkini.

9
9. Sikap berpandangan jauh ke depan.
Dengan kemampuan analisisnya, saintis mampu memprediksi potensi-
potensi tertentu di bidangnya yang dapat membawa perubahan di masa
depan. Saintis juga dapat bertindak sebagai change-maker, pembuat
perubahan. Saintis memiliki tanggung jawab moral untuk mengubah
masyarakat yang statis menjadi dinamis dengan pengetahuan, sehingga
ilmuwan akan berusaha dan berkreasi dalam bentuk nyata melalui hasil-
hasil pemikiran dan penelitian untuk mengubah kondisi masyarakat.

D. IMPLIKASI KEMAMPUAN DAN SIKAP SAINTIS TERHADAP


PERKEMBANGAN IPA
Penerapan ilmu pengetahuan alam (IPA) membutuhkan dimensi etis
pada pertimbangan perkembangan ilmu pengetahuan alam itu sendiri.
Tanggungjawab keilmuan menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ini berarti ilmuwan dan saintis dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memenuhi
kemampuan (ability) dan sikap yang harus dimiliki seorang saintis sehingga
produk atau karya yang dihasilkan dapat dikatakan sahih serta
memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga ekosistem,
bertanggung-jawab pada kepentingan umum, dan generasi mendatang, serta
bersifat universal karena pada hakikatnya ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh ekosistem manusia bukan
untuk menghancurkan ekosistem tersebut.
Perkembangan IPA tidak lepas dari bagaimana pelakunya selalu
menekuni dan berinovasi di bidangnya. Implikasi merupakan suatu
konsekuensi atau akibat langsung dari hasil penemuan suatu penelitian
ilmiah. Maka implikasi dari kemampuan dan sikap terhadap perkembangan
IPA dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri IPA dipandang sebagai suatu produk
yaitu:
1. Bersifat universal, berarti konsep-konsep dan teori IPA tetap konsisten
danb berlaku dimana-mana. Hal ini antara lain karena IPA tidak
membahas nilai-nilai moral dan etika, dan menjangkau nilai-nilai

10
keindahan dan seni budaya yang nilainya dipengaruhi oleh kebudayaan
masing-masing tempat.
2. Dapat diuji kebenarannya oleh siapa saja pada setiap waktu, berarti
konsep-konsep IPA dapat dibuktikan oleh ilmuwan-ilmuwan lain pada
waktu yang berbeda-beda.
3. Bersifat tentatif yang berarti kemungkinan dapat diubah bila ditemukan
fakta baru yang tidak sesuai dengan konsep dan teori tersebut.
Menurut H.W. Fowler : “Ilmu pengetahuan alam adalah
pengetahuan alam yang sistematis dan dirumuskan , yang berhubungan
dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan
dan deduksi”. Maka dalam prosesnya IPA harus melewati suatu sistematika
yang disebut dengan metode ilmiah yaitu cara-cara ilmiah untuk
memperoleh pengetahuan dan yang menentukan apakah suatu pengetahuan
bersifat ilmiah. Metode ilmiah yang digunakan, harus menjamin akan
menghasilkan pengetahuan yang ilmiah, yaitu yang bersifat objektif,
sistematis dan konsisten. Metode ilmiah terutama digunakan dalam IPA,
tetapi juga banyak juga digunakan dalam ilmu pengetahuan lain. Dalam
bentuk dan langkah-langkah sederhana, juga dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan agar memperoleh keputusan yang
objektif. Adapun langkah-langkah operasionalnya adalah sebagai berikut
adalah :
1. Perumusan masalah, diawali dengan merasakan adanya masalah dan
berkeinginan untuk memecahkan masalah. Masalah antara lain timbul
karena adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi dengan
keadaan yang sebenarnya. Yang dimaksud dengan masalah disini
umumnya ialah berupa pertanyaan yang mengandung unsur-unsur apa,
mengapa, dan bagaimana suatu objek yang akan diteliti.
2. Membatasi masalah dan faktor-faktor yang mempengaruhi untuk
menentukan ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan. Kemudian
masalah tersebut perlu dirumuskan agar menjadi jelas sehingga
mempermudah langkah-langkah selanjutnya dalam memecahkan
masalah tersebut

