)
DALAM UPAYA MERILIS VARIETAS GANDUM UNGGUL
INDONESIA
Oleh:
Irfan Suliansyah1), Nurwanita Ekasari Putri1), Damanhuri2), Muhammad Azrai3) Amin Nur3)
1)
Universitas Andalas, 2)Universita Brawijaya, 3)Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, 4)Institut Pertanian Bogor
irfan.suliansyah@yahoo.com
ABSTRACT
Gandum bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun tepung gandum (terigu)
saat ini sudah menjadi sumber karbohidrat kedua setelah beras. Konsumsi gandum
masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat dan pada tahun 2011 yang
sudah mencapai 21,20 kg/kapita/tahun. Kebutuhan gandum Indonesia dipenuhi dengan
jalan impor. Pada tahun 2012 volume impor gandum Indonesia mencapai 7,1 juta ton pada
tahun 2012, yang menempatkan Indonesia sebagai pengimpor gandum terbesar kedua di
dunia. Peluang pengembangan gandum lokal cukup besar, oleh karena itu, sudah
selayaknya gandum lokal dikembangkan. Hingga saat ini, baru 7 varietas gandum
nasional yang telah dirilis. Hal ini dirasa masih sangat terbatas jumlahnya. Oleh karena
itu, perlu dilakukan perakitan dan rilis varietas gandum unggul baru untuk menambah
koleksi dan pilihan varietas gandum nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut, anggota
konsorsium gandum Indonesia telah melakukan uji multilokasi sebagai persyaratan rilis
varietas unggul baru. Dari hasil uji multilokasi, beberapa galur harapan menunjukkan
potensi hasil dan rata-rata hasil yang tinggi, namun dengan mempertimbangkan
keunggulan sepesifiknya dan sumber daya genetiknya, diajukan empat calon varietas
gandum unggul baru yang sesuai untuk dataran menengah – tinggi yaitu: galur GGM 1,
GGM 6, GGM 9, dan SO3.
PENDAHULUAN
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman serealia utama dunia sebagai
sumber karbohidrat. Di Indonesia, tepung gandum lebih dikenal dengan nama tepung
terigu. Meskipun hampir tidak ada petani di Indonesia yang membudidayakannya, namun
saat ini gandum sudah menjadi sumber karbohidrat kedua setelah beras. Besarnya
kebutuhan gandum dalam negeri seiiring dengan tingginya permintaan tepung gandum,
karena meningkatnya konsumsi tepung gandum masyarakat Indonesia. Tercatat pada
tahun 2010 konsumsi gandum Indonesia mencapai 21,2 kg/kapita/tahun, naik sekitar
500% dalam kurun waktu 30 tahun ini. Bahkan, diperkirakan pada tahun 2050, konsumsi
Indonesia mencapai 22,4 kg/tahun (US Wheat Association, 2011 dalam Wahida, 2011).
Untuk memenuhi kebutuhan gandumnya, Indonesia mengimpor berbagai produk
berbasis gandum dari berbagai negara. Setiap tahun terjadi kenaikan volume dan nilai
impor gandum Indonesia. Pada tahun 2012 Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor
2
gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir. Berdasarkan data dari United State
Department of Agriculture (USDA) pada tahun 2011 volume impor gandum Indonesia
mencapai 6,7 juta ton dan meningkat sebanyak 7,1 juta ton pada tahun 2012. Volume
impor gandum pada tahun 2013 diprediksi akan mencapai 8 juta ton (Detikfinance, 2012).
Dengan harga tepung terigu saat ini sebesar US$ 593/ton, maka dibutuhkan devisa negara
sekitar US$ 2,4 miliar atau Rp 22,1 triliun per tahun. Nilai yang amat besar bagi
pengurasan devisa negara.
Kebijakan impor gandum apabila dipikirkan lebih mendalam, bukanlah suatu
solusi untuk menjawab peningkatan permintaan kebutuhan terigu di dalam negeri. Bahkan
sebaliknya, kebijakan impor inilah yang menjadi masalah besar bagi Indonesia karena
nilai impor gandum semakin membengkak setiap tahunnya. Hampir bisa dipastikan dalam
waktu yang tidak lama lagi Indonesia akan menjadi negara pengimpor gandum terbesar di
dunia.
