Penerbit
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementerian Pertanian
2020
PROSIDING 2019
SEMINAR NASIONAL PADI
TEKNOLOGI PADI INOVATIF MENDUKUNG PERTANIAN
PRESISI DAN BERKELANJUTAN
Panitia Pelaksana
Ketua Pelaksana : Dr. Estria Furry P.
Wakil Ketua : Dr. Indria W. Mulsanti
Sekretaris : Mira Landep Widyastuti, M.Si
: Nita Kartina, M.Si
Bendahara : Suhartini, M.Sc.
: Nuhammad Toha
IT dan Website : Suharna, A.Md
: Saiful Ma’arif
Humas dan Publikasi : Suharna, A.Md
: Tedi Purnawan, SP
: Kuntjoro Adi, A.Md
Sarana dan Prasarana : Asep Dedi Subagio, SP
: Sugiyanto
: M. Hari Rabuka, A.Md
Acara : Yuni Widyastuti, M.Si
: Celvia Roza, SP
: Asep Maolana Yusup, SP
: Bayu Pramono Wibowo, SP
: Ali Imammaudin, STP
Kesekretariatan : Shinta Dewi Ardiyanti, M.Si
: Elis Septianingrum, M.Sc
: Rozakurniati, S.Si
Steering Committee:
Dr. Yudhistira Nugraha (Kepala Bidang Program dan Evaluasi)
Dr. Suprihanto (Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian)
Udi Herdadi SIP (Kepala Bagian Tata Usaha)
Dr. Indrastuti A. Rumanti (Ketua Kelti Pemuliaan)
Dr. Rahmini (Ketua Kelti Proteksi Tanaman)
Dr. Zuziana Susanti (Ketua Kelti Agronomi)
Dr. Bram Kusbiantoro (Ketua Kelti Fisiologi Hasil)
Ir. Ade Ruskandar (Ketua Kelti Sosial Ekonomi)
ii
Editorial Board : Dr. Satoto
Dr. Bambang Nuryanto
Dr. Bram Kusbiantoro
Ir. Ade Ruskandar, MP
Dr. Rahmini
Dr. Nur’aini Herawati
Dr. Dody D. Handoko
Dr. Zuziana Susanti
Ir. Widyantoro, MP
Dr. Indrastuti A. Rumanti
Dr. N. Usyati
Dr. Untung Susanto
Ir. Sri Wahyuni, MS
Nurwulan Agustiani, M.Agr.
Swisci Margaret, M.Si
Penerbit:
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Redaksi:
Jl. Raya 9, Sukamandi, Subang, Jawa Barat 41256
Phone (0260) 520157
Fax (260) 521104
bbpadi@litbang.pertanian.go.id
iii
Pendahuluan
Padi merupakan komoditas nasional penting dan stategis secara ekonomi, sosial,
politik, serta budaya bangsa. Kesungguhan pemerintah dalam menjaga stabilitas
pangan nasional dilakukan dengan meluncurkan berbagai program nasional untuk
meningkatkan produksi padi nasional. Upaya yang dilakukan untuk mendukung
target jangka panjang yaitu Indonesia Lumbung Pangan Dunia pada tahun 2045.
Strategi tersebut perlu didukung oleh ketersediaan inovasi dan teknologi padi presisi
yang berkelanjutan serta dapat diimplementasikan dalam skala yang memungkinkan
oleh petani pada khususnya. Penggunaan teknologi informasi di era industrial 4.0
menjadi keharusan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan lahan
maupun tanaman sehingga menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah
menghasilkan berbagai inovasi dan teknologi unggulan padi yang diharapkan
dapat menjadi terobosan dalam strategi pencapaian target nasional serta akan
terus berkembang sesuai dengan keperluan para pengguna. Inovasi dan Teknologi
tersebut harus segera sampai di tangan petani diantaranya adalah Varietas Unggul
Baru (VUB), Teknologi Budidaya yang efisien, penggunaan alat dan sarana
produksi yang efektif serta ramah lingkungan, kajian fisiologi terhadap cekaman
abiotik, kajian terhadap hama penyakit, praktik teknologi pasca panen untuk
meningkatkan mutu dan nilai tambah varietas, hingga kajian sosial dan ekonomi
terhadap pemanfaatan varietas/teknologi.
Tujuan penyelenggaraan Seminar Nasional Padi ini adalah sebagai sarana
alih informasi dan teknologi yang mampu mempercepat perkembangan teknologi
padi inovatif guna mendukung pertanian presisi yang berkelanjutan kepada
pengguna dan petani menunjang kesuksesan Indonesia sebagai Lumbung Pangan
Dunia pada tahun 2045.
Saya berharap melalui kegiatan ini dapat terjadi alih informasi dan inovasi
teknologi kepada petani/penangkar, juga kepada peneliti/pemerhati serta seluruh
stakeholder pertanian padi sehingga mampu memberikan manfaat kepada
semua pihak dan menunjang kesuksesan Indonesia sebagai Lumbung Pangan
Dunia pada tahun 2045. Saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan andil atas terselenggaranya Seminar Nasional Padi dan
terbitnya prosiding ini.
Jakarta, Desember 2019
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian
iv
Kata Pengantar
Pembangunan pertanian melalui proses transformasi dan modernisasi diperlukan
di era industri 4.0. Pendekatan konsep pertanian presisi dan berkelanjutan
dilakukan sebagai upaya menyikapi terjadinya keterbatasan sumberdaya,
perubahan iklim, akses yang rendah terhadap pengetahuan dan teknologi, serta
laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menjadi tantangan yang saat
ini dihadapi pertanian di Indonesia. Seminar Nasional telah dilaksanakan pada
tanggal 10 Desember 2019 di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi-
Jawa Barat, sebagai upaya menghimpun gagasan, pemikiran, ide teknologi
inovatif tanaman padi dalam komunitas riset padi serta calon pengguna, khususnya
petani. Seminar Nasional ini diharapkan dapat menjadi sarana alih informasi
dan teknologi yang mampu mempercepat perkembangan teknologi padi inovatif
guna mendukung pertanian presisi yang berkelanjutan.
Total 80 makalah telah dipresentasikan secara oral maupun poster pada
Seminar Nasional Padi tahun 2019, dengan pemakalah yang berasal dari berbagai
lembaga penelitian lingkup Kementerian Pertanian, Perguruan Tinggi dan
Lembaga Penelitian Non-Kementerian. Prosiding ini memuat 38 makalah hasil
penelitian bidang budidaya pertanian (agronomi), pemuliaan tanaman, perbenihan,
proteksi tanaman, pasca panen, dan sosial ekonomi. Empat belas makalah peneliti
terbaik diterbitkan di Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan dan 17
makalah litkayasa terbaik diterbitkan di Buletin Teknik Pertanian.
Saya sampaikan terima kasih kepada seluruh pemakalah atas partisipasi
dan dukungan yang diberikan, kepada tim editor dan kepada panitia Seminar
Nasional dan Temu Teknologi Padi 2019 yang telah bekerja keras
mempersiapkan kegiatan dan menyusun prosiding ini. Semoga hasil-hasil
penelitian yang terhimpun dalam prosiding ini dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kemajuan pertanian di Indonesia.
v
vi
Sambutan dan Laporan Panitia Seminar Nasional Padi
2019 oleh Kepala BBPADI
Yang saya hormati:
• Bapak Kepala Puslitbang Tanaman Pangan
• Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat
• Para Dekan Universitas
• Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner
• Para Pejabat Eselon II, III dan IV lingkup Badan Litbang Pertanian
• Para Narasumber, Pemakalah, Moderator dan akademisi
• Peneliti, penyuluh, dan praktisi pertanian serta seluruh peserta Seminar
Nasional Padi tahun 2019
vii
Keberhasilan program pemerintah dalam mewujudkan pertanian presisi yang
berkelanjutan akan tercapai dengan adanya dukungan dan kerjasama dari semua
stakeholder perpadian nasional. Sinergi dari berbagai disiplin ilmu seperti
pemuliaan tanaman, perbenihan, budidaya, proteksi tanaman, teknologi
pascapanen dan sosial ekonomi diperlukan dalam menjawab tantangan pertanian
padi di Indonesia.
Melalui Seminar Nasional ini, diharapkan dapat menjadi sarana alih informasi
dan teknologi yang mampu mempercepat perkembangan teknologi padi inovatif
guna mendukung pertanian presisi yang berkelanjutan.
Kami laporkan kepada Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, pada seminar kali ini, total peserta sebanyak 145 orang. Makalah
yang mendaftar sebanyak 83 makalah. Proses seleksi dewan editor menghasilkan
80 makalah. Dari 80 makalah tersebut, sebanyak 37 akan disajikan secara oral,
dan 43 lainnya akan disajikan melalui media poster. Makalah-makalah terbaik
akan diterbitkan melalui jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.
Pada Seminar kali ini, untuk pertama kalinya pula, rekan-rekan teknisi
litkayasa, baik lapang maupun laboratorium akan berkesempatan untuk
mempresentasikan hasil pekerjaannya. Sebanyak 18 makalah diterima oleh
panitia yang ditulis oleh Teknisi Litkayasa, dan hasil seleksi akhir, sebanyak 17
makalah diterima oleh Seminar Nasional Padi kali ini. Makalah terbaik yang
ditulis oleh para Teknisi Litkayasa akan diterbitkan di Buletin Teknik Pertanian.
Perkenan saya pada kesempatan ini menyampaikan apresiasi dan
terimakasih kepada seluruh peserta yang telah meluangkan waktu untuk hadir
pada Seminar Nasional Padi tahun 2019 ini. Kami mohon maaf bila dalam
penyelenggaraan acara, ada hal-hal yang kurang berkenan bagi Bapak/Ibu.
Selanjutnya, kami mohon perkenan kepada Bapak Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk memberikan arahan
sekaligus membuka acara.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh. Mohon perkenan
Bapak Kepala Badan.
Kepala Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi
viii
DAFTAR ISI
Pendahuluan ........................................................................................... iii
Kata Pengantar ...................................................................................... v
Sambutan dan Laporan Panitia Seminar Nasional Padi 2019 Oleh
Kepala BB Padi ..................................................................................... vii
Daftar Isi ................................................................................................ ix
Perbanyakan Benih Varietas Unggul Padi Sawah dengan Pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu di Sumatera Barat ................................ 1
Sumilah, Atin Yulyatin, dan Abdul Aziz Syarief
Seleksi Padi Hitam Batang Pendek Generasi M3 Iradiasi Sinar Gamma
300 Gray ................................................................................................ 11
Nandariyah, Edi Purwanto, Sutarno, dan Mamik Fitriana Nugraheni
Eksplorasi Keragaman Genetik Padi Lokal di Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara ...................................................................................... 29
Noverina Chaniago, Irfan Suliansyah, Irawati Chaniago, dan Nalwida Rozen
Produksi Benih F1 Padi Hibrida Pada Dua Metode Isolasi Yang
Berbeda .................................................................................................. 43
Nita Kartina dan Satoto
Keragaan, Parameter Genetik, dan Mutu Beras Galur-galur Padi Gogo
pada Percobaan Observasi di Bawah Tegakan Kelapa ......................... 55
Angelita Puji Lestari, Yullianida, Rini Hermanasari, dan Aris Hairmansis
Pemanfaatan Alat Sensor Tegangan Air dan Konduktivitas Listrik
Tanah Pada Observasi dan Seleksi Galur Tadah Hujan ......................... 71
Wage Ratna Rohaeni dan Untung Susanto
Teknologi Budidaya Padi Jarwo Super dan Itik di Lahan Sawah Pasang
Surut Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Provinsi Riau ................. 85
Rathi Frima Zona, Rizqi Sari Anggraini, Oni Ekalinda, dan Nana Sutrisna
Penggunaan Pupuk Cair Organik Mikro untuk Peningkatan
Produktivitas VUB Padi di Nusa Tenggara Barat ................................. 95
Hiryana Windiyani dan Sabar Untung
Pengaruh Pengembalian Air Lindi dan Penambahan Jerami Padi pada
Sampah Kota Organik dengan Sistem Pengomposan Windrow ............ 105
Anindita Farhani, A.A. Asmara, N.W. Yuwono, dan Suci Handayani
ix
Keragaan VUB Inpari 32 di Lahan Rawa Pasang Surut Tipe C di
Kabupaten Tanah Laut .......................................................................... 127
Abdul Sabur dan Nurmili Yuliani
Identifikasi Morfologi Akar terhadap Toleransi Salin pada Fase
Vegetatif di Beberapa Kultivar Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) ........ 143
Tovika Berlinasari dan Mukhammad Muryono
Kajian Jarak Tanam Spesifik Lokasi untuk Optimalisasi Produktivitas
Inpari 32 di Kabupaten Majalengka ....................................................... 163
Yati Haryati, Bebet Nurbaeti dan Irma Noviana
Penampilan Beberapa Padi Varietas Unggul Baru di Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat .......................................................................... 175
Ratna Sari, Irma Noviana dan Oswald Marbun
Adaptasi Teknologi Largo Super pada Lahan Kebun Kelapa Sawit
Belum Menghasilkan di Provinsi Riau .................................................... 181
Nana Sutrisna, Dahono, Empersi, dan Rizqi, S. Agraini
Kajian Sistem Tanam Jajar Legowo terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Inpari 30 di Sulawesi Tenggara ............................................... 199
Samrin, Yuliani Zainuddin, dan Aida Fitri Viva Yuningsih
Aplikasi Macam Pupuk Organik dan Pupuk N, P, K Terhadap Ph, K-dd,
K-potensial, Ktk dan Hasil Padi Hitam (Oryza Sativa L. Indica) pada
Inceptisols .............................................................................................. 207
Anni Yuniarti, Yuliati Machfud, dan Yogi Dheoksa Falma
Variabel Kritis Morfofisiologi Tanaman Padi pada Kondisi Cekaman
Rendaman .............................................................................................. 223
N. Agustiani, Sujinah, dan I. A. Rumanti
Pengaruh Sistem Tanam dan Dosis Pemupukan Padi Sawah Varietas
Inpari 36 terhadap Intensitas Penyakit Blas di Kabupaten Bangka
Selatan ................................................................................................... 235
Fitria Yuliani dan Ahmadi
Daya Adaptasi VUB Padi Sawah Pada Lahan Bukaan Baru di Bangka
Selatan ................................................................................................... 245
Muzammil, Ahmadi, dan Sigit Puspito
Varietas Lokal Sulawesi sebagai Sumber Ketahanan terhadap Penyakit
Blas (Pyricularia Grisea (Cooke) Sacc. .............................................. 257
Anggiani Nasution,Santoso,Rahmini, dan Nani Yunani
x
Identifikasi Tetua Baru Untuk Sifat Ketahanan terhadap Hawar Daun
Bakteri Melalui Pengujian Aksesi Plasma Nutfah Padi ......................... 271
Celvia Roza, N. Usyati, Ade Ruskandar, Rina Hapsari Wening, dan Heryanto
Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Varietas Unggul Baru Padi
Sawah di Kabupaten Konawe ............................................................... 283
Samrin dan Aida Fitri Viva Yuningsih
Kajian Metode Inokulasi Penyakit Hawar Pelepah untuk Skrining
Ketahanan Varietas Padi ....................................................................... 297
Laila Nur Milati dan Bambang Nuryanto
Ketahanan Galur-galur Padi Tadah Hujan terhadap Wereng Coklat
Biotipe 1 ................................................................................................. 309
Dede Munawar, Rahmini, dan Untung Susanto
Kajian Teknologi Penyosohan untuk Memperbaiki Mutu uan Rendemen
Beras ...................................................................................................... 327
Suismono dan Ridwan Rahmat
Teknologi Budidaya Padi Jarwo Super dan Itik di Lahan Sawah Pasang
Surut Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Provinsi Riau ................. 337
Rathi Frima Zona, Rizqi Sari Anggraini, Oni Ekalinda, dan Nana Sutrisna
Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi Melalui
Pendampingan Kawasan Padi Lahan Sawah Irigasi Provinsi Jambi ..... 347
Jumakir, Marlina Sr, dan Julistia Bobihoe
Integrasi Budidaya Padi Sawah Irigasi dengan Itik di Kabupaten
Subang ................................................................................................... 363
Agus Nurawan, Kiki Kusyaeri Hamdani, Heru Susanto, dan Yanto Surdianto
Respon Petani terhadap Peningkatan Indeks Pertanaman (IP) Melalui
Tumpangsari Tanaman Jagung-Padi di Kabupaten Pemalang ............... 373
Endah Nurwahyuni, Forita Dyah Ariyanti, dan Sherly Sisca Piay
Evaluasi Galur-galur Padi Toleran Salin di Tingkat Petani Melalui
Participatory Variety Selection (PVS) ................................................ 383
Ade Ruskandar, Zakiah M.H, T. Rustiati, Nafisah, Ali Imamuddin, Trias
Sitaresmi, Aris Hairmansis, dan S. Deny WP.
Peluang Usahatani Padi-ikan untuk Meningkatkan Tambahan
Pendapatan Petani ................................................................................. 397
Widyantoro
xi
xii
Perbanyakan Benih Varietas Unggul Padi Sawah
dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu
di Sumatera Barat
Sumilah1, Atin Yulyatin2, dan Abdul Aziz Syarief1
1
BPTP Sumatera Barat
Jl. Raya Sukarami, Solok, West Sumatera, Indonesia
2
BPTP Jawa Barat
Jl. Kayuambon 80, Lembang, Bandung Barat, West Java, Indonesia
Email: smilejoys@gmail.com
ABSTRAK
Masyarakat Sumatera Barat menyukai rasa nasi pera sehingga
varietas unggul yang digunakan pada kegiatan perbanyakan benih
merupakan varietas unggul lama. Memilih varietas yang sesuai
dengan agroekologi lingkungan dan preferensi konsumen setempat
sangat mendukung pengembangan varietas dan keberhasilan usaha
tani padi secara berkesinambungan. Selain itu sangat berpotensi
untuk pengembangan varietas unggul lokal. Penelitian dilaksanakan
di lahan petani, Kelurahan Batipuah Panjang, Koto Tangah, Kota
Padang, Sumatera Barat dari Bulan Januari hingga Desember 2012.
Varietas yang digunakan yaitu IR 42, Cisokan, Inpara3, Inpari 12
dan Inpari 21 Batipuah dan Saganggam Panuah. Parameter
pengamatan terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan produktif,
produksi GKP, produksi benih. Data keragaan agronomis (tinggi
tanaman dan jumlah anakan produktif), komponen hasil GKP dan
benih dianalisis deskriptif dengan cara membandingkan rata-rata
hasil dari masing-masing varietas. Penerapan PTT pada varietas
unggul dapat memberikan peningkatan hasil dan berpotensi untuk
dikembangkan pada lahan spesifik lokasi Sumatera Barat. Sumatera
Barat masih banyak menggunakan varietas unggul lama karena
masyarakatnya menyukai rasa nasi pera sehingga banyaknya
peluang pengembangan varietas unggul lokal.
Kata kunci: Padi, varietas, pera.
PENDAHULUAN
Padi merupakan pangan pokok masyarakat Indonesia. Salah satu teknologi yang
dapat meningkatkan produktivitas adalah benih dan budidaya. Benih yang
dihasilkan harus melalui teknologi budidaya yang tepat agar produktivitasnya
meningkat.
Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki
preferensi yang berbeda terhadap nasi dibandingkan dengan masyarakat
Indonesia lainnya. Masyarakat Sumatera Barat cenderung menyukai rasa nasi
pera (kadar amilosa > 27) (Zen et al., 2005), yang cocok bila dipadukan dengan
masakan padang yang bersantan. Beras dengan karakter khusus memiliki
komposisi senyawa penyusun yang beda, terutama imbangan kandungan amilosa
- amilopektin yang dipengaruhi oleh kondisi lahan, pemupukan, lingkungan tempat
IR42 93 21
Cisokan 95 19
IR66 100 18
Inpari12 97 20
Inpari21 Batipuah 94 20
Inpara3 100 18
Saganggam Panuah 85 18
1 IR42 90-105 20-25 135-145 7,0 Tekstur nasi pera, baik ditanam
di lahan sawah irigasi, pasang
surut dan rawa
2 Cisokan 90-100 20-25 110-120 6,0 Tekstur nasi pera, cukup baik
sebagai padi sawah di dataran
rendah sampai ketinggian
500 m dpl.
3 IR66 115-126 20-35 110-127 5,5 Tekstur nasi pera, kerontokan
sedang, kerebahan tahan, baik
ditanam di lahan sawah irigasi
dataran rendah sampai
ketinggian 500 m dpl, baik
ditanam sebagai padi
gogorancah
4 Inpari 12 99 18-25 99 8,0 Tekstur nasi pera, kerontokan
sedang, cocok ditanam di
ekosistem sawah tadah hujan
dataran rendah sampai
ketingggian 600 m dpl.
5 Inpari 21 96 20-25 120 8,2 Tekstur nasi pera, kerebahan
Batipuah toleran, cocok ditanam di
ekosistem sawah sampai
ketinggian 600 m dpl
6 Inpara 3 108 16 127 5,6 Tekstur nasi pera, kerebahan
sedang, kerontokan sedang,
baik ditanam di daerah rawa
lebak, rawa pasang surut
potensial dan di sawah irigasi
yang rawan banjir
7 Saganggam 125-135 22-23 139-141 5,26-7,79 Tekstur nasi pera, kerebahan
Panuah tanah, krontokan sedang, baik
ditanam di lahan sawah dataran
tinggi 600-800 m dpl, hasil
lebih tinggi 13, 94% dari
Kuriak Kusuik, 4,19 % dari
Anak Daro; mutu beras, jumlah
gabah, gabah bernas dan
ketahanan hama putih palsu
dan penyakit bercak daun lebih
baik dari Kuriak Kusuik dan
Anak Daro
Sumber: BBPadi, 2005; 2019
Saganggam Panuah
DAFTAR PUSTAKA
Atman. 2011. Pengaruh Paket Teknologi Model PTT Padi Sawah Pada VUB
Batang Piaman. hlm. 124-130 Dalam: nama editor (eds) Prosiding
Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan
Berbasis Inovasi dan Sumberdaya Lokal. Manokwari: BPTP Papua Barat.
Atman dan Misran. 2015. Pengaruh Sistem Tanam Terhadap Pertumbuhan
Dan Hasil Padi Sawah Varietas IR-66 Di Sumatera Barat. Prosiding
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia ke-33. Optimalisasi Sumberdaya
Lokal Melalui Diversifikasi Pangan Menuju Kemandirian Pangan dan
Perbaikan Gizi Masyarakat Menyonsong Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015. Buku I. PSEKP-Balitbangtan; 237-245 hlm.
BB Padi. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Kementerian Pertanian.
. 2019. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi Inbrida padi sawah irigasi (INPARI),
Hibrida padi (HIPA), Inbrida padi gogo (INPAGO), Inbrida padi rawa
(INPARA). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kementerian Pertanian.
Hasmi, I. & Widyantoro. 2016. Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk Dan
Urea Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Padi Gogo. Prosiding Seminar
nasional 2016. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Ikhwani dan T. Rustiati. 2018. Respons Varietas Padi dengan Beras Kerkarakter
Khusus terhadap Pemupukan dan Cara Tanam. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan 2(1): 17-24.
Larasati SP. 2012. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari
Beberapa Varietas Beras. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. …
hlm.
Mardita, S., Violita. 2018. Morphological indices of Drought Tolerant of Some
Paddy Varieties (Oryza sativa L.) In West Sumatera Using Standard
Evaluation System (SES) For Rice. Bioscience 3(1): 60-68.
ABSTRAK
Padi hitam Cempo Ireng merupakan salah satu kekayaan plasma nutfah
di Indonesia yang perlu dibudayakan. Beras hitam kaya akan antosianin,
yaitu zat warna alami sebagai antioksidan yang dapat menurunkan kadar
kolesterol dalam darah. Beras hitam juga mengandung serat, vitamin
E, zat besi tiga kali lipat dibandingkan beras putih, dan kadar gula yang
rendah. Budidaya padi hitam Cempo ireng memiliki kelemahan yaitu
batangnya tinggi sehingga mudah rebah. Padi hitam merupakan sumber
genetik yang potensial untuk dikembangkan apabila kelemahan tersebut
dapat diatasi antara lain melalui pemuliaan mutasi dengan iradiasi sinar
gamma. Penelitian pemuliaan ini bertujuan untuk mendapatkan benih
M4 dari hasil seleksi tanaman padi hitam Cempo ireng hasil iradiasi
sinar gamma 300 Gy generasi M3 sesuai dengan sifat agronomi yang
diinginkan yaitu mutan berbatang pendek dan berproduktivitas tinggi.
Penelitian dilaksanakan di Dukuh Taru, Dusun Tempel, Kecamatan
Gatak, Kabupaten Sukoharjo mulai bulan Januari hingga Juli 2018.
Penelitian ini dilaksanakan di lapangan dengan metode seleksi pedigree,
dilanjutkan analisis secara deskriptif dan uji T dengan membandingkan
keragaan padi hitam M3 dengan kontrol. Variabel yang diamati antara
lain tinggi tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, panjang
malai, berat 1000 biji, jumlah biji per malai, hasil biji per rumpun, dan
indeks kelebatan malai. Hasil seleksi padi hitam generasi M3 hasil
iradiasi sinar gamma 300 Gy diperoleh 51 individu tanaman dengan
tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan tinggi tanaman terendah pada
tanaman kontrol. Seleksi dari 51 nomor tersebut diperoleh 17 individu
tanaman yang memiliki sifat berbatang pendek dan berproduktivitas
tinggi dilihat dari hasil bobot per rumpun yang lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai rata-rata tanaman kontrol.
Kata kunci: Antosianin, pemuliaan mutasi, seleksi pedigree, mutan.
PENDAHULUAN
Padi hitam merupakan salah satu kekayaan plasma nutfah di Indonesia yang
perlu dibudayakan. Beras hitam kaya akan antosianin, yaitu zat warna alami
dengan kemampuan sebagai antioksidan yang dapat menurunkan kadar kolesterol
dalam darah. Beras hitam juga mengandung zat besi tiga kali lipat dibandingkan
pada beras putih, serat, vitamin E, dan kadar gula rendah. Padi hitam minim
dibudidayakan karena dinilai memiliki banyak kelemahan seperti batang yang
B . Pengamatan Peubah
1. Tinggi Tanaman
Tabel 1 menunjukkan rata-rata tinggi tanaman kelompok mutan padi hitam
generasi M3 iradiasi sinar gamma 300 Gy lebih rendah dibandingkan kontrol,
yaitu <133,8 cm. Rata-rata tinggi tanaman terendah yaitu pada nomor kelompok
mutan 3-2-38 (101,5 cm) dengan kisaran 97-122 cm, sedangkan nomor kelompok
mutan dengan rata-rata tertinggi yaitu 3-1-12 (125,91 cm) dengan kisaran 117-
133 cm. Efendi (2017) dalam penelitiannya membuktikan bahwa pemberian
iradiasi menyebabkan perubahan fenotip tinggi tanaman berupa peningkatan
dan penurunan.
Tabel 1. Tinggi tanaman padi hitam M3 hasil iradiasi sinar gamma 300 Gy.
Keterangan: Angka yang diikuti tanda (*) berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan
hasil uji t =0,05
Tabel 2. Jumlah anakan total padi hitam M3 hasil iradiasi sinar gamma 300 Gy.
Keterangan: Angka yang diikuti tanda (*) berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan
hasil uji t =0,05
Tabel 3. Jumlah anakan produktif padi hitam M3 hasil iradiasi sinar gamma 300 Gy.
Keterangan: Angka yang diikuti tanda (*) berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan
hasil uji t =0,05
3. Panjang Malai
Berdasarkan data, rata-rata panjang malai tanaman kontrol yaitu 26,55 cm
dengan kisaran 25,4-28 cm. Panjang malai tertinggi padi hitam M3 yaitu 29,4
cm pada nomor kelompok 3-1-36 yang memiliki kisaran 25,4-29,4 cm dengan
rata-rata 27 cm, serta nomor kelompok 3-2-36 dengan kisaran 25,6-29,4 cm
dan rata-rata 27,36 cm. Panjang malai terendah yaitu 3-2-38 (20,4 cm) dengan
kisaran 20,4-26,6 cm dan rata-rata 27,01 cm. Tanaman mutan apabila
dibandingkan dengan rata-rata kontrol, nomor kelompok mutan yang memiliki
Tabel 4. Panjang malai padi hitam M3 hasil iradiasi sinar gamma 300 Gy.
Keterangan: Angka yang diikuti tanda (*) berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan
hasil uji t =0,05
Tabel 5. Jumlah gabah per malai padi hitam M3 hasil iradiasi sinar gamma 300 Gy.
Keterangan: Angka yang diikuti tanda (*) berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan
hasil uji t =0,05
Tabel 6. Indeks kelebatan malai padi hitam M3 hasil iradiasi sinar gamma 300 Gy.
Keterangan: Angka yang diikuti tanda (*) berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan
hasil uji t =0,05
Tabel 7. Bobot 1000 biji padi hitam M3 hasil iradiasi sinar gamma 300 Gy.
Keterangan: Angka yang diikuti tanda (*) berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan
hasil uji t =0,05
Tabel 8. Bobot biji per rumpun padi hitam M3 hasil iradiasi sinar gamma 300 Gy.
Keterangan: Angka yang diikuti tanda (*) berbeda nyata dengan kontrol berdasarkan
hasil uji t =0,05
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Bakhtiar, Sabar Z, Luk Kristamtini, Taryono, Panjisakti B, dan Rudi H
M. 2014. Keragaman genetik kultivar padi beras hitam lokal berdasarkan
penanda mikrosatelit. J. AgroBiogen 10(2):69-76.
man H, Sobrizal. 2017. Mutation with gamma raysirradiation to assemble green
super rice tolerant to drought stress andhigh yield rice (Oryza sativa
L.). Proceedings of 71st the ires international conference. Kuala lumpur,
Malaysia: 62- 66.
Hanifa M, Azhar, Darwati S. 2015. Analisis keragaman hayati tanaman padi
(Oryza sativa L.). J Ilmu Pertanian 4(3):13-17.
Islam MZ, Khalequaman M, Bashar MK, Ivy NA., Haque MM, Mian MAK.
2016. Variability assessment of aromatic and fine rie germplasm in
Bangladesh on quantitative traits. J Sci World: 14pages.
Kristamtini, Taryono, Panjisakti B, dan Rudi H M. 2014. Keragaman genetik
kultivar padi beras hitam lokal berdasarkan penanda mikrosatelit. J.
AgroBiogen 10(2):69-76.
Lafarge T, B Tubana, E Pasuquin. 2004. Yield advantage of hybrid rice induced
by its higher control in tiller emergence, New directions for a diverse
planet: Proceedings of the 4th International Crop Science Congress.
Brisbane, Australia.
Las I, Abdullah B, Daradjat A. 2003. Padi tipe baru dan hibrida mendukung
ketahanan pangan. Tabloid Sinar Tani.
Meliala JHS, Nur B, Andy S. 2016. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap
perubahan fenotipik tanaman pagi gogo (Oryza sativa L.). J. Produksi
Tanaman 4(7): 585-594.
Gambar 11. Pengukuran panjang malai Gambar 12. Perontokan biji padi
ABSTRAK
Kabupaten Deli Serdang (DS) Provinsi Sumatera Utara memiliki
keanekaragaman padi lokal yang tersebar di berbagai kondisi iklim
dan lahan. Eksplorasi padi lokal di lokasi ini telah dilakukan pada
Bulan September sampai dengan Oktober tahun 2019 sebagai bahan
karakterisasi selanjutnya secara ex situ. Tim eksplorasi memperoleh
24 genotipe padi lokal dari 13 Kecamatan yaitu 2 genotipe dari topologi
dataran pantai, 6 genotipe dari topologi dataran rendah dan 15 genotipe
dari topologi dataran menengah sampai tinggi. Secara umum padi
lokal yang dieksplorasi di Kabupaten DS sudah ditanam turun temurun
oleh petani, khusus beberapa desa di kecamatan Sinembah Tanjung
Muda (STM) Hulu padi lokal ini ditumpangsarikan dengan tanaman
pisang. Pada topologi daerah pantai dan dataran rendah, padi lokal
ditanam di areal persawahan pada saat musim kemarau. Hasil
karakterisasi terhadap 24 genotipe bulir padi dan beras, berdasarkan
klasifikasi International Rice Research Institute (IRRI) dan and West
Africa Research and Development Agency (WARDA) diperoleh
variabilitas yang cukup lebar dari 24 genotipe berdasarkan morfologi
biji. Analisis kekerabatan pada padi lokal di Kabupaten DS dibedakan
menjadi 3 kelompok dengan derajat kemiripan 67%. Padi lokal Mariasi
hanya memiliki kesamaan 33% dengan kelompok pertama, kedua
dan ketiga. Padi Hitam tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan
seluruh genotipe yang ada. Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi
awal untuk melakukan karakterisasi selanjutnya secara ex situ.
Kata kunci: Eksplorasi, padi lokal, Deli Serdang, Sumatera Utara.
PENDAHULUAN
Kabupaten Deli Serdang (DS) Sumatera utara dikenal sebagai salah satu daerah
yang memiliki keanekaragaman padi lokal dari berbagai desa yang tersebar
dibeberapa kecamatan. Selain itu Deli Serdang termasuk urutan ke dua sebagai
sentra produksi padi di Sumatera Utara, setelah Serdang Bedagai (BPS Deli
Serdang, 2018). Kabupaten Deli Serdang terletak pada 2º 57’-3º 16’ Lintang
Utara dan 98º 33’-99º 27’ Bujur Timur, menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten
DS (2018), luas wilayah ± 2.497.72 ha, dengan 22 Kecamatan, 380 desa dan 14
kelurahan. Topologi kabupaten ini terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan
dataran menengah-tinggi. Dataran pantai terdiri atas 4 kecamatan yaitu
Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan dan Pantai Labu, dengan
potensi utamanya adalah Pertanian Tanaman Pangan. Dataran rendah terdiri
dari 11 kecamatan yaitu Galang, Tanjung Morawa, Patumbak, Deli Tua, Pancur
Panjang ekor (IRRI dan WARDA): (0) tanpa ekor, (1) sangat pendek < 5mm, (3) pendek ~8
m (5) sedang ~15 mm; (7) panjang ~30 mm dan (9) sangat panjang >40 mm
garis-garis coklat (8,33%) dan hitam (4,17%). Menurut IRRI dan WARDA,
warna permukaan gabah cukup beragam, yaitu putih, jerami, emas dan alur-
alur emas, coklat (kuning kecoklatan), bintik-bintik coklat, ungu, kemerahan
menjadi ungu muda, bintik-bintik ungu, alur ungu dan hitam. Untuk warna
caryopsis dari 24 genotipe adalah didominan dengan warna putih (66,67%),
coklat muda (16,66%), merah (12,50%) dan ungu (4,17%). Perbedaan warna
beras diatur secara genetik melalui regulasi aleuron dan warna endosperm, dan
komposisi pati dalam endosperma (Indrasari, 2006). Bentuk caryopsis dari 24
genotipe juga bervariasi yaitu setengah bulat (20,83%) setengah poros, (8,33%)
poros dan (33,34%) poros panjang (37,50%).
