Anda di halaman 1dari 26

MODUL

PERKULIAHAN
MANAJEMEN
KEPERAWATAN

PENYUSUN :
Lucia Andi Chrismilasari,MKep
Program Studi Ilmu Keperawatan Dan Profesi Ners
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena pada akhirnya
modul pembelajaran Manajemen Keperawatan ini dapat terselesaikan. Modul Praktikum ini
disusun untuk memberikan mahasiswa berbagai gambaran/ pedoman manajemen
keperawatan khususnya dalam menstimulasi critical thinking mahasiswa berkaitan dengan
pengelolaan manajemen keperawatan
Modul ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan, oleh sebab itu saran dan
masukan yang positif sangat kami harapkan demi perbaikan modul ini.
Semoga bermanfaat.

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

TOPIK I FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN


TOPIK II KEPEMIMPINAN KEPERAWATAN
TOPIK III MANAJEMEN KONFLIK
TOPIK IV TIMBANG TERIMA

DAFTAR REFERENSI
TOPIK I
FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN

MATERI
A. Pengertian Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan adalah proses bekerja dengan melibatkan anggota staff
keperawatan untuk memberikan perawatan, pengobatan dan bantuan kepada
pasien (Gillies,2000)

Menurut Swanburg (2000), manajemen keperawatan adalah sekelompok perawat


manajer yang mengelola organisasi serta upaya keperawatan yang akhirnya
manejmen keperawatan tersebut menjadi proses untuk menjalankan profesi
mereka.

Huber (2010) menjelaskan bahwa manajemen keperawatan merupakan suatu


bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan
proses manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan
dan pelayanan keperawatan.

Manajemen merupakan proses bekerjasama dengan orang lain dan sumber daya
lainnya melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi (Bateman & Snell,
2002)

B. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang melekat di dalam proses
manajemen dan di jadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk
mencapai tujuan. Ada berbagai macam pandangan mengenai fungsi-fungsi
manajemen oleh beberapa ahli, salah satunya adalah Henry Fayol yang dikenal
dengan teori “Fungsionalisme Fayol” dimana fungsi manajemen meliputi
perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pengarahan (commanding),
pengkoordinasian (coordinating), dan Pengendalian (controling)

Manajemen keperawatan merupakan kerangka kerja setiap manajer perawat dalam


menjalankan lima fungsi manajemen keperawatan yaitu perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), kepersonaliaan (Staffing), pengarahan (directing/
actuating), pengendalian/ evaluasi (Marques & Huston 2013; Simanjuntak 2011,
Swanburg 2000, Rosyidi, 2013; Sudarta, 2015)

1. Perencanaan
Elemen fungsi perencanaan meliputi merumuskan visi misi, strategi
perencanaan, menyusun tujuan khusus, tujuan jangka pendek keperawatan,
filosofi, kebijakan peraturan kerja, struktur organiasai, uraian tugas, hak dan
kewajiban perawat, program pengembangan perawat, kebutuhan logistik
ruangan dan kendali mutu (Marquis & Huston 2013; Swanburg 2000,
Simanjuntak 2011).
Fase perencanaan dalam proses manajemen snagat penting untuk mengarahkan
senua fungsi lainnya, tanpa perencanaan yang adekuat maka proses manajemen
akan gagal. Manajemen keperawatan harus mempersiapkan ruang keperawatan
dan perawat untuk menghadapi tantangan yang akan datang baik yang dapat
diramalkan atau tidak terduga.

2. Pengorganiasian (organizing)
Pengorganisasian merupakan fungsi kedua setelah perencanaan yang
menggerakkan seluruh sumber daya karyawan dengan menetapkan pembagian
kerja, hubungan kerja, slegasi wewenang, integrasi dalam bagan organisasi serta
sumber lainya (material) dalam suatu organisasi ( Suadi S & Bahtra Y 2010;
Huber 2006).

Marques & Huston 2013: Rostadi 2013; Sudarta 2015, pengorganisasian


merupakan suatu langkah untuk menetapkan, mengelompokkan dan mengatur
berbagai macam kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang,
pendelegasian wewenan dalam rangka mencapai tujuan. Manajer merumuskan
struktur organisasi, model penugasan keperawaatan, uraian tugas staf,
memahami serta menggunakan kekuasaan dan ototrias yang sesuai.

Elemen pengorganisassian menurut Simanjuntak 2011; Sabarguna 2006


meliputi struktur organisasi (mengelompokkan tugas sesuai dengan posisi),
hubungan dengan staf, identifikasi kegiatan yang akan dilakukanpembagian
kerja yang jelas, penentuan standar, koordinasi dan administrasi.

3. Kepersonaliaan (staffing)
Kepersonaliaan adalah metodologi pengaturan staf, merupakan proses yang
teratur, sistematis, berdasarkan rasional diterapkan untuk menentukan jumlah
dan jenis personel organisasi yang dibutuhkan (Marques & Huston 2013).
Manajer keperawatan merumuskan kegiatan yang berhubungan dengan
kepegawaian. Mulai dari rekruitmen, wawancara, seleksi, mengorientasikan staf,
mensosialisasikan pegawai baru, pengembangan staf hingga klasifikasi
pasien. Komponen tersebut nantinya berhubungan dengan penjadwalan silkus
waktu kerja bagi semua personel yang ada.

Proses staffing sendiri dimulai dengan adanya perencanaan untuk melakukan


staffing, recruitment, interviewing, selection, placement, indoctrination
(Higgins,1994; Marques & Huston, 2013). Pada fase perencanaan staffing ini
sudah dimulai pada tahap perencanaan pada fungsi manajemen dengan
mempertimbangkan proses staffing. Pertimbangan dalam proses perencanaan
ini adalah jenis pelayanan yang diberikan ke pasien, pendidikan dan
pengetahuan staf yang akan direkrut, pendanaan dan latar belakang staf yang
dibutuhkan.

4. Pengarahan/penggerakan (directing/actuating)
Pengarahan merupakan proses penerapan rencana manajemen untuk
menggerkkan anggota kelompok untuk mencapai tujuan melalui berbagai
arahan (Marques & Huston 2013, Swanburg 2000)

Selain itu, tugas kepala ruangan dalam hal pengarahan adalah memberikan
kepemimpinan terhadap anggota staf untuk bantuan dalam hal ini pengajaran,
konsultasi dan evaluasi. Mempercayai anggota untuk mengikuti perjanjian yang
telah mereka sepakati, Menginterprestasikan protokol untuk berespon terhadap
hal-hal insidental, Menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam keadaan
darurat, Memberikan laporan ringkas dan jelas, Menggunakan proses kontrol
manajemen untuk mengkaji kualitas pelayanan yang diberikan dan
mengevaluasi penampilan kerja individu dan kelompok staf perawatan.