Tanaman Gandum pada dasarnya dapat beradaptasi baik di Indonesia, terutama di
daerah pada ketinggian 1000 – 3000 m dpl dengan pengairan yang baik, tanah lempung
berpasir dan daerah arid serta semi arid. Pada ketinggian tersebut sangat sesuai bagi
tanaman gandum yang memerlukan suhu rendah untuk proses vernalisasi. Saunders (1988)
mengemukakan bahwa dengan pengairan, pemupukan, dan pemeliharaan yang sesuai,
hasil gandum dapat mencapai 5 t/ha dan akan semakin menurun pada ketinggian tempat
yang lebih rendah. Hasil penelitian Balitsereal menunjukkan bahwa gandum di dataran
tinggi Malino (1350 m dpl) dapat mencapai hasil 3 – 5 t/ha (Hamdani et al., 2002). Hasil
evaluasi terhadap galur-galur gandum koleksi Balitsereal dan mutan yang dihasilkan oleh
BATAN berkisar antara 4.7 – 7.4 t/ha di Tosari (Hamdani et al., 2002). Hasil pengujian
gandum asal Republik Slovakia yang dilaksanakan di Sumatera Barat pada sembilan
lokasi menunjukkan potensi produksi yang menjanjikan, yaitu berkisar 3 – 9 ton per hektar
(Suliansyah, et al., 2011). Namun demikian, pengujian-pengujian di lokasi lain masih
diperlukan untuk melengkapi uji multi lokasi genotipe-genotipe gandum harapan.
Hingga saat ini, baru 7 varietas gandum yang telah dirilis yaitu varietas Timor
yang dirilis tahun 1981, Nias tahun tahun 1993, Selayar dan Dewata tahun 2003, GURI 1
dan GURI 2 serta Ganesa 1 pada tahun 2013. Hal ini dirasa masih sangat terbatas
jumlahnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perakitan dan rilis varietas gandum unggul
baru untuk menambah koleksi dan pilihan varietas gandum nasional. Untuk mewujudkan
hal tersebut, telah melakukan uji multilokasi dengan tujuan melihat pertumbuhan dan
potensi hasil beberapa genotipe gandum dalam upaya untuk merilis varietas gandum
unggul baru.
Uji adaptasi dilaksanakan di 8 lokasi, yaitu 5 lokasi pada MT 2012 dan 3 lokasi
pada MT 2013. Deskripsi lokasi pengujian disajikan pada Tabel 2. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Bila
terdapat perbedaan nilai tengah varietas dalam uji F, Least significance Increase (LSI)
pada taraf nyata 5% dengan membandingkan antara kandidat varietas dengan varietas
pembanding (Petersen, 1994). Analisis stabilitas hasil menggunakan metode Finlay dan
Wilkinson (1963).
hasil panen galur uji dan varietas pembandingnya di setiap lingkungan pengujian disajikan
pada Tabel 4. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa beberapa galur uji memiliki
keunggulan terhadap satu atau lebih varietas pembanding pada beberapa lingkungan.
Tabel 4. Rata-rata hasil biji pada kadar air 12% (t/ha) calon varietas gandum dan
varietas pembanding, MT 2012 - 2013.