Warna lemma dan palea (IRRI): (10) Putih, (20) Jerami, (42) Emas dan alur-alur
emas, (52) Coklat kuning kecoklatan), (53) Bintik-bintik coklat, (54) Garis-garis
coklat, (80) Ungu, (82) Kemerahan menjadi ungu muda, (90) Bintik-bintik ungu,
(91) Alur ungu dan (100) Hitam
Warna caryopsis (IRRI): (10) Putih, (51) coklat muda, (55) Bercak coklat, (50)
coklat, (70) merah, (88) Variable ungu dan (80) ungu.
Bentuk caryopsis (IRRI): (1) Bulat, (2) Setengah bulat, (3) Setengah poros, (4)
Poros dan (5) Poros panjang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 cm
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Gambar 1. Morfologi warna dan bentuk butiran gabah dan beras 24 genotipe padi
lokal Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Setiap genotipe padi lokal memiliki persamaan berbagai sifat, tetapi juga
memiliki perbedaan karakter yang bersifat unik. Adanya persamaan dan
perbedaan tersebut sering digunakan untuk mengetahui jauh dekatnya hubungan
kekerabatan genetik antara varietas padi. Semakin banyak persamaan karakter
tanaman padi semakin dekat hubungan kekerabatan genetiknya. Sebaliknya,
semakin banyak perbedaan karakter tanaman semakin jauh hubungan
kekerabatannya. Pengelompokan berdasarkan karakter yang sama merupakan
dasar dalam pengklasifikasian varietas (Irawan et al., 2008).
1 21 19 2 24 16 18 20 6 10 11 3 5 22 8 14 4 12 15 7 23 13 17 9
KESIMPULAN
Eksplorasi padi lokal menghasilkan 24 genotipe padi lokal dari 13 kecamatan di
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, yaitu 2 genotipe di Kecamatan Percut
Sei Tuan dengan topologi pantai, masing- masing 1 genotipe di Kecamatan
Tanjung Morawa, Namo Rambe, Batang Kuis, Beringin, Pagar Merbau dan 2
genotipe di Kecamatan Galang, dengan topologi dataran rendah. Topologi dataran
menengah sampai tinggi diperoleh paling banyak dari Kecamatan STM Hulu
yaitu 5 genotipe, disusul Kutalimbaru dan Gunung Meriah masing-masing 3
genotipe dan STM Hilir 2 genotipe, Sibolangit dan Biru-biru masing-masing 1
genotipe. Terdapat variabilitas yang luas dari 24 genotipe yang diperoleh. 24
Genotipe padi lokal di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dibedakan
menjadi 3 kelompok dengan derajat kemiripan 67% dengan sedikit perbedaan
pada masing- masing kelompok. Padi lokal Mariasi hanya memiliki kesamamaa
33% dengan kelompok pertama, ke dua dan kelompok ke tiga. Padi Hitam tidak
memiliki kemiripan sama sekali dengan seluruh genotipe yang ada.
ABSTRAK
Keberhasilan produksi benih padi hibrida tergantung pada kesesuaian
pembungaan tetua betina (seed parent) dan tetua jantan (pollen
parent). Metode isolasi produksi benih F1 penting dilakukan untuk
menjamin kemurnian benih tiap musim. Penelitian dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai metode isolasi pada produksi benih
F1 padi hibrida. Kegiatan yang dilakukan ialah produksi benih F1
dengan metode isolation free dan produksi benih F1 dengan metode
strict isolation. Masing-masing kegiatan dilakukan pada musim
kemarau tahun 2013 dan 2012 di Kebun Percobaan Sukamandi. Hasil
penelitian menunjukkan 117 benih F1 pada metode isolation free,
memberikan hasil produksi benih sebesar 20 g sampai 50 g per
kombinasi (hibrida). Hasil benih pada metode strict isolation, berkisar
antara 400 g (0,4 kg) pada GMJ7/Bio-12-3 hingga 6200 g (6,2 kg)
pada A7/BH9D yang berasal dari sekitar 400 rumpun tetua padi
hibrida. Penggunaan A7 sebagai tetua betina yang digunakan pada
dua metode isolasi, memberikan hasil benih F1 yang tinggi, terutama
pada metode strict isolation. Delapan hibrida memberikan hasil
produksi benih sebesar 3700 g sampai 6200 g. Berdasarkan umur
berbunga, bahwa dari tujuh galur mandul jantan yang digunakan pada
metode isolation free, dua galur mandul jantan (GMJ13 dan GMJ14),
memiliki umur bunga sangat genjah (72 HSS). Lima galur mandul
jantan lainnya yaitu GMJ11, GMJ12, A1, A7, GMJ6 berumur genjah,
yaitu 77 HSS, 81 HSS, 84 HSS dan 87 HSS. Pada kegiatan produksi
benih F1 hibrida metode strict isolation, 6 hibrida menunjukkan
sinkronisasi baik, selisih umur berbunga galur-galur tetuanya 0–3 hari,
hibrida tersebut ialah A7/BH19B-MR-6-2-2-2-B, A7/BH9D, GMJ6/
BH24B-MR-7-4B, A7/BP51-1, GMJ6/BH9D-MR-1-9-1B dan A7/
BH19D-7-5-1.
Kata kunci: Metode isolasi, benih F1, padi hibrida.
PENDAHULUAN
Ketersediaan benih F1 yang murni dengan kuantitas dan kualitas yang baik
merupakan tolok ukur keberhasilan teknologi padi hibrida. Sailaja et al. (2012)
menyatakan bahwa benih padi hibrida yang berkualitas merupakan salah satu
syarat dalam adopsi padi hibrida secara luas. Benih yang bermutu mencakup
mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologis. Kemurnian genetik benih F1 sangat
penting dalam kegiatan produksi benih padi hibrida (Mulsanti et al. 2013).
Benih F1 padi hibrida hanya dapat digunakan satu kali. Penggunaan benih
generasi-generasi turunan F1 (F2, F3....dst) menyebabkan pertanaman tidak
Keterangan : x = galur mandul jantan (A) 0 = galur pemulih (R) = isolasi plastik
Gambar 2. Metode isolasi plastik metode strict isolation (Virmani et al. 1997).
Tabel 1. Hasil benih F1 dan jumlah anakan pada produksi benih F1 menggunakan metode strict
isolation.
Tabel 4. Umur berbunga dan status sinkronisasi galur-galur tetua hibrida pada produksi benih F1
dengan metode strict isolation.
Keterangan: S =Sinkron (0-3), KS =Kurang Sinkron (4-6), TS= Tidak Sinkron (7)
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, S, S. Karsono, M. Y. Samaullah, H. Sembiring, Baehaki, S.
Effendi, A. Dirdjoseputro, E. S. Noor. 2011. POS budidaya padi sawah:
Badan Litbang Pertanian.
Fujimoto, R, K. Uezono, S. Ishikura, K. Osabe, W.J. Peacock, E.S. Dennis.
2018. Recent research on the mechanism of heterosis is important for
crop and vegetable breeding systems. Breeding Science. Japanese Society
of Breeding. 68(2):145–158.
Kumar I, R. Singh, T. J. Prakash, and S. Singh. 2012. Challenges in hybrid rice
seed production from the private sector’s perspective. Proceedings of
6th International Hybrid Rice Symposium.
Manubay, M.C. 2013. Timing essential in hybrid seed production. Department
of Agriculture. PhilRice. https://www.philrice.gov.ph/timing-essential-in-
hybrid-seed-production/ [17 Oktober 2019].
ABSTRAK
Pengembangan padi gogo ke areal perkebunan mendorong diperoleh
dua varietas padi baru toleran naungan yaitu Rindang 1 dan Rindang
2 dengan tingkat toleransi 50% naungan. Meski demikian untuk
memperluas areal tanam di areal perkebunan dengan naungan yang
lebih tinggi masih diperlukan varietas baru dengan tingkat toleransi
lebih tinggi dan perbaikan karakter lainnya. Penelitian bertujuan
memperoleh informasi keragaan, parameter genetik dan mutu beras
galur-galur padi gogo yang ditanam di bawah tegakan kelapa.
Sebanyak 200 galur padi dan lima varietas cek, yaitu Limboto, IR64,
Situpatenggang, Inpago 8, dan Jatiluhur digunakan sebagai bahan
penelitian. Penelitian dilaksanakan pada MH 2016/2017 di Calincing,
Tegalbuleud, Sukabumi di bawah tegakan kelapa menggunakan
rancangan augmented dengan empat ulangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat keragaman antar galur, genotipe, dan
varietas cek sehingga menghasilkan perbedaan penampilan pada
karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga,
umur panen, serta hasil. Uji keragaman genetik menunjukkan nilai
heritabilitas tinggi pada seluruh karakter kecuali jumlah gabah hampa.
Persentase kemajuan genetik tertinggi adalah pada karakter jumlah
gabah isi per malai dengan nilai 70,3%. Nilai koefiseien keragaman
genetik (KKG) terendah ditunjukkan oleh karakter umur panen,
sedangkan nilai KKG tertinggi dihasilkan oleh jumlah jumlah gabah
isi per malai. Keragaman luas yaitu pada karakter tinggi tanaman
umur berbunga, dan jumlah gabah isi permalai. Jumlah gabah isi per
malai merupakan karakter terbaik sebagai kriteria seleksi galur-galur
padi gogo pada kondisi ternaungi. Terdapat enam galur dengan hasil
yang nyata lebih tinggi dibandingkan varietas cek terbaik Jatiluhur,
yaitu B15341-1B-TB-2, B15119C-TB-18, B15344B-TB-30, B15340-
ABSTRACT
The development of upland rice into the area was encouraged to
obtain two new shade-tolerant rice varieties namely Rindang 1
and Rindang 2 with a 50% shade level. Nevertheless, to expand
the planting area in the plantation area, new varieties with a higher
level of shade are needed, along with other improvements in
character. This study aimed to obtain information about the
performance and genetic parameters of upland rice lines grown
under coconut stands. A total of 200 rice lines and five check
varieties, namely Limboto, IR64, Situpatenggang, Inpago 8, and
Jatiluhur were used as research material. The study was conducted
in the village of Calincing, Tegalbuleud, Sukabumi under a coconut
stand in WS 2016/2017 using an augmented design with four
replications. The results showed that there were differences between
strains, genotypes, and varieties that resulted in differences in
plant character, number of productive tillers, flowering age, harvest
age, and grain yield. Genetic variability test showed high
heritability values for all characters except the number of empty
grains. The greatest percentage of genetic progress in the character
of the number of filled grain per panicle with a value of 70.3%.
The lowest coefficient of genetic variability (CGV) was the
character of harvest age, while the highest CGV value was
produced by the number of filled grains per panicle. Wide diversity
in plant height, age of flowering, and number of paddy grains.
The number of filled grains per panicle was the best character to
be used as a selection criteria for rice lines under shaded
conditions. There were six lines with higher yields than the best
Jatiluhur check varieties, namely B15341-1B-TB-2, B15119C-TB-
18, B15344B-TB-30, B15340-4B-TB-2, B15302B-TGB-38, and
B15143C-TGB-14. Most of the lines had long (L), medium (M),
small liming (S) sizes with low to moderate amylose content.
Keywords: upland rice, shading, genetic parameters, grain
quality.
Analisis Data
Perolehan ragam galur, ragam cek, dan ragam galur vs cek melalui analisis
komponen ragam PROC GLM SAS dan pengolahan data lainnya menggunakan
MS Excel dan Minitab. Sidik ragam digunakan untuk melihat keragaman suatu
populasi. Komponen yang dapat dijadikan sumber keragaman terdiri dari blok,
perlakuan yang terdiri dari galur dan cek, galur, cek, galur vs cek serta galat
(Puspitasari et al. 2012). Ragam fenotipe ditentukan dari ragam populasi,
sedangkan sebagai ragam lingkungan adalah kuadrat tengah galat yang diperoleh
dari rancangan augmented. Pendugaan parameter genetik meliputi pendugaan
ragam genetik (Vg), ragam interaksi genetik x lingkungan (Vge), ragam
lingkungan (Ve), ragam fenotipe (Vp), heritabilitas arti luas (Hbs), koefisien
keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF), serta luas
atau sempitnya nilai keragaman genetik (Febrianto 2014; Tiwari et al. 2019).
Tabel 1. Kuadrat tengah dari hasil analisis ragam pengaruh genotipe, galur dan cek terhadap
karakter galur-galur padi.
Blok 4 ** ** ** ** ** ** **
Genotipe 70 ** ** ** ** tn tn **
Galur 64 ** ** ** ** ** tn **
Cek 4 ** ** ** ** ** ** **
GxC 1 tn ** ** ** ** tn tn
** dan tn masing-masing berbeda nyata dan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
100
80
0 1 2 3 4
E 25.04
Jml Anakan Prod Jumlah Gabah Isi
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 A 19.58
Rataan: 7.3 Frequency
N: 20
12 18
B 11.37
D 8.77
A 9.13, E 16
10
Rataan: 14.4
C 6.97 N: 20
14
C 10.14
8
D 9.85
12 B 3.24
6
10
Gambar 2. Histogram karakter tinggi tanaman dan umur panen (atas) dan jumlah anakan produktif
dan jumlah gabah isi (bawah) dari top 20 galur dengah hasil tertinggi dibandingkan
dengan karakter dari varietas cek A (Limboto), B (IR64), C (Situpatenggang), D (Inpago
8), dan E (Jatiluhur)
*LSI Hasil=1,11
Parameter genetik
Seleksi terhadap karakter kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan pada nilai
parameter genetik tanpa mengabaikan nilai tengah populasi yang bersangkutan.
Perbaikan karakter tanaman melalui program pemuliaan tanaman membutuhkan
informasi tentang keragaman genetik dan heritabilitas. Informasi tersebut menjadi
modal awal sebagai acuan untuk melakukan seleksi (Lasmiana et al. 2017).
Data menunjukkan bahwa nilai heritabilitas tinggi pada seluruh karakter
kecuali jumlah gabah hampa (Tabel 3). Hal ini berarti jumlah gabah hampa
sangat dipengaruhi oleh lingkungan dibandingkan faktor genetiknya. Oladosu et
al. (2014) melaporkan nilai heritabilitas tinggi pada umur berbunga, umur panen,
dan tinggi tanaman. KKG tinggi pada hasil dan umur panen, kemajuan genetik
tinggi pada tinggi tanaman galur mutan padi. Sedangkan hasil penelitian Pratap
et al. (2012) menunjukkan bahwa nilai heritabilitas, KKG, KKF, dan kemajuan
genetik tinggi terdapat pada jumlah anakan produktif dan hasil gabah. Pada
percobaan ini, nilai KKG dan KKF tertinggi terdapat pada jumlah gabah isi per
malai, jumlah anakan produktif diikuti hasil, sebagaimana dilaporkan Manjunatha
et al. 2017 dimana hasil memiliki nilai KKG tertinggi. Widyayanti et al. (2017)
menyampaikan hal berbeda dimana nilai KKG tertinggi pada galur padi terdapat
Tinggi tanaman 34,5 39,2 0,88 5,6 6,0 11,3 10,8 luas
Jumlah anakan produktif 0,7 1,0 0,66 11,5 13,1 1,4 17,7 sempit
Umur berbunga 1,0 1,5 0,69 1,2 1,4 1,8 2,0 luas
Umur panen 1,0 1,9 0,53 0,9 1,2 1,5 1,3 sempit
Jumlah gabah isi 30,4 32,2 0,94 33,3 36,2 11,0 70,3 luas
Jumlah gabah hampa 2,7 27,3 0,10 1,6 4,9 1,1 1,0 sempit
Hasil 0,2 0,2 0,75 25,5 29,8 0,7 46,1 sempit
pada karakter tinggi tanaman dan nilai KKG paling rendah terdapat pada karakter
umur berbunga dan umur panen. Tingginya nilai KKG menunjukkan peluang
terhadap usaha-usaha perbaikan yang efektif melalui seleksi (Nur et al. 2012).
Nilai KKF terlihat sedikit lebih tinggi dari KKG menunjukkan sedikitnya pengaruh
lingkungan terhadap ekspresi galur (Sabesan et al. 2009) atau kontribusi genetik
terhadap keragaman fenotipe lebih besar dibandingkan faktor lingkungan
(Andriani dan Damanhuri 2018).
Nilai keragaman genetik luas terdapat pada karakter tinggi tanaman, umur
berbunga, dan jumlah gabah isi per malai. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh
Astari et al. (2016) dimana keragaman luas yaitu pada karakter tinggi tanaman,
umur berbunga, dan jumlah gabah isi permalai. Sedangkan untuk persentase
kemajuan genetik tertinggi adalah pada karakter jumlah gabah isi per malai
dengan nilai 70.3%. Jumlah gabah isi per malai juga merupakan salah satu
karakter yang memiliki korelasi nyata positif terhadap hasil gabah padi (Kohnaki
et al. 2013; Guru et al. 2016). Dengan demikian, jumlah gabah isi per malai
merupakan karakter terbaik sebagai kriteria seleksi galur-galur padi gogo pada
kondisi ternaungi karena memiliki heritabilitas tinggi dan keregaman genetik
yang luas (Buhaira et al. 2014).
Heritabilitas tinggi bersama dengan kemajuan genetik yang tinggi dalam
persentase rata-rata menunjukkan bahwa karakter ini disebabkan oleh efek
gen aditif dan seleksi dapat dilakukan dalam upaya peningkatan karakter tersebut
(Lingaiah et al. 2014). Hal yang sama dilaporkan oleh Tuhina-Khatun et al.
(2015) dimana karakter terbaik sebagai kriteria seleksi adalah jumlah gabah isi
per malai disamping hasil. Menurut Natawijaya (2012) tekanan seleksi dapat
dilakukan pada karakter-karakter dengan keragaman genetik tinggi, selain itu
karakter ini dapat digunakan sebagai kriteria seleksi. Dilaporkan juga oleh Nur
et al. (2012) bahwa pada gandum karakter dengan nilai heritabilitas tinggi dan
Mutu beras
Terdapat 53 galur yang dapat diamati data mutu beras, kadar amilosa, serta
ukuran panjang bentuk dan pengapurannya (Gambar 3). Berdasarkan nilai kadar
aminlose, terdapat sebanyak 2 galur lengket/ketan, 1 galur termasuk sangat
rendah, serta 25 galur dengan kadar amilosa masing-masing sedang dan rendah.
Suwannaporn (2007) menyatakan bahwa kadar amilosa penting untuk diketahui
karena dapat memprediksi mutu tanak beras, lama pemasakan dan lama
pengolahan nasi. amilosa berkorelasi positif dengan kekerasan nasi dan
berkorelasi negatif dengan lengketnya nasi.
Sedangkan untuk ukuran panjang, bentuk dan pengapuran beras, sebagian
besar galur memiliki ukuran yang panjang (L), bentuk beras sedang (M),
pengapuran kecil (S). Ukuran beras terbanyak berikutnya adalahpanjang (L),
bentuk sedang (M), dan pengapuran tergolong sedang (M). Hal yang sama
disampaikan oleh Xiongsiyee and Prom-U-Thai (2016) dan Mario et al. (2018)
bahwa sebagian besar padi gogo memiliki panjang L dan bentuk M.
Gambar 3. Jumlah galur berdasarkan penggolongan ukuran beras dan kadar amilosa.
KESIMPULAN
Berdasarkan parameter genetik, karakter jumlah gabah isi per malai merupakan
kriteria seleksi galur-galur padi gogo pada kondisi ternaungi. Dari seluruh galur
yang diuji, terdapat enam galur dengan hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan
varietas cek terbaik Jatiluhur, yaitu B15341-1B-TB-2, B15119C-TB-18,
B15344B-TB-30, B15340-4B-TB-2, B15302B-TGB-38, dan B15143C-TGB-
14. Sebagian besar galur padi gogo yang diuji memiliki ukuran beras panjang
(L), bentuk sedang (M), pengapuran kecil (S) dengan kadar amilosa rendah
sampai sedang.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, D. dan Damanhuri. 2018. Pola pewarisan toleransi kondisi anaerob
padi (Oryza sativa L.). Jurnal Produksi Tanaman 6(6): 1204-1210.
Anggraheni, Y.G.D dan E.S. Mulyaningsih. 2017. Eksplorasi marka SSR terpaut
sifat toleransi padi gogo terhadap alumunium. Jurnal Biologi Indonesia
13(1): 97-106.
Astari, R.A, Rosmayati, dan M. Basyuni. 2016. Kemajuan genetik, heritabilitas
dan korelasi beberapa karakter agronomis progeni kedelai F3 persilangan
anjasmoro dengan genotipe tahan salin. Jurnal Pertanian Tropik 3(1): 52-
61.
BB Padi. 2019. Varietas Padi Inbrida Padi Gogo. http://
bbpadi.litbang.pertanian.go.id/ index.php/varietas-padi/inbrida-padi-gogo-
inpago. [22 Oktober 2019].
Bernier, J., A. Gary, S. Rachid, K. Arvind, and S. Dean. 2008. Breeding upland
rice for drought resistance. Journal of the Science of Food and Agriculture
88(6).
ABSTRAK
Seleksi dan observasi adalah tahapan kegiatan pemuliaan untuk
memperoleh galur-galur terbaik untuk cekaman biotik dan abiotik.
Pengujian cekaman kekeringan diperlukan kepastian kondisi kering
pada skala lapang. Oleh sebab itu diperlukan aplikasi alat sensor atau
alat ukur cekaman kekeringan. Irrometer dan EM50 Decagon
merupakan alat sensor tegangan air tanah dan konduktivitas listrik
tanah yang bekaitan dengan cekaman kekeringan. Penelitian bertujuan
untuk mengetahui tegangan air tanah dan mengobservasi galur pada
set basah dan kering. Penelitian dilaksanakan pada MT1 2018 di
Kebun Percobaan Sukamandi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
Subang, Jawa Barat. Sebanyak total 100 genotipe telah diujikan
(termasuk cek Ciherang, Ciherang Sub-1, Inpari 10, Inpari 38, dan
Inpari 43 GSR). Rancangan Acak Kelompok (RAK) 2 ulangan
digunakan sebagai rancangan percobaan yang tersarang pada 2
kondisi yakni set basah (optimum) dan set kering. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa alat Irrometer direkomendasikan diaplikasikan
di kedalaman 45 cm dengan target tegangan air tanah > 50 kPa.
Konduktivitas listrik mencapai -500 selama cekaman 1 bulan
berlangsung. Cekaman kekeringan mulai terjadi H+15 setelah
pemberhentian asupan air ke sawah. Cek terbaik di set kering dan
konsisten memiliki produtivitas tinggi di dua set adalah Inpari 10.
Diperoleh 7 galur yang memiliki konsistensi produktivitas tinggi baik
pada kondisi set basah maupun set kering. Galur tersbut diantaranya:
BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-5-1, BP19980-JK-2-
IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-1-2, BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-
PWK-1-SKI-4-1, BP29337-2-CRB-0-SKI-0-7-PWK-1-SKI-3-3,
BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-1-4, BP19978-JK-1-IND-2-
ABSTRACT
Selection and observation are the stages of breeding activities
to obtain the best lines for biotic and abiotic stresses. Drought
stress testing requires certainty of dry conditions on a field scale.
Therefore we need the application of a damping stress sensor or
measuring device. Irrometer and EM50 Decagon are
groundwater voltage and electrical conductivity sensors that are
associated with drought stress. The research aims to determine
the groundwater stress and observe the lines in wet and dry
experiments. The study was conducted in the Wet Season of 2018
at the Sukamandi Experimental Garden, Indonesian Center for
Rice Research, Subang, West Java. A total of 100 genotypes have
been tested (including Ciherang check, Ciherang Sub-1, Inpari
10, Inpari 38, and Inpari 43 GSR). The research design used
was the Randomized Design of the 2 nested groups, namely the
wet set (optimum) and the dry set with 2 replications. The results
showed that the Irrometer is recommended to be applied at a
depth of 45 Cm with a target groundwater voltage> 50 kPa.
Electrical conductivity in drought-strained conditions reaches -
500 during a 1-month stress. Drought stress begins 15 days after
stopping the intake of water into the fields. The best check on
dry and consistently high productivity sets in two sets is Inpari
10 Layla. The test results obtained 7 lines that have high
productivity consistency in both wet and dry sets. These lines
include: BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-5-1, BP19980-
JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI- 1-2, BP19978-JK-1-IND-2-SKI-
0-PWK-1-SKI-4-1, BP29337-2-CRB-0-SKI-0-7-PWK-1-SKI-3- 3,
BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-1-4, BP19978-JK-1-IND-2-
SKI-0-PWK-3-SKI-3-2, and BP19980 -JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-
1-SKI-2-3.
Keywords: electrical conductivity, groundwater voltage,
observation, rainfed, and selection.
Bahan Penelitian
Materi genetik yang digunakan adalah 100 galur yang ditujukan untuk lahan
tadah hujan hasil seleksi pada musim sebelumnya. Varietas cek yang digunakan
adalah cek tidak tahan kekeringan yakni Ciherang dan cek tahan kekeringan
diantaranya Situ Bagendit, Inpari 10 Laeya, dan Inpari 43 Agritan GSR. Peralatan
umum yang digunakan adalah sarpras budidaya padi. Peralatan khusus yang
digunakan adalah irrometer-tensiometer model SR untuk mengetahui data suhu
dan tingkat kekeringan yang terjadi dalam satuan kPa di dua kondisi (set kering
dan set basah).
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menanam 100 galur dan 5 cek di 2 kondisi lahan.
Rancangan penelitian yang diguanakan adalah rancangan acak kelompok (RAK)
2 ulangan di dua set (basah dan kering). Dua kondisi lahan percobaan yaitu set
basah dan set kering. Set basah dikondisikan tersedia air sepanjang pertanaman
padi. Set kering dikondisikan satu bulan diairi air, satu bulan dikeringkan dan
(A) (B)
Gambar 1. Alat pengukur tingkat kekeringan tanah (A) Irrometer-Tensiometer model SR (B)
EM50 Decagon.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap karakter vigor, PACP (Phenotypic
acceptability), umur berbunga 50% (hss), umur masak fisiologi (hss), dan
karakter agronomi (tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi
per malai, jumlah gabah hampa per malai, persentase pengisian bulir (seed set),
bobot hasil per rumpun, bobot 1000 butir, bobot hasil konversi ton/ha, konduktivitas
listrik dari alat decagon EM 50 dan nilai hasil pengukuran tegangan air dalam
tanah menggunakan Irrometer..
Analisa data
Data hasil pengamatan terhadap karakter agronomi diolah dengan menggunakan
software Cropstat dan Minitab 14. Analisa data yang dilakukan yakni analisis
kurva sebaran normal, analisis varian pada masing-masing set kondisi. Uji lanjut
dilakukan dengan menggunakan LSD 5%. Data hasil pengukuran irrometer
dan EM50 Decagon dilakukan dengan menggunakan Ms. Excel.
Semakin tinggi tegangan air artinya semakin besar tenaga yang harus dimiliki
akar untuk menyerap air dalam tanah. Oleh sebab itu indikator tegangan air
tanah merupakan indikator cekaman kekeringan.
Pada penelitian ini, cekaman kering diaplikasikan pada umur 1 bulan setelah
pindah tanam umur bibit 21 hss. Gambar 3 dan 4 menujukkan bahwa terdapat
persamaan nilai grafik pada minggu 1-3 setelah pemberhentian pasokan air ke
set kering pada kedalaman penancapan alat di 30 cm dengan kedalaman 45
cm. Namun terdapat perbedaan pola grafik nilai Irrometer pola di minggu ke 4
setelah sehari turun hujan. Minggu pertama, kedua, dan ketiga setelah
pengeringan menunjukkan grafik yang beranjak naik dengan pola hampir sama.
Akhir minggu ke-4 setelah pemberian cekaman kering, air mulai diberikan
kembali ke set kering. Pemberian air dimulai setelah cek tahan mengalami daun
menggulung permanen (tidak kembali normal membuka pada set kering).
Data irrometer pada awal minggu ke 4 setelah penyetopan pasokan air ke
set kering, menunjukkan nilai irrometer di kedalam 30 cm pada pengukuran jam
9 pagi mengalami penurunan tegangan air tanah, namun pada pengukuran jam
16.00 WIB menunjukkan tegangan air tanah yang lebih tinggi dibanding jam 9.
air irigasi mulai meresap kedalam tanah dan melembabkan permukaan tanah
sehingga pada pengukuran waktu pagi hari membuat nilai irrometer mengalami
penurunan menjadi 50 cb (centibar). Namun pada waktu pengukuran jam 16.00
WIB nilai naik menjadi 60 cb. Air irigasi langsung merembes ke bagian bawah
tanah emallui celah celah bongkahan tanah. Kondisi kadar air pada kedalaman
Gambar 4. Grafik tegangan air tanah (kPa) dengan keadalam alat irrometer 45 cm dari permukaan
tanah.
Gambar 7. Sebaran galur – galur tadah hujan dan posisi varietas berdasarkan karakter hasil di set
kering.
69 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-5-1 4,47 106,20 14,00 68,00 15,33 117,02 57,86 174,89 0,66 46,21 26,50 106,00
65 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-1-2 3,81 103,40 16,10 68,00 15,50 104,76 32,95 137,71 0,76 38,00 24,91 106,00
62 BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-4-1 3,76 103,55 14,40 65,00 12,17 162,45 28,95 191,40 0,85 39,72 25,80 106,00
35 BP29337-2-CRB-0-SKI-0-7-PWK-1-SKI-3-3 3,70 101,60 11,70 69,50 13,67 154,07 29,14 183,22 0,85 42,20 24,85 106,00
37 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-1-4 3,66 103,50 12,15 68,00 12,50 158,80 24,60 183,40 0,86 44,22 25,71 106,00
64 BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-3-SKI-3-2 3,62 101,40 13,65 66,50 15,17 93,78 18,84 112,62 0,84 36,50 27,06 106,00
67 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-2-3 3,62 99,90 11,75 66,50 15,00 93,36 31,43 124,79 0,75 36,68 24,88 106,00
10 0 Inpari 10 3,58 99,20 16,05 69,50 14,83 107,64 12,65 120,29 0,89 49,67 29,94 106,00
Rerata 3,05 98,57 13,13 69,26 13,88 114,95 23,15 138,10 0,84 39,72 27,63 106,00
SE (N = 2) 0,39 4,23 1,10 1,62 1,61 18,53 7,74 21,97 0,04 5,78 1,04 0,00
LSD 5% 1,10 11,88 3,08 4,53 4,52 51,98 21,72 61,64 0,12 16,21 2,91 0,00
CV (%) 18,10 6,10 11,80 3,30 16,40 22,80 47,30 22,50 7,40 20,60 5,30 0,00
Keterangan: Hasil ton/ha, TT = tinggi tanaman, JA = jumlah anakan, Heading = umur berbunga 100% (hss), JM = jumlah malai, GI = jumlah gabah isi,
GH = jumlah gabah hampa, GT = jumlah gabah total, SS = seed set atau persentase gabah isi (%), HSLRPN = hasil per rumpun,
B1000B = bobot 1000 butir, UP = umur panen (hss)
Hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat 7 galur terbaik dan lebih baik
dari cek terbaik (Inpari 10; 3,58 ton/ha). Tujuh galur tersebut adalah BP19980-
JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-5-1, BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-
SKI-1-2, BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-4-1, BP29337-2-CRB-0-
SKI-0-7-PWK-1-SKI-3-3, BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-1-4, BP19978-
JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-3-SKI-3-2, dan BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-
1-SKI-2-3. Tujuh galur tersebut berproduksi paling tinggi di set basah dan mampu
tetap berproduksi lebih baik dari cek terbaik di set kekeringan. Tujuh galur tersebut
merupakan irisan galur terbaik antaran set kering dan set basah. Ketujuh galur
tersebut memiliki efektivitas penggunaan air yang cukup efisien pada saat terjadi
cekaman kekurangan air. Kedepannya diperlukan uji lanjut terhadap tujuh galur
tersebut.
KESIMPULAN
Pemanfaatan Irrometer dan Em50 Decagon telah diaplikasikan untuk mendeteksi
tegangan air tanah dan konduktivitas listrik dalam tanah. Irrometer
direkomendasikan diaplikasikan di kedalam 45 cm dengan target tegangan air
tanah > 50 kPa. Konduktivitas listrik mencapai -500 mS/cm selama cekaman 1
bulan berlangsung. Cekaman kekeringan mulai terjadi 15 setelah pemberhentian
asupan air ke sawah (H+15).
Cek terbaik di set kering dan konsisten memiliki produtivitas tinggi di dua
set adalah Inpari 10. Diperoleh 7 galur yang memiliki konsistensi produktivitas
tinggi baik pada kondisi set basah maupun set kering. Galur tersbut diantaranya:
BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-5-1, BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-
PWK-1-SKI-1-2, BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-4-1, BP29337-2-
CRB-0-SKI-0-7-PWK-1-SKI-3-3, BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-1-4,
BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-3-SKI-3-2, dan BP19980-JK-2-IND-2-
SKI-0-PWK-1-SKI-2-3.
ABSTRAK
Fenomena degradasi kesuburan lahan dan konversi lahan pertanian
menjadi penyebab berkurangnya luas lahan sawah irigasi di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan penurunan produktivitas padi sawah yang
berdampak pada pemenuhan kebutuhan beras. Salah satu upaya untuk
meningkatkan produktivitas padi sawah adalah dengan melakukan
pengembangan lahan pasang surut. Pulau Sumatera memiliki lahan
pasang surut sekitar 7,1 juta ha, dan 4 juta ha berpotensi untuk
pengembangan pertanian, salah satunya di Kabupaten Indragiri Hilir,
Provinsi Riau. Saat ini, produktivitas padi sawah di Kabupaten Indragiri
Hilir sekitar 3,9 ton/ha. Rendahnya produktivitas ini disebabkan
terbatasnya informasi teknologi budidaya padi sawah di lahan pasang
surut. Tujuan dari penelitian adalah (a) untuk mengetahui produksi
padi dengan teknologi budidaya padi jarwo super di lahan sawah
pasang surut Provinsi Riau dan (b) untuk mengetahui produksi telur
itik yang dipelihara secara terintegrasi dengan padi jarwo super.