Elemen dan prinsip pengarahan terdiri dari saling memberi motivasi ,


kepemimpinan (delegasi, pemecahan masalah, pelatiahan, kolaborasi dan
koordinasi) dan komunikasi (Marques Huston 2013, Swanburg 2000, Terry &
Rue 2010).

5. Pengedalian/evaluasi (controlling)
Pengendalian adalah proses pemeriksaan apakah segala sesuatu sesuai dengan
rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip
yang ditetapkan, bertujuan memperbaiki kekurangan atau kesalahan yang
terjadi. Manajer keperawatan melakukan penilaian kerja staf,
pertanggungjawaban keuangan, pengendalian mutu, pengendalian aspek legal
dan etik serta pengendalian profesionalisme asuhan keperawatan (Marques &
Huston 2013)

C. Elemen Manajemen Keperawatan


Dalam sistem terbuka, elemen manajemen keperawatan terbagi menjadi beberapa
bagian yaitu:
1. Input
Input disini meliputi informasi, personil, peralatan dan fasilitas.
2. Proses
Proses meliputi kewenangan dalam menjalankan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan untuk keperawatan. 3. Output
Asuhan keperawatan, pengembangan staf dan riset
4. Kontrol
Meliputi budget keperawatan, evaluasi penampilan kerja perawat, SOP dan
akreditasi
5. Umpan Balik
Meliputi laporan keuangan dan hasil audit keperawatan.

D. Peran Kepemimpinan dalam fungsi manajemen


Kepemimpinan kepala ruangan memiliki peran penting didalam implementasi
sistem manajemen mutu di ruangan karena kepala ruangan mempunyai tanggung
jawab dalam mengelola, merencanakan, dan mengendalikan kinerja stafnya dalam
manajemen keperawatan (Kiswanto, 2005 dalam Parahita, dkk, 2010).

DISKUSI DAN BERPIKIR KRITIS


Bagaimana bila anda dipercayakan untuk mengelola sebuah ruang perawatan
rawat inap baru di sebuah rumah sakit. Maka apa yang akan anda lakukan dalam
mengelola ruangan tersebut?

LATIHAN SOAL VIGNETTE

1. Kepala ruangan diperintahkan oleh kepala bidang keperawatan untuk menghadiri


rapat penting menggantikan Kabid, sementara saat itu juga dia harus mengikuti
seminar disalah satu ruangan. Apakah hal yang dapat dilakukan oleh kepala
ruangan?
a. Perencanaan
b. Pendelegasian
c. Pengorganisasian
d. Pelaksanaan
e. Pengevaluasian
2. Seorang kepala ruangan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
berupaya melakukan pembagian tugas dengan baik. Memperbaiki hubungan antar
perawat yang ada dalam ruang perawatan tersebut, melaksanakan pendelegasian
wewenang, dan pemanfaatan staf sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Apakah
fungsi manajemen yang telah dilaksanakan oleh kepala ruangan tersebut? a.
Planning
b. Aktuating
c. Organizing
d. Controling
e. Evaluating
3. seorang kepala ruang yang berupaya untuk selalu berkomunikasi dengan perawat
pelaksana agar hubungan interpersonal terjaga, mengingatkan perawat pelaksana
untuk melakukan tindakan sesuai strandar prosedur operasional dan memiliki
semangat tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Berdasarkan pernyataan
diatas, fungsi manajemen apakah yang dilakukan oleh kepala ruang?
a. Fungsi perencanaan
b. Fungsi pengorganisasian
c. Fungsi pengendalian
d. Fungsi pengarahan
e. Fungsi pengawasan
4. Seorang kepala ruangan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
berupaya melakukan pembagian tugas dengan baik. Memperbaiki hubungan antar
perawat yang ada dalam ruang perawatan tersebut, melaksanakan pendelegasian
wewenang, dan pemanfaatan staf sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Apakah
fungsi manajemen yang telah dilaksanakan oleh kepala ruangan tersebut?
a. Fungsi perencanaan
b. Fungsi pengorganisasian
c. Fungsi pengendalian
d. Fungsi pengarahan
e. Fungsi pengawasan
5. Seorang perawat 5 tahun bekerja menyampaikan kepada Kepala ruangan rawat inap
bahwa menginginkan pergantian jadual dinas untuk cuti melahirkan, serta
menyampaikan tugasnya dapat digantikan oleh perawat yang lain. Apakah fungsi
manajemen yang dijalankan oleh kepala ruangan tersebut?
a. Pengorganisasian
b. Pendelegasian
c. Perencanaan d.
Pengawasan e.
Ketenagaan
TOPIK II
KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

MATERI
Kepemimpinan seharusnya tidak berdasarkan power, tetapi berdasarkan pada
pengaruh timbal balik pemimpin pada pengikut dan pengikut pada pemimpin juga pada
situasi yang kuat. Tugas utama seorang pemimpin adalah menemukan tujuan
organisasi. Pemimpin harus mengkoordinasikan karyawannya bukan untuk mencapai
tujuan pribadi tetapi tujuan bersama, lahir dari minat dan aktivitas kelompok.
Pemimpin yang baik tidak meminta orang lain untuk melayaninya, tetapi melayani
tujuan bersama.
Teori kepemimpinan yang harus terbentuk dari seorang pemimpin sebagai berikut:
a. Teori Genetik, dimana bahwa pemimpin itu terlahir dengan baat yang sudah
terpendam di dalam diri seseorang.
b. Teori Sosial, menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin melalui
latihan, kesempatan dan pendidikan
c. Teori Ekologis. Teori ini merupakan gabungan dari dua teori di atas.

Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi


bawahannya yang dinyatkan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. Berikut
adalah beberapa gaya kepemimpinan yang dapat mempengaruhi emosi anggota tim:
a. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya ini pertama kali dijelaskan pada akhir 1970 an oleh Bernard M. Bass.
Karakteristik dari gaya kepemimpinan ini adalah kemampuan untuk memotivasi
dan mengispirasi pengikut serta mengarahkan perubahan positif dalam
kelompok. Pemimpin transformasional cenderung cerdas secara emosional,
energik dan bergairah.
b. Gaya Kepemimpinan situasional
Teori kepemimpinan ini menekankan pengaruh signifikan dari lingkungan dan
situasi pada kepemimpinan.
c. Gaya Kepemimpinan Delegatif (Laissez faire)
Gaya ini dimana pemimpin memberikan kebebasan secara mutlak kepda para
anggotanya untuk melakukan tujuan dan cara mereka masing-masing. Pemimpin
cenderung membiarkan keputusan dibuat oleh siapa saja dalam kelompok
sehingga terkadang membuat semangat kerja tim pada umumnya rendah.
d. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Pemimpin sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan dan setiap
kebijakan, perturan, prosedur diambil dari idenya sendiri. Kepemimpinan ini
memusatkan kekuasaan pada dirinya sendiri sehingga tidak memperhatikan
kebutuhan bawahannya dan cenderung berkomunikasi satu arah yaitu dari
atasan (pimpinan) ke bawahan (anggota).
e. Gaya Kepemimpinan partisipatif
Dalam gaya ini, ide mengalir dari bawah (anggota) karena posisi kontrol atas
pemecaham masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian.
Pemimpin memberikan ruang gerak bagi para bawahan untuk dapat
berpartisipasi dalam pembuatan suatu keputusan serta adanya suasana
persahabatan dan hubungan saling percaya antar pemimpin dan anggota.
f. Gaya kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan jenis ini cenderung terdapat aksi transaksi antar pemimpin dan
bawahan dimana pemimpin akan memberikan reward ketika bawahan berhasil
melaksanakan tugas yang telah diselesaikan sesuai dengan kesepakatan.
Pemimpin dan bawahan memiliki tujuan dan kepentingan masing-masing.
g. Gaya Kepemimpinan Karismatik
Pemimpin disini memiliki pengaruh yang kuat atas para pengikutnya oleh
karena karisma dan kepercayaan diri yang ditampilkan. Para pengikut
cenderung mengikuti pemimpin karismatik karena kagum dan secara emosional
percaya dan ingn berkontribusi bersama dengan pemimin karismatik.

Sifat-sifat yang melekat pada seorang pemipin


a. Intelejensi
b. Kepercayaan diri
c. Determinasi
d. Integritas
e. Sosiabilitas

Indikator untuk mengukur gaya kepemimpinan (Gibron,2004)


a. Charisma
b. Ideal Influence (Pengaruh Ideal)
c. Inspiration
d. Intellectual Stimulation
e. Individualized consideration (perhatian individu)

DAFTAR REFERENSI
James.L Gibson,2004.Organisasi dan Manajemen, Erlangga ;Jakarta

DISKUSI & BERPIKIR KRITIS


Menurut anda sekalian dalam memimpin suatu organisasi gaya kepemimpianan
manakah yang tepat untuk di pergunakan?
Dalam keperawatan gawat darurat gaya kepemimpinan apa yang

tepat? LATIHAN SOAL

1. Seorang kepala ruang memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk


melakukan perubahan atau ide untuk dijalankan dengan tidak di kontrol oleh
kepala ruangan tersebut. kepala ruangan hanya memberikan arahahan apabila
diminta, karena kepala ruangan menilai bahwa bawahannya mampu dan
mempunyai motivasi dan komitmen yang tinggi. Apakah gaya kepemimpinan
yang diterapkan kepala ruangan tersebut?
a. Otokratis
b. Partisipasif
c. Demokraris
d. Laizer Faire
e. Karismatik
2. Seorang kepala ruang memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk
melakukan perubahan atau ide untuk dijalankan dengan tidak di kontrol oleh
kepala ruangan tersebut. kepala ruangan hanya memberikan arahahan apabila
diminta, karena kepala ruangan menilai bahwa bawahannya mampu dan
mempunyai motivasi dan komitmen yang tinggi. Apakah gaya kepemimpinan
yang diterapkan kepala ruangan tersebut?
a. Otokratis
b. Partisipasif
c. Demokraris
d. Laizer Faire
e. Karismatik
3. Seorang kepala ruang selalu mengambil keputusan sendiri walaupun banyak
perawat lain memberikan masukan, selalu memberikan beban kerja diluar dari
aturan yang ada. Kepala ruang selalu menyampaikan kalau keputusan yang
diambil adalah mewakili anggota walaupun tanpa proses musyawarah. Apakah
gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala ruangan tersebut?
a. Otokratis
b. Partisipasif
c. Demokraris
d. Laizer Faire
e. Karismatik
4. Rumah sakit tipe B akan mempersiapkan visitasi akreditasi, saat mengadakan
pertemuan ketua tim tampak sangat memotivasi, memberikan arahan karena
ketua tim merasa bahwa hanya ia yang mempunyai kewajiban dan mampu untuk
melakukan itu. Apakah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh ketua tim
keperawatan?
a. Otokratis
b. Partisipasif
c. Demokraris
d. Laizer Faire
e. Karismatik
5. Di suatu rumah sakit tipe B, katim pada saat rapat koordinasi, sering tidak
menyelesaikan konflik yang terjadi dan memilih untuk membicarakan topik/hal
yang lain daripada menyelesaikannya. Apakah strategi penyelesaikan konflik
yang dilakukan oleh katim?
a. kompromi
b. kompetisi
c. akomodasi
d. menghindar
e. kolaborasi
TOPIK III
MANAJEMEN KONFLIK

MATERI
Konflik merupakan kejadian yang pasti terjadi dalam lingkungan pekerjaan. Konflik
terjadi apabila dua orang atau lebih pihak yang mempunyai pandangan yang berbeda
tentang suatu situasi. Konflik tidak hanya memberikan efek negatif, tetapi juga
mempunyai efek positif bagi lingkungan kerja, tidak terkecuali di rumah sakit.
Konflik dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah orang yang terlibat konflik, yaitu
konflik personal dan konflik interpersonal (Wirawan, 2010; Robbins & Judge, 2015).
Konflik personal terjadi dalam diri seorang individu karena harus memilih dari
sejumlah alternatif pilihan yang ada atau karena mempunyai kepribadian ganda.
a. Konflik interpersonal terjadi di dalam suatu organisasi atau konflik di tempat
kerja. Konflik interpersonal terjadi tujuh macam bentuk, yaitu konflik
antarmanajer, konflik antara pegawai dan manajernya, konflik hubungan
industrial, konflik antarkelompok kerja, konflik antara anggota kelompok kerja
dan kelompok kerjanya, konflik interes, konflik antara organisasi dan pihak luar
organisasi.