Hasil (t/ha)
Galur
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 Rerata
ab b ab ab ab
GCM1 2,59 2,61 4,31 3,26 2,61 1,13 b
4,03 7,53 3,51a
GCM2 0,89 3,07 3,44 2,09 1,27 0,69 1,93a 7,35ab 2,59
GCM3 2,89 2,81 3,38 2,10 2,37ab 0,83 3,62ab 5,97a 3,00
GCM4 2,44 1,49 3,48 2,26 0,66 0,92 3,53ab 2,72 2,19
GCM5 2,52 2,35 3,66 2,20 3,00ab 0,53 3,71ab 6,02a 3,00
GCM6 2,67 2,53 4,17ab 4,12ab 2,61ab 1,44ab 4,38ab 8,55ab 3,81ab
GCM7 3,56 2,51 3,60 1,12 1,98ab 0,97 2,66a 1,92 2,29
GCM8 2,22 2,06 4,22ab 3,04 1,53ab 1,66ab 3,41ab 2,73 2,61
H-20 2,81 3,16 4,54ab 3,58ab 1,62ab 2,36ab 4,30ab 5,13 3,44a
SO-3 1,48 2,71 5,28ab 3,49ab 1,60ab 2,25ab 3,99ab 4,66 3,18
SO-8 2,59 3,39 3,64 2,20 2,16ab 0,43 2,79a 3,35 2,57
SO-9 2,81 2,39 3,68 1,39 1,76ab 0,41 2,86a 5,48 2,60
NIAS (a) 4,15 4,13 3,63 3,08 1,11 1,17 1,40 4,75 2,93
SELAYAR (b) 4,74 4,59 3,33 2,74 1,26 0,95 2,82 5,38 3,22
Rerata 2,74 2,84 3,88 2,62 1,83 1,12 3,24 5,11 2,92
SE 0,22 0,21 0,16 0,12 0,07 0,07 0,20 0,31 0,33
5%LSI 0,48 0,45 0,36 0,26 0,16 0,15 0,44 0,67 0,41
KK (%) 14,0 12,8 7,5 8,3 7,0 11,5 10,7 10,4 11,20
Keterangan: a = Nyata lebih unggul dari varietas Selayar pada uji LSI 5%; b = Nyata lebih unggul dari Dewata pada uji LSI 5%;
L1 = Batu-Jatim 2012; L2 = Sungaibrantas-Jatim 2012; L3 = Malino-Sulsel 2012, L4 = Malakaji-Sulsel 2012, L5 =
Alahan Panjang,-Sumbar 2012; L6 = Pangkep-Sulsel 2013; L7 = Malakaji-Sulsel 2013, L8 = Tosari-Jatim 2013
Galur GCM1 dengan kisaran hasil panen 1,13 t/ha (Pangkep 2013) – 7,53 t/ha
(Tosari 2013), nyata lebih unggul dari kedua varietas pembanding di Malino-Sulsel 2012,
Alahan Panjang,-Sumbar 2012, Malakaji-Sulsel 2013, dan Tosari-Jatim 2013 serta nyata lebih
unggul dari varietas pembanding Selayar di Malakaji-Sulsel 2012 dan Pangkep-Sulsel 2013.
Untuk rata-rata hasil semua lokasi sebesar 3,51 t/ha, nyata lebih unggul dari Varietas Nias.
Kisaran hasil galur GCM6 sebesar 1,44 t/ha (Pangkep 2013) – 8,55 t/ha (Tosari 2013). Galur
ini nyata lebih unggul dari kedua varietas pembanding di Malino 2012, Malakaji 2012, Alahan
Panjang, 2012, Pangkep 2013, Malakaji 2013 dan Tosari 2013. Untuk rata-rata hasil semua
lokasi sebesar 3,81 t/ha, juga nyata lebih unggul dari Varietas Nias dan Selayar. Untuk galur
H-20, kisaran hasilnya 1,62 t/ha (Alahanpanjang 2012) – 5,13 t/ha (Tosari 2013). Galur uji ini
nyata lebih unggul dari kedua varietas pembanding di Malino 2012, Malakaji 2012, Alahan
Panjang, 2012, Pangkep 2013 dan Malakaji 2013. Untuk rata-rata hasil semua lokasi sebesar
3,44 t/ha, nyata lebih unggul dari Varietas Nias. Kisaran hasil galur SO-3 sebesar 1,48 t/ha
(Batu 2012) – 5,28 t/ha (Malino 2012). Galur uji ini nyata lebih unggul dari kedua varietas
pembanding di Malino 2012, Malakaji 2012, Alahan Panjang, 2012, Pangkep 2013 dan
Malakaji 2013. Untuk rata-rata hasil semua lokasi sebesar 3,18 t/ha, relatif sebanding dengan
kedua varietas pembanding.
Pendekatan pemuliaan untuk memilih genotipe yang hasilnya tinggi ditentukan
oleh tujuan perakitan varietas, yaitu varietas yang spesifik lingkungan atau varietas yang
6
stabil serta beradaptasi pada lingkungan yang luas. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan
analisis stabilitas hasil dengan metode AMMI yang melibatkan semua lingkungan
pengujian dan musim untuk mengetahui tingkat adaptabilitas calon-calon varietas gandum
yang diusulkan untuk dilepas sebagai varietas gandum unggul baru Tabel 5.