11
3. Penyusunan hipotesis, berupa pernyataan yang mengandung jawaban-
jawaban sementara tentang masalah yang diteliti dan yang harus diuji
kebenaranya melalui observasi dan eksperimen. Hipotesis
menunjukkan adanya kemungkinan-kemungkinan jawaban atau
dugaan-dugaan sementara tentang masalah yang diteliti. Penyusunan
hipotesis harus dilandasi pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4. Pengumpulan data, yakni mengumpulkan data yang ada hubungannya
dengan masalah tersebut dan yang relevan dengan hipotesis yang telah
disusun. Pengumpulan data ini antara lain dapat dilakukan dengan
mencari informasi dari buku-buku sumber atau dari orang yang
dianggap banyak mengetahui tentang masalah tersebut (resouce
persons).
5. Menyeleksi dan mengklasifikasikan data, yang telah terkumpul dan
diseleksi untuk dipilih data yang erat hubungannya dengan masalah dan
yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
Mengklasifikasikan data berarti menggolong-nggolongkan data sesuai
dengan jenis dan kategorinya dalam memecahkan masalah. Bila perlu
data kuantitatif dapat disusun dalam bentuk tabel atau grafik.
6. Pengujian hipotesis dengan melakukan pengamatan atau observasi dan
dapat dilakukan dengan melalui eksperimen. Pengujian hipotesis tidak
berarti harus membenarkan hipotesis karena suatu hipotesis dapat
ditolak kebenarannya bila hasilhasil eksperimen atau observasi tersebut
ternyata tidak mendukungnya.
7. Hasil-hasil eksperimen dan data yang telah terkumpul kemudian diolah
dan dianalisis untuk menentukan apakan hipotesis yang telah diajukan
ditolak atau diterima kebenarannya.
8. Pengambilan kesimpulan berdasarkan hasil analisis data dan hasil
eksperimen yang telah dilakukan pada proses pengujian hipotesis
ditarik kesimpulan hipotesis mana yang ditolak dan hipotesis mana
yang diterima. Kesimpulan yang diambil merupakan pengetahuan yang
telah di uji kebenarannya. Kesimpulan tersebut juga merupakan

12
jawaban terhadap masalah yang diteliti atau dipecahkan, yang
dikomunikasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian. Kecuali itu
dari suatu hasil penelitian, biasanya timbul masalah-masalah baru yang
perlu diteliti.
Berdasarkan penjabaran tersebut maka, kemampuan dan sikap
ilmiah begitu berpengaruh pada perkembangan IPA, kemampuan yang
dimiliki akan dapat menghasilkan produk IPA sedangkan sikap ilmiah dapat
menjadikan suatu tolak ukur dalam mengerjakan proses IPA itu sendiri.
Awal dari IPA dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-
gejala alam, mencatalnya dan kemudian mempelajarinya. Dahulu, belum
ada spesifikasi dan tolak ukur yang pasti dalam meneliti sains, zaman kuno
sekali bahkan orang-orang menganggap suatu gejala itu dengan hal gaib dan
percaya kepada mitos, namun pada faktanya seiring perkembangan zaman
dan ilmu pengetahuan semua gejala tersebut dapat dijelaskan dengan IPA,
sehingga perlahan orang-orang mulai meninggalkan kepercayaan kepada
mitos. Pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil
pengamatan terhadap gejala alam yang ada. Kemudian makin bertambah
dengan pengetahuan yang diperoleh dan hasil pemikirannya. Dengan
peningkatan daya pikimya, manusia akhimya dapat melakukan eksperimen
untuk membuktikan dan mencari kebenaran dan suifu pengetahuan. Setelah
manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dengan eksperimen
maka lahirlah Ilmu Pengetahuan Alam sebagai ilmu yang mantap.
Jika ditelisik lebih dalam, perkembangan IPA sangatlah
bergantung kepada pelaku sains yang terus menerus berpikir kritis
menanggapi gejala, fenomena dan kebutuhan manusia yang nantinya
menjadi suatu aplikasi dari IPA yaitu teknologi. Telah banyak ilmuwan dan
saintis yang telah berhasil menciptakan, berinovasi dan mengembangkan
IPA, semua ini tidak lepas dari cakapnya pelaku sains dalam
mengembangkan kemampuan dan menerapkan sikap-sikap ilmiah dalam
dirinya. Zaman sekarang perkembangan IPA dikategorikan kepada IPA
Modern yang telah membawa pengaruh yang dalam pada hampir semua
aspek kehidupan umat manusia.