Kepala ruangan disarankan dapat memfasilitasi penyelesaian konflik di antara stafnya


sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif di ruangannya (Marquis &
Huston, 2010; Robbins & Judge, 2015; Wirawan, 2010; Sitorus & Panjaitan, 2011).
Penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan cara berikut:.
a. Menghindar
Menghindar merupakan keinginan untuk menjauhkan diri atau menekan suatu
konflik. Cara ini dilakukan bila masalahnya tidak mengganggu pekerjaan, dan
diharapkan masalahnya dapat diselesaikan sendiri atau hilang sendiri (lose-lose
situation).
b. Mengakomodasi
Suatu pola di mana satu pihak menerima kepentingan pihak lain di atas
kepentingan sendiri dan ini dilakukan apabila masalah tersebut bukan masalah
penting atau satu pihak adalah pihak yang kuat (lose-win outcome). c. Bersaing
Pola untuk memuaskan keperntingan sendiri dengan menggunakan power. Pola
ini ingin mencapai tujuan tanpa peduli dengan pihak lain (win-lose outcome). d.
Kompromi
Merupakan pola penyelesaian konflik di mana setiap pihak ingin mencari
kesepakatan di antara kedua pihak tanpa ada ingin menang dan kalah.
e. Kolaborasi
Pola ini menyelesaikan konflik dengan menghadapi masalah secara langsung dan
mencari solusi yang memuaskan kedua belah pihak (win-win outcome).

Gaya manajemen konflik yang digunakan pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor tersebut di antaranya adalah:
a. Persepsi mengenai penyebab konflik
Robbins dan Judge (2015) menjelaskan persepsi merupakan sebuah proses
individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensoris untuk
memberikan pengertian pada lingkungannya. Persepsi seseorang yang
menganggap penyebab konflik menentukan kehidupan atau harga dirinya akan
berupaya untuk berkompetisi dan memenangkan konflik. Apabila seseorang
menganggap konflik tidak penting maka ia akan menggunakan pola menghindar
(Wirawan, 2010; Ellis & Bach, 2015).
b. Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya
Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi konflik akan menyusun
strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya. Jika mempredisksi
lawannya akan menggunakan gaya kompetisi, maka dia akan menggunakan gaya
yang sama (Wirawan, 2010).
c. Keterampilan berkomunikasi
Ellis & Bach (2015) mengungkapkan bahwa seseorang yang kemampuan
komunikasinya rendah akan mengalami kesulitan jika menggunakan gaya
manajemen kompetisi, kolaborasi atau kompromi. Ketiga gaya tersebut
memerlukan kemampuan kominikasi yang tinggi untuk berdebat dan
berargumentasi (Wirawan, 2010).
d. Kekuasaan yang dimilikinya
Kekuasaan yang dimiliki seseorang akan mengarahkan orang untuk
menempatkan kepentingannya sendiri di depan kepentingan orang lain.
Kemungkinan besar dia tidak mau mengalah dalam interaksi konflik (Wirawan,
2010; Robbins dan Judge, 2015).
e. Pengalaman menghadapi situasi konflik
Pengalaman yang panjang memberikan kontribusi kepada dalam menggunakan
manajemen konflik apa saja yang telah digunakan. Pengalaman juga dapat dilihat
dari masa kerjanya. Menurut Handoko (2010) masa kerja kategori baru ≤ 3
tahun. Masa kerja kategori lama > 3 tahun. Semakin bertambah masa waktu
seseorang bekerja akan semakin bertambah pengalaman kerjanya sehingga
pengalaman dan masa kerja ini saling terkait.
f. Usia
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik,
mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang. Karyawan muda
umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis dan krestif, tetapi cepat
bosan dan kurang bertanggung jawab. Karyawan yang umurnya lebih tua kondisi
fisiknya kurang, tetapi kerja ulet, tanggung jawabnya besar (Hasibuan, 2014).
g. Jenis kelamin
Gaya manajemen konflik wanita berbeda dengan gaya manajeman konflik laki
laki, walaupun ada pempimpin wanita yang disebut wanita besi. (Wirawan,
2010). Sumijatun (2009) mengatakan bahwa wanita cenderung mengembangkan
pola kompromi dan menghargai. Wanita belajar pendekatan negosiasi dengan
perlawanan konfrontasi sedini mungkin. Melalui strategi win win solution wanita
dididik berkompromi dengan harapan memuaskan semua pihak.
h. Pengetahuan
Pengetahuan dapat dilihat dari pendidikan yang mencerminkan kemampuan
seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Melalui latar belakang
pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan
tertentu (Hasibuan, 2014).
i. Kepribadian
Kepribadian merupakan sifat pembawaan seseorang yang dapat diubah dengan
lingkungan dan pendidikan (Hasibuan, 2014). Seseorang yang memiliki pribadi
pemberani, garang, tidak sabar, dan berambisi untuk menang cenderung
memilih gaya berkompetisi. Sedangkan, orang yang penakit cenderung untuk
menghindar. Kepribadian dapat dilihat dari reaksi yang ditunjukkan oleh
seseorang (Wirawan, 2010).
j. Budaya organisasi
Budaya organisasi sistem sosial dan norma perilaku yang berbeda menyebabkan
seseorang memiliki kecenderungan untuk memilih gaya manajemen konflik yang
berbeda. Seorang manajer perlu memahami budaya organisasi mana yang harus
dipertahankan dan mana yang harus diubah (Simamora, 2012).

Patton (2014) menyampaikan bahwa efek negatif dari konflik berdampak pada pasien,
kepuasan kerja, stress kerja, kurangnya kolaborasi, meningkatnya biaya operasional,
menurunkan produktivitas dan terjadinya turnover karyawan. Efek positif dari konflik
adalah munculnya ide-ide yang bermanfaat bagi rumah sakit, adanya perubahan ke arah
yang lebih baik jika konflik dapat diselesaikan. Higazee (2015) menyampaikan bahwa
mayoritas perawat mengalami konflik level sedang dengan tipe konflik intragrup dan
konflik kompetitif. Jenis konflik ini bersifat negatif dan mempengaruhi lingkungan kerja
yang menyebabkan ketidakpuasan kerja perawat.
Peran Kepala Ruang dalam Menyelesaikan Konflik
Menurut Tappen, Weiss, Whitehead (1998, dalam Sitorus & Panjaitan, 2011) seorang
kepala ruangan dapat mencegah konflik dengan menciptakan kualitas hidup pekerjaan.
Peningkatan ini dapat dilakukan dengan dukungan teman sejawat dan supervisor.
Dukungan ini terkait dengan pengembangan profesionalisme atau kepentingan pribadi.
Kepala ruangan sebaiknya melibatkan staf dalam penetapan keputusan, mendukung
untuk berpikir kritis, mendorong ide-ide baru/pendapat staf, memberikan penghargaan
secara professional, kesediaan mencari solusi, menunjukkan rasa hormat dan rendah
hati, menyediakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman, menata pemberian asuhan
keperawatan secara professional (Spagnol et al., 2010; Brown et al., 2011; Ellis & Bach,
2015). Perawat manajer sebaiknya menghabiskan lebih banyak waktu di ruang rawat,
sehingga dapat langsung berhubungan dengan para perawat pelaksana, membangun
tim melalui komunikasi dengan staf sehingga dapat mengurangi kesenjangan di antara
perawat menejer dan perawat pelaksana (Brown et al., 2011; Feather & Ebright, 2013).