Penelitian dilakukan di Desa Kempas Jaya, Kabupaten Indragiri Hilir,
Provinsi Riau dari Januari - Desember 2018. Penelitian menggunakan
teknologi budidaya padi jarwo super yang di integrasikan dengan itik
dan teknologi budidaya padi existing (teknologi petani). Varietas padi
yang digunakan adalah Batang Piaman dan jenis itik yang digunakan
adalah Itik Dara (Pitalah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
teknologi budidaya padi jarwo super yang di integrasikan dengan itik
memberikan hasil yang lebih baik untuk tinggi tanaman (118,4 cm),
jumlah anakan (22 rumpun), dan produksi padi (6,50 ton/ha GKP),
dibandingkan dengan teknologi budidaya padi existing. Selain itu,
ABSTRACT
Degradation of soil fertility and conversion of agricultural land
is the cause of the decrease in irrigated rice fields in Indonesia.
Developing tidal swamp area become promising effort to increase
rice productivity. Sumatra Island has a tidal land around 7.1
million ha, which 4 million ha is the potential area for
agricultural development, such as Indragiri Hilir Regency, Riau
Province. At present, the productivity of rice in Indragiri Hilir
Regency is 3.9 tons/ha. The low productivity is due to the limited
information about rice cultivation technology in tidal land. The
objectives of the study were (a) to determine the production of
rice with jarwo super rice cultivation technology in the tidal
rice field of Riau Province and (b) to determine the production
of duck eggs integrated with jarwo super rice system. This study
was conducted in Kempas Jaya Village, Indragiri Hilir Regency,
Riau Province from January to December 2018. This study was
compare jarwo super rice cultivation technology integrated with
ducks and existing rice cultivation technology (farmer practice)
using Batang Piaman rice variety and Dara (Pitalah) duck
spesies. The results showed that jarwo super rice cultivation
technology integrated with ducks gave better results for plant
height (118.4 cm), the number of tillers (22 clumps), and rice
production (6.50 tons/ha) compared to the existing rice
cultivation technology. Besides, jarwo super rice cultivation
technology integrated with ducks can produce 120 eggs/day at
the peak of the production season.
Keywords: Rice fields, tidal land, rice, ducks.
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan
produkivitas tanaman pangan, khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah
satu sumber pangan utama penduduk Indonesia dan kebutuhannya terus
meningkat karena selain penduduk terus bertambah dengan laju peningkatan
Gambar 1. Tinggi tanaman pada teknologi budidaya padi existing dan teknologi budidaya padi
jarwo super dan itik di Kabupaten Indragiri Hilir, Mei- Agustus 2018.
Gambar 2. Jumlah anakan produktif pada teknologi budidaya padi existing dan teknologi budidaya
padi jarwo super dan itik di Kabupaten Indragiri Hilir, Mei- Agustus 2018.
Gambar 3. Produksi padi teknologi budidaya padi existing dan teknologi budidaya padi jarwo
super dan itik di Kabupaten Indragiri Hilir, Mei- Agustus 2018.
Gambar 4. Produksi telur itik pada teknologi budidaya padi jarwo super dan itik di Kabupaten
Indragiri Hilir, Mei- Desember 2018.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2017. Kondisi dan Potensi Lahan Rawa di Indonesia. [7 Oktober
2019]
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2016. Petunjuk Teknis Budidaya
Padi Jajar Legowo Super. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Jakarat. 44 hal
Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Riau dalam Angka.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat. 2017. Itik
Pitalah: http://www.sumbarprov.go.id/details/category/197. [9Oktober
2019].
Ismail, I.G., Trip A., IPG Widjaja Adhi, Suwarno, Tati Herawati, Ridwan T. dan
DE. Sianturi. 1993. Sewindu penelitian pertanian di lahan rawa: Kontribusi
dan prospek pengembangan. Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang
Surut dan Rawa-SWAMPS II. Badan Litbang Pertanian.
Long, P., Huang, H., Liao, X., Fu, Z., Zheng,H., Chen, A. and Chen, C. 2013.
Mechanism and capacities of reducing ecological cost through rice-duck
cultivation. Journal of the Science of Food and Agriculture, 93:2881-2891.
Lu, J. X., Zhang, J. E. and Huang, Z.X. 2005. Anauxiliary control method of
rice-duck farming system leafroller:the rope scraping of rice tail. China
Rice, 3: 39-46.
Mofidian, Saleh and Sadeghi, Sayyed Mostafa. 2015. Evaluation of Integrated
Farming of Rice and Duck on Rice Grain Yiled in Gilan, Iran. Acta
Universitatis Agricultutre et Silviculturae Mendelianae Brunensis, 63(4):
1161-1168.
Wang, H., Hunag, H., Yang, Z., H. and Liao, X. L. 2003. Integrated benefits of
rice-duck complex ecosystem. Rural Ecosystem and Environment, 19:
23-26.
ABSTRAK
Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi milik petani di Desa
Dasan Geria seluas 1 Ha, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok
Barat pada bulan Juni sampai Oktober 2018. Peningkatan produktivitas
padi dapat diupayakan melalui perbaikan teknologi budidaya dengan
penggunaan varietas unggul baru (VUB) dan pupuk yang tepat seperti
pupuk cair organik mikro (PCOM). Percobaan bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan PCOM pada berbagai varietas unggul
baru (VUB) padi sawah di Nusa Tenggara Barat. Pengkajian
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 percobaan,
yaitu: A (Inpari 33 + tanpa PCOM); B (Inpari 33 + PCOM); C (Inpari
42 + tanpa PCOM); D (Inpari 42 + PCOM); E (Inpari 43 + tanpa
PCOM); F (Inpari 43 + PCOM). Masing – masing percobaan diulang
sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 percobaan. Data hasil pengamatan
dianalisa secara statistik dengan analisa ragam (ANOVA). Jika terdapat
beda nyata dilanjutkan dengan uji BNJ 5%. Rerata tinggi tanaman padi
varietas Inpari 33 (95,87 cm), Inpari 42 Agritan GSR (94,22 cm) dan
Inpari 43 Agritan GSR (93,07). Karakter tinggi tanaman terkait dengan
sifat ketahanan tanaman terhadap kekokohan batang tanaman dan
potensi tanaman untuk tidak mudah rebah atau tahan rebah. Hasil analisa
ragam terhadap parameter hasil (t/ha) tanaman menunjukkan bahwa
penggunaan varietas unggul baru padi dan pupuk cair organik mikro
memberikan hasil terbaik pada percobaan Inpari 42+PCOM (D) 9,62
t/ha diikuti Inpari 43 + PCOM (F) sebesar 9,34 t/ha dan Inpari
33+PCOM (B) sebesar 8,71 t/ha, sedangkan penggunaan varietas tanpa
pemberian PCOM produktivitas padi dari terendah ke tertinggi yaitu
Inpari 33 (A) sebesar 7,55 t/ha, Inpari 43 (E) sebesar 8,22 t/ha dan
diikuti Inpari 42 (C) sebesar 8,65 t/ha.
Kata kunci: VUB, pupuk cair, produktivitas.
PENDAHULUAN
Padi merupakan komoditas pangan strategis masyarakat Indonesia. Sejalan
dengan pertumbuhan jumlah penduduk permintaan terhadap komoditas ini terus
meningkat. Konsumsi beras nasional tahun 2017 mencapai 30,01 juta ton dengan
jumlah produksi padi nasional pada tahun yang sama sebesar 81.148.594 ton
GKG. (BPS 2018). Untuk mewujudkan swasembada beras berkelanjutan
pemerintah tetap melakukan program peningkatan produktitas padi. Kontribusi
NTB dalam mendukung program swsembada pangan nasional tahun 2018
Gambar 1. Produktivitas (t/ha) varietas unggul baru padi pada percobaan pemberian PCOM.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pertanian, 2018. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Manullang G.S., A. Rahmi, P. Astuti. 2014. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi
POC terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea
L.) Varietas Tosakan. Jurnal Agrifor XIII(1): 33-40. ISSN: 1412-6885.
Marpaung A.E. 2017. Pemanfaatan Jenis dan Dosis Pupuk Organik Cair (POC)
untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Sayuran Kubis. Jurnal
Agroteknosains 1(2): 117-123. P-ISSN: 2598-6228. E-ISSN: 2598-0092.
Masluki, M. Naim, Mutmainnah. 2016. Pemanfaatan Pupuk Organik Cair (POC)
pada lahan Sawah Melalui Sistem Mina Padi. Prosiding Seminar Nasional.
ISSN: 2443-1109. Vo(1):1. hlm 866-896.
Nainggolan I. M., G. Wijana, I.G.N. Santosa. 2017. Pengaruh Jumlah Bibit dan
Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza
Sativa L.) E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 6(3). ISSN: 2301-6515.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT.
ABSTRAK
Sampah kota organik dan jerami di Indonesia belum dimanfaatkan secara
optimal meskipun sampah kota organik dan jerami di Indonesia
jumlahnya melimpah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pengembalian air lindi dan komposisi penambahan jerami terhadap
pengomposan sampah kota organik sistem windrow. Rancangan
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan yaitu pengembalian air lindi
dan komposisi penambahan jerami antara lain kontrol, sampah kota
organik:jerami padi (1:1), sampah kota organik:jerami padi (2:1), sampah
kota organik:jerami padi (3:1), masing-masing dengan tiga ulangan.
Parameter pengamatan meliputi suhu, kelembaban, pH, DHL, warna,
bau, air lindi, kenampakan fisik, kadar air, penyusutan berat selama
proses pengomposan, nisbah C/N, potensial redoks (ORP), dan
kandungan hara (N, P, K). Hasil penelitian menujukkan pengaruh
pengembalian air lindi dan komposisi penambahan jerami berpengaruh
nyata sampai sangat nyata terhadap kadar air kompos, penyusutan
berat akhir kompos, nisbah C/N kompos, kadar C-organik dalam kompos,
berat C-organik dalam kompos, kadar nitrogen total kompos, berat
nitrogen dalam kompos, berat fosfor dalam kompos, berat kalium dalam
kompos, pH air lindi, kadar fosfor air lindi kompos, dan kadar kalium air
lindi kompos. Kondisi paling ideal pengomposan sistem windrow yaitu
pengembalian air lindi dan komposisi penambahan jerami antara sampah
organik berbanding jerami yaitu 1:1. Hal tersebut dibuktikan dengan
penyusutan berat akhir kompos, kadar kalium kompos, kadar nitrogen
air lindi kompos, dan kadar fosfor air lindi kompos yang paling optimal.
Pada akhir proses pengomposan diperoleh nisbah C/N antara 15-19
dibandingan dengan kontrol dengan nisbah C/N yaitu 22,40.
Kata kunci: Sistem windrow, sampah kota organik, jerami, air lindi,
pengomposan.
PENDAHULUAN
Seiring bertambahnya penduduk maka kegiatan masyarakat meningkat sehingga
mengakibatkan semakin bertambahnya volume sampah. Sampah menjadi
masalah hampir di semua negara. Volume sampah setiap tahunnya akan semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di suatu negara.
Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup masyarakat akan sangat
mempengaruhi volume sampah setiap harinya. Di Indonesia, contohnya yaitu
Provinsi DKI Jakarta dalam satu hari dapat menghasilkan sampah sebesar 5.800-
antar celah 1 cm
60 cm
Tahap Percobaan
Setelah bahan dan bangunan windrow disiapkan, selanjutnya adalah
penyusunan tumpukan kompos sesuai perlakuan, yaitu:
a. Pencampuran bahan kompos dengan starter.
Bahan kompos yang telah dihomogenkan dahulu sebelumnya disiramkan
dengan 300 liter air hingga merata. Bahan kompos yang telah disiram air
dicampurkan dengan starter yang berupa EM4. Sebanyak 1 liter starter
dicampur dengan 1,5 liter ampas tebu kemudian dituangkan ke dalam 50
liter air. Campuran starter, ampas tebu, dan air ini disiramkan ke tumpukan
kompos sebanyak 10 liter untuk masing-masing tumpukan kompos kemudian
diaduk hingga merata. Pengadukan bahan baku kompos dilakukan secara
manual dengan sebelumnya jerami yang akan diaduk disuwir secara manual
terlebih dahulu. Jika hal ini tidak dilakukan maka jerami akan menggumpal
dan tidak tercampur merata meskipun telah dipipihkan dan dicacah
sebelumnya karena jerami mengandung banyak serat yang membuat jerami
mudah menggumpal.
b. Penyusunan tumpukan kompos.
Bahan kompos yang telah diberi starter dan telah diaduk rata disusun diatas
bangunan rak pengomposan windrow sesuai dengan perlakuan masing-
masing. Jumlah windrow yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Tahap Pengamatan
Tahap pengamatan akan dibagi menjadi dua, yaitu pengamatan awal dan akhir
serta pengamatan series. Pengamatan awal dan akhir hanya dilakukan dua kali
yaitu pada awal dan akhir proses pengamatan. Sedangkan pengamatan series
dilakukan secara berkala.
Parameter Nilai
Parameter Nilai
Perlakuan < 0,5 0,5- 2 mm > 2- 5mm > 5-25 mm Total
(%) (%) (%) (%) (%)
A0B0 38,95 c
A0B1 46,88 bc
A0B2 47,30 bc
A0B3 45,89 bc
A1B1 59,58 a
A1B2 49,15 b
A1B3 42,80 bc
A0B0 19,54 bc
A0B1 16,35 cd
A0B2 16,28 cd
A0B3 15,41 d
A1B1 22,64 ab
A1B2 24,30 a
A1B3 23,86 a
A0B0 29,83 a
A0B1 24,54 b
A0B2 22,43 b
A0B3 22,53 b
A1B1 22,44 b
A1B2 24,57 b
A1B3 24,45 b
Kadar C-organik
Kadar C-organik kompos matang pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 6.
Perlakuan pengembalian air lindi dan penambahan jerami berpengaruh nyata
terhadap kadar C-organik kompos matang. Secara keseluruhan, kandungan C-
organik pada semua perlakuan sudah memenuhi standar Permentan No: 70/
Permentan/SR.140/10/2011 yaitu minimal 15%. Nilai ini juga telah memenuhi
SNI No 19-7030-2004 yaitu kandungan C-organik kompos matang antara 9,8-
32%. Nilai kandungan C-organik pada semua perlakuan sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Dinasty (2016) yaitu sebesar
20,26%.
A0B0 22,40 a
A0B1 17,81 bc
A0B2 19,82 ab
A0B3 19,83 ab
A1B1 15,62 cd
A1B2 14,82 d
A1B3 15,76 cd
A0B0 0,38 a
A0B1 0,37 a
A0B2 0,36 a
A0B3 0,38 a
A1B1 0,39 a
A1B2 0,41 a
A1B3 0,44 a
A0B0 0,77 b
A0B1 1,05 ab
A0B2 0,86 b
A0B3 0,77 b
A1B1 1,25 a
A1B2 1,01 ab
A1B3 1,02 ab
Air Lindi
Warna dan Bau
Warna dan bau air lindi dipengaruhi oleh kompos yang dihasilkan. Pada akhir
proses pengomposan dilakukan pengamatan terhadap warna dan bau air lindi.
Karakteristik air lindi berupa warna dan bau dapat dilihat pada Tabel 11.
Berdasarkan Tabel 11, dapat diketahui bahwa warna air lindi dari masing-
masing perlakuan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bahan baku yang
digunakan dalam proses pengomposan. Warna bahan baku sampah yang paling
dominan akan mempengaruhi warna air lindi yang dihasilkan. bau yang dihasilkan
oleh air lindi dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang dikomposkan. Tabel
11 dapat diketahui bahwa komposisi bahan baku kompos yang mengasilkan bau
menyengat adalah kompos dengan bahan baku sampah organik berbanding jerami
dengan perbandingan 3:1 (A0B3 dan A1B3). perlakuan lain dengan perbandingan
sampah organik berbanding jerami dengan perbandingan 1:1 (A0B1 dan A1B1)
dan 1:2 (A0B2 dan A1B2) menghasilkan air lindi yang bau.
A0B0 7,47 c
A0B1 7,66 bc
A0B2 7,51 c
A0B3 7,82 ab
A1B1 7,62 c
A1B2 7,61 c
A1B3 7,86 a
Perlakuan
Potensial
Redoks A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B1 A1B2 A1B3
A0B0 0,013 b
A0B1 0,04 a
A0B2 0,02 b
A0B3 0,017 b
A1B1 0,04 a
A1B2 0,03 ab
A1B3 0,02 b
A0B0 2,87 a
A0B1 2,20 bc
A0B2 2,00 c
A0B3 1,70 c
A1B1 2,93 a
A1B2 2,83 a
A1B3 2,67 ab
A0B0 0,04 c
A0B1 0,06 abc
A0B2 0,05 abc
A0B3 0,07 a
A1B1 0,07 ab
A1B2 0,06 abc
A1B3 0,05 bc
KESIMPULAN
Secara umum pengaruh pengembalian air lindi dan komposisi penambahan jerami
berpengaruh nyata sampai sangat nyata terhadap kadar air kompos, penyusutan
berat akhir kompos, nisbah C/N kompos, kadar C-organik dalam kompos, berat
C-organik dalam kompos, kadar nitrogen total kompos, berat nitrogen dalam
kompos, berat fosfor dalam kompos, dan berat kalium dalam kompos, pH air
lindi, kadar fosfor air lindi kompos, dan kadar kalium air lindi kompos
Pengaruh pengembalian air lindi dan komposisi penambahan jerami
memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar fosfor kompos, kadar
kalium kompos, dan kadar kalium air lindi kompos.
Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa kondisi paling ideal
untuk pengomposan sistem windrow yaitu pada perlakuan A1B1 dengan
pengembalian air lindi dan komposisi penambahan jerami antara sampah organik
berbanding jerami yaitu 1:1. Hal tersebut dibuktikan dengan penyusutan berat
akhir kompos, kadar kalium kompos, kadar nitrogen air lindi kompos, dan kadar
fosfor air lindi kompos yang paling optimal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam pembuatan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Ir. Anjal Anie Asmara, M.Si. dan Bapak Nasih Widya Yuwono, S.P., M.P. selaku
pembimbing dalam penelitian ini dan terimakasih kepada Bapak Ir. Suci Handayani,
M.P. selaku penguji yang telah menguji dan memberikan masukan dalam penelitian
ini serta kepada semua pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
ABSTRAK
Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk tanaman padi terus
dipacu untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Salah satu
komponen teknologi yang bisa diterapkan yaitu VUB Inpari 32 karena
memiliki kesamaan dengan varietas seperti Ciherang. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mendapatkan informasi pengembangan pertanian
berbasis tanaman padi rawa pasang surut tipe C dikombinasikan
dengan teknologi inovatif dari Balitbangtan. Hasilnya telah dilakukan
pengkajian budidaya VUB Inpari 32 pada lahan rawa pasang surut
selama 4 musim tanam yaitu: MH 2017/2018, MK 1 2018, MH 2018/
2019 dan MK 1 2019, seluas 2 ha di Kabupaten Tanah Laut. Pengkajian
menunjukkan bahwa Inpari 32 menghasilkan produksi gabah pada
MH 201/2018 sebanyak 8,32 ton/ha dan pada MH 2018/2019
sebanyak 8,2 ton/ha. Sedangkan pada MK I tahun 2019 sebanyak
8,5 ton/ha walaupun pada MK I tahun 2018 hanya menghasilkan 6,2
ton/ha, karena kondisi air yang minimum. Pemanfaatan informasi
katam terpadu sebagai patokan waktu tanam serta rekomendasi pupuk
dan lainnya dalam kegiatan budidaya padi mendukung aktualisasi
potensi hasil Inpari 32, menunjukkan bahwa varietas ini cocok untuk
ditanam di lahan rawa pasang surut jika dikelola dengan baik. Selain
itu perlu penyebarluasan informasi agar teknologi VUB Inpari 32
dapat semakin menyebar dan di manfaatkan petani terutama lahan
rawa pasang surut.
Kata kunci: VUB Inpari 32, kalender tanam.
ABSTRACT
The utilization of tidal swamps for rice plants continues to be driven
to meet food needs. one technology component that can be applied
PENDAHULUAN
Kebutuhan padi sebagai sumber pangan utama yang menghasilkan beras untuk
penduduk Indonesia terus meningkat, karena selain disebabkan pertumbuhan
penduduk juga karena peningkatan konsumsi sekitar 2% per tahun. Disisi lain
konversi lahan pertanian subur yang dimanfaatkan untuk pertanaman padi menjadi
pemukiman atau lainnya dikarenakan pertambahan penduduk juga cukup nyata,
tentunya hal ini perlu di cermati dan dicarikan solusi tepat agar produksi padi
tetap stabil dan jika memungkinkan bisa lebih ditingkatkan. Hal ini menjadi penting
karena kondisi berkurangnya lahan akan berimbas pada jumlah produksi beras
yang akan dihasilkan.
Salah satu solusinya adalah pemanfaatan lahan non irigasi dengan
menggunakan teknologi yang tepat sehingga bisa menghasilkan produksi yang
tinggi dan menjadi jawaban pemanfaatan lahan. Kementerian Pertanian giat
melakukan upaya pemanfaatan lahanmarginal dalam rangka menambah luas
tanam. Untuk lahan sawah program peningkatan indeks pertanaman (IP) terus
diupayakan melalui optimalisasi pemanfaatan sumber air. Sumber air diupayakan
Tabel 2. Hasil pengamatan pertanaman inpari 32 musim tanam MK I 2018 (MT b).
Gambar 1. Data curah hujan untuk kecamatan Kurau dan sekitarnya tahun 2018. (BMKG)
Tabel 5. Hasil pengamatan pertanaman Inpari 32 musum tanam MK 2019 (MT d).
Gambar 2. Analisis curah hujan di wilayah kurau pada bulan April-Juni terekam dengan kisaran
200-500 mm berdasarkan informasi BMKG.
Musim MH MK MH MK
Uraian MT a MT b MT c MT d
Hal lain yang juga menarik adalah tingkat serangan OPT yang sangat kecil,
karena saat budidaya dilapang selama 4 bulan yang berlangsung dari bulan
April 2019 sampai dengan Juli 2019 untuk VUB Inpari 32 pada MK 2019 (MT
d) ini, bersamaan waktunya dengan budidaya varietas padi lokal yang memiliki
durasi tanam yang lebih panjang yang di mulai tanam awal januari 2019 dengan
sistem 3 kali pindah dan umur kurang lebih 6-7 bulan. Kondisi ini menyebabkan
OPT menyebar sehingga tidak terlihat serangan yang signifikan. Selain itu juga
petani mulai mengerti pentingnya pengamatan dan pengendalian dini terhadap
OPT, sehingga jika ditemukan tanda serangan atau berupa indikasi adanya hama
penyakit baik dari kupu kupu atau tanda lainnya sesuai ambang batas pengendalian
maka akan segera di lakukan penyemprotan dengan bahan kimia yang sesuai.
Tabel 6 menunjukkan Inpari 32 cukup baik jika di tanam pada MK dan
MH, hal ini terlihat pada beberapa parameter yang di amati, walau tidak semua
parameter menunjukan kesamaan. Adapun parameter yang sama adalah pada
panjang malai, jumlah gabah isi dan berat 1000 butir dan kadar air,Panjang malai
lebih dipengaruhi oleh faktor genetik seperti yang diutarakan Handoko et al.
(2017). Begitu juga pernyataan Suprapto dan Narimah Md Khairudin (2007)
yang melakukan penelitian pada tanaman kedelai menyatakan bahwa berat 1000
butir memiliki variasi genetik yang rendah, atau jarang sekali terdapat perbedaan,
dan dikuatkan oleh Silitonga et al. (2002) menyatakan bahwa ukuran biji di
pengaruhi tetuanya.
Jumlah gabah isi yang tidak berbeda lebih di pengaruhi karena faktor
lingkungan, karena walaupun jumlah gabah permalai bisa berbeda namun
Tabel 7. Analisis pengaruh musim tanam pada kegiatan budidaya Inpari 32 di lahan
pasang surut di Kabupaten Tanah Laut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan Varietas Inpari 32 mampu
tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lahan rawa pasang surut di kabupaten
Tanah Laut serta mampu menghasilkan produksi gabah per hakter pada MH
201/2018 sebanyak 8,32 ton/ha GKP dan pada MH 2018/2019 sebanyak 8,2
ton/ha. Sedangkan pada MK I tahun 2019 sebanyak 8,5 ton/ha GKP, walau
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, B., T. Soewito, dan Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan
padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbangtan 27(1): Hal 1-8.
Angulo, C., M. Becker, and R. Wassmann. 2012. Yield gap analysis and
assessment of climate-induced yield trends of irrigated rice in selected
provinces of the Philippines. Journal of Agriculture and Rural
Development in the Tropics and Subtropics 113(1):61-68
Aribawa, 2012. Pengaruh sistem tanam terhadap peningkatan produktivitas padi
di lahan sawah dataran tinggi beriklim basah. Seminar kedaulatan Pangan
dan Energi. Fakultas pertanian Universitas Tronojoyo Madura. Http//
pertanian.trunojoyo.ac.id.
Casper J. van der Kooi, Martin Reich, Markus Löwc, Luit J. De Koka, Michael
Tausza.2016. “Growth and yield stimulation under elevated CO and
drought: A meta-analysis on crops.” 2 Environmental and Experimental
Botany, vol 122, pp. 150–157.
Estiningtyas. W dan Syakir. M. 2017. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap
Produksi Padi di Lahan Tadah Hujan. Jurnal Meteorologi dan Geofisika
Vol 18 No2 Thahun 2017. Hal 83-93.
ABSTRAK
Kebutuhan tanaman padi semakin meningkat seiring dengan
peningkatan laju pertumbuhan penduduk. Dampak dari perubahan
iklim adalah naiknya permukaan air laut yang mengakibatkan kondisi
tanaman mengalami cekaman salinitas. Upaya pengembangan
tanaman padi di lahan salin masih menemui beberapa kendala
diantaranya adalah belum banyak informasi mengenai kultivar yang
toleran pada kondisi salinitas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan mendapatkan informasi tentang hasil adaptasi dengan
lingkungan meliputi morfo-fisiologi akar yang berkaitan dengan
kemampuan toleransi salinitas pada beberapa kultivar padi fase
vegetatif sebagai upaya efisiensi penyerapan nutrisi guna peningkatan
produktivitas tanaman padi pada lahan salin. Metodologi dalam
penelitian ini adalah pemilihan benih, persiapan lahan, penyemaian
benih, penanaman padi, serta parameter yang diuji meliputi panjang
akar, diameter akar, berat basah akar, berat kering akar, dan kerusakan
tanaman. Hasil pada penelitian ini terdapat perbedaan secara signifikan
pada parameter panjang akar, diameter akar, berat basah akar, dan
berat kering akar pada fase vegetatif. Nilai kerusakan tanaman
kultivar Pokali dan FL478 menunjukkan nilai toleran lebih tinggi
dibandingkan dengan kultivar IR29 dan Inpara 4. Adanya korelasi
antara parameter panjang akar dan biomassa total tanaman serta
parameter diameter akar dan biomassa total tanaman dimana korelasi
diameter akar dan biomassa total tanaman menunjukkan nilai tertinggi.
Kata kunci: Akar, kerusakan, morfo-fisiologi, padi, salinitas.
PENDAHULUAN
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas penting yang berperan
sebagai salah satu bahan pangan pokok dunia terutama bagi daerah di belahan
bumi bagian selatan dan Asia Tenggara yang menjadikan padi sebagai
penyumbang sekitar 50-80% total kalori yang dikonsumsi, terutama di Indonesia.
Fenomena peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan konsumsi
beras dalam 30 tahun mendatang dan konsumsi nasional beras tahunan akan
meningkat 2-3 kali lipat sehingga menyebabkan peningkatan impor (Mohanty et
al., 2013). Hal tersebut diakibatkan luas lahan pertanian yang semakin hari
semakin berkurang akibat alih fungsi lahan dan juga faktor lain seperti perubahan
iklim global. Cekaman salinitas terjadi sebagai akibat deposit garam. Menurut
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007), lahan salin yaitu lahan
Kultivar Pokali dan FL478 memiliki presentase nilai toleran 100% dan
presentase nilai sensitif 0%. Hal tersebut menunjukkan keseluruhan populasi
pada kultivar Pokali dan FL478 merespon positif lingkungan salin sehingga nilai
kerusakan tanaman yang toleran lebih tinggi dibandingkan nilai kerusakan
tanaman yang sensitif sehingga memiliki kemampuan adaptasi lebih baik daripada
kultivar IR29 dan Inpara 4. Kultivar IR29 memiliki presentase nilai toleran 88%
dan presentase nilai sensitif 12%, sedangkan kultivar Inpara 4 memiliki presentase
nilai toleran 76% dan presentase nilai sensitif 24%. Hal tersebut menunjukkan
kultivar IR29 dan Inpara 4 merespon negatif lingkungan salin sehingga nilai
kerusakan tanaman yang sensitif lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Pokali
dan FL478 sehingga memiliki kemampuan adaptasi lebih buruk.
pada Pokali dan FL478 yang merepresentasikan kultivar toleran terhadap salin
serta IR29 dan Inpara 4 yang merepresentasikan kultivar sensitif terhadap salin
menunjukkan kesimpulan bahwa tolak H0 (P<0,05) yang bermakna terdapat
perbedaan panjang akar yang signifikan akibat perbedaan kultivar, kemudian
dilanjutkan dengan uji Tukey sesuai gambar B menunjukkan Pokali dan FL478
memiliki nilai rata-rata panjang akar dengan notasi sama (b) berarti tidak berbeda
signifikan. IR29 dan Inpara 4 memiliki nilai rata-rata panjang akar dengan notasi
sama (a) berarti tidak berbeda signifikan. Hal tersebut menunjukkan adanya
perbedaan signifikan antara perlakuan kultivar toleran (Pokali dan FL478) yang
dilambangkan notasi (b) dengan perlakuan kultivar sensitif (IR29 dan Inpara 4)
yang dilambangkan notasi (a).
Pokali merupakan kultivar tanaman padi toleran yang memiliki respon
panjang akar tertinggi pada kondisi salin dan Inpara 4 merupakan kultivar
tanaman padi sensitif yang memiliki respon panjang akar terendah pada kondisi
salin. Kultivar tanaman padi toleran terhadap kondisi salin memiliki nilai panjang
akar yang lebih tinggi dibandingkan kultivar tanaman padi sensitif, hal ini
disebabkan oleh respon akar tanaman padi toleran terhadap salin menyerap
unsur hara lebih banyak dan menyebabkan pembelahan sel-sel apikal akar aktif
sehingga dapat memperpanjang akar (Gu et al., 2017).
Gambar 8. Korelasi antara panjang akar dan biomassa total masing-masing kultivar.
Gambar 9. Korelasi antara diameter akar dan biomassa total masing-masing kultivar.
DAFTAR PUSTAKA
Mohanty, S., R. Wassmann., A. Nelson., P. Moya dan S.V.K. Jagadish. 2013.
Rice and Climate Change: Significance for Food Security and Vulnerability.
Filipina: International Rice Research Institute.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Jagung. Jakarta: Kementrian Pertanian.
Sumarsono, S. Anwar, S. Budianto dan D. W. Widjayanto. 2006. Penampilan
Morfologi dan Produksi Bahan Kering Hijauan Rumput Gajah dan
Kolonjono di Lahan Pantai yang Dipupuk dengan Pupuk Organik dan
Dua Level Pupuk Urea. Semarang: Fakultas Peternakan Universitas
Dipenogoro.
Hadi, Roni A., dan R. Budiasih. 2015. Variabilitas dan Heritabilitas Karakter
Penting beberapa Genotip Padi Sawahpada Cekaman Salinitas Tinggi.
PASPALUM 3(1).
BPS (Badan Pusat Statistika). 2015. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai. Angka
Sementara Tahun 2015 Badan Pusat Statistik No.28/03/Th.XIX Maret
2016. Diakses dari http://www.bps.goid/ pada tanggal 21 Februari 2019
Khomairah, A. dan Djam’an Satori. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Afabeta.
Redfern, S.K., N. Azzu dan J.S. Binamira. 2012. Rice in Southeast Asia: Facing
Risk and Vulnerabilities to Respond to Climate Change. Proc. Building
Resilience for Adaptation to Climate Change in the Agriculture Sector
Conf., FAO/OECD. p. 295-314.
Romdon, A.S., E. Kurniyati., S. Bahri dan J. Pramono. 2014. Kumpulan Deskripsi
Varietas Padi. Ungaran: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa
Tengah.
Gambar Lampiran 1. Pengamatan Morfologi Kerusakan Tanaman. (1,3,5) merupakan angka untuk
kategori tanaman toleran. (7,9) merupakan angka untuk kategori tanaman sensitif.
ABSTRAK
Salah satu varietas unggul baru yang diminati di wilayah Kabupaten
Majalengka adalah Inpari 32. Pengaturan jarak tanam untuk mengatur
populasi tanaman yang disesuaikan dengan sifat varietas merupakan
cara pengelolaan yang masih dapat dioptimalkan pada suatu wilayah.
Pengkajian dilaksanakan di Gapoktan Guna Tani, Desa
Babakanmanjeti, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka pada
Bulan April-Juli 2018. Kegiatan kajian jarak tanam dengan dua
perlakuan yaitu 1) jarak tanam rekomendasi 40 x 30 x 17 cm dan 2)
jarak tanam legowo cara petani 30 x 20 x 20 cm Masing-masing
perlakuan diulang pada 15 petak lahan sawah milik petani dengan
luasan masing-masing sesuai petakan alami milik petani. Data yang
diamati pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan
produktif dan komponen hasil yaitu panjang malai, jumlah gabah isi,
jumlah gabah hampa dan hasil. Data hasil pengamatan dianalisis
menggunakan uji independent sample t-test pada taraf signifikan 0,05
menggunakan SPSS for windows 20.0. Hasil pengkajian menunjukkan
bahwa Varietas Inpari 32 memberikan hasil yang cukup tinggi 7,86 t/
ha GKP pada jarak tanam legowo 40 x 30 x 17 cm sehingga cocok
untuk dikembangkan sebagai rekomendasi jarak tanam legowo yang
sesuai di wilayah Kabupaten Majalengka.
Kata kunci: Inpari 32, jarak tanam, legowo.