13
Dinamika sejarah dan kehidupan telah memenuhi Abad ke-20.
Sejumlah peristiwa besar yang melibatkan emosi dan pengaruh kuat terjadi
pada abad ini. Dalam rentang waktu sekitar 30 tahun telah terjadi dua kali
perang dunia yang melibatkan berbagai negara dan Kawasan yang sampai
sekarang dunia pun masih dibayangi ancaman perang dunia selanjutnya.
Kolonialisme dan imperialisme dalam berbagai bentuknya terjadi di banyak
negara pada berbagai kawasan. Upaya kemerdekaan suatu bangsa juga terus
bergejolak bahkan hingga akhir abad ini. Keseluruhan peristiwa tersebut
tidak terlepas dari pengaruh perkembangan IPA. Sejalan dengan dinamika
politik tersebut, berbagai teori IPA dan penemuan besar dihasilkan pada
abad ini. Teori Evolusi Darwin menemui bentuk setelah mendapat
dukungan Neo-Darwinisme abad 20. Teori fisika klasik ditumbangkan oleh
Teori Relativitas Einstein. Konsepsi tentang atom dalam pandangan fisika
dan kimia klasik diruntuhkan oleh Teori Kuantum yang dibangun oleh
beberapa Teori Modern. Penemuan-penemuan genetika mendorong
kemajuan biologi molekuler dan menggairahkan kembali pengembangan
ilmu-ilmu biologi yang semula dianggap sudah hampir selesai. Teknologi
yang kemudian berkembang semakin mempercepat laju perkembangan IPA
dan banyak merubah cara pandang dan prilaku manusia dalam kehidupan.
Penemuan-penemuan seperti listrik, komunikasi teknologi transportasi,
penerbangan antariksa, informatika dan sibernetika semakin memperdekat
jarak dan memperpendek waktu tempuh kehidupan. Dunia kemudian seakan
terbentuk menjadi sebuah kampung besar tanpa batas-batas demografis (The
Borderless World).
Beberapa Trend dan Fenomena Perkembangan IPA Abad ke-20
antara lain relasi IPA & industri : dominasi Teknologi dalam kehidupan;
monopoli dan Imperialisme; relasi IPA dan industri militer (Peperangan);
astrofisika dan Teori Penciptaan Alam Semesta; penguatan Bioetika sebagai
disiplin ilmu; penguatan Relasi IPA dan Agama (Spiritualisasi IPA);
penguatan Paradigma Sistemik / Holistik& Organismik dalam IPA

14
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Saintis adalah orang yg berkecimpung dalam ilmu pengetahuan,
dikatakan juga orang yg ahli mengenai suatu ilmu, khususnya ilmu
pengetahuan alam. Kemampuan seorang saintis disebut dengan kemampuan
ilmiah, diantaranya kemampuan untuk merepresentasikan proses fisik
dalam berbagai cara, kemampuan untuk merancang dan menguji penjelasan
kualitatif atau hubungan kuantitatif, kemampuan untuk mengubah
penjelasan kualitatif atau hubungan kuantitatif, kemampuan merancang
investigasi eksperimental, kemampuan mengumpulkan dan menganalisis
data, kemampuan untuk mengevaluasi prediksi dan hasil eksperimental dan
kemampuan mengkomunikasikan. Sikap yang harus ada pada seorang
saintis adalah sikap ilmiah yang meliputi menjunjung tinggi nilai kejujuran
dan kebenaran, bertanggung jawab, setia, sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap
independen/ mandiri, sikap terbuka, sikap rela menghargai karya dan
pendapat orang lain, sikap berpandangan jauh ke depan.
Perkembangan IPA tidak lepas dari bagaimana pelakunya selalu
menekuni dan berinovasi di bidangnya. Sehingga akan berdampak pada
suatu implikasi yaitu konsekuensi atau akibat langsung dari hasil penemuan
suatu penelitian ilmiah. Kemampuan dan sikap ilmiah begitu berpengaruh
pada perkembangan IPA, kemampuan yang dimiliki akan dapat
menghasilkan produk IPA sedangkan sikap ilmiah dapat menjadikan suatu
tolak ukur dalam mengerjakan proses IPA itu sendiri.

B. SARAN
Adapun saran yang hendak penulis berikan terkait topik dalam
makalah ini adalah sebagai seorang saintis hendaklah kita selalu
mengembangkan kemampuan ilmiah dan berpegang kepada sikap-sikap
ilmiah agar dapat memberikan implikasi yang baik terhadap perkembangan
IPA. Kemudian, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar makalah ini lebih baik lagi.

15
DAFTAR PUSTAKA

-, 2020. Buku Bahan Ajar MK. Dasar-dasar Sains [2020] Bab 5. Etika Keilmuan
Saintis

Putra, Amali. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam: Pengantar Penelaahan IPA.
Fisika FMIPA UNP: Padang.

Etkina, E., Van Heuvelen, A., White-Brahmia, S., Brookes, D. T., Gentile, M.,
Murthy, S., ... & Warren, A. (2006). Scientific abilities and their
assessment. Physical Review special topics-physics education research, 2(2),
020103.

Hamami, Abbas, “Etika Keilmuan”, dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu,
Yogyakarta: Liberty, 1996.

Zannati, A. (2016). Menjadi Saintis dan Membangun Bangsa. Biotrends, 6(2), 4-7.

16

Anda mungkin juga menyukai