DISKUSI
Menjadi seorang pemimpin tentunya di perlukan kemampuan dalam mengelola
masalah yang sedang dihadapi oleh anggotanya. Bagaimana jika anda berada diposisi
sebagai ketua tim dimana dalam proses pemberian asuhan keperawatan kepada pasien
terjadi kesalahan dalam pemberian obat yang dilakukan oleh salah satu perawat asosiet

LATIHAN SOAL
1. Seorang kepala ruangan melakukan rapat koordinasi untuk mengambil keputusan
dalam tugas dan target kompetensi yang harus dicapai. Hasil rapat mengundang
salah satu anggota tim melakukan interupsi terhadap keputusan tersebut. Namun
kepala ruangan mengatakan : “ saya tidak punya banyak waktu untuk membahas ini
sekarang. Silahkan saudara datang ke ruangan saya nanti. Apakah strategi
penyelesaian konflik apa yang dilakukan oleh kepala ruangan tersebut?
a. berkompromi
b. berkompetisi
c. bekerja sama
d. menghindari
e. berkolaborasi
2. Seorang kepala ruang Bangsal Penyakit Dalam pada hari yang sama harus menghadiri
beberapa kegiatan, pada pukul 08.00 WITArapat dengan direktur, kemudian Pukul
10.00 WITA memimpin Ronde keperawatan, dan pukul 08.30 WITAharus mengikuti
rapat rutin bulanan di ruangan. Apakah kemampuan yang harus dimiliki oleh
kepala ruangan tersebut?
a. Kecedasan Emosional yang bagus
b. Pengelolaan waktu yang efektif
c. Pengetahuan yang luas
d. Stamina yang bagus
e. Kerja cepat selesai
3. Di suatu rumah sakit tipe B, dengan kabid keperawatan sebagai top manager. Pada
rapat koordinasi, hampir setiap ada masalah kabid sering tidak menyelesaikan
konflik yang terjadi dan memilih untuk membicarakan topik/hal yang lain daripada
menyelesaikannya. Apakah strategi penyelesaikan konflik yang dilakukan oleh
kabid keperawatan?
a. Kompromi/negosiasi
b. Kompetisi
c. Akomodasi
d. Menghindar
e. Kolaborasi
4. Ketua Tim mendapatkan temuan dimana seorang perawat pemula melakukan
kesalahan dalam pemasangan kateter pada seorang pasien wanita. Ketika dikaji
Ketua tim mendapatkan informasi bahwa perawat tersebut adalah perawat yang
baru bekerja selama 1 bulan dibangsal tersebut, dan belum memiliki pengalaman
bekerja sebelumnya. Berdasarkan kasus diatas, pendekatan yang paling tepat yang
dapat dilakukan oleh Ketua Tim yaitu ?
a. Memotivasi perawat tersebut agar tidak mengulangi kesalahan lagi b.
Melakukan pengarahan atau pembinaan agar perawat tersebut lebih terampil c.
Melakukan komunikasit dengan staf lain untuk mendampingi
d. Mendelegasikan tugas tersebut terhadap perawat lain
e. Memnberikan hukuman terhadap perawat tersebut
5. Seorang kepala ruangan melakukan rapat koordinasi untuk mengambil keputusan
dalam tugas dan target kompetensi yang harus dicapai. Hasil rapat mengundang
salah satu anggota tim melakukan interupsi terhadap keputusan tersebut. Namun
kepala ruangan mengatakan : “ saya tidak punya banyak waktu untuk membahas ini
sekarang. Silahkan saudara datang ke ruangan saya nanti.” Apakah strategi
penyelesaian konflik apa yang dilakukan oleh kepala ruangan tersebut?
a. berkompromi
b. berkompetisi
c. bekerja sama
d. menghindari
e. berkolaborasi
TOPIK IV
TIMBANG TERIMA

MATERI
a. Pengertian

Timbang terima adalah salah satu penerapan komunikasi efektif


petugas kesehatan adalah pada saat melaksanakan timbang terima/ operan/
handover dimana timbang terima memiliki hubungan dalam jaminan
kesinambungan, kualitas dan keselamatan pelayanan kesehatan pada pasien
(Dewi, 2012 & Kesrianti, 2014) .Timbang terima merupakan teknik yang
digunakan untuk menyampaikan dan menerima laporan sehubungan dengan
keadaan klien dilakukan antar perawat dengan perawat maupun antara
perawat dengan klien secara akurat serta lebih nyata, serta dilakukan secara
singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat,
sesudah/sebelum tindakan kolaboratif dan perkembangan pasien saat ini
(Nursalam, 2015).

Laporan serah terima penting dilakukan untuk memastikan


penyampaian yang akurat, terkini dan relevan, dimana kegiatan ini
melibatkan pihak antar profesi kesehatan terutama dokter dan perawat yang
berpartisipasi dalam perawatan pasien untuk benar-benar menyadari
situasi, latar belakang dan penilaian serta rencana perawatan dengan baik,
sebab kegagalan komunikasi pada setiap titik dalam rantai komunikasi dapat
menghasilkan konsekuensi yang merugikan bagi pasien (Liu et al, 2012).

Menurut Kassesan dan Jago 2005 Metode dalam Putra 2014


pelaksanaan timbang terima dapat dilakukan dengan dua metode yaitu yang
pertama adalah metode tradisional atau di nurse station dimana timbang
terima hanya dilakukan di meja perawat, hanya menggunakan komunikasi
satu arah sehingga memungkinkan tidak muncul diskusi dan pertanyaan,
jika ada pengecekan hanya sekedar memastikan kondisi secara umum dan
tidak ada feedback pasien atau keluarga. Selanjutnya adalah metode yang
kedua yaitu metode bedside handover atau di samping tempat tidur klien
dimana pada metode ini secara langsung melibatkan pasien dan keluarga
untuk mendapatkan feedback. Metode ini tidak berbeda jauh dengan
tradisional namunmetode ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya
meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait
kondisi penyakitnya secara up to date, meningkatkan hubungan caring dan
komunikasi antara perawat dengan pasien, dan mengurangi waktu untuk
melakukan klarifikasi ulang pada kondisi pasien secara khusus.