ABSTRACT
One of the new high-yielding varieties of interest in the
Majalengka Regency is Inpari 32. Plant spacing to regulate plant
populations adjusted to the nature of varieties is a way of
PENDAHULUAN
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu wilayah yang mendapatkan
program Desa Mandiri Benih dari Direktorat Perbenihan dan pendampingan
dari BPTP Jawa Barat dalam penerapan teknologi baik dalam hal teknis budidaya
dan produksi benih pada kegiatan Sekolah Lapang Mandiri Benih Padi. Pada
kegiatan tersebut dilakukan pengenalan varetas unggul baru hasil Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Pengenalan varietas unggul baru merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan produktivitas dengan menggunakan varietas spesifik lokasi dengan
produktivitas tinggi dan diminati oleh petani di wilayah setempat serta sesuai
dengan kondisi agroekosistem atau spesifik lokasi. Selain itu penggunaan varietas
unggul merupakan komponen teknologi budidaya padi yang mudah dan murah.
Dalam hal ini petani dapat mengganti varietas padi tanpa mengubah komponen
teknologi lainnya dan tidak memerlukan tambahan biaya produksi. Komponen
teknologi ini mampu menyumbangkan 75% dalam peningkatan produktivitas
apabila penerapannya diintegrasikan dengan komponen teknologi pengairan dan
pemupukan (Widyayanti et al., 2011).
Keragaan Agronomis
Berdasarkan nilai standar deviasi pertumbuhan tanaman dan komponen hasil
Varietas Inpari 32 dengan menggunakan jarak tanam legowo rekomendasi (40
x 30 x 17 cm) lebih stabil dibandingkan dengan menggunakan jarak tanam legowo
cara petani (30 x 20 x 20 cm). Hal ini dapat dilihat dari nilai standar deviasi
bahwa keragaman jarak tanam 40 x 30 x 17 cm lebih kecil dibandingkan jarak
tanam 30 x 20 x 20 cm. Menurut Sohel et al., (2009), jarak tanam yang optimum
berdampak positif terhadap pertumbuhan bagian atas tanaman dan pertumbuhan
akar, dengan demikian tanaman dapat memanfaatkan lebih banyak cahaya
matahari dan unsur hara.
Jarak tanam yang lebar akan meningkatkan penangkapan radiasi sinar
matahari oleh tajuk tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti
Tabel 4. Komponen hasil dan hasil Inpari 32 pada jarak tanam legowo yang berbeda di Gapoktan
Guna Tani, Desa Babakanmanjeti, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, MK II
2018.
KESIMPULAN
Jarak tanam legowo 40 x 30 x 17 cm pada Varietas Inpari 32 memberikan hasil
yang cukup tinggi 7,86 t/ha GKP sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai
rekomendasi jarak tanam legowo yang sesuai di wilayah Kabupaten Majalengka.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, N., Sujinah, dan Hikmah, Z., M. 2018. Kesesuaian Cara Tanam
Menurut Elevasi pada Ekosistem Padi Sawah Irigasi. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan, 2 (3): 145-153. DOI: http//dx.doi.org/10.21082/
jpptp.v2n3.2018.
Atman., N. Chairuman, & Dahono. 2013. Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru
Padi Sawah Berbasis Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di
Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pertanian
Spesifik Lokasi. “Percepatan dan Perluasan Inovasi Pertanian Spesifik
ABSTRAK
Jawa Barat merupakan salah satu kontributor produksi padi terbesar
di Indonesia dengan salah satu sentra produksinya ialah Kabupaten
Indramayu. Kabupaten Indramayu menghadapi permasalahan
pengurangan lahan pertanian karena adanya konversi lahan. Untuk
itu, untuk menjaga produksi beras, sangat penting untuk melakukan
intesifikasi budidaya padi dengan cara menggunakan Varietas Unggul
Baru (VUB). Penelitian dilakukan di Kabupaten Indramayu pada
tahun 2017 dengan menggunakan varietas Inpari 32, Inpari 42, dan
Inpari 43. Ketiga varietas ini di tanam dengan rancangan acak
kelompok (RAK) yang diulang sebanyak tiga kali. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa varietas Inpari 32 memiliki produktivitas tertinggi
bila dibandingkan dengan Inpari 42 dan Inpari 43.
Kata kunci: VUB, dataran rendah, penampilan, produktivitas.
ABSTRACT
West Java is one of the biggest contributors to rice production
in Indonesia, with one of its production centers is Indramayu
Regency. However, Indramayu Regency have faced decreasing
amount of agricultural land due to land conversition. To maintan
rice production it is very important to intensify rice cultivation
using high yielding new varieties (VUB). The study was conducted
at Indramayu Regency in the 2017 using Inpari 32, Inpari 42,
and Inpari 43 varieties. These three varieties were planted in a
randomized block design (RBD) repeated three times. The
observations showed that the Inpari 32 variety had the highest
productivity compared to Inpari 42 and Inpari 43.
Keywords: High yield variety, lowland, performance, productivity.
tinggi dapat meminimalisir terjadinya kerebahan akibat cuaca atau penyakit yang
menyebabkan kehilangan hasil (Sutaryo dan Sudaryono, 2012). Sehingga jika
dilihat dari tinggi tanaman, varietas Inpari 43 memiliki peluang kerebahan lebih
besar dari varietas VUB lainnya.
Jumlah anakan produktif Inapri 32 menunjukkan tren yang lebih banyak
bila dibandingkan dengan varietas lain. Jumlah anakan produktif selain dipengaruhi
oleh genetik, Teknik budidaya juga mempengaruhi. Pemberian pupuk yang
seimbang dapat merangsang tanaman untuk memproduksi lebih banyak anakan.
Selain itu, jarak tanam juga dapat mendorong pertumbuhan anakan. Jarak tanam
jajar legowo yang digunakan dalam penelitian ini telah dibuktikan dapat
mendorong pertumbuhan anakan pada penelitian sebelumnya.
Panjang malai padi sangat dipengaruhi oleh genetik dengan sedikit pengaruh
lingkungan (Sutoro et al. 2016). Dengan demikian, panjang malai tiap varietas
akan berbeda tergantung dari genetik yang menyusun varietas tersebut. Panjang
malai merupakan salah satu komponen penting yang mempengaruhi hasil
produksi. Semakin Panjang malai, maka akan semakin banyak bulir gabah yang
dihasilkan sehingga hasil produksi bisa lebih tinggi. Bila dibandingkan dengan
varietas lain, varietas Inpari 43 memiliki panjang malai terpanjang.
Tabel 2 menunjukkan bahwa penampilan tiap varietas berbeda bila dilihat
dari perbedaan produktivitas. Inpari 32 menunjukkan tren produktivitas lebih
tinggi (8,6 t/ha) bila dibandingkan dengan varietas Inpari 42 (7,2 t/ha) dan Inpari
43 (7,6 t/ha). Tingginya produktivitas Inpari 32 ini juga dipengaruhi oleh bobot
1000 butir yang lebih tinggi (28,1 g) bila dibandingkan dengan varietas lain.
Hal yang menarik adalah rendahnya produktivitas Inpari 43 bila bila
dibandingkan dengan Inpari 32. Inapri 43 memiliki jumlah gabah total per rumpun
lebih tinggi dan persentase gabah hampa yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan Inpari 32. Karekteristik dua komponen hasil ini memberikan peluang
bagi Inpari 43 untuk memiliki produktivitas yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan varietas VUB yang lain. Lebih rendahnya produktivitas Inpari 43
disebabkan adanya kehilangan hasil.
Kehilangan hasil saat panen merupakan salah satu penyebab terbesar dari
rendahnya hasil produksi. Ada banyak penyebab dari kehilangan hasil saat panen.
Pertama, kondisi cuaca yang tidak mendukung. Angin yang kencang atau hujan
lebat saat tanaman siap panen dapat menyebabkan rebah. Kerebahan akibat
cuaca menyebabkan kehilangan hasil sebesar 11.89% (Dulbari, et. al., 2017).
Penyebab lainnya adalah penanganan pasca panen. Pemanenan dengan cara
konvensional (dirontokkan dengan cara dibanting) dapat menurunkan hasil
sebesar sebesar 4,07 -2,54% (Guisse, 2010). Gabah yang sulit rontok juga dapat
mengurangi hasil produksi terutama pemanenan dengan cara konvensional.
Namun pada penelitian ini, penyebab dari kehilangan hasil pada Inpari 43 adalah
bulir yang mudah rontok bila dibandingkan dengan Inpari 32 dan Inpari 42.
KESIMPULAN
Produktivitas varietas Inpari 32 yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas
Inpari 42 dan Inpari 43. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Inpari 32 memiliki
performa yang lebih baik. Varietas Inapri 43 jika dilihat dari komponen hasil
seperti jumlah anakan produktif, panjang malai, persentase gabah hampa dan
bobot 1000 butir memiliki potensi untuk hasil produksi yang lebih tinggi. Lebih
rendahnya produktivitas Inapri 43 disebabkan adanya kehilangan hasil saat panen.
ABSTRAK
Provinsi Riau setiap tahun selalu mengalami defisit beras sekitar 69%.
Pemerintah Daerah (Pemda) telah berupaya untuk mengatasi
kekurangan tersebut melalui progam ekstensifikasi, yaitu menanam
padi gogo pada lahan kebun kelapa sawit belum menghasilkan. Namun
demikian, hasilnya belum optimal karena petani belum sepenuhnya
menerapkan teknologi budidaya padi gogo. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian telah menghasilkan teknologi inovatif
budidaya padi gogo di lahan kering termasuk di lahan kebun kelapa
sawit belum menghasilkan, yaitu LARGO Super. Sebelum teknologi
tersebut dikembangkan perlu dilakukan penelitian. Penelitian bertujuan
mengetahui kinerja teknologi LARGO Super yang diadaptasikan pada
lahan kebun kelapa sawit belum menghasilkan dilihat dari aspek teknis,
sosial, dan ekonomi. Penelitian dilaksanakan pada Musim Kemarau
(MK) 2018 di Kelompok Tani Setia Rukun, Kabupaten Siak, Provinsi
Riau. Pengkajian menggunakan pendekatan On Farm Client Oriented
Adaptive Research (OFCOAR) atau Penelitian Adaptif di lahan petani
Berorientasi Pengguna (PAOP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kinerja teknologi LARGO Super secara teknis cukup baik yang
ditunjukkan dengan keragaan pertumbuhan dan produktivitas
meningkat hingga 41,3% dari hasil yang diperoleh sebelumnya, yaitu
dari 2,76 t/ha GKG menjadi 3,90 t/ha GKG. Secara finansial teknologi
LARGO Super yang diadaptasikan pada budidaya padi gogo di lahan
kebun sawit belum menghasilkan menguntungkan dengan RC Ratio
> 1, dengan Imbalan Tenaga Kerja lebih dari upah buruh harian lepas
di wilayah setempat.
Kata kunci: Adaptasi, LARGO Super, kebun kelapa sawit, belum
menghasilkan.
PENDAHULUAN
Pengembangan lahan kering untuk usaha pertanian tanaman pangan khususnya
padi pada saat ini dan masa yang akan datang merupakan pilihan strategis bagi
Provinsi Riau dalam menghadapi tantangan peningkatan produksi padi dan
mewujudkan ketahanan pangan. Provinsi Riau masih mengalami kekurangan
beras sekitar 528.706 ton atau sebesar 69,28% dari kebutuhan beras per tahun.
Untuk mencukupi kebutuhan tersebut harus mendatangkan dari luar provinsi
seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung.
lahan dan merupakan anggota kelompok tani “Setia Rukun” sebanyak 25 orang.
Rancangan penelitian disajikan pada Gambar 1.
Komponen teknologi LARGO Super yang diadaptasikan pada budidaya
padi gogo di lahan kebun sawit belum menghasilkan/masih muda dimodifikasi
disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi, yaitu pupuk organik dan pengendalian
gulma pada budidaya. Secara rinci komponen teknologi LARGO Super yang
diadaptasikan disajikan pada Tabel 1.
Variabel data yang diamati terdiri atas:
a. Sifat kimia tanah dan karakteristik sosial lokasi pengkajian serta kandungan
unsur hara pupuk kandang (pH, N, P, K, Ca, dan Mg, kandungan C-organik).
b. Tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur 14, 28, dan 35 Hari Setelah
Tebar (HSTr) serta menjelang panen.
c. Produktivitas hasil panen satu hektar.
d. Penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi (benih, pupuk organik, pupuk
anorganik, pupuk hayati, dekomposer, dan biohayati).
e. Data sosial antara lain: respons/persepsi stakeholders melalui temu lapang.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
a. Menganalisis tanah dan pupuk kandang di Laboratorium Balai Penelitian
Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang, untuk mengetahui ketersediaan unsur
hara tanah dan pupuk organik yang akan digunakan menggunakan metode
pH meter, Spektro FM, Kjadahl, Olsen, dan Eks. Amonium Asetat.
b. Mengukur tinggi tanaman dan jumlah anakan padi gogo sebanyak 10 tanaman
pada setiap perlakuan pada umur 14, 28, dan 35 HSTr serta menjelang
panen.
1. Pengelolaan lahan
Pengolahan tanah Olah tanah sempurna
Pembenah tanah Dolomite 2,0 t/ha -
Pupuk Organik 3,0 t/ha PK. Ayam PK. Ayam PK. Sapi PK. Ayam +
Sapi
Dekomposer M-Dec 4 kg/ha -
2. Varietas Inpago 9 Lokal
3. Cara tanam Jajar legowo larikan Tegel
(Atabela)
4. Pupuk hayati Agrimeth 50 kg/ha -
5. Pupuk anorganik
Urea 250 kg/ha 200
SP36 200 kg/ha 100
KCl 150 kg/ha 0-50
6. Pengendalian gulma Menual + Menual + Menual + Menual +
Herbisida Herbisida Herbisida Herbisida
7. Pengendalian OPT Biohayati
8. Pengelolaan air
Musim Kemarau Pompa Sumur Dangkal
Luas (ha) 2,0 2,0 1,0
Gambar 3. Keragaan pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif dan generatif, Desa Teluk Merbau,
Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, tahun 2018 (MK 2018).
Kotoran ayam 30,25 57,22 93,24 106,70 7,19 13,43 15,10 15,58
Kotoran sapi 36,03 65,25 99,93 113,20 5,98 14,08 13,50 11,48
Kotoran ayam + 34,30 65,70 119,00 120,65 5,35 13,45 12,85 13,90
sapi
Hasil kajian juga menunjukkan bahwa pada fase vegetatif rata-rata tinggi
tanaman dan jumlah anakan padi gogo yang menggunakan pupuk kandang
kotoran sapi relatif lebih baik dibandingkan dengan pupuk kandang kotoran ayam.
Pupuk kandang mengandung unsur hara nitrogen yang berfungsi untuk
pembentukan asimilat, terutama karbohidrat dan protein serta sebagai bahan
penyusun klorofil yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Adanya nitrogen
yang cukup pada tanaman akan memperlancar proses pembelahan sel dengan
baik karena nitrogen mempunyai peranan utama untuk merangsang pertumbuhan
secara keseluruhan khususnya pertumbuhan batang sehingga memicu pada
pertumbuhan tinggi tanaman (Yuliana et al. (2015).
Pada fase generatif jumlah anakan produktif padi gogo yang menggunakan
pupuk kandang kotoran ayam lebih baik dibandingkan dengan pupuk kandang
kotoran sapi dan kombinasi pemberian pupuk kandang kotoran ayam dan sapi.
Hal ini dipertegas oleh hasil penelitian Adil et al. (2006) yang menjelaskan bahwa
pupuk yang berasal dari kotoran ayam lebih baik dari kotoran sapi (mudah terurai
didalam tanah sehingga dapat lebih mudah diserap oleh tanaman).
Produktivitas
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penerapan LARGO Super pada budidaya
padi gogo di lahan kebun sawit muda memberikan hasil yang lebih tinggi
dibandingan dengan hasil petani sebelumnya yang ditanam di lahan yang sama
dengan teknologi petani pada musim tanam MK 2017 (Tabel 4).
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa penerapan LARGO Super memberikan
hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya yang diperoleh
petani pada tahun 2016. Hal ini membuktikan bahwa komponen teknologi pada
Produktivitas Hasil
Jenis pupuk kandang hasil pengkajian sebelumnya % peningkatan
(t/ha) GKG* (t/ha) GKG* hasil
Tabel 5. Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk kandang yang dikaji.
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Bandung
Barat.
Gambar 4. Keragaan tanaman pada fase generatif Desa Teluk Merbau, Kecamatan Dayun,
Kabupaten Siak, Provinsi Riau Tahun 2018 (MK 2018).
Tabel 5 juga menunjukkan bahwa C/N ratio pupuk kandang kotoran ayam
lebih mendekati 10, artinya pupuk kandang kotoran ayam lebih matang
dibandingkan dengan kotoran sapi. Tingkat kematangan pupuk organik sangat
menentukan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Hal ini juga yang
menyebabkan perbedaan, sehingga pupuk kandang kotoran ayam lebih baik
hasilnya dibandingkan dengan kotoran sapi.
Secara visual keragaan tanaman padi gogo varietas Inpago 9 pada fase
generatif dengan menerapkan teknologi LARGO Super pada lahan kebun sawit
yang belum menghasilkan sangat baik, malainya panjang, biji bernas seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.
Kelayakan Finansial
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa penerapan teknologi LARGO Super
pada tanaman padi gogo di lahan kebun sawit belum menghasilkan, di Desa
Teluk Merbau, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Provinsi Riau
menguntungkan dengan RC Ratio lebih besar dari satu. Dengan demikian,
teknologi tersebut layak untuk dikembangkan (Tabel 6). Layak tidaknya suatu
kegiatan atau proyek antara lain dapat dilihat dari nilai R/C 1 (Swastika, 2004).
Tabel 6 juga menunjukkan bahwa penerapan sistem LARGO Super
meskipun memerlukan biaya lebih tinggi, namun lebih menguntungkan
dibandingkan cara budidaya padi gogo yang dilakukan petani setempat pada
tahun-tahun sebelumnya. Bahkan jika hasilnya dijual dalam bentuk benih lebih
menguntungkan lagi hiingga 2-5 kali lipat keuntungan yang diperoleh jika dijual
dalam bentuk gabah konsumsi.
LARGO Super
No. Perlakuan Cara Petani
PK Ayam PK. Sapi PK. Ayam (Eksisting)
+ Sapi
1. Biaya Produksi
a. Sarana Produksi 8.084.800 7.791.500 7.938.175 3.663.970
- Benih 320.000 320.000 320.000 320.000
- Pupuk Urea 845.250 845.250 845.250 1.408.750
- Pupuk TSP 1.292.600 1.292.600 1.292.600 646.300
- KCl 588.800 588.800 588.800 588.800
- Pupuk Organik 1.380.000 1.086.750 1.233.375
- Kapur Dolomit 2.300.000 2.300.000 2.300.000
- Pupuk Hayati 184.000 184.000 184.000
- Dekomposer 299.000 299.000 299.000
- Pestisida 875.150 875.150 875.150 700.120
b. Tenaga Kerja 7.824.000 7.824.000 7.824.000 6.880.000
HOK 122 122 122 108
Jumlah 15.908.800 15.615.500 15.762.175 10.543.970
2. Penerimaan
Jual benih 31.200.000 26.000.000 30.240.000
Jual gabah 20.646.000 17.208.000 20.011.500 12.420.000
3. Keuntungan
Jual benih 15.291.200 10.384.450 13.477.825
Jual gabah 4.737.200 1.592.450 3.249.325 1.876.030
4. RC Ratio
Jual benih 1,96 1,67 1,80
Jual gabah 1,30 1,10 1,19 1,18
5. Imbalan TK (Rp/HOK)
Jual benih 255.700 213.100 247.850
Jual gabah 169.200 141.000 164.000 115.000
6. BC Ratio
Jual benih 0,96 0,67 0,80
Jual gabah 0,30 0,10 0,19 0,18
7. MBCR
Jual benih 2,50
Jual gabah 0,53
Kajian Sosial
Kajian sosial lebih diarahkan untuk melihat persepsi petani dan stakeholders
lainnya terhadap inovasi teknologi budidaya padi gogo LARGO Super pada
lahan kebun sawit yang masih muda. Persepsi diartikan sebagai proses
pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus.
Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap obyek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Proses
kognisi dimulai dari persepsi baru memberikan respons (Solso et al., 2009).
Untuk memperoleh data dan informasi persepsi petani dan stakeholders
dilakukan dengan mengisi kuesioner pada saat temu lapang. Pada saat temu
lapang, selain petani dan stakeholders dapat memperoleh informasi dan
penjelasan tentang inovasi teknologi budidaya padi gogo LARGO Super di lahan
kebun sawit masih muda juga dapat melihat langsung keragaan pertanaman di
lapang.
Persepsi petani positif menunjukkan bahwa petani respons untuk menerapkan
inovasi teknologi budidaya padi gogo LARGO Super. Dengan demikian, besar
kemungkinan petani akan menerapkan di lahannya. Hal ini terbukti dengan
berkembangnya luas lahan padi gogo yang dusahakan petani, tidak hanya di
lahan kebun sawit yang diremajakan tetapi juga di lahan pekarangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap inovasi
teknologi LARGO Super termasuk kriteria positif, kecuali menghemat
penggunaan sarana produksi dan mengurangi penggunaan tenaga kerja (Tabel
7). Persepsi yang baik dari petani diharapkan dapat mempercepat proses adopsi
inovasi LARGO SUPER.
Frekuensi Prosentase
No Variabel Uraian tertinggi
STS TS S SS
Keterangan:
STS = Sangat tidak setuju (negatif = N)
TS = Tidak setuju (negatif = N)
S = Setuju (positif = P)
SS = Sangat setuju (positif = P)
KESIMPULAN
Teknologi LARGO Super yang diadaptasikan pada budidaya padi gogo di lahan
kebun sawit belum menghasilkan, secara teknis kinerjanya baik yang ditunjukkan
dengan keragaan petumbuhan dan produktivitas gabah meningkat hingga 41,3%
dari hasil yang diperoleh sebelumnya.
Secara finansial teknologi LARGO Super yang diadaptasikan pada budidaya
padi gogo di lahan kebun sawit belum menghasilkan menguntungkan dengan
RC Ratio > 1, dengan Imbalan Tenaga Kerja lebih dari upah buruh harian lepas
di wilayah setempat.
Paket teknologi LARGO Super yang komponen teknologinya menggunakan
pupuk kandang kotoran ayam layak untuk dikembangkan pada budidaya padi
gogo di lahan kebun sawit belum menghasilkan. Penambahan satu satuan input
DAFTAR PUSTAKA
Adil, W. H., N. Sunarlim, dan I. Roostika. 2006. Pengaruh Tiga Jenis Pupuk
Nitrogen terhadap Tanaman Sayuran. Biodiversitas, 7(1): 77-80.
Afandi, FN., Bambang Siswanto,YuliaNuraini. 2015. Pengaruh Pemberian
Berbagai Jenis Bahan Organik terhadap Sifat Kimia Tanah pada
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Ubijalar di Entisol, Ngrangkah
Pawon, Kediri. Jurnal Tanahdan Sumberdaya Lahan Vol 2 No 2: halaman
237-244.
Aji Waryana, 2016. Macam-macam Kandungan pupuk kandang dan manfaatnya
bagi tanaman. Kabar Tani. https://kabartani.com/macam-macam-
kandungan-pupuk-kandang-dan-manfaatnya-bagi-tanaman.html.
Aryanto A, Triadiati, Sugiyanta, 2015. Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah
dan Gogo dengan Pemberian Pupuk Hayati Berbasis Bakteri Pemacu
Tumbuh di Tanah Masam (Lowland and Upland Rice Growth and
Production with Application of Biofertilizer Based on Plant Growth
Promoting Bacteria in Acid Soil). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI),
Desember 2015 Vol. 20 (3): 229.235 ISSN 0853-4217
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tanaman Padi dan Palawija. Badan
Pusat Statistik Jakarta. Hal. 21
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Riau Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Provinsi Riau.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Riau Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Provinsi Riau.
Maslaita, Abdul Rauf, dan Edison Purba. 2017. Respons Pertumbuhan dan
Produksi Beberapa Varietas Padi Gogo (Oriza sativa L.) dengan
Ketebalan Tanah Mineral pada Lahan Gambut. Jurnal Pertanian Tropik.
Vol.4, No.1. Hal. 40-46.
ABSTRAK
Kabupaten Konawe merupakan daerah utama penghasil padi utama
di Sulawesi Tenggara. Dengan luas panen padi yaitu 49.858 ha, produksi
233.935 ton atau produktivitas 46,92 kuintal per hektar. Produktivitas
tersebut masih termasuk rendah, karena hasil kajian BPTP Sultra tahun
2012 sudah mampu diperoleh nilai produktivitas antara 6-7 t/ha. Senjang
hasil tersebut antara lain disebabkan penerapan teknologi usahatani
padi di tingkat petani masih belum optimal, cara tanam yang belum
sesuai anjuran teknologi, selain hambatan lahan dan iklim. Tujuan kajian
ini untuk mengetahui pengaruh sistem tanam terhadap pertumbuhan
dan produksi padi sawah di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
Kegiatan dilaksanakan di Kelurahan Inolobu, Kecamatan Wawotobi,
Kabupaten Konawe. Waktu pelaksanaan mulai bulan Agustus sampai
dengan bulan Desember 2016. Kajian ini menggunakan rancangan acak
kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan, Sebagai perlakuan 4 sistem
tanam yaitu tanam pindah jajar legowo 2:1, tanam pindah jajar legowo
6:1, transplanter jarwo 2:1 dan tegel sebagai pembanding. Setiap
perlakuan di ulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 12 petak
pengamatan. Sampel pengamatan diambil secara diagonal pada tiap
petak sebanyak 10 rumpun per petak. Sehingga didapatkan 120 sampel/
rumpun pengamatan. Hasil menunjukkan bahwa sistem tanam jajar
legowo 2:1 merupakan sistem tanam yang terbaik dibandingkan dengan
sistem tanam lainnya. Sistem tanam jajar legowo 2:1 meningkatkan
komponen pertumbuhan tanaman (jumlah anak maksimum, jumlah
anakan produktif, dan tinggi tanaman dan komponen hasil (panjang
malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir dan hasil gabah kering
panen) (6,66 t/ha GKP).
Kata kunci: Sistem jajar legowo, padi sawah, produksi tinggi.
PENDAHULUAN
Pada awal tahun 2015 Kementerian Pertanian menargetkan swasembada
pangan (padi, jagung dan kedelai) tiga tahun mendatang. Dalam mencapai target
ini, maka dibutuhkan dukungan semua pihak termasuk penyediaan inovasi
teknologi sesuai kondisi masing-masing wilayah. Pemanfaatan teknologi
berpeluang untuk menjadi daya ungkit utama peningkatan produksi dan
Rancangan Pengkajian
Kajian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan,
Sebagai perlakuan 4 sistem tanam yaitu tanam pindah jajar legowo 2:1(20 cm
x10 cm x40 cm), tanam pindah jajar legowo 6:1(20 cm x10 cm x 40 cm),
transplanter jarwo 2:1(20 cm x10 cm x40 cm) dan tegel (20 cm x 20 cm) sebagai
pembanding. Setiap perlakuan di ulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 12
petak pengamatan. Varietas yang digunakan adalah Inpari 30. Sampel
pengamatan diambil secara diagonal pada tiap petak sebanyak 10 rumpun per
petak. Sehingga didapatkan 120 sampel/rumpun pengamatan.
Tabel 1. Rataan anakan maksimum, anakan produktif, dan tinggi tanaman, padi sawah
varietas Inpari 30.
Keterangan: angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Tabel 2. Rataan panjang malai, gabah isi, gabah hampa, bobot 1000 biji dan produktivitas padi
sawah varietas Inpari 30.
Keterangan: angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. 2000. Teknologi P-starter Dengan Sistem Tanam Legowo (Shaf)
Pada Budidaya Padi Sawah. Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil
Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Buku I. Sukarami, 21-22 Maret
2000. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian Bogor; 76-81 hlm.
ABSTRAK
Padi hitam memiliki kandungan antosianin tinggi yang telah diakui
sebagai bahan pangan fungsional untuk kesehatan karena aktivitas
antioksidan, anti kanker, hipoglekimia. Pigmen antosianin juga efektif
mengurangi kadar kolesterol. Disamping kelebihan yang dimiliki,
pengembangan padi hitam di Indonesia belum terlalu berkembang
dikarenakan masyarakat Indonesia yang masih mengkonsumsi beras
putih sebagai makanan pokok. Salah satu ordo tanah yang tersebar
secara luas di Indonesia yang dapat diupayakan untuk budidaya
tanaman yaitu Inceptisols. Oleh karena itu, pada Inceptisols diperlukan
penanganan yang tepat yaitu pemberian pupuk organik dan anorganik
yang seimbang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pupuk
organik dan dosis N,P,K terbaik terhadap pH tanah, K-dd, K-potensial,
Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan hasil padi hitam (Oryza sativa
L.). Penelitian dilakukan di kebun percobaan Ciparanje, Jatinangor,
dan proses analisis di Laboratorium Kimia Tanah dan Nutrisi Tanaman
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran. Rancangan percobaan yang dilakukan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari
10 perlakuan dengan tiga ulangan. Jenis pupuk organik terdiri dari
kompos jerami, kotoran hewan ayam, kotoran hewan sapi, dan kotoran
hewan domba dengan dosis 10 ton/ha. Dosis pupuk N,P,K yang
digunakan adalah 1/2 dan 1 (Urea 300; TSP 50; KCl 50 kg/ha). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian kotoran hewan ayam + 1
N,P,K memberikan hasil yang terbaik terhadap pH tanah, K-dd, K-
potensial, KTK dan hasil padi hitam (Oryza sativa L.) sebesar 55,40
g/tanaman atau 7,09 ton/ha.
Kata kunci: Padi hitam, pupuk organik, pupuk N,P,K, tanah Inceptisols,
kalium.
PENDAHULUAN
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas tanaman
yang paling banyak dibudidayakan di dunia, termasuk di Indonesia. Hal ini
dikarenakan padi mempunyai peranan sebagai pemenuh kebutuhan pokok
karbohidrat bagi penduduk di Indonesia. Seiring dengan bertambahnya penduduk
maka kebutuhan tanaman padi di masyarakat semakin meningkat serta
perubahan makanan pokok dari masyarakat sekitar yang sebelumnya bukan
mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok menjadi beralih ke beras (Yusuf,
2010).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 10
perlakuan dengan tiga ulangan, terdapat dua unit percobaan (vegetatif maksimum
dan generatif). Jumlah keseluruhan terdapat 2x30= 60 pot. Benih padi hitam
yang digunakan adalah varietas lokal Tasik. Penelitian dilakukan di rumah kasa
di Jatinangor. Data penunjang yaitu analisis pupuk organik dan analisis tanah.
Perlakuan yang diberikan dalam percobaan ini adalah aplikasi macam pupuk
organik dan pupuk N,P,K. Kombinasi masing-masing perlakuannya adalah
sebagai berikut: (A) Kontrol (Tanpa pupuk organik dan tanpa pupuk N,P,K);
(B) Kompos jerami + 1/2 N,P,K; (C) Kompos jerami + 1 N,P,K ; (D) pupuk
kohe ayam + 1/2 N,P,K; (E) Pupuk kohe ayam + 1 N,P,K; (F) Pupuk kohe sapi
+ 1/2 N,P,K; (G) Pupuk kohe sapi + 1 N,P,K; (H) Pupuk kohe domba + 1/2
N,P,K; (I) Pupuk kohe domba + 1 N,P,K; (J) pupuk N,P,K 100%. Dosis 1 NPK
yaitu 300 kg Urea ha-1; 50 kg SP-36 ha-1; 50 kg KCl ha-1 (Balittanah, 2013) dan
Pupuk organik masing-masing 10 ton/ha (perhitungan berdasarkan kandungan
C-organik pada tanah).
Variabel yang diamati meliputi karakteristik/variabel pertumbuhan (Tinggi
Tanaman; Jumlah Anakan per Rumpun). Komponen Hasil {Berat Gabah Kering
Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) per pot dan dikonversi ke ton
per ha}. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians
(ANAVA) dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf
95%.
Tabel 1. Pengaruh pemberian macam pupuk organik dan pupuk N,P,K terhadap kesuburan tanah
(pH, Kdd, K potensial dan KTK tanah).
Kesuburan tanah
Perlakuan
pH Kdd K-potensial KTK
(cmol/kg) (mg/100g) (cmol/kg)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Tinggi Tanaman
Tabel 2. Pengaruh pemberian macam pupuk organik dan pupuk N,P,K terhadap tinggi tanaman
pada umur 2,4,6,8 dan10 MST.
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Jumlah anakan
Pada Tabel 3 menunjukkan jumlah anakan pada umur 2 dan 4 MST masih
belum terlihat perbedaan yang nyata antar perlakuan tapi ada kecenderungan
peningkatan jumlah anakan bila ada pemberian pupuk N,P,K. Jumlah anakan
tertinggi diakibatkan pemberian pupuk N,P,K satu rekomendasi (perlakuan J).
Pada Tabel 3 pengaruh macam pupuk organik dan pupuk N,P,K terhadap jumlah
anakan menunjukkan perlakuan J (pupuk N,P,K 1 rekomendasi) jumlah anakan
tertinggi dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemupukan).
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
ABSTRAK
Kejadian cekaman kekeringan dan rendaman secara silih berganti
memberikan pengaruh terhadap penurunan produksi gabah. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel kritis selama
pertumbuhan yang mempunyai korelasi positif terhadap capaian hasil
baik pada kondisi normal maupun tercekam rendaman. Perlakuan
dirancang menggunakan rancangan acak kelompok empat ulangan
untuk menguji 10 varietas/galur padi (Inpari 30 Ciherang Sub-1, Inpara
3, Inpara 4, Inpara 8, IRRI119, IRRI154, IR42, IR14D121, IR14D157,
dan Tapus). Pengaturan air di lahan sawah dilakukan sesuai praktek
petani pada umumnya, sementara untuk perlakuan perendaman dari
0 hingga 35 HST air dinaikkan secara bertahap kemudian
dipertahankan pada ketinggian 50 cm sejak 35 HST hingga panen,
sementara itu. Untuk mengetahui variabel-variabel kritis selama
pertumbuhan tanaman padi pada masing-masing kondisi lingkungan
tumbuh (lahan sawah maupun cekaman rendaman), digunakan uji
korelasi Spearman pada masing-masing kondisi lingkungan tumbuh
pada semua variabel yang diamati. Dari penelitian ini diketahui bahwa
karakter tinggi tanaman, kehijaun daun terutama saat awal vegetatif,
laju asimilasi bersih saat primordial hingga pengisian, jumlah malai
per rumpun, dan persentase pengisian gabah merupakan variabel kritis
pertumbuhan yang mempengaruhi hasil gabah pada kondisi sawah
optimal. Sementara itu, jumlah malai per rumpun yang merkorelasi
dengan kemampuan pembentukan anakan tanaman merupakan
variabel kritis yang mempengaruhi tingkat hasil pada pertanaman padi
dengan cekaman rendaman.
