Anda di halaman 1dari 6

50,90% Masyarakat Khawatirkan Penggunaan Data e-

Money

55,29 persen responden pemilik e-Money mengetahui ada data yang terekam saat
proses transaksi, tetapi ada 44,71 persen responden tidak mengetahuinya.

Bank Indonesia telah mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) sejak 14
Agustus 2014. Tujuannya mendorong penggunaan instrumen nontunai sehingga masyarakat
berangsur-angsur bertransaksi nontunai dalam kegiatan ekonominya (Less Cash Society/LCS).
Salah satu instrumen nontunai ini penggunaan uang elektronik. Berdasarkan data Bank
Indonesia, hingga September 2017, jumlah uang elektronik yang beredar di masyarakat
sebanyak 71.783.618. Hingga bulan yang sama, volume transaksi uang elektronik telah
mencapai Rp817.366 miliar, dengan 67,55 juta transaksi. BI juga mencatat ada 486.039 reader
(mesin pembaca) uang elektronik. BI menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor
19/10/PADG 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (NPG). Dalam aturan ini, ada
regulasi soal transaksi top-up (isi ulang) uang elektronik. Ia memicu polemik terutama soal
biaya tambahan saat mengisi transaksi top-up uang elektronik. Baca juga: Yang Untung dan
Buntung dari Isi Ulang e-Money Kebijakan e-Money ini berlaku sejak 31 Oktober 2017.
Pemerintah telah menetapkan seluruh pembayaran tol wajib menggunakan e-Money. Kebijakan
ini semakin menuntut masyarakat terbiasa menggunakan e-money sebagai salah satu transaksi
pembayaran sehari-hari. Untuk mengetahui pandangan masyarakat di wilayah Jabodetabek
tentang pemakaian kartu uang elektronik, Tirto bekerja sama dengan Jakpat melakukan survey
kepada 1.002 responden pada 11 Oktober 2017
Pada riset ini, proporsi responden berdasarkan jenis kelamin cukup merata. Terlihat dari
proporsi pria sebesar 51,20 persen dan wanita 48,80 persen. Sedangkan, dari sisi usia,
mayoritas responden dengan 38,42 persen berusia 26-35 tahun. Hanya 1,50 persen responden
yang berusia di atas 45 tahun.
 Membayar Tiket TransJakarta
Meski pemerintah “mewajibkan” kartu e-Money sebagai alat transaksi membayar tol
hingga tiket komuter, masih ada 17,07 persen responden yang belum memiliki kartu ini. Dari
beberapa produk kartu uang elektronik yang diterbitkan oleh perbankan, “Flazz BCA” dan “e-
money Bank Mandiri” adalah dua kartu utama yang dimiliki responden. Ada 60,65 persen
responden menyatakan memiliki Flazz BCA. Sementara e-money Bank Mandiri dimiliki 56,68
persen responden. Blink Bank BTN hanya digunakan oleh 2,29 persen responden. Selain itu,
sebanyak 36,1 persen pemilik kartu e-Money memiliki lebih dari satu kartu. Mayoritas pemilik
kartu memakainya untuk alat pembayaran transportasi umum, diwakili oleh 64,14 persen
responden yang mengatakan kartu e-Money untuk “bayar tiket Bus TransJakarta”, serta 63,18
persen menjawab untuk “bayar tiket Commuter Line/Kereta”. Sementara ada 55,96 persen
warga memakai kartu untuk “bayar tol”. Di luar itu, 48,01 persen responden memakai e-Money
untuk “belanja di minimarket” dan 25,51 persen untuk “belanja di gerai makanan/minuman”.

Mayoritas responden menilai pemakaian e-Money sangat membantu lantaran praktis,


yang diwakili oleh 85,92 persen, dan hal praktis begini bisa bikin mereka membayar dengan
jumlah uang yang pas, tidak perlu repot uang kembalian. Alasan lain, 39,47 persen responden
memakai e-Money karena “ada banyak promo/diskon”. Mayoritas responden memakai kartu e-
Money lantaran didorong kebutuhan pribadi, yang diwakili oleh 86,28 persen. Sementara
motivasi mereka memakai e-Money karena "kampanye dari pemerintah/Bank Indonesia” hanya
memengaruhi 18,05 persen responden. Adapun 19,01 persen responden memakai e-Money
karena pengaruh “rekan kerja/kerabat”. Sedangkan aspek promosi yang menarik, baik dari
penjual dan bank, hanya disuarakan oleh 20,22 persen dan 20,10 persen responden.
 Perbankan jadi Tempat Utama Top Up
Masyarakat masih menjadikan sarana perbankan sebagai tempat utama melakukan top-
up alias isi ulang kartu e-Money. Ada 69,31 persen menyatakan isi ulang kartu e-Money via
mesin ATM, Sementara 12,15 persen lain berkata datang langsung ke bank. Selain perbankan,
kasir minimarket jadi pilihan lain pemakai e-Money melakukan isi ulang, diwakili oleh 52,19
persen responden. Ada juga 35,86 persen responden mengisi ulang kartu e-Money saat di halte
atau stasiun.
 Keluhan Pemakai e-Money
Meski penduduk Jabodetabek menganggap kartu e-Money memberi banyak
kemudahan, tetapi mereka menemukan kendala terutama sekali uang bisa hilang ketika kartu
juga hilang, yang diwakili oleh 61,73 persen responden. Selain itu, 43,32 persen responden
mengatakan bahwa belum banyak merchant yang menyediakan fasilitas kartu e-Money, dan
34,3 persen pemakai mengatakan kesulitan mengetahui saldo dalam kartu uang elektronik.
Mereka juga mengeluh ada biaya untuk top up.

 60,62% Tak Setuju Biaya Top Up


Dalam riset Tirto sebelumnya pada 10-13 Oktober 2017, mayoritas dari 1.000
responden tidak setuju ada biaya tambahan saat mereka melakukan isi ulang, dan hanya 37,40
persen yang setuju soal biaya tersebut. Bagi yang tidak setuju biaya top up, alasannya karena
bikin beban pengeluaran dan menilai telah merugikan hak-hak konsumen. Bagi yang setuju,
alasannya karena mereka ikut aturan otoritas, selain untuk biaya administrasi.
 50,90% Khawatir Soal Keamanan Data
Berbeda dari transaksi tunai, transaksi elektronik bikin lebih mudah dan cepat dalam
proses perekamandata. Namun, kesadaran macam ini ternyata belum meluas sekalipun bagi
para pemakai e-Money. Sebanyak 55,29 persen responden mengetahui ada data yang terekam
saat pemakaian e-Money, tetapi ada 44,71 persen responden tidak mengetahui hal tersebut.
Bagi yang mengetahui bahwa data mereka otomatis terekam, ada 50,90 persen “khawatir” atas
aktivitas tersebut. Mereka khawatir soal privasi dan kemungkina data pribadi mereka dijual
kepada pihak-pihak lain.

Mayoritas reponden mengeluh soal biaya isi ulang e-Money yang merugikan hak
konsumen

Anda mungkin juga menyukai