Pemilihan tempat sangat penting diperhatikan untuk kegiatan timbang


terima pasien, karena berhubungan dengan kenyamanan klien dan perawat,
tempat yang tepat adalah dilakukan di ruang perawat/ nurse station
idelanya, diperlukan tempat yang luas untuk meningkatkan kenyamanan
dan memungkinkan seluruh staf dapat hadir mengikuti serah terima, tempat
bebas dari gangguan misalnya suara bising, handphone, alarm dan berbicara
yang dapat mempengaruhi penerimaan informasi secara tidak tepat,
terdapat tempat hasil lab, X-ray, dan informasi klinis lainnya (Tribowo,
2013).

b. Jenis Timbang Terima

Jenis timbang terima atau serah terima yang berhubungan dengan


perawat menurut Hughes (2008) ; AustralianResource Center for Healtcare
Innovation (2009) ; Friesen, White, danByers (2009) dalam Tribowo 2013
anatara lain terdiri atas :

1) Serah terima pasien antar shift

Kegiatan serah terima ini dapat dilakukan dengan berbagai cara


diantaranya secara lisan, catatan tulis tangan, di samping tempat tidur
pasien, melalui telepon, rekaman, nonverbal, menggunakan laporan
elektronik, cetakan komputer dan memori.
2) Serah terima pasien antar unit keperawatan
Kegiatan ini dilakukan apabila terjadi transfer pasien antar unit
keperawatan selama pasien dirawat di rumah sakit.
3) Serah terima pasien antar unit perawatan dengan unit pemeriksaan
diagnostik
Kegiatan serah terima dilakukan pada unit perawatan dengan unit
pemeriksaan diagnostik, karena hal ini sangat penting sehubungan
dengan keamanan dan pemenuhan kebutuhan informasi klien yang
sedang atau selama menjalani perawatan di rumah sakit.

4) Serah terima pasien antar fasilitas kesehatan


Hal ini dimaksudkan karena adanya perbedaan tingkat perawatan antara
fasilitas kesehatan yang satu dengan fasilitas kesehatan yang lain,
sehingga diperlukan serah terima untuk pemenuhan kebutuhan informasi
dan meningkatkan kenyamanan bagi klien.

5) Serah terima pasien dan obat-obatan

Kegiatan serah terima dilakukan karena terkait pemenuhan informasi


pengobatan selama perawatan dan mencegah terjadinya kesalahan dalam
informasi serta pemberian terapi pengobatan. Proses serah terima yang
dilakukan antar shift dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
handover verbal secara tatap muka di kantor perawat atau di samping
tempat tidur pasien serta melalui rekaman audio, namun serah terima
disamping tempat tidur klien merupakan proses untuk mengurangi risiko
terkait dengan kesalahpahaman dan kesalahan informasi atau gangguan
informasi yang tidak tepat/ tidak jelas, kemudian meningkatkan
partisipasi pasien dalam hubungan antar perawat, pasien dan keluarga
selama masa perawatan serta membantu perawat untuk memfasilitasi
kenyamanan bahwa pelayanan yang diberikan berpusat pada pasien
(Sherman, Sand-Jecklin, & Johnson, 2013 dikutip dalam Tobiano et al,
2017)

Prosedur tahapan timbang terima dilakukan mulai dari persiapan atau


pre-conference, pelaksanaan di nurse station dan dilanjutkan di samping
tempat tidur pasien atau bedside, serta setelah timbang terima atau post-
cenference. Pada tahap awal atau persiapan dilakukan di nurse station dimana
dalam tahap ini semua informasi penting mengenai perkembangan pasien
harus disampaikan, pada tahap ini perawat harus duah mencatat dan
melengkapi status pasien yang memuat intervensi keperawatan, catatan
perkembangan, tindakan pengobatan, order pemeriksaan dan informasi lain
dari dokter (Chaboyer et al, 2008 dalam Dewi, 2012). Informasi untuk
timbang terima dapat diperoleh dari dokumentasi keperawatan, berupa
nursingcare plan serta kardeks pasien dan pesan tertulis yang singkat
dalambentuk memo terkait medical treatment (Currie & Watterson, 2008
dalam Dewi 2012).

Kemudian tahap selanjutnya adalah pelaksanaan atau kontrol


pasien/walk around/ ke kamar pasien untuk melihat langsung kondisi
pasien, melibatkan pasien untuk bertanya, mengklarifikasi atau
mengkonfirmasi kondisi dan pemeriksaan keselamatan (safety scan) yang
meliputi identifikasi resiko jatuh pada pasien, memeriksa peralatan oksigen
dan cairan yang terpasang, mendekatkan peralatan mobilisasi ke pasien serta
menekankan kembali poin penting keadaan pasien (repeat back) dalam
pelayanan berkesinambungan. Kemudian tahap terakhir dalam pelaksanaan
timbang terima ialah post-timbang terima, diskusi dan pelaporan yang
ditulis/didokumentasikan secara langsung oleh perawat pelaksana diketahui
oleh kepala ruangan (Dewi, 2012 & Nursalam, 2015).

Pada seluruh rangkaian dan proses kegiatan timbang terima perlu


diperhatikan dan dilakukan strategi agar kegiatan timbang terima dapat
berjalan sesuai dengan harapan, hal ini diungkapkan oleh Chaboyer et al,
2009 dalam jurnal Bedside Handover QualityImprovement Strategy to
“Transform Care at the Bedside” dimanapada strategi tersebut memiliki 4
pilar yaitu keamanan dan keandalan, vitalitas tim perawatan, perawatan yang
berpusat pada pasien dan adanya proses peningkatan dari perawatan,
sehingga strategi ini mampu menjadi kerangka kerja untuk meningkatkan
kualitas dalam proses timbang terima dan berpusat pada klien.