Kata kunci: Padi, rendaman, karakter pertumbuhan.
PENDAHULUAN
Banjir merupakan salah satu hambatan yang dapat menurunkan produksi padi.
Seluas 102.000 ha lahan sawah terendam banjir pada periode pertanaman
Oktober-Maret 2015 dan 31.900 ha pada tahun 2016 (Rachman, 2016). Hal ini
semakin menunjukkan peningkatan tantangan cekaman rendaman yang dihadapi
pertanian Indonesia, terlebih karena cekaman ini dilaporkan memberikan
penurunan hasil yang signifikan (Singh et al., 2011, Nugraha et al., 2013).
Penurunan hasil ini merupakan akumulasi pengaruh cekaman rendaman pada
fase pertumbuhan tanaman (Sarkar et al., 2009, Vergara et al., 2014). Kondisi
terendam menghambat terjadinya fotosintesis dan respirasi aerobic pada
tanaman, sehingga memaksa tanaman untuk merubah proses respirasi menjadi
anaerob sebagai mekanisme untuk bertahan hidup (Fakao dan Bailey-Serres,
W2 - W1 ln La 2 - ln La 1
LAB = x g/dm2/minggu ......................... (1)
T 2 - T1 La 2 - La 1
1 W2 - W1
LPT = x g/dm2/minggu ........................................... (2)
Ga T2 - T1
Dimana W2 dan W1 masing-masing adalah bobot kering tanaman akhir dan awal.
La2 dan La1 masing-masing adalah luas daun tanaman akhir dan awal. T2 – T1
adalah selang waktu pengamatan bobot kering tanaman, dan Ga adalah luas
kanopi tanaman. Perbedaan capaian hasil kondisi lahan sawah dan rendaman
diuji menggunakan T test (Gomez dan Gomez, 2010), Untuk mengetahui variabel-
variabel kritis selama pertumbuhan tanaman padi pada masing-masing kondisi
lingkungan tumbuh (lahan sawah maupun cekaman rendaman), maka dilakukan
uji korelasi Spearman pada masing-masing kondisi lingkungan tumbuh pada semua
variabel yang diamati.
Tabel 1. Hasiluji T terhadap capaian produksi padi di lahan sawah dan lahan tercekam
rendaman pada penelitian, 2015.
Rendaman Kontrol
postur, akumulasi bahan kering, kehijaun daun, dan sebagainya (Badano et al.
2005; Michael, 2008; dan Moles et al., 2009). Tingkat kehijauan daun pada
awal fase vegetatif ternyata mempunyai hubungan posisitf terhadap tingkat
kehijauan daun pada umur tanaman setelahnya. Kehijauan daun banyak
dilaporkan berkorelasi terhadap ketersediaan hara Nitrogen (N). Pada daun,
Nitrogen mengambil fungsi mempromosikan sintesis klorofil dan menunda
degradasi. Hasil padi yang ditargetkan hanya bisa dicapai bila hara (nutrisi)
yang diberikan jumlahnya sesuai dan pemberiannya tepat waktu sehingga
memenuhi kebutuhan tanaman padi selama masa pertumbuhan (De Datta, 1989;
Fairhurst et al., 2007).
Laju asimilasi bersih saat primordial hingga pengisian berkorelasi dengan
hasil gabah. Dalam usaha untuk peningkatan akumulasi asimilat yang terbentuk,
daun dan malai merupakan “source” dan “sink” terpenting, khususnya pada
fase pengisian hingga matang (Kato et al., 2004). Lebih lanjut, variabel ini
menunjukkan secara positif dipengaruhi oleh karakter laju pertumbuhan pada
fase yang sama, bobot daun khas atau ketebalan daun terutama pada saat
primordial, luas daun pada fase inisiasi malai (LD40), dan kehijauan daun pada
kisaran fase tersebut. Ketebalan daun berkaitan dengan sensitivitas tanaman
terhadap intensitas cahaya. Intensitas cahaya tinggi menyebabkan sel-sel daun
lebih kecil, tilakoid mengumpul, dan klorofil lebih sedikit, sehingga ukuran daun
lebih kecil dan tebal. Selain itu jumlah daun lebih banyak dengan stomata lebih
kecil ukurannya dan tekstur daun lebih keras (Buntoro et al., 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, N., Sujinah, dan Z. M. Hikmah., 2018. Kesesuaian Cara Tanam
Menurut Elevasi pada Ekosistem Padi Sawah Irigasi. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan. 2(3): 145-153.
Anggraini, Fita., A. Suryanto, N. Aini. 2013. Sistem tanam dan umur bibit pada
tanaman padi sawah (Oryza sativa L) varietas Inpari 13. Jurnal Produksi
Tanaman. 1(1): 52-61.
Badano, E. I., L. A. Cavieres, M. A. Molina-Montenegro, and C. L. Quiroz.
2005. Slope aspect influences plant association patterns in the
Mediterranean matorral of central Chile. Journal of Arid Environments.
62(1): 93-108.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2015. Deskripsi Varietas Padi. Badan
Litbang Pertanian. Jakarta.
Buntoro, B.H., Ching Su, J., 2000. Starch synthesis and grain filling in rice.
Carbohydrate Reserves in Plants: Synthesis and Regulation. p107-124.
De Datta, S.K. 1989. Rice. In D.L. Plucknett & H.B. Sprague (Eds.) Detecting
Mineral Nutrient Deficiencies in Tropical and Temperate Crops.
Westview Press, Inc.
Defeng, Z., C. Shihua, Z. Yuping, and L. Xiaqing., 2002. Tillering patterns and
the contribution of tillers to grain yield with hybrid rice and wide spacing.
Research Report: China. Cornell International Institute for Food,
Agriculture and Development; http://ciifad.cornell.edu/sri.
Fairhurst T, Witt C, Buresh R, dan Dobermann A (eds) (2007) Rice: a practical
guide tonutrient management, 2nd edn. Los Baños (Philippines):
International Rice Research Institute and (Singapore) International Plant
ABSTRAK
Penyakit blas yang disebabkan oleh jamur P. grisea merupakan salah
satu masalah utama dalam peningkatan produksi padi. Cendawan
patogen P. grisea mampu menyerang tanaman padi pada berbagai
stadia pertumbuhan mulai dari benih sampai fase pertumbuhan malai
(generatif). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis
pupuk dan system tanam padi varietas inpari 36 terhadap intensitas
serangan penyakit Blas di Kabupaten Bangka Selatan Penelitian
dilakukan di sawah milik petani di Desa Rias, Kecamatan Toboali,
Kabupaten Bangka Selatan dari bulan Januari - April 2019. Rancangan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 10
ulangan, yaitu faktor system tanam jajar legowo 4:1 dan jajar legowo
2:1. Faktor kedua yaitu dosis pemupukan terdiri dari 3 taraf yaitu: (1)
pemberian dosis Katam + 50%, (2) pemberian dosis Katam + 25%,
(3) pemberian pupuk sesuai dosis Katam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa system tanam terbaik adalah sistem jarwo (4:1) dengan dosis
pemupukan sesuai dengan dosis Katam/anjuran dengan intensitas
penyakit 15.11% dan persentase gabah bernas 92.29%. Penggunaan
dosis pemupukan sesuai anjuran dengan sistem tanam jarwo (4:1)
dianjurkan untuk dapat diaplikasikan di lapang khususnya di Desa
Rias. Intensitas serangan penyakit Blas di Desa Rias masuk dalam
kategori sedang hingga rentan, sehingga penyakit blas ini harus menjadi
perhatian kita untuk mencegah terjadi ledakan penyakit Blas.
Kata kunci: Pupuk, intensitas penyakit blas, sistem tanam dan varietas
padi.
PENDAHULUAN
Produksi beras di Kabupaten Bangka Selatan (Basel) padatahun 2018 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan mencapai 15.652 ton jika dibandingkan dengan
tahun 2017 yaitu10.120 ton. Meskipun demikian jumlah produksi beras ini hanya
dapat mencukupi 67 persen kebutuhan masyarakat Basel dan sisanya masih
didatangkan dari luar pulau Bangka seperti pulau Jawa dan Sumatera. Luas
panen di Basel juga diketahui ada sekitar 7.204 hektar dan sawah yang gagal
panen pada tahun 2018 sekitar 1.042 hektar (Dinas pertanian dan peternakan
Bangka Selatan, 2018). Data tersebut menunjukkan bahwa masih sangat perlu
236 Yuliani dan Ahmadi: Pengaruh Sistem Tanam dan Dosis Pemupukan.....
dilakukan upaya peningkatan ketersedian pangan diantaranya dengan
memperhatikan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi seperti
pengendalian terhadap organisme penganggu tanaman.
Salah satu faktor pembatas peningkatan produksi padi adalah penyakit blas
yaitu penyakit yang disebabkan oleh serangan cendawan Pyricularia grisea
yaitu penyakit blas. Penyakit blas merupakan salah satu penyakit penting pada
pertanaman padi Indonesia. Cendawan patogen P. grisea mampu menyerang
tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan dari stadium vegetatif sampai
stadium generatif. Pada tanaman stadium vegetatif biasanya patogen menginfeksi
bagian daun, disebut blas daun (leaf Blas). Pada stadium generatif selain
menginfeksi daun juga menginfeksi leher malai disebut blas leher (neck Blas).
Infeksi patogen juga dapat terjadi pada bagian buku tanaman padi yang
menyebabkan batang patah dan kematian yang menyeluruh pada batang atas
dari buku yang terinfeksi. Patogen ini selain menyerang tanaman padi juga dapat
menyerang serealia lain seperti gandum, sorgum dan lebih dari 40 spesies
graminae (Santoso dan Anggiani, 2008).
Kerugian hasil akibat penyakit blas sangat bervariasi tergantung kepada
varietas yang ditanam, lokasi, musim, dan teknik budi daya. Pada stadium
vegetatif penyakit blas dapat menyebabkan tanaman mati dan pada stadium
generatif dapat menyebabkan kegagalan panen hingga 100% (Sobrizal et al.,
2007). Kerusakan penyakit blas di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1.285
juta ha atau 12% dari total luas areal pertanaman padi dan diramalkan serangan
akan terus mengalami peningkatan (Kharisma et.al., 2013). Wilayah dominan
penyebaran blas yang telah dilaporkan di Indonesia meliputi Provinsi Jawa Barat,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Bali dan Nusa Tenggara
Barat sekitar (Hasanuddin, 2004).
Pengendalian penyakit blas yang dianjurkan adalah pengendalian secara
terpadu yaitu dengan memadukan berbagai teknik pengendalian yang dapat
menekan perkembangan penyakit, diantaranya teknik budi daya, penanaman
varietas tahan, dan penggunaan fungisida bila diperlukan. Salah satu varietas
tahan blas adalah Inpari 36 yang tahan terhadap ras 033 dan ras 073, agak
tahan blas ras 133 dan ras 173 (Balitbangtan, 2015). Penanaman varietas tahan
merupakan komponen utama dan cara yang paling efektif, ekonomis, dan mudah
dilakukan, namun dibatasi oleh waktu dan tempat, artinya tahan di satu waktu
dan tempat, bisa rentan di waktu dan tempat lain. Hal ini disebabkan patogen
penyakit blas, memiliki keragaman genetik dan kemampuan beradaptasi yang
tinggi sehingga dengan cepat mematahkan ketahanan varietas yang baru
diperkenalkan.
METODOLOGI
Penelitian dilakukan di sawah milik petani di Desa Rias, Kecamatan Toboali,
Kabupaten Bangka Selatan dari bulan Januari - April 2019. Bahan yang digunakan
adalah padi varietas Inpari 36, pupuk urea, pupuk ponska, pestisida pengendali
hama. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, meteran,
timbangan analitis dan alat tulis menulis.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 10 ulangan. Faktor
sistem tanam yang meliputi tanam jajar legowo 4:1 dan jajar legowo 2:1. Faktor
kedua adalah pemupukan terdiri dari 3 taraf yaitu: (1) pemberian dosis Katam +
50%, (2) pemberian dosis Katam + 25%, (3) pemberian pupuk sesuai dosis
Katam. Dengan demikian terdapat 6 kombinasi perlakuan dengan 60 satuan
percobaan. Data diolah menggunakan program analisis satistik (SPSS) dan uji
lanjut Tukey 5%. Peubah yang diamati adalah intensitas penyakit blas, persentase
anakan produktif per rumpun, persentase gabah bernas per malai dan berat
1000 bulir.
238 Yuliani dan Ahmadi: Pengaruh Sistem Tanam dan Dosis Pemupukan.....
Tabel 1. Kategori Skala Serangan pada Daun berdasarkan Standard Evaluation
System for Rice (IRRI, 2014).
I=
AP = x 100
dengan: AP= anakan produktif, JAP = jumlah anakan produktif perumpun dan
JAT= jumlah anakan total perumpun. Persentase gabah bernas per malai dihitung
menggunakan rumus:
GB = x 100
dengan: GB= gabah bernas, JGB = jumlah gabah bernas per malai dan JBT =
jumlah gabah total per malai.
1 1
a b c
Gambar 1. Gejala penyakit blas pada tanaman padi varietas Inpari 36, a. pada daun (leaf blast)
yang membentuk tepian yang tidak jelas, b1. pada leher malai(neck blast), b2. pada
bulir padi (spikelet blast), c1. pada batang dan c2. pada buku batang (node blast).
240 Yuliani dan Ahmadi: Pengaruh Sistem Tanam dan Dosis Pemupukan.....
Tabel 2. Interaksi antara pola tanaman dengan dosis pemupukan terhadap intensitas penyakit
blas pada padi varietas Inpari 36 di Bangka Selatan, Januari-April 2019.
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama (ab) berbeda
tidak nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95%
penyakit blas pada padi varietas Inpari 36. Pada Tabel 2. terlihat bahwa sistem
tanam jajar legowo (jarwo) 4:1 dengan dosis pemupukan sesuai dengan
rekomendasi Katam memperlihatkan intensitas penyakit yang paling rendah
dari semua perlakuan yang berbeda nyata dengan sistem tanam jarwo 2:1 dengan
dosis pemupukan sesuai dengan rekomendasi Katam. Kondisi ini menunjukkan
bahwa dosis pemupukan yang direkomendasikan Katam merupakan anjuran
dosis pemupukan yang dapat diaplikasikan di lapangan yang salah satunya dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan OPT. Dalam penyusunan
anjuran dosis pemupukan ini telah dilakukan pengkajian pendahulu terhadap
kondisi tanah. Produk Katam ini dapat diakses melalui http://katam.litbang.
deptan.go.id/ dan menjadi pedoman bagi pengguna sebelum memasuki musim
tanam ke depan. Informasi kalender tanam terpadu yang tersedia sampai tingkat
kecamatan dan meliputi prediksi awal waktu tanam, estimasi luas tanam, potensi
wilayah rawan banjir dan kekeringan, potensi serangan organisme pengganggu
tanaman, rekomendasi varietas, serta rekomendasi dosis dan kebutuhan pupuk
(Ramadhani et al., 2013).
Peningkatan populasi tanaman dengan sistem tanam jarwo (2: 1) adalah
100% X 1(1 + 2) = 30% dan jarwo (4: 1) adalah 100% X 1 (1 + 4) = 20%
dibandingkan tegel 25 cm x 25 cm) (Jamil et al., 2016). Berdasarkan uraian
diatas terlihat bahwa sistem tanam dengan sistem jarwo (2:1) menyebabkan
peningkatan kerapatan populasinya lebih tinggi dibandingkan dengan jarwo (4:1).
Kondisi ini menyebabkan kelembaban disekitar pertanaman pada jarwo (2:1)
lebih tinggi yang mendukung perkembangan patogen sehingga intensitas penyakit
pun terlihat lebih tinggi pada sistem tanam jarwo 2:1. Sistem tanam jarwo (4:1)
242 Yuliani dan Ahmadi: Pengaruh Sistem Tanam dan Dosis Pemupukan.....
KESIMPULAN
Dari hasil penelitianini diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Sistem tanam dan dosis pemupukan mempengaruhi intensitas penyakit blas
di lapangan.
2. Sistem tanam terbaik pada penelitianini adalah sistem jarwo (4:1) dengan
dosis pemupukan sesuai anjuran.
3. Intensitas serangan penyakit blas di Desa Rias masuk dalam kategori sedang
hingga rentan, sehingga penyakit blas ini harus menjadi perhatian kita untuk
mencegah kemungkinan peledakan penyakit melalui dosis pemupukan
berimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2015. Varietas Inpari 36
Lanrang. http://www.litbang.pertanian.go.id/varietas/1203/. (Diakses pada
hari Senin 29 April 2019).
Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan. 2018. Re:
Produksi beras petani Bangka Selatan 15.652 ton. https://
babel.antaranews.com/berita/90262/produksi-beras-petani-bangka-
selatan-15652-ton. (Diakses pada tanggal 15 April 2019)
Kharisma, S.D., Cholis, A & Qurata’aini, L. 2013. Ketahanan beberapa genotif
padi hibrida (Oryza Sativa L.) terhadap P. oryzae Cav. penyebab penyakit
blas daun padi. Jurnal HPT. 1(2): 19-21.
Harun R, Pormalingo N, Zakaria F. 2013. Sistem tanam jajar legowo dengan
kombinasi dosis pupuk phonska dan urea terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) varietas Inpari 13. Seminar Hasil
Penelitian dibawakan pada Forum Seminar Program Studi Agroteknologi
Jurusan Agroteknologi Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Negeri
Gorontalo.
Hasanuddin A. 2004. Pengendalian hama dan penyakit padi: upaya tiada henti.
Kumpulan makalah inovasi pertanian. Bogor (ID). Puslitbangtan. hlm
45-61.
Hasfiah, Taufik M, Wijayanto T. 2012. Uji daya hasil dan ketahanan padi gogo
lokal terhadap penyakit blas (Pyricularia oryzae) pada berbagai dosis
pemupukan. . Berkala Penelitian Agronomi April 2012. Vol. 1 No. 1 Hal.
26-36. ISSN: 2089-9858. PS Agronomi Pps Unhalu: Indonesia.
244 Yuliani dan Ahmadi: Pengaruh Sistem Tanam dan Dosis Pemupukan.....
Daya Adaptasi VUB Padi Sawah pada Lahan
Bukaan Baru di Bangka Selatan
Muzammil, Ahmadi, dan Sigit Puspito
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bangka Belitung
Jl. Mentok KM.4 Pangkalpinang
Email: muzammil.skb@gmail.com
ABSTRAK
Lahan sawah yang baru dibuka mempunyai berbagai kendala mulai
dari kendala fisik, kimia, dan biologi, serta berbagai kendala sosial,
kelembagaan, infrastruktur, dan rendahnya tingkat keuntungan. Pada
kondisi lahan seperti ini diperlukan varietas padi yang toleran terhadap
cekaman biotik dan abiotik serta memiliki potensi hasil yang cukup
tinggi. Pengkajian dilakukan di lahan sawah bukaan baru berpengairan
tadah hujan di Bangka Selatan. Perlakuan disusun mengacu pola
rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuan dengan
menggunakan empat jenis varietas padi, yaitu Inpari 31, Inpari 43,
Mekongga, dan Inpago 8, masing-masing varietas ditanam dengan
luasan 0,25 hektar dan penanaman menggunakan jarak tanam 20 cm
x 20 cm. Kapur dan pupuk organik diberikan dengan dosis masing-
masing 1 t/h pada saat pengolahan tanah. Pupuk susulan diberikan
berupa Urea 150 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan Phonska 150 kg/ha.
Pupuk urea diberikan 3 (tiga) kali masing-masing pada saat tanaman
berumur 7 HST, 25 HST, dan 45 HST sebanyak 25%, 50%, dan 25%
dosis berturut-turut. Pupuk Phonska dan SP-36 diaplikasikan umur 7
HST. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan,
jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah permalai, jumlah
gabah bernas per malai, berat bulir per malai, kadar air, dan berat
1000 butir. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam dan dilanjutkan
dengan DMRT pada taraf 5%. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa
Inpari 43 memiliki hasil tertinggi yang ditunjukkan dengan jumlah
anakan, jumlah anakan produktif, jumlah bulir, bulir bernas, dan bobot
bulir per malai lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan
varietas padi yang lain. Dapat disimpulkan bahwa Inpari 43 paling
adaptif pada lahan sawah bukaan baru di Bangka Selatan.
Kata kunci: Kepulauan Bangka Belitung, lahan bukaan baru, VUB,
padi.
PENDAHULUAN
Beras merupakan bahan pangan pokok yang merupakan kebutuhan dasar Bangsa
Indonesia. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, produksi beras sampai
dengan tahun 2015 telah mampu mencukupi kebutuhan 13,88% dibanding tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 13,5%, dan sisanya masih disuplay dari luar
Kepulauan Bangka Belitung. Penyebab utamanya adalah masalah lahan, irigasi,
benih, serangan hama penyakit, serta mahalnya upah tenaga kerja (Ahmadi,
2016). Sebagian besar lahan sawah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
merupakan lahan sawah cetak baru, salah satu kabupaten yang banyak memiliki
246 Muzammil et al.: Daya Adaptasi VUB Padi Sawah pada Lahan Bukaan Baru.....
sawah cetak baru adalah Kabupaten Bangka Selatan. Bangka Selatan merupakan
Kabupaten yang memiliki lahan cetak sawah terbesar dibandingkan kabupaten
lain. Menurut data BPS Babel (2018), luas sawah di Bangka Selatan mencapai
13 ribu hektar. Cetak sawah tersebut tersebar diberbagai kecamatan, salah
satunya ada di Kecamatan Payung, Bangka Selatan.
Peningkatan produksi nasional saat ini mengalami hambatan karena banyak
lahan sawah produktif di Pulau Jawa yang mengalami konversi menjadi
pemukiman, pabrik, tempat hiburan dan lainnya (Agus et al., 2006). Untuk
mengimbangi penyusutan lahan sawah di Pulau Jawa maka dicetaklah sawah-
sawah di luar Pulau Jawa, salah satunya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Namun lahan sawah yang baru dibuka mempunyai berbagai kendala mulai dari
kendala fisik, kimia, dan biologi, serta berbagai kendala sosial, kelembagaan,
infrastruktur, dan rendahnya tingkat keuntungan. Dengan demikian sebagian
lahan yang baru dibuka tidak dapat digunakan secara optimal oleh petani setempat
untuk menanam padi, sehingga beralih fungsi untuk penggunaan lain seperti
perkebunan lada, sawit, dan karet. Pembukaan sawah baru di luar pulau Jawa
untuk memenuhi kebutuhan pangan umumnya dilaksanakan pada jenis tanah
yang didominasi oleh jenis Oksisol dan Ultisol yang memiliki sifat masam dan
rendah akan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Suharta et al.,
1994). Sedangkan Kasno et al. (1994) memberikan keterangan bahwa tanah
jenis Oksisol dan Ultisol memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah terutama
unsur hara makro seperti N, P, dan K sehingga menjadi pembatas bagi
pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
Ketersediaan varietas unggul spesifik agroekosistem telah banyak dihasilkan
oleh Badan Litbang Pertanian sehingga penggunaan varietas unggul yang toleran
terhadap lahan sawah yang baru dibuka merupakan salah satu upaya untuk
mengatasi dampak negatif dari pengaruh lahan yang baru dibuka tersebut, serta
keberadaan BPTP disetiap Provinsi juga akan menjadi pendorong dalam
pemanfaatan teknologi spesifik lokasi dan pemberdayaan sumber daya manusia
pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut maka dilakukan pengkajian daya
adaptasi varietas unggul baru padi berupa demplot pada lahan sawah bukaan
baru yang berlokasi di Desa Ranggung, Kecamatan Payung, Kabupaten Bangka
Selatan. Hasil dari kegiatan ini adalah akan didapatkan informasi VUB padi
sawah yang adaptif dan berproduksi tinggi pada lahan sawah bukaan baru.
Pelaksanaan Pengkajian
Pelaksanaan pengkajian diawali dengan persiapan lahan sampai siap tanam
dengan cara membalik tanah dengan menggunakan cangkul serta meratakannya.
Pada lahan sawah bukaan baru ini alat-alat pengolah tanah seperti traktor tangan
(TR 2) atau traktor roda empat (TR 4) belum dapat dipakai di dalam lahan
karena masih banyak sisa-sisa batang pohon dan tunggul kayu dari proses land
clearing (LC). Penanaman tanaman padi menggunakan empat jenis varietas,
yaitu Inpari 31, Inpari 43, Mekongga, dan Inpago 8, masing-masing varietas
ditanam dengan luasan 0,25 hektar dan penanaman menggunakan jarak tanam
20 cm x 20 cm. Pupuk yang digunakan adalah Urea 150 kg/ha, SP-36 100 kg/
ha, dan Phonska 150 kg/ha. Pupuk urea diberikan 3 (tiga) kali masing-masing
pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam (HST) sebanyak 25%, 25
HST sebanyak 50%, dan 45 HST sebanyak 25% dosis. Pupuk Phonska dan
SP-36 diaplikasikan umur 7 hari setelah tanam (HST). Sedangkan kapur dan
pupuk organik di berikan saat pengolahan tanah awal dengan dosis masing-
masing 1 t/ha Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila terdapat serangan
pada tanaman dengan menggunakan pendekatan PHT.
248 Muzammil et al.: Daya Adaptasi VUB Padi Sawah pada Lahan Bukaan Baru.....
Panjang malai, dan (5) jumlah gabah, (6) jumlah gabah bernas, (7) kadar air, (8)
Bobot 1000 butir. Data penunjang meliputi data curah hujan.
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam menggunakan aplikasi SPSS
23, apabila uji F pada analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada pada taraf
5%.
Curah Hujan
Kabupaten Bangka Selatan dalam klasifikasi iklim Schimd Ferguson termasuk
kedalam katagori berikilim tropis tipe A dengan variasi curah hujan tahunan
sekitar 56,2 mm hingga 292 mm tiap bulannya, dengan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi pada bulan Januari. Suhu rata-rata
berada pada kisaran 25,90 C sampai 280 C, sedangkan tingkat kelembabannya
bervariasi antara 76 sampai 88%. Tingkat intensitas penyinaran matahari
berkisar antara 2,4 hingga 7,6 jam dengan tekanan udara antara 1009,2 sampai
1011,1 milibar.
Sumber: Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Bangka Selatan
Keterangan: Angka yang yang diikuti dengan hurup yang sama yang terletak pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan menggunakan uji DMRT pada taraf 5%,
250 Muzammil et al.: Daya Adaptasi VUB Padi Sawah pada Lahan Bukaan Baru.....
menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif antar VUB masih menunjukkan
performa yang baik, hal tersebut ditunjukan dengan nilai tinggi tanaman, jumlah
anakan dan panjang malai yang masih sesuai dengan deskripsi varietasnya
(Wahab et al., 2017). Hanya varietas Mekongga yang menunjukan nilai
pertumbuhan vegetatif yang lebih rendah dibandingkan varietas lainnya.
Lahan sawah bukaan baru masih memiliki banyak kendala yang dihadapi,
seperti pernyataan Prasetyo et al. (2006), yang menerangkan bahwa pada tanah
sawah bukaan baru yang berasal dari lahan basah berupa lahan pasang surut,
lahan rawa lebak maupun lahan aluvial umumnya dicirikan oleh lapisan tanah
glei yang berwarna keabu-abuan yang disebabkan oleh kondisi awalnya yang
selalu tergenang air dalam kurun waktu yang sangat lama sehingga terjadi reduksi
besi ferri menjadi besi ferro. Selain itu yang perlu diwaspadai adalah lahan
rawa yang mengandung bahan sulfidik (FeS2), karena bahan ini bila teroksidasi
akan menyebabkan terjadinya penurunan pH tanah hingga mencapai pH2. pH
tanah yang sangat rendah dapat pula menyebabkan pelapukan mineral 2:1 jenis
smektit, yang menghasilkan penambahan konsentrasi Al dalam larutan. Bila
tidak dilakukan pengaturan air yang tepat tanaman padi dapat keracunan Fe
maupun Al.
Agar hasil produksi padi yang ingin dicapai saat ini dapat optimal, maka
pengelolaan lahan dan tanaman diterapkan secara terpadu yang meliputi
perbaikan varietas, perbaikan teknologi budidaya, dan lokasi penanaman dibuat
dengan baik sehingga sesuai dengan syarat tumbuh tanaman. Badan Litbang
Pertanian telah banyak merilis varietas unggul baru dan telah di diseminasikan
ke seluruh petani yang ada di Indonesia, agar petani dapat memilih varietas
yang sesuai dengan agroekosistem ditempat mereka menanam serta kesukaan
petani terhadap rasa nasinya. Varietas unggul baru merupakan salah satu
teknologi utama yang mampu meningkatkan produktivitas sampai 50%.
Contohnya Varietas Ciherang dengan umur tanaman 121 dapat mencapai hasil
8 t/ha sementara varietas lokal hanya mampu menghasilkan rata-rata 4 t/ha,
dan masih banyak lagi VUB padi yang telah dihasilkan Badan Litbang Pertanian,
sehingga hanya dengan mengganti varietas VUB padi maka produksi dapat
ditingkatkan (Sirrapa et al., 2006; Polakitan et al., 2011). Namun setiap fase
pertumbuhan VUB tanaman padi harus selalu diperhatikan, dengan melakukan
perbaikan budidaya tanaman padi, agar supaya lingkungan hidup untuk VUB
padi menjadi optimal sehingga pertumbuhan dan produksinya turut meningkat.
Keterangan: Angka yang yang diikuti dengan hurup yang sama yang terletak pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata dengan menggunakan uji DMRT pada taraf 5%,
252 Muzammil et al.: Daya Adaptasi VUB Padi Sawah pada Lahan Bukaan Baru.....
namun teknik budidaya yang dilakukan secara konvensional merupakan salah
satu penyebab tanaman padi belum dapat mengekspresikan kemampuan
genetiknya.
Varietas merupakan teknologi yang paling mudah dan paling cepat diadopsi
oleh petani. Varietas unggul padi berperan besar dalam mengubah sistem
pertanian subsistem menjadi usaha pertanian komersial karena kemampuan
produksinya tiga kali lipat lebih tinggi dibanding varietas lokal. Namun pemupukan
spesifik lokasi serta pengendalian hama dan penyakit merupakan komponen
teknologi yang harus terlebih dahulu dilakukan di lahan petani agar didapatkan
paket teknologi spesifik lokasi, dengan berlandaskan pada hubungan sinergis
antara dua atau lebih komponen teknologi produksi seperti adaptasi varietas
unggul baru, sistem tanam legowo, intermitten irigasi, bahan organik, dan bagan
warna daun (BWD) yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian
(Sumarno et al., 2000). Dari hasil pengamatan yang didapat menunjukkan VUB
Inpari 43 memiliki jumlah gabah bernas terbanyak serta berbeda nyata dengan
varietas lainnya. Hasil yang didapatkan oleh tanaman tersebut merupakan hasil
kinerja dari source dan sink tanaman, maka perbaikan lingkungan tumbuh yang
dilakukan melalui teknik budidaya yang sesuai bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman perlu dilakukan, karena melalui pengelolaan ruang,
cahaya, air, dan unsur hara yang optimal bagi tanaman padi, maka dapat
meningkatkan hasil (Ikhwani et al., 2013). Peningkatan hasil tersebut dapat
juga terlihat dari meningkatnya jumlah anakan total, sehingga luas daun meningkat,
dengan meningkatnya luas daun maka penyerapan cahaya matahari oleh daun
menjadi lebih besar yang menyebabkan meningkatnya produktivitas tanaman
(Lestari, 2012). Menurut peneliti BPTP Bali, IB Suryawan menjelaskan bahwa
VUB Inpari 43 masih mampu berproduksi tinggi pada kondisi sub optimal seperti
kondisi kekeringan atau kebanjiran, serta varietas ini tahan penyakit tungro,
blas, dan hawar daun bakteri (HDB), serta rasa nasinya pulen. Selain itu pada
VUB Inpari 43 juga melekat kata GSR, istilah Green Super Rice (GSR) diberikan
karena Inpari 43 ramah lingkungan (Green) sebab mampu mengurangi
penggunaan input seperti pestisida, pupuk kimia, dan air (Technology-
Indonesia.com). Sedangkan menurut Santoso dan Suprihatno (1998), Perbedaan
komponen hasil pertumbuhan vegetatif dan generatif VUB padi yang diujikan
selain disebabkan oleh kondisi lahan bukaan baru juga disebabkan oleh sifat
karakteristik/fisik dari masing-masing varietas. Keragaman sifat tanaman padi
ditentukan oleh keragaman lingkungan dan keragaman genotype serta interaksi
keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. 2016. Pendampingan teknologi upsus dan komoditas utama kementan.
Laporan Akhir Tahun. BPTP Balitbangtan Kepulauan Bangka Belitung.
Pangkalpinang.
Agus, F. dan Irawan. 2006. Agricultural land conversion as a threat to food
security and environmental quality. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 25(3): 90-98.
Badan Pusat Statistik Bangka Belitung. 2018. Bangka Belitung dalam Angka
Tahun 2018. Badan Pusat Statistik Bangka Belitung. Pangkalpinang.
Djafar, Z.R. 2002. Pengembangan dan pengelolaan lahan rawa untuk ketahanan
pangan yang berkelanjutan. Pelatihan Nasional Manajemen Daerah Rawa
untuk Pembangunan Berkelanjutan. Palembang.
Ikhwani, G.R. Pratiwi, E. Paturrohman, A.K. Makarim. 2013. Peningkatan
Produktivitas Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Legowo. Puslitbang
Tanaman Pangan, Bogor
Kasno, A., Alkusuma, dan N. Suharta. 1994. Evaluasi Kesuburan Tanah di
Daerah Kesie II. Hal: 127-136. Dalam Karama, A.S. (Eds). Risalah
Hasil Penelitian Sumber Daya Lahan untuk Pengembangan Sawah Irigasi
di Sumatera. Puslittanak. Bogor.
Lestari, A. 2012. Uji Daya Hasil Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.)
Dengan Metode SRI (The System Of Rice Intensification) di Kota Solok.
Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang.
Manurung, S. O dan Ismunadji. 1988. Morfologi dan fisiologi padi. Padi Buku 1.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor
Makarim, A. K. dan E. Suhartatik. 2007. Morfologi dan fisiologi tanaman padi.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hal: 295–330.
254 Muzammil et al.: Daya Adaptasi VUB Padi Sawah pada Lahan Bukaan Baru.....
Prasetyo, B. H. dan Suriadikarta, D. A. 2006. Karakteristik, Potensi, Dan
Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian
Lahan Kering di Indonesia. Litbang Pertanian. 2(25). 39 hal.
Polakitan, A., L.A Taulu, dan D. Polakitan. 2011. Kajian beberapa varietas
unggul baru padi sawah di Kabupaten Minahasa. Seminar Nasional
Serealia. Sulawesi Selatan.
Rencana Program Investasi Jangka Menengah Kabupaten Bangka Selatan.
2018.http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/
rpi2jm/DOCRPIJM_e6a506b29c_BAB%20IIBAB%202.pdf. Diunduh
tanggal 30 November 2019.
Suharta, N., Alkusuma, dan H. Suhendra. 1994. Karakteristik Tanah dan
Penyebarannya di Daerah Irigasi Air Kesie II Lubuk Linggau, Sumatera
Selatan. Hal: 15-30. Dalam Karama, A.S (Eds). Risalah Hasil Penelitian
Sumber Daya Lahan untuk Pengembangan Sawah Irigasi di Sumatera.
Puslittanak. Bogor.
Sirappa, M.P., A. N. Susanto, dan Y. Tolla. 2006. Kajian Usahatani Padi Varietas
Unggul Tipe Baru (VUB) Dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT). Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian. 9(1):18-28.
Santoso dan Suprihatno. 1998. Heterosis dan Stabilitas Hasil Hibrida-Hibrida
Padi Turunan Galur Mandul Jantan IR62829A dan IR58025A. Penelitian
Pertanian. 17(1): 3-17.
Sumarno, I. G. Ismail, dan S. Partohardjono. 2000. Konsep usahatani ramah
lingkungan. Dalam Prosiding Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi
Tanaman Pangan. Konsep dan Strategi Peningkatan Produksi Pangan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang
Pertanian. Hal. 55-74.
Teknologi Indonesia. 16 Januari 2018. http://technology-indonesia.com/pertanian-
dan-pangan/inovasi-pertanian/petani-bali-mulai-panen-inpari-43-agritan-
gsr/. Diunduh tanggal 30 November 2019.
Wahab, M.I., Satoto., R. Rachmat., A. Guswara. & Suharna. 2017. Deskripsi
Varietas Unggul Baru Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Sukamandi. Jawa Barat.
ABSTRAK
Plasma nutfah tanaman pangan merupakan aset yang sangat penting
sehingga harus dilestarikan. Pemuliaan tanaman padi dengan
memanfaatkan varietas lokal dengan memperhatikan keunggulan
spesifik yang dimiliki varietas lokal tersebut diharapkan dapat
meningkatkan keunggulan varietas padi yang dibudidayakan di daerah
tertentu, pemanfaatan sumber daya genetik sangat diperlukan dalam
menghadapi perubahan lingkungan dan dinamika permintaan
konsumen, serta sebagai cadangan sumber daya genetik bagi
pemuliaan tanaman. Uji ketahanan plasma nutfah terhadap penyakit
blas dilakukan pada MT I tahun 2018 sebanyak 114 aksesi dan 2
varietas pembanding yaitu Kencana Bali sebagai cek rentan dan
Situpatenggang sebagai cek tahan. Tujuan dari uji ketahanan ini adalah
mencari varietas lokal yang tahan terhadap penyakit blas . Hasil
pengujian menunjukan adanya keragaman ketahanan antar aksesi
dimana yang tahan terhadap 1 ras blas ada sebanyak 43 aksesi
(37,7%), tahan terhadap dua ras blas ada sebanyak 15 aksesi (13,2%),
tahan terhadap 3 ras blas ada sebanyak 13 aksesi (11,4%) dan 1
aksesi (0,9%) tahan terhadap 4 ras blas yaitu varietas lokal Galesong
Takdir asal Sulawesi Selatan kabupaten Takalar, sedang sisanya
sebanyak 42 aksesi (36,8%) bereaksi agak tahan sampai rentan.
Kata kunci: Varietas lokal, penyakit blas, Pyricularia oryzae, ras.
PENDAHULUAN
Lumbung padi Indonesia terbesar yang menjadi tumpuan produksi beras nasional
terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi Selatan, Lampung dan Sumatera Selatan, Kepulawan Sulawesi
merupakan lumbung padi nasional untuk wilayah Indonesia Bagian Timur.
258 Nasution et al.: Varietas Lokal Sulawesi sebagai Sumber Ketahanan Blas.....
Penyebaran penyakit blas sudah mulai menyerang pertanaman padi sawah
(Amir et al. 2000). Untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran penyakit blas
pada padi sawah, usaha perakitan varietas padi sawah sebaiknya mempunyai
ketahanan terhadap penyakit blas. Dengan demikian perlu dilakukan pengujian
galur-galur padi terhadap penyakit blas, terutama ras-ras P. grisea yang dapat
menyerang padi sawah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan galur-galur padi lokal
Sulawesi terhadap penyakit blas ras 033, 073, 133 dan ras173.
260 Nasution et al.: Varietas Lokal Sulawesi sebagai Sumber Ketahanan Blas.....
Tabel 2. Varietas-varietas lokal yang tahan terhadap 1 ras blas (Pyricularia grisea) di rumah kaca KP Muara MT I 2019.
261
Tabel 2. Lanjutan.
262
Reaksi ketahanan Pyricularia grisea
No. No. Nama aksesi Propinsi Kabupaten
urut aksesi Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173
Ket: T:Tahan; R:Rentan; AT:Agak Tahan dan AR:Agak Rentan, SR: Sangat Rentan
Ket : T:Tahan; R:Rentan; AT:Agak Tahan dan AR:Agak Rentan, SR: Sangat Rentan
264
Reaksi ketahanan Pyricularia grisea
No. No. Nama aksesi Propinsi Kabupaten
urut aksesi Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173
Ket: T:Tahan; R:Rentan; AT:Agak Tahan dan AR:Agak Rentan, SR: Sangat Rentan
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, E Kesumawati, T Hidayat, dan M Rahwmawati 2011 Karakterisasi
plasma nutfah padi lokal aceh untuk perakitan varietasadaptif pada tanah
masam Jurnal Agrista 15(3) 79-86.
IRRI 2014 Standard evaluation system for rice 5th eds IRRI Los Banos,
Phillippines 56p
Jean Guyot M 1994 Rice blast and its control Memories Et Travanx dell IRAT
No 3 11-42.
International Rice Research Institute 2014 Standard Evalution System IRTP
4rd IRRI Los Banos, Philippines.
Nafisah, A A Daradjat, dan S Silitonga 2008 Keragaman Genetik dan Upaya
Pemanfaatannya dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional dalam
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perhndungan Sumberdaya Genetik
di Indonesia Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertaman Subang
Ou SH. 1985. Rice diseases 2nd ed Kew, England Commonw Mycology institute,
Surrey, England p 125-132.
Rais, S.A. 2004. Eksplorasi plasma nutfah tanaman pangan di Provinsi
Kalimantan Barat Buletin Plasma Nutfah 10(1): 23-27.
Silitonga, T.S. 1988 Konservasi dan Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi dalam
Padi Buku 1 Badan Penelitian dan Pengemabangan pertaman, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.
Sitaresmi, T., R.H. Wening, A.T. Rakhmi, N. Yunam dan U. Susanto 2013.
Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi Varietas Lokal dalam Perakitan
Varietas Unggul IPTEK Tanaman Pangan 8(1) 22-30.
Takahashi, Y., 1963. Genetic of resistance of to the rice blast disease p 303-329
In Proceeding of Simposium of IRRI July 1963 The John Hopkins Press
Baltimore, Maryland.
266
Reaksi ketahanan Pyricularia grisea
No. No. Nama aksesi Ket. Propinsi Kabupaten Kecamatan
urut aksesi Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173
267
Lampiran
268
Reaksi ketahanan Pyricularia grisea
No. No. Nama aksesi Ket. Propinsi Kabupaten Kecamatan
urut aksesi Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173
269
Lampiran
270
Reaksi ketahanan Pyricularia grisea
No. No. Nama aksesi Ket. Propinsi Kabupaten Kecamatan
urut aksesi Ras 033 Ras 073 Ras 133 Ras 173
Ket : T:Tahan; R:Rentan; AT:Agak Tahan dan AR:Agak Rentan, SR: Sangat Rentan
ABSTRAK
Identifikasi tetua baru untuk sifat ketahanan terhadap hawar daun
bakteri melalui pengujian aksesi plasma nutfah telah dilakukan di
rumah kaca BB Padi Sukamandi pada MT-1 dan MT-2 Tahun 2012.
Tujuan kegiatan ini untuk mengidentifikasi tingkat ketahanan aksesi
plasma nutfah padi terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB).
Metode yang digunakan adalah metode skrining baku dari IRRI tahun
2002. Aksesi plasma nutfah yang diuji sebanyak 89 aksesi, dan diuji
pada stadia vegetatif dan generatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa aksesi plasma nutfah padi yang teridentifikasi tahan terhadap
penyakit hawar daun bakteri (HDB) patotipe III pada fase vegetatif
maupun fase generatif ialah Dekor (5759), NH-2-92 (5895), Pete
Lambeun (5928), Ekor Hitam (1053), Padi Durian A (6162), Ketan
Wuluh (6128), dan Tomas (7938). Aksesi plasma nutfah padi yang
teridentifikasi bereaksi agak tahan terhadap HDB patotipe IV adalah
NH-2-92 (5895), dan Padi Jambai (6630), sedangkan yang
teridentifikasi tahan terhadap HDB patotipe VIII adalah NH-2-92
(5895) dan yang bereaksi agak tahan terhadap HDB patotipe VIII
adalah Lampung Kuning (1070) dan Lumbu (2203).
Kata kunci: Xanthomonas oryzae pv. oryzae, ketahanan aksesi.
ABSTRACT
The identification for new parent for resistance to bacterial leaf
blight through germplasm accession testing was conducted in a
greenhouse of Indonesian Center for Rice Research (ICRR)
Sukamandi during the MT-1 and MT-2 planting season in 2012.
The objective of this study was to identify the resistance of rice
PENDAHULUAN
Penyakit Hawar daun bakteri (HDB) disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv.
oryzae (Xoo), yang dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase
pertumbuhan mulai dari pesemaian sampai menjelang panen. Hawar daun bakteri
tergolong penyakit penting di sebagian besar negara penghasil padi. Resiko
kehilangan hasil akibat hawar daun bakteri bervariasi antara 15-80%, tergantung
pada stadia tanaman saat terserang (Lalitha et al., 2010). Patogen ini memiliki
tingkat virulensi yang bervariasi berdasarkan kemampuannya menginfeksi varietas
padi yang mempunya gen dengan gen resistensi berbeda dan interaksi antara gen
virulen patogen dan gen tahan tanaman (Jha et al., 2007).
Gejala tanaman padi yang terserang HDB diawali dengan bercak kebasahan
berwarna keabu-abuan pada satu atau kedua sisi daun. Bercak tersebut biasanya
dimulai dari pucuk daun atau beberapa sentimeter dari pucuk daun. Bercak ini
kemudian berkembang ke ujung dan pangkal daun. Bagian daun yang terinfeksi
berwarna hijau keabu-abuan dan agak menggulung, kemudian mengering dan
berubah warna menjadi abu-abu keputihan (Sudir et al., 2012).
Pengendalian penyakit hawar daun bakteri secara kimiawi sering tidak
efektif, sehingga perlu dicari teknik pengendalian lain yang lebih efektif.
Penggunaan varietas tahan diketahui menjadi salah satu teknik pengendalian
yang efektif. Varietas dan galur padi dengan tingkat ketahanan yang berbeda
terhadap HDB telah dikembangkan (Sudir et al., 2013). Namun ini dihambat
272 Roza et al.: Identifikasi Tetua Baru untuk SIfat Ketahanan HDB.....
oleh adanya kemampuan patogen HDB dalam membentuk patotipe baru yang
lebih virulen, sehingga sifat ketahanan pada suatu varietas mudah patah
(Suparyono et al., 2004). Kondisi ini mendorong para pemulia untuk tetap
melanjutkan perakitan varietas yang tahan terhadap hawar daun bakteri.
Salah satu konsekuensi dari perakitan varietas tahan adalah ketersediaan
plasma nutfah dengan keragaman genetik yang luas untuk dapat digunakan
sebagai tetua persilangan. Keragaman genetik merupakan faktor penting dalam
pemuliaan tanaman. Sifat-sifat gen tanaman padi dari koleksi plasma nutfah
perlu diketahui melalui karakterisasi morfologi, fisiologi, dan evaluasi toleransi
terhadap cekaman biotik maupun abiotik (Suhartini et al., 2003). Plasma nutfah
yang berupa varietas lokal merupakan donor gen dalam membentuk keragaman
genetik tanaman yang menjadi target perbaikan varietas mutlak diperlukan
(Sitaresmi et al., 2013).
Tujuan penelitian ini ialah mengidentifikasi tingkat ketahanan aksesi plasma
nutfah terhadap penyakit hawar daun bakteri, sehingga diperoleh tetua sebagai
pendonor gen tahan hawar daun bakteri yang akan digunakan dalam perakitan
varieats Unggul Baru padi yang tahan terhadap hawar daun bakteri.
274 Roza et al.: Identifikasi Tetua Baru untuk SIfat Ketahanan HDB.....
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji ketahanan plasma nutfah padi terhadap patotipe III pada stadia bibit/
vegetatif yang menunjukkan reaksi sangat tahan terdapat 1 aksesi yaitu Pasir
Honje 2 (1516). Aksesi yang bereaksi tahan terhadap patotipe III pada stadia
yang sama tercatat 25%. Daftar plasma nutfah padi yang tahan terhadap patotipe
III pada stadia bibit ialah: Mundam Paya Kumbu (646), Parosi (678), Rojolele
Subang (703), Toliwang (791), Sereh Sulteng (798), Mongkar (1074), Padi Merah
(1079), Padi Wangi (1396), Lambur (1471), Kasumba (1787), Segajah (2363),
Gojo (2413), Pulut Merah (3909), Genjah Arum (5140), Dekor (5759), Pepe
(5893), NH-2-92 (5895), Nuri Bura (5926), Pete Lambeun (5928), Ekor Hitam
(1053), Padi Durian A (6162), Ketan Wuluh (6182), Rampur Masuli (7736),
Tomas (7938), dan Siam Lantik (7949). Reaksi berkebalikan terjadi pada plasma
nutfah padi terhadap patotipe IV dan VIII pada stadia bibit yang menunjukkan
reaksi 100% rentan (Tabel 2).
Tabel 2. Reaksi aksesi plasma nutfah padi terhadap HDB patotipe III, IV, dan VIII pada stadia vegetatif,.
276 Roza et al.: Identifikasi Tetua Baru untuk SIfat Ketahanan HDB.....
Tabel 2. Lanjutan.
Reaksi plasma nutfah padi terhadap patotipe III pada stadia generatif
menunjukkan reaksi sangat tahan (31%) tahan (43%), agak tahan (14%), dan
rentan (2%). Plasma nutfah padi yang bereaksi sangat tahan terhadap patotipe
III pada stadia generatif adalah: Mey Wuwu (2043); Lumbu (2203); Atomita 2
(4086); Mahakam (4180); Ase Puteh (4676); Selasih (4920); Ranau (4937);
Genjah Arum (5140); Dekor (5759); Gebang (5781); Rampak (5834); Rotan
(5862); Ketan Ganggarangan (5865); Si Macan (5888); NH-2-92 (5895); Pete
Lambeun (5928); Ekor Hitam (1053); Padi Durian A (6162); Ketan Wuluh (6182);
Ketan Gajih (6190); Mayangsari (7064); Randa Kuningan (7090); Sembadra
(7106); Ajir Wulung (7937); Tomas (7938); Mutiara (7955); Ciganjur (7977);
dan Kutuk (7990) (Tabel 3).
Hasil identifikasi aksesi plasma nutfah pada stadia vegetatif dan stadia
generatif yang menunjukkan reaksi sangat tahan dan tahan terhadap patotipe
III diduga memiliki gen tahan berupa Xa-3, Xa-5, Xa-7, dan Xa-21. Hal ini
dibandingkan dengan reaksi galur isogenik IRRI yaitu IRBB3 yang mengandung
gen tahan Xa-3, IRBB5 yang mengandung gen tahan Xa-5, IRBB7 yang
mengandung gen tahan Xa-7, dan IRBB21 yang mengandung gen tahan Xa-21
(Hifni dan Kardin, 1998). Gen tahan Xa7 merupakan salah satu gen tahan
terhadap patogen HDB yang bersifat dominan (Ogawa, 1993). Gen ketahanan
terhadap Ras Xoo dikendalikan oleh gen R mayor dan suatu tanaman akan
menjadi tahan karena tanaman tersebut menghasilkan fitoaleksin sebagai hasil
interaksi inang patogen yang berfungsi untuk menghambat perkembangan bakteri
(Liu et al., 2006).
278 Roza et al.: Identifikasi Tetua Baru untuk SIfat Ketahanan HDB.....
Tabel 3. Lanjutan.
KESIMPULAN
1. Terdapat tujuh aksesi yang bereaksi tahan terhadap penyakit Hawar Daun
Bakteri (HDB) patotipe III yaitu Dekor (5759), NH-2-92 (5895), Pete
Lambeun (5928), Ekor Hitam (1053), Padi Durian A (6162), Ketan Wuluh
(6128) dan Tomas (7938).
280 Roza et al.: Identifikasi Tetua Baru untuk SIfat Ketahanan HDB.....
2. Terdapat dua aksesi yang bereaksi agak tahan terhadap HDB patotipe IV
yaitu NH-2-92 (5895), dan Padi Jambai (6630).
3. Terdapat satu aksesi yang bereaksi tahan terhadap bakteri patotipe VIII
yaitu NH-2-92 (5895), dan dua aksesi yang bereaksi agak tahan yaitu
Lampung Kuning (1070) dan Lumbu (2203).
4. Aksesi plasma nutfah padi yang teridentifikasi tersebut di atas prospektif
untuk dijadikan tetua persilangan dalam merakit VUB padi tahan HDB
spektrum luas.
DAFTAR PUSTAKA
Hifni HR dan Kardin MK. 1998. Pengelompokan isolate Xanthomonas oryzae
pv. oryzae dengan menggunakan galur isogenik IRRI. Hayati (5): 66-
72.
Hifni, H.R., S. Mihardja, E. Soetarwo, Yusida, dan M.K. Kardin. 1996. Penyakit
hawar daun bakteri pada padi sawah masalah dan pemecahannya. Bulletin
AgroBio. 1(1):18-23.
IRRI, 2002. Standard Evaluation System for Rice. IRRI. Philippines.
Jha, G., Rajeswhari, R. and R.V. Shonti. 2007. Functional interplay between
two Xanthomonas oryzae pv. oryzae secretion systems in modulating
virulence on rice. Mol. Plant-Microbe Interact. 20:31-40.
Kadir, T.S. 2012. Standar operasional prosedur (SOP) pengujian ketahanan
galur/varietas padi terhadap hawar daun bakteri, Xanthomonas oryzaepv.
oryzae (Xoo). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementrian Pertanian.
Kadir, T.S. 2009. Menangkal HDB dengan menggilir varietas. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian 31(5): 1-3.
282 Roza et al.: Identifikasi Tetua Baru untuk SIfat Ketahanan HDB.....
Tingkat Serangan Hama dan Penyakit pada Varietas
Unggul Baru Padi Sawah di Kabupaten Konawe
Samrin1 dan Aida Fitri Viva Yuningsih2
1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara
2
Balai Besar Penelitian Tanaman padi
Email: samrinkdi@gmail.com
ABSTRAK
Hama dan penyakit tanaman bersifat dinamis dan perkembangannya
di pengaruhi oleh lingkungan biotik dan abiotik. Pada dasarnya semua
organisme dalam keadaan seimbang (terkendali) jika tidak terganggu
keseimbangan ekologinya. Di lokasi tertentu, hama dan penyakit tertentu
sudah ada sebelumnya atau datang (migrasi) dari tempat lain karena
tertarik pada tanaman padi yang baru tumbuh. Perubahan iklim stadia
tanaman, budidaya, pola tanam, keberadaan musuh alami, dan cara
pengendalian mempengaruhi di namika perkembangan hama dan
penyakit. Kegiatan di laksanakan di Kel. Lalosabila Kec. Wawotobi
Kabupaten Konawe Propinsi Sulawesi Tenggara mulai bulan Januari-
Juni 2016. Tujuan untuk mengetahui intensitas serangan hama dan
penyakit padi sawah di Sulawesi tenggara. Pengamatan hama dan
penyakit dengan intensitas serangannya, pertumbuhan tanaman, dan
produksi dilakukan dengan cara menentukan 10 rumpun contoh secara
diagonal pada tiap-tiap varietas di pertanaman. Hasil pengamatan
tercatat bahwa di lokasi pengkajian terdapat tujuh jenis hama dan
penyakit yang menyerang padi sawah mulai dari fase vegetatif sampai
fase generatif. Jenis-jenis hama tersebut adalah Rattus argentiventer
(tikus), Scirpophaga innotata (penggerek batang padi),
Cnaphalocrocis medinalis (hama putih palsu), Leptocorisa oratorius
(walang sangit) sedangkan untuk jenis penykait adalah Blast (Blas),
Bacterail leaf blight (hawar daun bakteri), Brown spot (bercak
coklat). Dari ketujuh jenis hama dan penyakit yang teramati hama tikus,
penggerek batang dan Penyakit blas merupakan jenis hama dan penyakit
yang menyerang semua jenis varietas unggul baru yang di uji. Produksi
gabah kering panen (GKP) tertinggi dihasilkan oleh varietas Inpari 6
(7,6 t/ha), Inpari 24 (7,1 t/ha), Inpari 15 (6,9 t/ha), Inpari 31 (6,9 t/ha),
Inpari 16 (6,6 t/ha), Ciherang (6,6 t/ha), Mekongga (5,9 t/ha), dan
terendah Inpari 30 (4,5 t/ha).
Kata kunci: OPT, Intensitas serangan, padi sawah.
PENDAHULUAN
Padi merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Di
Sulawesi Tenggara tanaman ini menjadi tanaman pangan utama, sehingga
METODE PENGKAJIAN
Kegiatan ini dilaksanakan di Kelurahan Lalosabila Kecamatan Wawotobi
Kabupaten Konawe pada bulan Januari sampai dengan Juni 2016.
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah enam varietas unggul
baru (VUB) yaitu Inpari 6, Inpari 15, Inpari 16, Inpari 24, Inpari 30, Inpari 31,
dan Mekongga (varietas existing), pupuk, pestisida, karung gabah, peralatan
lapang (hand tracktor, pacul, mistar panjang, caplak, sprayer, timbangan, tali
rapia, arit, tresher dan seed cleaner).
Kegiatan diawali dengan pengolahan lahan menggunakan hand traktor,
kemudian pembuatan tempat persemaian. Penanaman dilakukan pada saat bibit
telah berumur 15-20 hari setelah sebar (HSS). Cara tanam yang di gunakan
adalah sistem jajar legowo 2: 1 dengan jarak tanam 20 x 10 x 40 cm. Pemupukan
berdasarkan hasil analisis PUTS, yaitu pupuk urea 100 kg/ha dan NPK Phonska
350 kg/ha. Cara pemberian pupuk adalah semua dosis pupuk NPK Phonska
diberikan pada umur 7-14 hari setelah tanam (HST) dan pemupukan Urea pada
Tabel 1. Rata-rata intensitas serangan hama dan penyakit padi sawah di Kel. Lalosabila Kec.
Wawotobi musim tanam pertama tahun 2016.
Ket:
PB = Penggerek Batang; BC = Bercak Coklat; WS = Walang sangit; HDB: Hawar Daun Bakteri
HPP: Hama Putih Palsu
Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif dan tinggi
tanaman varietas unggul baru, Kab. Konawe musim tanam pertama 2016
Tabel 3. Rata–rata panjang malai, gabah isi, gabah hampa, bobot 1000 biji dan produktivitas
masing-masing varietas unggul baru.
Kesimpulan
1. Terdapat tujuh jenis hama dan penyakit yang menyerang padi sawah yaitu
Rattus argentiventer (tikus), Scirpophaga innotata (penggerek batang
padi), Nymphula depunctalis (hama putih), Leptocorisa oratorius (walang
sangit) sedangkan untuk jenis penyakit adalah Blast (Blas), Bacterail leaf
blight (Hawar Daun Bakteri), Brown spot (Bercak Coklat), tikus,
penggerek batang dan penyakit blas merupakan jenis hama dan penyakit
yang menyerang semua jenis varietas unggul baru yang di uji
2. Intensitas serangan tertinggi untuk hama tikus terdapat pada varietas
Mekongga (5,55%), tertinggi untuk hama penggerek batang pada varietas
Inpari 6 (6,85%) dan tertinggi untuk penyakit blas pada varietas Mekongga
(6,66%).
3. Produksi tertinggi dihasilkan oleh varietas Inpari 6 (7,6 t/ha), diikuti oleh
Inpari 24 (7,1 t/ha), Inpari 15 (6,9 t/ha), Inpari 31 (6,9 t/ha), Inpari 16(6,6 t/
ha), Mekongga (5,9 t/ha), dan terendah Inpari 30 (4,5 t/ha).
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., Hilman, Suharno, M. Rusman, M.A.Mustaha, Dahya, dan M.T.
Ratule. 2014. Identifikasi kebutuhan teknologi spesifik lokasi Sulawesi
Tenggara. Laporan Hasil Pengkajian di BPTP Sulawesi Tenggara.
Arifin, Z., Suwono, S. Roesmarkam, Suliyanto, dan Satino. 1999. Uji adaptasi
galur harapan padi sawah berumur genjah dan berumur sedang. Prosiding
Seminar hasil penelitian/pengkajian BPTP Karang Ploso. Malang. Badan
Litbang Pertanian hal. 8-13.
Atman roja. 2009. Pengendalian Hama dan penyakit secara terpadu (PHT)
pada padi sawah. Pelatihan Spesipik lokalita kabupaten 50 kota Sumatera
barat, Payakumbuh, 7-18 Oktober. Balai pengkajian Teknologi Pertanian
Sumbar.
BPS Sultra. 2015. Laporan Tahunan BPS Sultra tahun 2014.
Dirjen Perlindungan Tanaman Pangan. 2018. Laporan tahunan Dirjen
Perlindungan Tanaman Pangan.
Harsanti, L., Hanibal, dan Mugiono. 2003. Analisis daya adaptasi 10 galur mutan
padi sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua musim. Zuriat (14) 1:1-7.
Husna, Y. dan Ardian. 2010. Pengaruh penggunaan jarak tanam terhadap
pertumbuhan dan produksi padi sawah (oryza sativa L) varietas IR 42
dengan metode SRI. Jurnal SAGU 9(1): 21-27.
Karim, M.A., dan E. Suhartatik, 2009. Morfologi dan Fisiologi tanaman padi.
ABSTRAK
Penyakit hawar pelepah merupakan salah satu penyakit utama pada
tanaman padi (Oryza sativa) yang disebabkan oleh jamur
Rhizoctonia solani Kuhn. Varietas tahan hawar pelepah belum
ditemukan karena gen ketahanan diatur oleh banyak sifat. Penelitian
dilaksanakan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
tahun 2017. Penelitian bertujuan untuk mencari metode inokulasi yang
tepat dalam skrining ketahanan varietas padi. Varietas padi yang
digunakan adalah Ciherang, Hipa Jatim 2, dan Minghui 63. Penelitian
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat
ulangan. Padi ditanam dalam pot berisi tanah steril. Budidaya padi
berdasarkan rekomendasi layanan konsultasi padi (LKP). Inokulasi
menggunakan agar blok, sklerosia, dan dedak sekam. Data hasil
analisis digambarkan dalam bentuk diagram batang dan dianalisis
lanjutan dengan uji Duncan’s multiple range test (DMRT). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa metode inokulasi Rhizoctonia solani
yang paling tepat adalah menggunakan dedak sekam. Dedak sekam
mengandung miselium aktif yang dapat menginfeksi varietas padi
dengan cepat.
Kata kunci: Padi, hawar pelepah, Rhizoctonia solani, skrining, dedak
sekam.
ABSTRACT
Sheath blight is one of the most destructive disesase in rice caused
by Rhizoctonia solani Kuhn. The resistant varieties have not been
found because resistant genes are regulated by many traits. This
research was conducted in screen house of Indonesian Center
for Rice Research in 2017. The research aim was to find out the
PENDAHULUAN
Penyakit hawar pelepah merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman
padi yang disebabkan oleh jamur Rhizoctonia solani Kuhn. AG1-1A (Ou 1985;
Soenartiningsih et al. 2015; Molina et al. 2016). Tanaman padi yang terinfeksi
penyakit hawar pelepah menjadi mudah rebah dan memiliki kualitas gabah buruk
(Park et al., 2008; Shiobara et al. 2013; Nuryanto 2017; Turaidar et al. 2018).
Penyakit hawar pelepah di Amerika menyebabkan kerugian lebih dari 50% dan
mencapai 20%-30% di Asia (Richa et al. 2016; Turaidar et al. 2018). Di
Indonesia kehilangan hasil sangat variatif tergantung pada faktor lingkungan
dan sistem budidaya tanaman padi (Nuryanto 2017; Nuryanto 2018). Keparahan
penyakit yang ditimbulkan oleh gangguan R. solani antara 6,2% hingga 52,8%
(Nuryanto et al. 2011).
R. solani bertahan hidup di alam dengan membentuk miselium dan
sklerosium. Pengamatan di bawah mikroskop, miselium membentuk sudut 45o,
semakin dewasa percabangannya tegak lurus, kaku, dan mempunyai ukuran
seragam. Benang-benang miselium yang sudah tua berwarna coklat membentuk
agregasi massa yang kompak disebut sklerosium. Sklerosia dapat terbentuk
pada permukaan tanah atau batang padi. Sklerosia memiliki kulit tebal dan keras
sehingga tahan terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
terutama kekeringan dan suhu tinggi (Sumartini 2012). Sklerosia pada awal
pertumbuhan berwarna putih dan setelah dewasa berubah menjadi coklat.
Sklerosia bisa berbentuk bulat atau tidak beraturan, ukurannya bervariasi,
tergantung pada jenis isolat dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi
298 Milati dan Nuryanto: Kajian Metode Inokulasi Penyakit Hawar Pelepah.....
(Soenartiningsih 2015). Keadaan lingkungan yang sesuai akan mempercepat
perkecambahan sklerosium. Sklerosium yang berkecambah selanjutnya
membentuk miselium aktif dan menginfeksi bagian tanaman padi. Jaringan
tanaman yang terinfeksi mengalami gejala nekrotropik yang diawali dengan
bentuk oval berwarna hijau keabuan. Gejala semakin meluas dengan bentuk
yang tidak beraturan. Semakin lama bagian yang sakit berwarna putih keabuan
dan bagian tepi berwarna coklat (Ou 1985). Infeksi R. solani di dalam jaringan
tanaman mengakibatkan proses fotosintesis terhambat, peningkatan respirasi,
dan terbentuknya metabolit sekunder pada tanaman padi (Ghosh et al. 2017).
Miselium biasa ditemukan berkembang pada seresah jerami atau pada gulma di
sekitar pertanaman padi, berbeda dengan sklerosium yang sering terdapat pada
permukaan air terbawa aliran irigasi.
Pengujian ketahanan terhadap penyakit hawar pelepah di lapangan sulit
dilakukan karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut antara lain
ketahanan varietas, kondisi lingkungan (unsur hara, cahaya, air, suhu, dan
kelembapan), serta keberadaaan inang alternatif. Penggunaan varietas tahan
hanya mampu menekan kehilangan hasil 5,1%-10,71% pada daerah endemis.
Hal ini karena ketahanan varietas padi terhadap penyakit hawar pelepah bersifat
poligenik (Shiobara et al. 2013; Wisser et al. 2005; Scholten et al. 2001).
Perubahan kondisi lingkungan menentukan keparahan penyakit dan penurunan
hasil di lapangan. Keberadaan inang alternatif berupa gulma menjadi tempat
tersedianya sumber inokulum R. solani sepanjang musim. Oleh karena itu perlu
dilakukan skrining ketahanan varietas padi di rumah kaca untuk mengurangi
berbagai macam perubahan lingkungan dan sebaran inang alternatif lain.
300 Milati dan Nuryanto: Kajian Metode Inokulasi Penyakit Hawar Pelepah.....
Tabel 1. Penghitungan persentase keparahan penyakit hawar pelepah (IRRI, 2014).
Gambar 1. Keparahan penyakit hawar pelepah pada fase bunting, berbunga, dan pengisian malai.
302 Milati dan Nuryanto: Kajian Metode Inokulasi Penyakit Hawar Pelepah.....
Inokulan yang menunjukkan hasil terbaik adalah dedak sekam. Dedak sekam
mengandung miselium yang aktif tumbuh sehingga dengan mudah dapat
menginfeksi varietas padi (Park et al., 2008). Inokulan dedak sekam
menunjukkan respon rentan terhadap R. solani pada ketiga varietas yang diuji.
Ciherang pada fase bunting sudah bereaksi rentan dan menjadi sangat rentan
pada fase pengisian malai. Minghui 63 dan Hipa Jatim 2 masih agak tahan pada
fase bunting dan menjadi retan pada fase pembungaan dan pengisian malai.
Inokulum yang seragam (miselium) yang aktif tumbuh akan menghasilkan infeksi
yang cepat serta meningkatkan kemampuan respon varietas terhadap patogen
(Jia et al., 2007).
Varietas Ciherang, Hipa Jatim 2, dan Minghui 63 berekasi rentan pada
semua perlakuan yang diujikan (Tabel 2). Penggunaan varietas yang mengandung
gen tahan hanya memberikan ketahanan secara parsial. Ketahanan tanaman
terhadap R. solani diatur oleh banyak gen (poligenik) (Jia et al., 2012).
Ketahanan tanaman lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. (Park et.
al., 2008; Nuryanto 2017; Nuryanto 2018).