Tabel 5. Rerata dan stabilitas hasil panen gandum(k.a 12%) berdasarkan analisis
gabungan lingkungan.
MS- MS- MS-
Galur Rerata bi SE R2(%)
TXL REG DEV
GCM1 3.51 1.48* 0.207 0.72 2.34 0.45 47
GCM2 2.59 1.57* 0.334 1.48 3.39 1.16 33
GCM3 3.00 1.15 0.157 0.25 0.24 0.26 14
GCM4 2.19 0.65* 0.248 0.72 1.25 0.64 25
GCM5 3.00 1.18 0.216 0.46 0.35 0.48 11
GCM6 3.81 1.61* 0.315 1.43 3.84 1.03 38
GCM7 2.29 0.33* 0.304 1.49 4.69 0.96 45
GCM8 2.61 0.48* 0.24 0.92 2.85 0.6 44
H-20 3.44 0.87 0.173 0.29 0.17 0.31 8
SO-3 3.18 0.88 0.303 0.84 0.14 0.95 2
SO-8 2.57 0.69* 0.198 0.49 1.01 0.41 29
SO-9 2.60 1.22* 0.141 0.25 0.48 0.21 28
Nias (a) 2.93 0.86 0.353 1.14 0.19 1.29 2
Selayar(b) 3.22 1.03 0.341 1.03 0.01 1.21 0
Rerata 2.92
Keterangan: bi = slop regresi rata-rata varietas pada indeks ingkungan, * = nilai bi berbeda nyata dengan 1; SE = Standar Error,
KT-TXL = Sumbangan masing-masing genotip terhadap kuadrat tengah interaksi, KT-Reg = Sumbangan masing-masing
genotip terhadap komponen regresi pada interaksi genotip x lokasi; KT-Dev = Kuadrat tengah simpangan (Simpangan
dari komponen regresi interaksi), R2 = Korelasi kuadrat (Squared Correlation) antara residu dari efek utama model dan
indeks lingkungan
Menurut Finlay dan Wilkinson (1963), genotip uji yang memiliki nilai bi yang
tidak berbeda nyata dengan satu dan hasilnya lebih tinggi dari rata-rata hasil seluruh
genotip yang diuji, berpeluang untuk beradaptasi baik pada semua lingkungan atau
memiliki adaptasi umum yang baik. Berdasarkan asumsi tersebut, calon varietas yang
memenuhi kriteria tersebut adalah H-20 dan SO-3. Lebih lanjut dijelaskan bahwa genotip
dengan nilai bi > 1 dengan hasil panen yang lebih unggul dari rata-rata umum akan
beradaptasi baik dengan semakin optimalnya pengelolaan lahan. Berdasarkan hal tersebut,
calon varietas yang memenuhi asumsi tersebut adalah GCM1 dan GCM6. Berdasarkan
hasil analisis stabilitas hasil sebagaimana diuraikan di atas, galur uji GCM 1, GCM2, H-
20 dan SO-3 dinilai layak diusulkan menjadi varietas gandum unggul baru.
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa terdapat galur harapan yang
memiliki kandungan protein, glutein, dan kadar abu yang lebih unggul dari salah satu dan
atau lebih varietas pembanding. Berdasarkan kandungan proteinnya, gandum dapat
dibedakan atas 3 level dan kegunaan yaitu (1) gandum dengan kadar protein rendah (≤
9%) sesuai untuk pembuatan biskuit dan kue kering, (2) gandum dengan kadar protein
sedang (>9%-11%) sesuai untuk pembuatan kue dan bakmi, (3) gandum dengan kadar
protein tinggi (> 11%) sesuai untuk pembuatan roti dan mie. Berdasarkan kriteria
tersebut, semua genotip yang diuji dan kedua varietas pembanding termasuk gandum
dengan kadar protein tinggi (Tabel 6).
7
Tabel 6. Kandungan protein, lemak dan karbohidrat dari calon varietas gandum uji dan
varietas pembanding.