Kompetensi yang dimiliki dalam kegiatan timbang terima dapat


menjadi pedoman dan dapat diikuti serta diaplikasikan dalam perawatan,
maka dari itu terkait kompetensi tersebut Chaboyer et al, 2009 menyebutkan
ada beberapa indikator kinerja dalam kompetensi serah terima yang
berpusat pada pasien antara lain :

1) Pastikan lingkungan pasien aman dan nyaman untuk dilakukan


kegiatan serah terima
2) Perkenalkan diri perawat yang akan bertugas dan pastikan pasien
merasa nyaman untuk melanjutkan kegiatan serah terima
3) Tunjukkan penerapan prinsip privasi, kepekaan, martabat, dan rasa
hormat selama proses serah terima berlangsung
4) Menunjukkan rasa hormat kepada pasien melalui bahasa tubuh,
volume dan nada dalam penyampaian informasi
5) Perhatikan data biografi, riwayat dan status pasien yang perlu dijaga
kerahasiaannya
6) Penyampaian informasi penting terkait pemeriksaan dan hasil
investigasi khusus perawatan yang telah dipesan atau perlu dan tidak
perlu diketahui pasien
7) Setiap perubahan yang dihasilkan dari perawatan harus dicatat

8) Berikan kesempatan dan utamakan keputusan pasien dalam


pemberian perawatan terutama dalam rencana keperawatan yang
akan dan telah diberikan
9) Berikan kesempatan pada pasien untuk melakukan klarifikasi dan
konfirmasi terkait informasi masalah kesehatannya selama masa
perawatan
10) Lakukan pemeriksaan keamanan catatan pasien, lingkungan dan
pengobatan
11) Tutup sesi serah terima dengan tepat sebelum mengakhirinya
Pedoman dalam kegaiatn timbang terima menurut Keliat Budi dalam
Sugiharto 2012 dimana waktu kegiatan dilaksanakan pada setiap awal
pergantian shift, tampat kegiatan di kantor perawat, penanggung jawab
kepala ruangan dan penanggung jawab shift. Kegiatan :
1) Kepala ruangan atau penanggung jawab shift membuka kegiatan
dengan salam

2) Penanggung jawab shift yang memimpin operan menyampaikan: a)


Kondisi atau keadaan klien : Diagnosa keperawatan, tujuan keperawatan
yang telah dicapai, tindakan yang sudah dilaksanakan, dan hasil asuhan
keperawatan.
b) Tindak lanjut untuk shift berikutnya
3) Perawat pada shift berikutnya mengklarifikasi penjelasan yang telah
disampaikan
4) Kepala ruangan memimpin ronde ke kamar pasien
5) Kepala ruangan merangkum informasi operan dan memberikan saran
tindak lanjut
6) Kepala ruangan memimpin doa bersama dan menutup kegiatan
7) Bersalaman

Menurut Joint Commission Hospital Patient Safety dikutip dalam Patton,


Kurt A. (2007), menyusun pedoman implementasi untuk timbang terima
selengkapnya ialah sebagai berikut :

a. Interkasi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk adanya


pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi pasien. b. Informasi
tentang pasien yang disampaikan harus up to date meliputi terapi, pelayanan,
kondisi dan kondisi saat ini serta yang harus diantisipasi.

c. Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh perawat


penerima dengan melakukan pengecekan dengan membaca, mengulang dan
mengklarifikasi. Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit,
termasuk perawatan dan terapi sebelumnya.
d. Handover tidak disela dengan tindakan lain untuk meminimalkankegagaln
informasi atau terlupa.
Menurut Rosyidi 2013 evaluasi yang dapat dilakukan terkait kegiatan
timbang terima secara keseluruhan dapat dilakukan dengan :

a. Evaluasi struktur
Sarana dan prasarana timbang terima yang menunjang telah disiapkan
seperti catatan timbang terima, status klien, work sheet dan kelompok shift
timbang terima, kegiatan harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah
dibuat, timbang terima dilaksanakan pada pergantian shift dan dipimpin oleh
perawat primer yang berdinas saat itu.
b. Evaluasi proses
Proses timbang terima dipimpin oleh kepala ruangan dan dilaksanakan
oleh seluruh perawat yang bertugas maupun yang akan berganti shift, perawat
primer mengoperkan pada perawat primer selanjutnya yang akan berganti
shift, timbang terima dilakukan di nurse station kemudian dilanjutkan ke
samping tempat tidur klien dan kembali lagi ke nurse station, isi timbang
terima mencakup jumlah klien, masalah keperawatan, intervensi yang sudah
dan belum dilakukan, pesan khusus serta saat ke klien dan klarifikasi hanya
dilakukan tidak boleh lebih dari 5 menit.

c. Evaluasi hasil
Kegiatan dihadiri oleh satu pembimbing klinis dan supervisor, selama
kegiatan masing masing bekerja sesuai dengan tugasnya, kegiatan dimulai
sesuai dengan waktu yang ditentukan, dan kegiatan berjalan dengan
lancar serta tujuan tercapai dengan baik.

Menurut Nursalam 2015 timbang terima pasien dilakukan melalui


beberapa tahap diantaranya :
a. Perencanaan di nurse station, dilakukan dengan kegiatan :
1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift/operan

2) Prinsip timbang terima ialah pasien baru masuk dan pasien yang
dilakukan timbang terima khususnya pasien yang memiliki
permasalahan yang belum atau dapat teratasi serta yang membutuhkan
observasi lebih lanjut.

3) Ketua tim atau perawat pelaksana menyampaikan timbang terima


kepada perawat pelaksana (yang menerima pendelegasian) berikutnya,
hal yang perlu disampaikan dalam timbang terima :
a) Aspek umum yang meliputi M1 s/d M5
b) Jumlah pasien
c) Identitas pasien dan diagnosis medis
d) Data (Keluhan subjektif/objektif)
e) Masalah keperawatan yang masih muncul
f) Intervensi keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan (secara
umum)
g) Intervensi kolaboratif dan mandiri
h) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan (persiapan
operasi, pemeriksaan penunjang dan progrma lainnya).

b. Pelaksanaan, dilakukan dengan tindakan :


1) Kantor perawat (nurse station):
a) Kedua kelompok dinas sudah siap (shift jaga)
b) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan catatan
c) Kepala ruang membuka acara timbang terima
d) Penyampaian yang jelas, singkat dan padat oleh perawat jaga (NIC) e)
Perawat jaga shift selanjutnya dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab
dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang terimakan
dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas.
2) Di bed pasien
a) Kepala ruang menyampaikan salam dan perawat pelaksana
menanyakan kebutuhan dasar pasien.
b) Perawat jaga selanjutnya mengkaji secara penuh terhadap masalah
keperawatan , kebutuhan, dan tindakan yang telah atau belum
dilaksanakan, serta hal-hal penting lainnya selama masa perawatan.
c) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang matang
sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan
kepada petugas berikutnya

c. Setelah timbang terima atau Post- timbang terima, dilakukan dengan


kegiatan :
1) Diskusi
2) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada format
timbang terima yang ditandatangani oleh perawat pelaksana yang jaga
saat itu dan perawat pelaksana yang jaga berikutnya diketahui oleh
kepala ruangan.
3) Ditutup oleh kapala ruangan

DISKUSI

Saat ini setiap rumah sakit diharuskan melakukan akreditasi, apa saja yang dapat kita
persiapkan terkait kegiatan timbang terima sehingga memiliki aspek legal dan sesuai
dengan kebutuhan akreditasi rumah sakit.