Hasil skrining dari ketiga varietas menunjukkan bahwa Ciherang dapat
dijadikan sebagai kontrol rentan karena menunjukkan keparahan penyakit yang
tinggi secara nyata pada fase bunting, pembungaan, dan pengisian malai. Hal
ini sesuai dengan penelitian Muslim et al, (2012). Ciherang memiliki bentuk
tanaman yang pendek dan anakan banyak sehingga menciptakan iklim mikro
yang sesuai untuk perkembangan R. solani (Irawati et al., 2011; Nuryanto et
al., 2010; Nuryanto, 2017). Rata-rata keparahan penyakit varietas Ciherang
pada perlakuan agar blok, sklerosia, dan dedak sekam adalah 12,50% pada
fase bunting, 35,14% pada fase berbunga, dan 37,23% pada fase pengisian
malai. Varietas Minghui 63 merupakan kontrol tahan karena mengandung gen
tahan qSB5 dan qSB9 (Wisser et al., 2005, Han et al., 2003. Shiobara et al.,
2013; Zuo et al., 2014). Hipa Jatim 2 merupakan varietas unggul hibrida yang
memiliki produksi tinggi (Wahab et al., 2017). Minghui 63 dan Hipa Jatim 2
pada fase bunting tidak menunjukkan keparahan penyakit yang berbeda yaitu
10,0% dan 8,75%. Minghui 63 pada fase berbunga memiliki keparahan penyakit
34,17% tidak berbeda nyata dengan Ciherang tetapi berbeda nyata dengan Hipa
Jatim 2 yaitu 29,31%. Keparahan penyakit pada varietas Minghui 63 pada fase
pengisian malai turun menjadi 30,56% dan tidak berbeda nyata dengan Hipa
Jatim 2 yaitu 27,22%.
Infeksi R. solani selain mempengaruhi keparahan penyakit juga
menyebabkan pengisian malai tidak sempurna sehingga gabah menjadi hampa
(Yellareddygari et al., 2014; Nuryanto 2017; Turaidar et al., 2018). Penjelasan
Varietas
Perlakuan Rata-rata
Ciherang Minghui 63 Hipa Jatim 2
Fase bunting
Kontrol 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 d
Agar blok 2,22 ± 2,56 6,11 ± 2,13 3,89 ± 2,80 4,07 c
Sklerotia 16,67 ± 7,59 10,56 ± 3,80 7,78 ± 2,87 11,67 b
Dedak sekam 31,11 ± 4,44 23,33 ± 2,22 23,33 ± 2,22 25,92 a
Rata-rata 12,50 a 10,00 b 8,75 b
DMRT (%) 2,37
Fase berbunga
Kontrol 1,11 ± 2,22 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,37 d
Agar blok 18,33 ± 4,93 33,34 ± 11,48 21,67 ± 4,93 24,45 c
Sklerotia 51,11 ± 6,28 40,00 ± 4,45 38,89 ± 6,67 43,33 b
Dedak sekam 70,00 ± 2,22 63,33 ± 4,26 56,67 ± 7,58 63,33 a
Rata-rata 35,14 a 34,17 a 29,31 b
DMRT (%) 4,56
Angka satu kelompok yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan
(DMRT) taraf 5%
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang terdapat pada tabel 3. Hasil gabah
pada inokulasi dengan media dedak sekam menunjukkan hasil paling rendah
yaitu 26,94g dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol yaitu 32,28g.
hasil gabah rendah dapat dipengaruhi oleh pengisian gabah yang tidak sempurna
sehingga menyebabkan butir gabah tidak bernas. Hal ini diketahui dari bobot
1000 butir gabah. Kontrol menunjukkan bobot tertinggi yaitu 25.04g berbeda
nyata dengan perlakuan dedak sekam yaitu 23,45g. Perkembangan infeksi R.
solani dimulai pada saat tanaman padi memasuki fase anakan maksimum
(Turaidar et al., 2018). Kanopi tanaman yang menutup rapat menciptakan iklim
mikro yang sesuai untuk perkembangan dan penyebaran patogen. Patogen terus
berkembang hingga fase generatif akhir pertumbuhan padi. Infeksi R. solani
304 Milati dan Nuryanto: Kajian Metode Inokulasi Penyakit Hawar Pelepah.....
Tabel 3. Hasil produksi gabah terinfeksi penyakit hawar pelepah, Sukamandi, 2017.
Angka satu kelompok yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji
Duncan (DMRT) taraf 5%
KESIMPULAN
Metode inokulasi yang paling efektif untuk skrining ketahanan varietas padi
terhadap penyakit hawar pelepah adalah menggunakan media sekam dedak.
Media sekam dedak mengandung miselium aktif yang dapat menginfeksi varietas
padi dengan cepat sehingga memberikan hasil yang lebih akurat dan stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Ghosh,S., P. Kanwar, and G. Jha. 2017. Alteration in rice chloroplast integrity,
photosynthesis and metabolome associated with pathogenesis of
Rhizoctinia solani. Scientific Reports 7(41610): 1-12.
306 Milati dan Nuryanto: Kajian Metode Inokulasi Penyakit Hawar Pelepah.....
sentra-sentra penghasil padi jawa tengah dan daerah istimewa yogyakarta.
Jurnal Budidaya Pertanian 7(1): 1-7.
Nuryanto, B.. A. Priyatmojo., B. Hadisutrisno, and B.H. Sunarminto. 2010.
Hubungan antara inokulum awal patogen dengan perkembangan penyakit
hawar upih pada padi varietas ciherang. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia 16(2): 55-61.
Ou, S. H. 1985. Rice Disease. Commonwealth Mycological Institute. Cambrian
News. Great Britain.
Park, D. S., R. J. Sayler, Y. G. Hong, M. Han, and Y. Yang. 2008. A method for
inoculation and evaluation of rice sheath blight disease. Plant Dis. 92: 25-
29.
Richa, K., I. M. Tiwari, M. Kumari, B. N. Devanna, H. Sonah, A. Kumari, R.
Nagar, V. Sharma, J. R. Botella, and T. R. Sharma. 2016. Functional
characterization of novel chitinase genes present in the sheath blight
resistance QTL: qSBR11-1 in rice line tetep. Frontiers in Plant Science
7(244): 1-10.
Richa, K., I.M. Tiwari, M. Kumari, B.N. Devanna, H. Sonah, A.Kumari, R.
Nagar, V. Sharma, J.R. Botella, and T.R. Sharma. 2016. Functional
characterization of novel chitinase genes present in the sheath blight
resistance QTL: qSBR11-1 in rice line Tetep. Frontiers in Plant Science
7(244): 1-10.
Rodrigues, F. A., F. X. R. Vale, L. E. Datnoff, A. S. Prhabu, and G. H. Kordofer.
2003. Effect of rice growth stage and silicon on sheath blight development.
Phytopatology 93(3): 256-261.
Scholten, O. E, L. W. Panella., T. S. M. De Bock., and W. Lange. 2001. A
green house test for screening sugar beet (Beta vulgaris) for resistance
to Rhizoctonia solani. European Journal of Plant Pathology 107:
161-166.
Shiobara, F. T., H. Ozaki, H. Sato, H. Maeda, Y. Kojima, T. Ebitani, and M.
Yano. 2013. Mapping and validation of QTLs fr rice sheath blight
resistance. Breeding Science 63: 301-308.
Sooenartiningsih, M. Akil, and N. N. Andayani. 2015. Cendawan tular tanah
(Rhizoctonia solani) penyebab penyakit busuk pelepah pada tanaman
jagung dan sorgum dengan komponen pengendaliannya. IPTEK Tanaman
Pangan 10(2): 85-91.
308 Milati dan Nuryanto: Kajian Metode Inokulasi Penyakit Hawar Pelepah.....
Ketahanan Galur-Galur Padi Tadah Hujan terhadap
Wereng Coklat Biotipe 1
Dede Munawar, Rahmini, dan Untung Susanto
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Jl. Raya No. 9 Sukamandi Subang Jawa Barat 41256
Email: munawardede77@gmail.com
ABSTRAK
Uji massal ketahanan galur padi tadah hujan terhadap wereng coklat
biotipe 1 dilakukan dirumah kaca BB Padi pada tahun 2017. Galur
yang diuji terhadap wereng coklat biotipe 1 sebanyak 588. Untuk
mendapatkan nimfa wereng yang seragam, maka 25 pasang imago
wereng coklat dimasukkan pada satu rumpun padi dalam suatu
kurungan dengan waktu pemaparan selama 1-2 malam, setelah itu
wereng induknya diambil lagi, dan telur didalam tanaman dipelihara
sampai instar 2-3. Instar inilah yang akan dipakai untuk diinfestasikan
pada tanaman yang akan diuji. Dengan 3 varietas differensial TN1,
Rathu Heenati, PTB33, disemaikan dalam box berukuran 200 x 75 x
20 cm yang berisi tanah dari Lembang Jawa Barat. Tanah dalam
boks dibagi tiga sehingga setiap bagian ada 20cm. Tiap-tiap galur
disemaikan sebanyak 25 biji pada alur sepanjang 20cm. Dibaris pinggir
ditempatkan varietas TN1 yang rentan, Varietas diferensial yang tahan
ditempatkan dibaris tengah sebagai fokus tekanan wereng coklat.
Lima hari setelah semai diadakan penjarangan dengan disisakan 20
tanaman setiap galur/varietas. Bibit padi tersebut diinfestasi dengan
8 ekor wereng coklat instar 2-3. Perhitungan atau skoring kerusakan
dilakukan pada 7-10 hari setelah infestasi, sebab pada saat ini 90%
varietas cek rentan TN1 mati. Skor berdasarkan Standard Evaluation
System for Rice (2014) dari IRRI. Hasil pengujian menunjukan bahwa
dari 588 galur tadah hujan yang diuji ketahanannya terhadap wereng
coklat biotipe 1 menunjukan reaksi tahan sampai dengan sangat
rentan. Galur yang menunjukan skor 1 (tahan) sebanyak 16 galur (2,
72%), galur skor 3 (AT, agak tahan) sebanyak 309 galur (52, 04%),
galur skor 5 (AR, agak rentan) sebanyak 190 galur atau (32, 31%,
galur skor 7 R (rentan) sebanyak 68 galur (11, 56%, galur skor 9 (SR,
sangat rentan) 1 galur 0, 17%, dari 588 galur yang di uji, galur yang
tidak tumbuh sebanyak 3 galur.
Skor Gejala
Tiap-tiap galur disemaikan sebanyak 25 biji pada alur sepanjang 20 cm. Dibaris
pinggir ditempatkan varietas TN1 yang rentan. Varietas diferensial yang tahan
ditempatkan dibaris tengah sebagai fokus tekanan seleksi terhadap wereng
coklat. Di lain pihak galur dan varietas lain ditempatkan acak diantara varietas
rentan.
Lima hari setelah semai diadakan penjarangan dengan disisakan 20 batang
setiap galur/varietas. Kemudian bibit tersebut diinfestasi dengan wereng biotipe
1 secara merata dan tiap-tiap batang diinfestasi dengan 8 ekor nimfa. Jumlah
nimfa yang diinfestasikan tergantung dari banyaknya galur yang diuji dan
banyaknya batang padi/bibit. Perhitungan atau skoring kerusakan dilakukan pada
7-10 hari setelah infestasi, atau pada saat 90% varietas cek rentan TN1 mati.
Skoring ditentukan berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (2014)
dari IRRI sebagai berikut (Tabel 1).
Skrining massal galur tadah hujan terhadap wereng coklat biotipe 1 dilakukan
tanpa ulangan. Ketahanan galur padi terhadap wereng coklat ditentukan
berdasarkan hasil pengamatan atau skoring. Skor berada pada nilai 0=Sangat
tahan dengan kode ST, nilai 1 = Tahan dengan kode T, nilai 3 = agak tahan kode
AT, nilai 5 = Agak Rentan dengan kode AR, nilai 7 = Rentan dengan kode R,
dan nilai 9 = Sangat Rentan dengan kode SR.
Tabel 2. Galur-galur padi tadah hujan dengan respon Tahan (T) Sukamandi, 2017.
12 BP18354-1-1-JK-1-IND-1-SKI-4-PWK-1-SKI-1-0 1 T
13 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-2-PWK-2-SKI-3-0 1 T
14 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-6-PWK-3-SKI-1-2 1 T
15 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-6-PWK-3-SKI-1-1 1 T
16 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-2-PWK-2-SKI-3-0 1 T
33 BP17580-2-0-JK-0-IND-2-SKI-1-PWK-1-SKI-1-2 1 T
63 BP17298M-14-1-4 1 T
105 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-2-PWK-3-SKI-1-1 1 T
106 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-7-PWK-1-SKI-2-1 1 T
107 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-7-PWK-2-SKI-5-1 1 T
110 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-7-PWK-3-SKI-4-1 1 T
111 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-2-SKI-0-3-PWK-3-SKI-5-1 1 T
115 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-7-PWK-2-SKI-2-2 1 T
164 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-7-PWK-2-SKI-3-2 1 T
165 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-7-PWK-2-SKI-3-1 1 T
166 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-2-PWK-3-SKI-1-1 1 T
Keterangan: T = Tahan
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A. Latief. 2003. Ilmu Peyakit Tumbuhan. Bayumedia Publishing, Malang.
Baehaki, B.E, A. Kartohardjono, D. Munawar. 2011. Peran Varietas Tahan
dalam Menurunkan Populasi Wereng Coklat Biotipe 4 pada Tanaman
Padi. Penelitian Pertanian. Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian. Vol30,
No.3, 145-153p
Baehaki, B.E. 2010. Ledakan wereng coklat dan virus kerdil mengancam
peningkatan produksi padi nasional. Disampaikan pada Peringatan Ulang
Tahun Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) Ke-40 Tahun 2010.
Yogyakarta, 1-2 Oktober 2010
Baehaki, B.E. 2012. Perkembangan Biotipe Hama Wereng Coklat pada
Tanaman Padi. IPTEK Tanaman Pangan Vol. 7 No. 1 2012. Puslitbangtan.
Badan Litbang, p8-17.
Catindig, J.L.A, G.S. Arida, S.E. Baehaki, J.S. Bentur, L.Q. Cuong, M. Norowi,
W. Rattanakarn, W. Sriratanasak, J. Xia, and Z. Lu. 2008. Situation of
Planthoppers in Asia. International Conference on Planthopper-New
Threat to the Sustainability on Intensive Rice Production System in Asia.
Held at IRRI in 23-25 Juni 2008. 37p
Cheng. J. 2008. New Development of Rice Planthopper Problems and Relevant
Causes in China Institute of Insect Sciences Zhejiang University,
Hangzhou, China. International Conference on Planthopper-New Threat
to the Sustainability on Intensive Rice Production System in Asia. Held
at IRRI in 23-25 Juni 2008.
IRRI, 2014. Standard Evaluation System For Rice . IRRI. Manila, Philippines.
1 BP29308-1-CRB-0-SKI-0-8-PWK-1-SKI-1-1 TT TT TT
2 BP18322-3-2-JK-0-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-4-5 5 5 AR
3 BP18322-3-2-JK-0-IND-1-SKI-6-PWK-3-SKI-4-2 5 5 AR
4 BP18322-3-2-JK-0-IND-1-SKI-7-PWK-1-SKI-2-1 5 5 AR
5 BP18322-3-2-JK-0-IND-1-SKI-7-PWK-1-SKI-2-2 5 5 AR
6 BP18322-3-2-JK-0-IND-1-SKI-7-PWK-1-SKI-4-1 3 3 AT
7 BP18322-3-2-JK-0-IND-1-SKI-7-PWK-1-SKI-4-2 3 3 AT
8 BP18322-3-2-JK-0-IND-1-SKI-7-PWK-1-SKI-4-3 3 3 AT
9 BP18322-3-2-JK-0-IND-1-SKI-10-PWK-3-SKI-4-1 5 5 AR
10 BP18322-3-2-JK-0-IND-2-SKI-1-PWK-3-SKI-1-1 3 3 AT
11 BP18322-3-2-JK-0-IND-2-SKI-1-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
12 BP18354-1-1-JK-1-IND-1-SKI-4-PWK-1-SKI-1-0 1 1 T
13 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-2-PWK-2-SKI-3-0 1 1 T
14 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-2-PWK-2-SKI-3-0 1 1 T
15 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-6-PWK-3-SKI-1-1 1 1 T
16 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-6-PWK-3-SKI-1-2 1 1 T
17 BP18358-1-3-JK-2-IND-3-SKI-6-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
18 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-1-0 3 3 AT
19 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-2-0 3 3 AT
20 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-3-0 3 3 AT
21 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-1-0 3 3 AT
22 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-4-0 5 5 AR
23 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-5-0 3 3 AT
24 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-1-0 3 3 AT
25 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
26 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-3-3 3 3 AT
27 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-5-0 3 3 AT
28 BP18360-2-1-JK-3-IND-1-SKI-8-PWK-3-SKI-5-3 3 3 AT
29 BP18360-2-3-JK-1-IND-1-SKI-7-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
30 BP18360-2-3-JK-1-IND-1-SKI-7-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
31 BP18360-3-2-JK-2-IND-2-SKI-3-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
32 BP18360-3-2-JK-2-IND-2-SKI-6-PWK-2-SKI-1-2 3 3 AT
33 BP17580-2-0-JK-0-IND-2-SKI-1-PWK-1-SKI-1-2 1 1 T
34 BP17586-2-0-JK-3-IND-1-SKI-9-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
35 BP17586-2-0-JK-3-IND-1-SKI-10-PWK-3-SKI-1-1 3 3 AT
36 BP17586-2-0-JK-3-IND-1-SKI-10-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
37 BP18406c-JK-1-IND-0-SKI-4-PWK-3-SKI-4-1 5 5 AR
38 BP18322-1-3-JK-2-IND-0-SKI-6-PWK-1-SKI-1-1 5 5 AR
39 BP18322-3-2-JK-0-IND-2-SKI-10-PWK-2-SKI-1-1 3 3 AT
40 BP18354-1-2-JK-3-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-1-0 5 5 AR
41 BP18356-3-1-JK-1-IND-1-SKI-2-PWK-3-SKI-5 5 5 AR
42 BP18360-2-3-JK-1-IND-1-SKI-4-PWK-1-SKI-1 5 5 AR
43 BP29790d-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
44 BP29790d-PWK-2-SKI-1-12 5 5 AR
45 BP29790d-PWK-2-SKI-1-13 3 3 AT
46 BP29790d-PWK-2-SKI-1-14 3 3 AT
47 BP29790d-PWK-2-SKI-2-4 3 3 AT
48 BP29790d-PWK-2-SKI-2-11 5 5 AR
49 BP29790d-PWK-2-SKI-2-12 5 5 AR
50 BP29790d-PWK-2-SKI-3-2 7 7 R
51 BP29790d-PWK-2-SKI-3-6 7 7 R
52 BP29790d-PWK-2-SKI-3-14 7 7 R
53 BP29793d-PWK-1-SKI-1-3 5 5 AR
54 CT 18491-7-3-1-4-1P-JK-0-SKI-1-1 3 3 AT
55 IR 55423-01 (NSIC RC9)-JK-0-SKI-1-1 5 5 AR
56 IR 04A117-JK-0-SKI-1-1 5 5 AR
57 IR 04A117-JK-0-SKI-1-2 3 3 AT
58 IR 04A117-JK-0-SKI-1-5 3 3 AT
59 BP17280M-50-2-3 3 3 AT
60 BP17298M-12-1-1 3 3 AT
61 BP17298M-14-1-2 3 3 AT
62 BP17298M-14-1-3 3 3 AT
63 BP17298M-14-1-4 1 1 T
64 BP17280M-15-1-2 3 3 AT
65 BP17280M-15-1-4 5 5 AR
66 BP17280M-15-2-5 5 5 AR
67 BP17280M-15-3-2 5 5 AR
68 BP17280M-15-3-3 3 3 AT
69 BP 30928-5-2-0-5 3 3 AT
70 BP29793d-WBC1-SKI-1-1 5 5 AR
71 BP29793d-WBC1-SKI-1-2 5 5 AR
72 BP29793d-WBC1-SKI-1-3 5 5 AR
73 BP29793d-WBC1-SKI-1-4 5 5 AR
74 BP29793d-WBC1-SKI-1-5 5 5 AR
75 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-1 5 5 AR
76 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-2 5 5 AR
77 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-3 5 5 AR
78 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-4 5 5 AR
79 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-5 3 3 AT
80 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-6 3 3 AT
81 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-7 5 5 AR
82 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-8 3 3 AT
83 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-9 3 3 AT
84 BP19016b-JK-1-IND-1-SKI-0-WBC1-SKI-1-10 3 3 AT
85 SR34131(96)-1-1-1-7 5 5 AR
86 SR34131(96)-1-1-1-8 5 5 AR
87 SR34132(17)-1-1-1-1 5 5 AR
88 SR34132(17)-1-1-1-2 5 5 AR
89 SR34132(17)-1-1-1-6 5 5 AR
90 SR34132(17)-1-1-1-7 5 5 AR
91 SR34132(17)-1-1-1-8 5 5 AR
92 IR 77382-4-1-23-1-2-B-B-0-IND-0-SKI-2-PWK-2-SKI-1-1 3 3 AT
93 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-1-SKI-2-6-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
94 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-1-SKI-2-6-PWK-1-SKI-3-1 3 3 AT
95 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-1-SKI-2-6-PWK-1-SKI-3-2 3 3 AT
96 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-1-SKI-2-8-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
97 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-1-SKI-2-8-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
98 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-2-SKI-2-6-PWK-3-SKI-1-1 3 3 AT
99 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-2-SKI-2-6-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
100 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-2-SKI-2-6-PWK-3-SKI-4-1 3 3 AT
101 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-2-SKI-2-7-PWK-2-SKI-1-1 TT TT TT
102 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-2-SKI-2-7-PWK-2-SKI-3-1 3 3 AT
103 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-7-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
104 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-7-PWK-3-SKI-5-1 3 3 AT
105 PR40780b-6-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-8-PWK-1-SKI-2-1 1 1 T
106 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-2-PWK-3-SKI-1-1 1 1 T
107 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-7-PWK-1-SKI-2-1 1 1 T
108 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-7-PWK-1-SKI-4-1 3 3 AT
109 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-7-PWK-1-SKI-5-1 3 3 AT
110 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-7-PWK-2-SKI-5-1 1 1 T
111 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-1-SKI-1-7-PWK-3-SKI-4-1 1 1 T
112 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-2-SKI-0-3-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
113 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-2-SKI-0-3-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
114 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-2-SKI-0-3-PWK-3-SKI-4-1 TA TA TA
115 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-2-SKI-0-3-PWK-3-SKI-5-1 1 1 T
116 PR40781b-3-4-SBY-0-CRB-3-SKI-1-9-PWK-1-SKI-4-1 3 3 AT
117 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-1-SKI-2-5-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
118 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-1-SKI-2-5-PWK-2-SKI-4-1 3 3 AT
119 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-1-SKI-2-6-PWK-1-SKI-5-1 3 3 AT
120 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-5-PWK-3-SKI-5-1 3 3 AT
121 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-5-PWK-3-SKI-5-2 5 5 AR
122 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-6-PWK-1-SKI-1-0 5 5 AR
123 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-6-PWK-1-SKI-4-0 5 5 AR
124 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-6-PWK-2-SKI-1-0 5 5 AR
125 PR40781b-3-5-SBY-0-CRB-3-SKI-1-8-PWK-2-SKI-4-2 5 5 AR
126 PR40781b-5-3-SBY-0-CRB-1-SKI-1-2-PWK-1-SKI-4-0 3 3 AT
127 PR40781b-5-3-SBY-0-CRB-1-SKI-1-2-PWK-1-SKI-5-0 5 5 AR
128 PR40781b-5-3-SBY-0-CRB-1-SKI-1-5-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
129 PR40781b-5-3-SBY-0-CRB-1-SKI-1-5-PWK-1-SKI-3-0 3 3 AT
130 PR40781b-5-3-SBY-0-CRB-1-SKI-1-5-PWK-2-SKI-3-0 3 3 AT
131 PR40781b-5-3-SBY-0-CRB-1-SKI-1-5-PWK-3-SKI-5-0 3 3 AT
132 PR40781b-9-5-SBY-0-CRB-1-SKI-1-1-PWK-3-SKI-1-0 5 5 AR
133 BP18360-4-3-JK-1-IND-1-SKI-10-PWK-2-SKI-1-0 5 5 AR
134 BP18358-2-1-JK-1-IND-2-SKI-4-PWK-2-SKI-1-1 3 3 AT
135 BP17606d-IND-1-SKI-2-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
136 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-3-PWK-1-SKI-1-0 3 3 AT
137 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-3-PWK-1-SKI-2-0 3 3 AT
138 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-3-PWK-1-SKI-3-0 3 3 AT
139 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-3-PWK-1-SKI-5-1 3 3 AT
140 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-3-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
141 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-3-PWK-3-SKI-4-1 5 5 AR
142 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-8-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
143 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-8-PWK-2-SKI-1-2 7 7 R
144 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-8-PWK-3-SKI-3-1 7 7 R
145 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-8-PWK-3-SKI-4-0 7 7 R
146 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-8-PWK-3-SKI-5-0 7 7 R
147 BP17228c-SKI-2-IND-0-SKI-2-PWK-1-SKI-5-1 7 7 R
148 BP17228c-SKI-2-IND-0-SKI-2-PWK-3-SKI-3-0 7 7 R
149 BP17228c-SKI-2-IND-0-SKI-3-PWK-1-SKI-3-0 7 7 R
150 BP17228c-SKI-2-IND-0-SKI-4-PWK-1-SKI-1-1 7 7 R
151 BP17236c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-1-0 7 7 R
152 BP20104c-SKI-3-IND-2-SKI-6-PWK-2-SKI-2-0 7 7 R
153 BP20104c-SKI-3-IND-2-SKI-6-PWK-3-SKI-1-0 7 7 R
154 BP20098-5-SKI-2-IND-0-SKI-4-PWK-1-SKI-1-1 7 7 R
155 BP20098-5-SKI-2-IND-0-SKI-4-PWK-1-SKI-2-0 7 7 R
156 BP20098-5-SKI-2-IND-0-SKI-4-PWK-2-SKI-2-0 3 3 AT
157 BP20098-5-SKI-2-IND-0-SKI-4-PWK-3-SKI-1-0 7 7 R
158 BP20098-5-SKI-2-IND-0-SKI-4-PWK-3-SKI-2-0 5 5 AR
159 BP20098-5-SKI-2-IND-0-SKI-4-PWK-3-SKI-3-0 3 3 AT
160 BP17230c-SKI-1-IND-2-SKI-3-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
161 BP20206-1-SBY-2-CRB-0-SKI-0-6-PWK-1-SKI-1-0 3 3 AT
162 BP20190-1-SBY-1-CRB-0-SKI-0-3-PWK-1-SKI-2-0 3 3 AT
163 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-7-PWK-2-SKI-2-1 3 3 AT
164 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-7-PWK-2-SKI-2-2 1 1 T
165 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-7-PWK-2-SKI-3-1 1 1 T
166 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-7-PWK-2-SKI-3-2 1 1 T
167 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-8-PWK-1-SKI-2-1 3 3 AT
168 BP29312-1-CRB-0-SKI-0-8-PWK-1-SKI-3-2 3 3 AT
169 BP29337-2-CRB-0-SKI-0-7-PWK-1-SKI-3-1 3 3 AT
170 BP29337-2-CRB-0-SKI-0-7-PWK-1-SKI-3-3 3 3 AT
171 BP30074d-PWK-1-SKI-1-0 3 3 AT
172 HHZ 8-SAL6-SAL3-Y1-SKI-0-3-1-B-PWK-3-SKI-1-0 3 3 AT
173 HHZ 11-Y10-DT3-Y3-SKI-2-1-1-B-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
174 HHZ 11-Y10-DT3-Y3-SKI-2-1-1-B-PWK-1-SKI-1-2 5 5 AR
175 HHZ 11-Y10-DT3-Y3-SKI-2-1-1-B-PWK-1-SKI-1-5 5 5 AR
176 HHZ 11-Y10-DT3-Y3-SKI-2-1-1-B-PWK-1-SKI-1-6 5 5 AR
177 HHZ 11-Y10-DT3-Y3-SKI-2-1-1-B-PWK-1-SKI-1-7 3 3 AT
178 HHZ 11-Y10-DT3-Y3-SKI-2-1-1-B-PWK-1-SKI-1-8 5 5 AR
179 HHZ 11-Y10-DT3-Y3-SKI-2-1-1-B-PWK-1-SKI-1-9 5 5 AR
180 HHZ 11-Y10-DT3-Y3-SKI-2-1-1-B-PWK-1-SKI-1-10 3 3 AT
181 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-1-1 3 3 AT
182 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-1-2 3 3 AT
183 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-1-4 3 3 AT
184 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-2-1 5 5 AR
185 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-2-2 5 5 AR
186 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-2-SKI-2-3 5 5 AR
187 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-3-SKI-2-1 3 3 AT
188 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-3-SKI-2-2 3 3 AT
189 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-3-SKI-2-3 3 3 AT
190 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-3-SKI-5-1 3 3 AT
191 BP20106c-SKI-1-2-7-1-PWK-3-SKI-5-2 5 5 AR
192 BP20106c-SKI-1-2-7-8-PWK-2-SKI-2-1 7 7 R
193 BP20106c-SKI-1-2-7-8-PWK-2-SKI-2-2 7 7 R
194 BP20106c-SKI-1-2-7-8-PWK-2-SKI-2-3 7 7 R
195 BP20106c-SKI-1-2-7-8-PWK-2-SKI-3-1 7 7 R
196 BP20106c-SKI-1-2-7-8-PWK-2-SKI-5-1 7 7 R
197 BP20106c-SKI-1-2-7-8-PWK-2-SKI-5-2 7 7 R
198 BP20106c-SKI-1-2-7-8-PWK-3-SKI-1-2 7 7 R
199 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-1-1 7 7 R
200 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-1-2 7 7 R
201 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-1-3 TT TT TT
202 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-3-1 7 7 R
203 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-3-2 7 7 R
204 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-3-3 7 7 R
205 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-4-1 7 7 R
206 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-4-2 7 7 R
207 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-1-SKI-4-3 7 7 R
208 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
209 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-1-2 5 5 AR
210 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-1-3 5 5 AR
211 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-2-1 5 5 AR
212 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-2-2 5 5 AR
213 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-2-3 5 5 AR
214 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-3-1 5 5 AR
215 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-5-1 5 5 AR
216 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-5-2 5 5 AR
217 BP20106c-SKI-1-2-9-6-PWK-3-SKI-5-3 5 5 AR
218 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-2-SKI-1-2 5 5 AR
219 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-2-SKI-1-3 5 5 AR
220 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-2-SKI-3-1 5 5 AR
221 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-2-SKI-4-1 5 5 AR
222 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-2-SKI-5-1 5 5 AR
223 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-2-SKI-5-2 5 5 AR
224 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-2-SKI-5-3 5 5 AR
225 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
226 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-3-SKI-1-2 5 5 AR
227 BP20106c-SKI-2-1-5-2-PWK-3-SKI-1-3 5 5 AR
228 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-1-SKI-1-1 5 5 AR
229 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-2-SKI-3-1 5 5 AR
230 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-2-SKI-3-2 5 5 AR
231 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-2-SKI-3-3 5 5 AR
232 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-2-SKI-4-1 5 5 AR
233 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-2-SKI-5-1 5 5 AR
234 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-3-SKI-2-2 7 7 R
235 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-3-SKI-2-3 5 5 AR
236 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-3-SKI-3-2 5 5 AR
237 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-3-SKI-3-3 5 5 AR
238 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-3-SKI-4-1 5 5 AR
239 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-3-SKI-5-1 5 5 AR
240 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-3-SKI-5-2 7 7 R
241 BP20106c-SKI-2-1-9-4-PWK-3-SKI-5-3 7 7 R
242 BP17242c-SKI-1-3-2-5-PWK-1-SKI-1-1 7 7 R
243 BP17242c-SKI-1-3-2-5-PWK-1-SKI-1-2 7 7 R
244 BP17242c-SKI-1-3-2-5-PWK-1-SKI-1-3 5 5 AR
245 BP17242c-SKI-1-3-2-5-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
246 BP17242c-SKI-1-3-2-5-PWK-3-SKI-1-2 7 7 R
247 BP20114c-SKI-1-1-1-2-PWK-1-SKI-1-1 7 7 R
248 BP20114c-SKI-1-1-1-2-PWK-1-SKI-1-2 5 5 AR
249 BP20114c-SKI-1-1-1-2-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
250 BP20452e-PWK-0-SKI-1-2 5 5 AR
251 BP20452e-PWK-0-SKI-1-3 5 5 AR
252 BP20452e-PWK-0-SKI-1-5 5 5 AR
253 BP20452e-PWK-0-SKI-1-6 5 5 AR
254 BP20452e-PWK-0-SKI-1-7 5 5 AR
255 BP20452e-PWK-0-SKI-1-8 3 3 AT
256 BP20452e-PWK-0-SKI-1-9 3 3 AT
257 BP20452e-PWK-0-SKI-1-10 3 3 AT
258 BP20452e-PWK-0-SKI-1-11 3 3 AT
259 BP20452e-PWK-0-SKI-1-12 3 3 AT
260 BP20452e-PWK-0-SKI-1-13 3 3 AT
261 BP20452e-PWK-0-SKI-1-15 3 3 AT
262 BP20452e-PWK-0-SKI-2-4 3 3 AT
263 BP20452e-PWK-0-SKI-2-5 3 3 AT
264 BP20452e-PWK-0-SKI-2-6 3 3 AT
265 BP20452e-PWK-0-SKI-2-7 3 3 AT
266 BP20452e-PWK-0-SKI-2-8 3 3 AT
267 BP20452e-PWK-0-SKI-2-9 3 3 AT
268 BP20452e-PWK-0-SKI-2-10 3 3 AT
269 BP20452e-PWK-0-SKI-2-13 3 3 AT
270 BP20452e-PWK-0-SKI-3-6 3 3 AT
271 BP20452e-PWK-0-SKI-3-10 3 3 AT
272 BP20452e-PWK-0-SKI-3-11 3 3 AT
273 BP20452e-PWK-0-SKI-3-12 3 3 AT
274 BP20452e-PWK-0-SKI-3-13 3 3 AT
275 BP20452e-PWK-0-SKI-3-14 3 3 AT
276 BP29715d-PWK-2-SKI-2-2 3 3 AT
277 BP29715d-PWK-2-SKI-3-1 3 3 AT
278 BP29715d-PWK-2-SKI-3-2 5 5 AR
279 BP29720d-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
280 BP29757d-PWK-1-SKI-3-1 5 5 AR
281 BP29757d-PWK-1-SKI-3-2 5 5 AR
282 BP29757d-PWK-1-SKI-3-3 5 5 AR
283 BP29760d-PWK-1-SKI-3-1 7 7 R
284 BP29760d-PWK-1-SKI-3-2 7 7 R
285 BP29760d-PWK-1-SKI-3-3 7 7 R
286 BP29762d-PWK-1-SKI-1-1 7 7 R
287 BP29762d-PWK-1-SKI-1-2 7 7 R
288 BP29762d-PWK-1-SKI-1-3 7 7 R
289 BP29762d-PWK-1-SKI-2-1 7 7 R
290 BP29762d-PWK-1-SKI-2-2 7 7 R
291 BP29762d-PWK-1-SKI-2-3 7 7 R
292 BP29762d-PWK-1-SKI-2-4 5 5 AR
293 BP29762d-PWK-1-SKI-3-1 7 7 R
294 BP29762d-PWK-1-SKI-3-2 7 7 R
295 BP29762d-PWK-1-SKI-3-3 7 7 R
296 BP29762d-PWK-1-SKI-3-5 7 7 R
297 BP29762d-PWK-3-SKI-3-1 7 7 R
298 BP29762d-PWK-3-SKI-3-2 7 7 R
299 BP29765d-PWK-1-SKI-1-1 7 7 R
300 BP29765d-PWK-1-SKI-1-2 7 7 R
301 BP29765d-PWK-1-SKI-2-1 TT TT TT
302 BP29765d-PWK-1-SKI-2-2 5 5 AR
303 BP29790d-PWK-1-SKI-1-5 5 5 AR
304 BP29790d-PWK-1-SKI-1-9 5 5 AR
305 BP29790d-PWK-1-SKI-1-10 3 3 AT
306 BP29790d-PWK-1-SKI-1-11 3 3 AT
307 BP29790d-PWK-1-SKI-1-13 3 3 AT
308 BP29790d-PWK-1-SKI-1-14 3 3 AT
309 BP29790d-PWK-1-SKI-1-15 3 3 AT
310 BP29790d-PWK-1-SKI-2-1 3 3 AT
311 BP29790d-PWK-1-SKI-2-3 3 3 AT
312 BP29790d-PWK-1-SKI-2-5 3 3 AT
313 BP29790d-PWK-1-SKI-2-6 3 3 AT
314 BP29790d-PWK-1-SKI-2-7 3 3 AT
315 BP29790d-PWK-1-SKI-2-11 3 3 AT
316 BP29790d-PWK-1-SKI-2-12 5 5 AR
317 BP29790d-PWK-1-SKI-2-13 3 3 AT
318 BP29790d-PWK-1-SKI-2-14 3 3 AT
319 BP29790d-PWK-1-SKI-3-3 3 3 AT
320 BP29790d-PWK-1-SKI-3-5 3 3 AT
321 BP29790d-PWK-1-SKI-3-6 5 5 AR
322 BP29790d-PWK-1-SKI-3-7 5 5 AR
323 BP29790d-PWK-1-SKI-3-8 3 3 AT
324 BP29790d-PWK-1-SKI-4-2 3 3 AT
325 BP29790d-PWK-1-SKI-4-4 3 3 AT
326 BP29790d-PWK-1-SKI-4-6 5 5 AR
327 BP29790d-PWK-1-SKI-4-8 3 3 AT
328 BP29790d-PWK-1-SKI-4-9 5 5 AR
329 BP29790d-PWK-1-SKI-4-10 3 3 AT
330 BP29790d-PWK-1-SKI-5-1 3 3 AT
331 BP29790d-PWK-1-SKI-5-4 3 3 AT
332 BP29790d-PWK-1-SKI-5-7 3 3 AT
333 BP29790d-PWK-1-SKI-5-8 3 3 AT
334 BP29790d-PWK-1-SKI-5-9 3 3 AT
335 BP29790d-PWK-1-SKI-5-13 3 3 AT
336 BP29790d-PWK-3-SKI-2-8 3 3 AT
337 BP29790d-PWK-3-SKI-2-9 3 3 AT