Protein Abu
Galur
%
GCM1 13,40 1,75
GCM6 14,20 1,68
H-20/M9 13,47 2,04
SO-3 17,98 2,01
Nias 9,79 1,95
Selayar 13,32 1,58
Pengamatan penyakit karat dan hawar daun dilakukan secara visual pada setiap
individu tanaman kemudian dihitung persentase jumlah tanaman yang terinfeksi penyakit
tersebut Selama pertumbuhan tanaman, tidak dilakukan pengendalian OPT dengan
menggunakan pestisida (kimiawi). Hasil pengamatan terhadap penyakit yang menyerang
menunjukkan bahwa selama masa pertumbuhan tanaman, hanya penyakit hawar daun
yang disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sativum ditemukan di lapangan
dengan persentase serangan yang bervariasi pada setiap materi uji (Gambar 1 dan Tabel
7). Sedangkan penyakit lainnya seperti penyakit karat tidak ditemukan selama penelitian
berlangsung.
Tabel 7. Nilai tengah evaluasi penyakit hawar daun calon varietas gandum dan varietas
pembanding pada umur 60 hst dan 90 hst di Kanreapia, Malino, Gowa pada MT 2012
Galur Uji Intensitas 60 hst (%) Intensitas 90 hst (%) Reaksi
GCM1 1,33a 10,0a Res
GCM2 4,00a 20,0bc Res
GCM5 15,00c 26,67c Ares
GCM6 1,00a 6,67a Res
GCM7 1,00a 10,00a Res
GCM8 1,67a 11.67ab Res
H-20 2,33a 15,0ab Res
SO-3 2,67a 15,0ab Res
SO-8 55,00c 68,33d Ren
SO-9 6,00ab 20bc Res
Nias (a) 1,67a 10,00a Res
Selayar (b) 5,33a 15,00ab Res
Keterangan: Nilai pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.
8
KESIMPULAN
1. Galur GCM1memiliki potensi hasil sebesar 7,5 t/ha, lebih unggul dibandingkan
dengan varietas Nias dan Selayar. Galur ini unggul untuk karakter jumlah malai/m2,
panjang malai, jumlah spiklet/malai dan jumlah biji/malai serta sangat resisten
terhadap penyakit karat daun dan resisten terhadap penyakit hawar daun. Galur
GCM6 memiliki potensi hasil sebesar 8,6 t/ha, nyata lebih unggul dibandingkan
dengan varietas Nias dan Selayar serta ketiga calon varietas lainnya. Selain itu, juga
sangat resisten terhadap penyakit karat daun dan resisten terhadap penyakit hawar
daun (Helminthosporium sativum). Galur H-20 memiliki potensi hasil 5,1 t/ha, nyata
lebih unggul dari varietas Nias, namun relatif sebanding dengan varietas Selayar.
Galur ini memiliki hasil yang stabil berdasarkan hasil analisis stabilitas hasil. Galur
S-O3 memiliki potensi hasil 5,1 t/ha, relatif sebanding dengan varietas Nias dan
Selayar. Galur ini juga sangat resisten penyakit karat daun dan resisten terhadap
penyakit hawar daun dengan hasil yang stabil berdasarkan hasil analisis stabilitas
hasil.
2. Diusulkan empat calon varietas untuk dirilis menjadi varietas unggul baru yaitu:
GCM1, GCM6, H-20, dan SO-3.
DAFTAR PUSTAKA
Detikfinance. 2012. Republik Indonesia Pengimpor Gandum Terbesar Kedua di
Dunia.http://finance.detik.com/read/2012/06/12/103707/1938780/1036/ri-
pengimpor-gandum-terbesar-kedua-di-dunia
Finlay, K.W. and G.N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in plant breeding
program. Aust. J. Agric. Res. 13 : 742-754.
Hamdani, M., Sri Widodo, Ismail, dan M.M. Dahlan 2002. Evaluasi galur gandum
introduksi dan CIMMYT. Prosiding Kongres IV dan Simposium Nasional
PERIPI. Univwersitas Gadjah mada. Yogyakarta.
Petersen RG. 1994. Agricultural Field Experiment, Design and Analysis. Marcel Dekker,
Inc. New York.
Saunders, D.A. 1988. Characterization of Tropical Wheat Environments; Identitication of
Production Constraints and Progress Achieved in South and South East Asia
in Klatt (Ed). Wheat Production Constraints in Tropical Environments
(CIMMYT) Mexico DF. Pp.12026.
10