LATIHAN SOAL VIGNET


1. Seorang laki-laki berusia 50 tahun, dirawat di ruang ICCU dengan keluhan dada terasa
ditusuk-tusuk sampai kebelakang, dan napas terasa sesak, saat tim perawat pagi 3 orang
sedang melakukan timbang terima ke shift perawatan sore sebanyak 2 orang. Keluarga
panik dan marah-marah dengan perawat karena dianggap lambat menolong pasien.
Apakah sikap yang tepat dalam merespon kasus tersebut?
a. timbang terima diteruskan dan minta mahasiswa untuk menangani pasien lebih
dulu
b. Timbang terima diteruskan dan satu orang perawat menenangkan keluarga
pasien
c. Timbang terima diteruskan dan berjanji akan mendatangi setelah selesai
d. Tetap meneruskan timbang terima dengan perawat shift berikutnya. e.
Timbang terima dihentikan dan semua perawat mendatangi pasien

2. Seorang perawat primer bertanggung jawab pada pasien di ruang rawat. Salah satu
klien yang dirawat mengalami penurunan status gizi drastic. Intervensi telah
dilaksanakan sesuai rencana, namun belum menujukan perubahan. Kemudian
perawat tersebut merencakanan untuk mendiskusikan kasus tersebut dengan
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. Apakah kegiatan yang di rencanakan pada kasus tersebut di
atas?
a. Supervisi
b. Pendelegasian
c. Timbang terima
d. Dischard planning
e. Ronde keperawatan
3. Seorang perawat berdinas pagi akan mengakhiri waktu dinasnya, sebelum melakukan timbang terima
kepada perawat dinas sore maka perawat tersebut harus membuat laporan serah terima. Apakah
informasi yang harus di cantumkan pada laporan tersebut?
a. Tindakan rutin perawatan pasien
b. Tanda – tanda vital sejak masuk rumah sakit
c. Jumlah total obat yang diterima pada shif tersebut
d. Semua hasil pemeriksaan sejak masuk rumah sakit
e. Obat-obatan dan tindakan yang sudah diberikan pada shif tersebut DAFTAR RUJUKAN
Abidin, Y.Z. (2015). Manajemen komunikasi. filosofi, konsep dan aplikasi. Bandung: Pustaka
Setia.

Afiyanti, Y & Rachmawati, I.N. (2014). Metodologi penelitian kualitatif dalam riset
keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Rajawali Pers.

Afrizal. (2014). Metode penelitian kualitatif: sebuah upaya mendukung penggunaan


penelitian kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu. Edisi 1. Jakarta: Rajawali Pers.

Arwani & Supriyatno, H. (2006). Manajemen bangsal keperawatan. Jakarta: EGC.

Caldwell, G. (2012). Clinical Leadership in Quality and Safety at The Point of

Care

Handoko, H. (2010). Manajemen personalia dan sumber daya manusia. Edisi 2. Yogyakarta:
BPFE UGM.

Hasibuan, M.S.P. (2014). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Huber, D.L. (2010). Leadership and nursing care management. 4th Edition. Missouri: Elsevier
Health Sciences.

Julianto, M. (2016). Peran dan fungsi manajemen keperawatan dalam manajemen konflik.
Jurnal Rumah Sakit Fatmawati (Internet), April, 1 (5). Available from:
<http://202.137.25.13/ejurnal/> (Accessed 1st August 2016)

Keliat, B.A & Akemat. (2009). Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC.

Kuntoro, A. (2010). Buku ajar manajemen keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kusumaningrum, A., Sukesi, N. & Kusuma, M.A. (2013). Efektifitas fungsi manajerial
kepala ruang terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan
keperawatan di ruang rawat inap RSUD Ungaran. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan (Internet), 1 (4). Available from: <http://pmb.stikestelogorejo.ac.id/e
journal/index.php/ilmukeperawatan/ article/view/162> (Accessed 13th August 2016)

Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan: teori &
aplikasi. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2015). Leadership roles and management functions in
nursing: theory and application. 8th Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

Nursalam. (2017). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktek Keperawatan


Profesional Edisi 5. Selemba Medika: Jakarta.

Rosyidi, K. (2013). Manajemen kepemimpinan dalam keperawatan. Jakarta: Trans Info


Media.
Safitri, N., Widiyanto, P. & Mareta, R. (2013). Hubungan fungsi manajemen kepala ruang
dengan kualitas tindakan pemasangan infus di rumah sakit “x” Muntilan. Jurnal
Fakultas Ilmu Kesehatan (Internet). Available from:
<http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle
&article=114668> (Accessed 1st August 2016)

Sigit S,A., Keliat, B.A. & Hariyati, R.T.S. (2011). Pengaruh fungsi pengarahan kepala ruang
dan ketua tim terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD Blambangan
Banyuwangi. Jurnal Keperawatan Indonesia (Internet), 14 (2). Available from:
<http://ejournal.narotama. ac.id/> (Accessed 3rd August 2016)

Simamora, R.H. (2012). Buku ajar manajemen keperawatan. Jakarta: EGC.

Sitorus, R & Panjaitan, R. (2011). Manajemen keperawatan: manajemen di ruang rawat.


Jakarta: Sagung Seto.

Scovell, S. (2010). Role of The Nurse To Nurse Handover In Patient Care. Nursing
Standard

Spagnol, C.A., Santiago, G.R., Campos, B.M.D.O., Badaró, M.T.M., Vieira, J.S. & Silveira,
A.P.D.O. (2010). Conflict situations experienced at hospital: the view of nursing
technicians and auxiliaries. Revista da Escola de Enfermagem da USP (Internet), 44
(3) pp.792-799. Available from: <http://www.ee.usp.br/reeusp/> (Accessed 3rd
August 2016)

Sudarta, I.W. (2015). Manajemen keperawatan: penerapan teori model dalam pelayanan
keperawatan. Sleman: Gosyen Publishing.

Sugiharto, A.S., Keliat, B.A. & Hariyati, R.T.S. (2012). Manajemen keperawatan: aplikasi
MPKP di rumah sakit. Jakarta: EGC.

Triwibowo, C. (2013). Manajemen pelayanan keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Wirawan. (2010). Konflik dan manajemen konflik. teori, aplikasi dan penelitian. Jakarta:
Salemba Humanika.

Anda mungkin juga menyukai