338 BP29790d-PWK-3-SKI-2-10 3 3 AT
339 BP29790d-PWK-3-SKI-2-11 3 3 AT
340 BP29790d-PWK-3-SKI-2-12 3 3 AT
341 BP29790d-PWK-3-SKI-2-14 3 3 AT
342 BP29790d-PWK-3-SKI-2-15 5 5 AR
343 BP29790d-PWK-3-SKI-3-8 5 5 AR
344 BP29790d-PWK-3-SKI-3-14 3 3 AT
345 BP30288c-PWK-2-SKI-1-2 3 3 AT
346 BP30288c-PWK-2-SKI-3-1 3 3 AT
347 BP30295c-PWK-0-SKI-1-1 3 3 AT
348 BP30295c-PWK-0-SKI-2-1 3 3 AT
349 BP30295c-PWK-0-SKI-2-2 5 5 AR
350 BP30295c-PWK-0-SKI-3-1 5 5 AR
351 IR 77392-61-B-13-1-B-B-B-SKI-0-IND-2-SKI-10- 5 5 AR
PWK-3-SKI-1-1
352 IR 77392-61-B-13-1-B-B-B-SKI-0-IND-2-SKI-10- 5 5 AR
PWK-3-SKI-1-2
353 IR 77392-61-B-13-1-B-B-B-SKI-0-IND-2-SKI-10- 3 3 AT
PWK-3-SKI-5-0
354 IR 77390-49-B-11-1-B-B-B-SKI-0-IND-0-SKI-1- 5 5 AR
PWK-3-SKI-4-1
355 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-1-PWK-1-SKI-3-0 5 5 AR
356 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-1-PWK-1-SKI-5-0 5 5 AR
357 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-7-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
358 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-7-PWK-2-SKI-1-2 5 5 AR
359 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-7-PWK-3-SKI-1-0 5 5 AR
360 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-9-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
361 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-9-PWK-3-SKI-1-2 5 5 AR
362 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-9-PWK-3-SKI-1-3 5 5 AR
363 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-9-PWK-3-SKI-1-4 5 5 AR
364 BP18316-3-3-JK-0-IND-0-SKI-9-PWK-3-SKI-1-5 5 5 AR
365 BP18336-2-1-JK-3-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-1-0 5 5 AR
366 BP18352-1-1-JK-3-IND-2-SKI-8-PWK-3-SKI-1-1 3 3 AT
367 BP18352-1-1-JK-3-IND-2-SKI-8-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
368 BP18356-3-1-JK-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-4-0 3 3 AT
369 BP18356-3-1-JK-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-5-1 3 3 AT
370 BP18356-3-1-JK-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-5-2 3 3 AT
371 BP18356-3-1-JK-1-IND-1-SKI-5-PWK-1-SKI-3-0 3 3 AT
372 BP18360-1-1-JK-1-IND-3-SKI-2-PWK-3-SKI-1-1 TT TT TT
373 BP18360-1-1-JK-1-IND-3-SKI-2-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
374 BP18360-1-1-JK-1-IND-3-SKI-2-PWK-3-SKI-1-3 3 3 AT
375 BP18360-1-1-JK-1-IND-3-SKI-2-PWK-3-SKI-1-4 3 3 AT
376 BP18360-1-1-JK-1-IND-3-SKI-2-PWK-3-SKI-1-5 3 3 AT
377 BP18360-1-2-JK-2-IND-1-SKI-2-PWK-3-SKI-1-1 3 3 AT
378 BP18360-1-2-JK-2-IND-1-SKI-2-PWK-3-SKI-1-3 3 3 AT
379 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-2-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
380 BP18360-1-3-JK-3-IND-1-SKI-2-PWK-1-SKI-1-3 3 3 AT
381 BP19974-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-2-SKI-2-2 3 3 AT
382 BP19974-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-2-SKI-2-3 3 3 AT
383 BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-2-3 3 3 AT
384 BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-4-1 3 3 AT
385 BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-3-SKI-2-1 3 3 AT
386 BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
387 BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
388 BP19978-JK-1-IND-2-SKI-0-PWK-3-SKI-3-3 3 3 AT
389 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-1-2 3 3 AT
390 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-2-2 3 3 AT
391 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-2-3 3 3 AT
392 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-3-1 3 3 AT
393 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-3-2 3 3 AT
394 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-3-3 3 3 AT
395 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-5-1 3 3 AT
396 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-5-2 5 5 AR
397 BP19980-JK-2-IND-2-SKI-0-PWK-1-SKI-5-3 5 5 AR
398 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-1-1 7 7 R
399 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-1-2 7 7 R
400 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-1-3 3 3 AT
401 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-2-1 TT TT TT
402 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-2-2 3 3 AT
403 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-2-3 5 5 AR
404 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
405 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
406 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-4-1 3 3 AT
407 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-4-2 3 3 AT
408 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-5-1 5 5 AR
409 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-5-2 5 5 AR
410 BP19990-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-3-SKI-5-3 5 5 AR
411 BP20014-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-1-SKI-1-1 5 5 AR
412 BP20014-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-1-SKI-1-2 5 5 AR
413 BP20014-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-1-SKI-2-1 5 5 AR
414 BP20014-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-1-SKI-3-1 7 7 R
415 BP20014-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-1-SKI-3-2 3 3 AT
416 BP20014-JK-2-IND-1-SKI-0-PWK-1-SKI-3-3 3 3 AT
417 BP17216c-SKI-0-IND-1-SKI-0-PWK-2-SKI-4-2 3 3 AT
418 BP17216c-SKI-0-IND-1-SKI-0-PWK-2-SKI-4-3 3 3 AT
419 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-2-SKI-3-3 3 3 AT
420 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-2-SKI-4-1 5 5 AR
421 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-2-SKI-4-2 3 3 AT
422 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-2-SKI-5-1 5 5 AR
423 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-3-SKI-2-2 5 5 AR
424 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
425 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-3-SKI-4-1 5 5 AR
426 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-3-SKI-4-2 5 5 AR
427 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-3-SKI-4-3 5 5 AR
428 BP17186c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-3-SKI-5-1 5 5 AR
429 BP20104c-SKI-3-IND-2-SKI-2-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
430 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-10-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
431 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-10-PWK-3-SKI-1-2 7 7 R
432 BP17226c-SKI-3-IND-0-SKI-10-PWK-3-SKI-1-3 7 7 R
433 BP17242c-SKI-3-IND-1-SKI-5-PWK-2-SKI-5-1 5 5 AR
434 BP17242c-SKI-3-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
435 BP17242c-SKI-3-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-4-2 5 5 AR
436 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-2-SKI-2-1 3 3 AT
437 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-2-SKI-2-2 3 3 AT
438 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-2-SKI-3-1 3 3 AT
439 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-2-SKI-3-2 3 3 AT
440 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-2-SKI-5-1 3 3 AT
441 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-3-SKI-1-2 5 5 AR
442 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-3-SKI-3-1 5 5 AR
443 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-3-SKI-4-1 3 3 AT
444 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-5-PWK-3-SKI-4-2 3 3 AT
445 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-10-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
446 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-10-PWK-1-SKI-1-2 3 3 AT
447 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-10-PWK-1-SKI-2-2 3 3 AT
448 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-10-PWK-2-SKI-1-1 3 3 AT
449 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-10-PWK-3-SKI-4-1 3 3 AT
450 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-10-PWK-3-SKI-5-1 3 3 AT
451 BP17242c-SKI-3-IND-2-SKI-10-PWK-3-SKI-5-2 3 3 AT
452 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
453 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-1-SKI-1-2 3 3 AT
454 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-1-SKI-1-3 3 3 AT
455 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-1-SKI-2-3 3 3 AT
456 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-1-SKI-4-1 3 3 AT
457 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-1-SKI-4-2 3 3 AT
458 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
459 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-1-2 5 5 AR
460 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-2-1 3 3 AT
461 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-2-2 3 3 AT
462 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-3-1 3 3 AT
463 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-3-2 3 3 AT
464 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-5-1 3 3 AT
465 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-5-2 3 3 AT
466 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
467 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-1-2 3 3 AT
468 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-2-2 3 3 AT
469 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-4-1 3 3 AT
470 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-4-2 3 3 AT
471 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-5-5 3 3 AT
472 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-5-6 3 3 AT
473 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-5-7 3 3 AT
474 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-1-SKI-5-8 3 3 AT
475 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-2-SKI-1-1 3 3 AT
476 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-2-SKI-1-2 3 3 AT
477 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-2-SKI-3-3 3 3 AT
478 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-3-SKI-2-2 3 3 AT
479 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
480 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
481 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-5-PWK-3-SKI-4-1 5 5 AR
482 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-1-SKI-4-2 5 5 AR
483 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
484 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-2-SKI-1-2 5 5 AR
485 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-2-SKI-4-1 5 5 AR
486 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-2-SKI-4-2 5 5 AR
487 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-2-SKI-5-1 5 5 AR
488 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
489 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-3-SKI-1-2 5 5 AR
490 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-3-SKI-1-3 5 5 AR
491 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-3-SKI-2-1 5 5 AR
492 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-3-SKI-2-2 5 5 AR
493 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-3-SKI-2-3 3 3 AT
494 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-3-SKI-4-2 3 3 AT
495 BP20116b-2-SKI-1-IND-2-SKI-7-PWK-3-SKI-5-2 3 3 AT
496 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-1-2 3 3 AT
497 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-1-3 3 3 AT
498 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-2-2 3 3 AT
499 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-4-1 3 3 AT
500 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-1-SKI-5-2 3 3 AT
501 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-3-2 TT TT TT
502 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-4-1 3 3 AT
503 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-5-1 3 3 AT
504 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-5-2 3 3 AT
505 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-2-SKI-5-3 3 3 AT
506 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-1-1 3 3 AT
507 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
508 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-3-1 3 3 AT
509 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
510 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-3-3 3 3 AT
511 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-4-1 3 3 AT
512 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-4-2 3 3 AT
513 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-5-2 3 3 AT
514 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-1-SKI-3-1 3 3 AT
515 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-2-SKI-5-1 3 3 AT
516 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-1-1 3 3 AT
517 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-1-2 3 3 AT
518 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-2-1 3 3 AT
519 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-2-2 3 3 AT
520 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-3-2 3 3 AT
521 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-3-3 3 3 AT
522 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-4-1 3 3 AT
523 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-4-2 3 3 AT
524 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-5-1 3 3 AT
525 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-5-PWK-3-SKI-5-2 3 3 AT
526 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-8-PWK-2-SKI-1-1 3 3 AT
527 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-8-PWK-2-SKI-2-1 3 3 AT
528 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-8-PWK-2-SKI-4-1 3 3 AT
529 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-8-PWK-2-SKI-5-1 3 3 AT
530 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-8-PWK-2-SKI-5-2 5 5 AR
531 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-8-PWK-3-SKI-1-1 5 5 AR
532 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-8-PWK-3-SKI-2-1 5 5 AR
533 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-8-PWK-3-SKI-3-1 5 5 AR
534 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-1-SKI-1-1 3 3 AT
535 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-1-SKI-1-2 3 3 AT
536 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-1-SKI-2-1 3 3 AT
537 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-1-SKI-3-1 3 3 AT
538 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-1-SKI-4-1 5 5 AR
539 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-1-SKI-5-1 5 5 AR
540 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-2-SKI-2-1 3 3 AT
541 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-2-SKI-3-2 3 3 AT
542 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-3-SKI-5-1 3 3 AT
543 BP20118c-SKI-1-IND-1-SKI-9-PWK-3-SKI-5-2 3 3 AT
544 BP17234d-SKI-2-IND-1-SKI-6-PWK-2-SKI-1-1 3 3 AT
545 BP17234d-SKI-2-IND-1-SKI-6-PWK-2-SKI-1-2 5 5 AR
546 BP17234d-SKI-2-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-1-1 5 5 AR
547 BP17234d-SKI-2-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-2-1 5 5 AR
548 BP17234d-SKI-2-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-4-1 5 5 AR
549 BP17234d-SKI-2-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-4-2 5 5 AR
550 BP17234d-SKI-2-IND-1-SKI-10-PWK-1-SKI-1-1 5 5 AR
551 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-2-PWK-3-SKI-2-3 3 3 AT
552 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-1-SKI-4-3 5 5 AR
553 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-2-1 3 3 AT
554 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-2-2 5 5 AR
555 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-2-3 3 3 AT
556 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-3-1 5 5 AR
557 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-3-2 7 7 R
558 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-4-1 7 7 R
559 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-4-2 7 7 R
560 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-5-1 7 7 R
561 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-2-SKI-5-2 7 7 R
562 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-3-SKI-1-1 7 7 R
563 BP17276b-PK2-B-SKI-1-IND-1-SKI-7-PWK-3-SKI-2-1 3 3 AT
564 IR 77390-37-B-17-2-B-B-B-SKI-1-IND-0-SKI-6- 5 5 AR
PWK-1-SKI-4-1
565 IR 77390-37-B-17-2-B-B-B-SKI-1-IND-0-SKI-6- 5 5 AR
PWK-1-SKI-5-1
566 IR 77382-4-3-6-1-B-B-B-SKI-2-IND-2-SKI-1- 5 5 AR
PWK-2-SKI-2-2
567 BP20558D-PWK-2-SKI-4-1 3 3 AT
568 CT 21408-26P-3P-1SR-1-JK-0-SKI-3-0 3 3 AT
569 CT 21408-26P-3P-1SR-1-JK-0-SKI-4-0 3 3 AT
570 CT 21408-26P-3P-1SR-1-JK-0-SKI-5-0 3 3 AT
571 Kuku Balam 5 5 AR
572 HHZ 5-SAL10-DT1-DT1-SKI-0-1-1-B-WBC1-SKI-1-1 5 5 AR
573 BP20451e-WBC1-SKI-2-2 5 5 AR
574 BP20451e-WBC1-SKI-2-3 3 3 AT
575 SR34131(3)-1-1-1-4 3 3 AT
576 SR34131(43)-1-1-1-6 3 3 AT
577 BP18354-1-1-JK-1-IND-2-SKI-1-PWK-2-SKI-5 3 3 AT
578 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-2-PWK-2-SKI-2 3 3 AT
579 BP18354-2-3-JK-1-IND-1-SKI-2-PWK-3-SKI-2 3 3 AT
580 BP18358-2-2-JK-1-IND-3-SKI-9-PWK-2-SKI-1 3 3 AT
581 BP17586-2-0-JK-3-IND-1-SKI-9-PWK-2-SKI-2-1 3 3 AT
582 BP18322-1-3-JK-3-IND-3-SKI-1-PWK-1-SKI-1 3 3 AT
583 BP18352-1-1-JK-3-IND-2-SKI-8-PWK-3-SKI-4 3 3 AT
584 BP18356-3-1-JK-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-3 3 3 AT
585 BP18322-1-3-JK-2-IND-0-SKI-6-PWK-3-SKI-1 3 3 AT
586 BP20118c-SKI-2-2-3-8-PWK-3-SKI-1-1 3 3 AT
587 BP18356-3-1-JK-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-4-1 5 5 AR
588 BP18356-3-1-JK-1-IND-1-SKI-3-PWK-3-SKI-4-2 5 5 AR
589 TN 1 9 9 SR
590 RH 1 1 T
591 PTB 33 1 1 T
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas beras
dan rendemen beras melalui perbaikan teknologi penyosohan beras.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengembangan CFAMA,
Ansirabe, Madagascar tahun 2014. Penelitian dilaksanakan untuk
mengkaji secara empiris dengan trial and error terhadap tahap proses
penyosohan beras, yaitu konfigurasi proses, sistem penyosohan dan
bahan material penyosoh yang digunakan. Perbaikan proses
penyosohan beras dengan memodifikasi teknologi modifikasi yang
meningkatkan konfigurasi penggilingan, penggantian komponen alat
penyosoh besi baja biasa dengan bahan baja tahan karat dan
penambahan sistem pengkabutan air pada polisher. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas beras yang dihasilkan dengan
menggunakan sistem konfigurasi proses: pembersih - Husker -
Pemisah - Polisher 1 - Polisher 2 (CHSPP) sistem double pass
dapat meningkatkan derajat pemolesan lebih dari 90%, penggantian
komponen penyosoh dari material logam baja biasa ke baja tahan
karat (stainless steel) dapat meningkatkan derajat sosoh (95%), lebih
tinggi dari pada bahan logam baja biasa derajat sosoh 90%).
Penambahan sistem pengkabutan air dapat meningkatkan penampilan
nasi yang lebih bersih dan mengkilap.
Kata kunci: Beras, mutu, konfigurasi penggilingan padi, sistem
pengkabutan.
ABSTRACT
The purpose of this study was to improve the quality of rice and
rice yield through improving rice polishing technology. This
research was conducted at CFAMA Development Laboratory,
PENDAHULUAN
Tuntutan konsumen terhadap mutu beras meningkat seiring dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat. Makin tingginya tingkat pendidikan
masyarakat serta dengan mudahnya penyebaran informasi seiring kemajuan
teknologi, secara bertahap mengubah pola konsumsi dan cara pandang
masyarakat terhadap mutu (kualitas) pangan yang dikonsumsi. Perbaikan daya
beli masyarakat yang diharapkan meningkat setelah lndonesia keluar dari krisis
ekonomi akan menggeser peta permintaan ke arah beras bermutu tinggi
(Hasbullah dan Tajuddin, 2007).
Mutu beras di pasaran beragam karena beras yang ada di pasaran berasal
dari penggilingan PPK, PPM dan PPB yang teknologi proses penggilingannya
berbeda. Hal ini menyebabkan pelaku perdagangan beras sering melakukan
manipulasi mutu beras seperti pengoplosan antar kualitas, reprosesing beras
mutu rendah, kemasan tidak sesuai isinya, pemalsuan merk beras, penggunaan
bahan pemutih dan pewangi (Suismono dan Darniadi. 2011).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di lapang dan Laboratorium Pengembangan Centre De
Formation Et D’application Du Machinisme Agricole (CFAMA), Ansirabe,
Madagascar tahun 2014. Penelitian ini adalah bagian dari kegiatan Program
Japan International Coorporation Agency (JICA) Madagascar. Penelitian
dilaksanakan secara empiris dengan trial and error terhadap proses penyosohan
beras pada penggilingan padi, yaitu aspek konfigurasi proses, sistem penyosohan
dan bahan material penyosoh yang digunakan. Varietas yang digunakan adalah
Varietas Makalioka dan Chomrong Dhan yang berasal dari Madagascar
(Rasoazanakolona et al, 2016).
Lingkup penelitian proses penyosohan beras terdiri dari 3 kegiatan yaitu
(1) Kegiatan konfigurasi proses penyosohan (A) dengan perlakuan: a1. Secara
manual, a2. Penggilingan tipe Engleberg, a3. Penggilingan tipe one pass, a4.
Penggilingan double pass konfigurasi husker - polisher (HP), a5. Penggilingan
double pass konfigurasi husker-polisher-polisher (HPP), a6. Penggilingan
double pass konfigurasi. Cleaner-husker-separator-poliser 1 (CHSP), a7.
Cleaner- husker-separator-polisher 1 (CHSPP), a.6 Cleaner- husker-
separator-polisher 1-polisher 2- (CHSPP), diulang 5 kali, (2) Kegiatan jenis
bahan penyosohan (B), dengan perlakuan: b1. penggunaan alat penyosoh dari
bahan baja biasa dan b2. Baja tahan karat (stainless steel), diulang 5 kali dan
(3) Kegiatan penambahan alat pengkabut air (C), dengan perlakuan: c1.
Pengabutan air dan c2. tidak dikabut air, diulang 5 kali. Masing-masing kegiatan
(3) Air yang efisien dan efektif dalam pengkabutan air ketika diberikan teknan
50 psi akan menghasilkan partikel air yang merata dan halus 1000 poin /
cm2, dengan konsumsi air rata-rata 0,19 liter/menit. Kebutuhan air dengan
volume dari 0,3 hingga 0,4% dari berat bahan yang digunakan untuk
melunakkan dan mengikat debu halus dari permukaan beras, dan mengurangi
tekanan dan suhu pada permukaan gesekan selama pemolesan beras,
sehingga menghasilkan beras dengan kualitas yang lebih baik.
(4) Putaran silinder Kecepatan 800-1000 rpm pemolesan optimal.
(5) Alat penggilingan tipe yang digunakan adalah kombinasi dari tipe abrasive
- friction -fogging.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa tingkat penggilingan pada beras kristal
lebih tinggi (putih dan mengkilap) daripada beras non-kristal pada varietas yang
sama, sedangkan persentase beras pecah dan hasil tidak berbeda nyata
(Gambar 6).
KESIMPULAN
1. Melalui penyempurnaan proses sistem double pass dengan konfigurasi
CHSP dan CHSPP dapat meningkatkan kualitas beras dilihat dari persentase
beras kepala lebih dari 80% dan persentase beras patah kurang dari 10%,
derajat sosoh lebih dari 90% dan rendemen beras giling 62-67%.
2. Penggantian komponen material dari material besi baja ke besi tahan karat
(stainless steel) dapat meningkatkan tingkat pemolesan (derajat sosoh)
DAFTAR PUSTAKA
BSN, 2015. Standar Nasional (SNI) Beras. Badan Standardisasi Nasional.
Jakarta.
Hasbullah R. dan Tajuddin Bantacut, 2007. Tekmologi Pengolahan Beras Ke
Beras (Rice To Rice Processing Technology) .Prosiding Lokakarya
Nasional Peningkatan Daya Saing Beras Melalui Perbaikan Kualitas.
Journal Pangan. Bulog. Jakarta
Rasoazanakolona V., Rabealaina B.B., Andrianjaka A., Rakotonjanahary X.,
Sangwan R.S., and Rakotoarisoa N.V.. 2016. Evaluation Of Grain Quality
And Nutritional Quality of Double Haploid Dhp 6, An Elite Rice Line In
Madagascar Proceedings of The Latvian Academy of Sciences. Section
B, Vol. 70, No. 6 (705), Pp. 378-383.
Suismono dan Sandi Darniadi, 2011. Prospek Beras Berlabel SNI. Majalah
Pangan. No. 57/XIX/Januari-Maret/2010. Jakarta.
Suismono. 2013. Analysis Of Paddy Grain and Rice Quality In Madagascar.
Final Report, on Project For Productivity Improvement In Central Highland
In The Republic of Madagascar . Papriz - Japan International Cooperation
Agency (JICA). Antanariva, Madagascar.
Suismono. 2015. Perbaikan Teknologi Penyosohan untuk Meningkatkan Mutu
dan endemen Beras. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman
Padi. BB Padi. Sukamandi, Subang.
Thahir, R., S. Lubis, Y. Setiawati, dan A. Prabowo. 1999.Teknik Penyosohan
Beras dengan Pengkabut Air. Warta Litbang pertanian, Vol.21, No.6,
Warris P.A. 2004. Kondisi dan Permasalahan Pengolahan Padi di Indonesia.
Dalam Prosiding Lokakarya nasional: Upaya Peningkatan Nilai Tambah
Pengolahan Padi. Kerjasama Perum Bulog dengan Fateta IPB. Bogor.
Webb. 1990. Rice Quality and Grades. P.89-119, In: B.S. Luh (ed) Rice, Vol. II:
Utilization A.U. Pub. Co.Conn.
ABSTRAK
Fenomena degradasi kesuburan lahan dan konversi lahan pertanian
menjadi penyebab berkurangnya luas lahan sawah irigasi di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan penurunan produktivitas padi sawah yang
berdampak pada pemenuhan kebutuhan beras. Salah satu upaya untuk
meningkatkan produktivitas padi sawah adalah dengan melakukan
pengembangan lahan pasang surut. Pulau Sumatera memiliki lahan
pasang surut sekitar 7,1 juta ha, dan 4 juta ha berpotensi untuk
pengembangan pertanian, salah satunya di Kabupaten Indragiri Hilir,
Provinsi Riau. Saat ini, produktivitas padi sawah di Kabupaten Indragiri
Hilir sekitar 3,9 ton/ha. Rendahnya produktivitas ini disebabkan
terbatasnya informasi teknologi budidaya padi sawah di lahan pasang
surut. Tujuan dari penelitian adalah (a) untuk mengetahui produksi
padi dengan teknologi budidaya padi jarwo super di lahan sawah
pasang surut Provinsi Riau dan (b) untuk mengetahui produksi telur
itik yang dipelihara secara terintegrasi dengan padi jarwo super.
Penelitian dilakukan di Desa Kempas Jaya, Kabupaten Indragiri Hilir,
Provinsi Riau dari Januari - Desember 2018. Penelitian menggunakan
teknologi budidaya padi jarwo super yang di integrasikan dengan itik
dan teknologi budidaya padi existing (teknologi petani). Varietas padi
yang digunakan adalah Batang Piaman dan jenis itik yang digunakan
adalah Itik Dara (Pitalah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
teknologi budidaya padi jarwo super yang di integrasikan dengan itik
memberikan hasil yang lebih baik untuk tinggi tanaman (118,4 cm),
jumlah anakan (22 rumpun), dan produksi padi (6,50 ton/ha GKP),
dibandingkan dengan teknologi budidaya padi existing. Selain itu,
teknologi budidaya padi jarwo super dan itik mampu menghasilkan
telur itik sebanyak 120 butir/hari pada puncak produksi.
Kata kunci: Sawah, lahan pasang surut, padi, itik.
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan
produkivitas tanaman pangan, khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah
satu sumber pangan utama penduduk Indonesia dan kebutuhannya terus
meningkat karena selain penduduk terus bertambah dengan laju peningkatan
sekitar 1,49% per tahun, juga adanya perubahan pola konsumsi penduduk dari
non beras ke beras. Disamping itu terjadinya penciutan lahan sawah irigasi
akibat konversi lahan untuk kepentingan non pertanian dan munculnya penomena
degradasi kesuburan lahan menyebabkan produktivitas padi sawah irigasi
338 Zona et al.: Teknologi Budidaya Padi Jarwo Super dan Itik.....
cenderung melandai (Anonimous, 2017). Berkaitan dengan perkiraan terjadinya
penurunan produksi tersebut maka perlu diupayakan penanggulanggannya melalui
peningkatan produktivitas lahan sawah yang ada, intensitas pertanaman,
pencetakan lahan irigasi baru dan pengembangan lahan potensial lainnya
termasuk lahan marginal seperti lahan rawa pasang surut.
Lahan pasang surut mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan
menjadi lahan pertanian berbasis tanaman pangan dalam menunjang ketahanan
pangan nasional. Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 9.3 juta lahan pasang surut
yang berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan (Ismail et al. 1993).
Pulau Sumatera diperkirakan memiliki lahan pasang surut seluas 7,1 juta ha,
yang berpotensi untuk pengembangan pertanian adalah sekitar 4 juta ha, termasuk
lahan pasang surut di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Riau (2017), produktivitas padi
di Kabupaten Indragiri Hilir adalah 3.9 ton/ha. Produktivitas ini termasuk rendah
bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Beberapa hal yang menjadi penyebab
rendahnya produktivitas ini adalah penggunaan benih yang belum bersertifikat/
benih unggul, jenis lahan pasang surut yang dikategorikan lahan marginal,
terbatasnya pengetahuan petani tentang budidaya padi di lahan pasang surut
serta adanya serangan hama, penyakit dan gulma di pertanaman padi.
Khusus untuk pengendalian hama, penyakit dan gulma, petani di Kabupaten
Indragiri Hilir masih sangat tergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia.
Sedangkan untuk peningkatan produksi, petani masih menggunakan pupuk
anorganik dengan dosis yang cukup tinggi dan tidak sesuai dengan rekomendasi
pemupukan di daerah tersebut.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk peningkatan produktivitas
padi di lahan sawah pasang surut adalah dengan menggunakan teknologi jarwo
super padi yang memiliki beberapa komponen teknologi yaitu (a) penggunaan
Varietas Unggul Baru (VUB) potensi hasil tinggi, (b) penggunaan biodekomposer
secara insitu sebelum pengolahan tanah, (c) penggunaan pupuk hayati dan
pemupukan berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), (d)
pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan pestisida nabati
dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali, serta (e) penggunaan
alat mesin pertanian (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2016).
Selain itu, untuk mencapai pertanian berkelanjutan dalam penerapan
teknologi jarwo super padi di lahan sawah pasang surut serta berdasarkan
komponen teknologi pada teknologi jarwo super yang membatasi penggunaan
340 Zona et al.: Teknologi Budidaya Padi Jarwo Super dan Itik.....
yang diaplikasikan ke benih padi, (d) penggunaan M-Dec sebagai biodecomposer
yang diaplikasikan pada olah tanah pertama, (e) penggunaan pupuk kandang,
(f) penggunaan Urea, TSP dan KCl sesuai dengan rekomendasi PUTS, dan (f)
pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan bioprotektor.
Walaupun dikategorikan sebagai lahan rawa pasang surut tipe C, namun teknologi
yang digunakan tetap mengacu kepada teknologi jarwo super di lahan irigasi.
Hal ini karena sifat lahan rawa tipe pasang surut tipe C yang tidak diluapi oleh
air pasang, namun air pasang hanya mempengaruhi kedalaman muka air tanah
kurang dari 50 cm dari permukaan tanah, sehingga penanaman masih bisa
dilakukan sesuai dengan kondisi di lahan sawah irigasi.
Itik yang dibudidayakan adalah Itik Dara (Pitalah), itik lokal yang berasal
dari Sumatera Barat. Itik Dara (Pitalah) yang dipelihara berumur 4 bulan dan
digembalakan di areal sawah pasang surut yang sudah ditanami padi. Itik
diberikan pakan tambahan berupa konsentrat N544 dan dedak. Petani
memelihara sebanyak 136 itik yang terdiri dari 16 itik jantan dan 120 itik betina
di lahan seluas 1 ha.
Tahapan pelaksanaan kegiatan adalah (1) pembibitan, benih padi direndam
selama 24 jam, kemudian dicampur dengan Agrimeth dan kemudian disemaikan
di tempat persemaian, (2) persiapan lahan dengan cara membersihkan areal
sawah dari gulma, pohon, dan sisa-sisa tanaman, kemudian dilakukan pengolahan
tanah, (3) pemberian pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 2 ton/ha, (4)
penggunaan biodekomposer M-Dec sebanyak 4 kg/ha untuk pengomposan
jerami, (5) penanaman menggunakan sistem Jajar Legowo 2:1 dengan jarak
tanam 25x12,5x40 cm dan penggunaan bibit yang berumur 18 hari setelah semai,
(6) itik dilepas di sawah 15 hari setelah padi ditanam, (7) penyiangan dilakukan
secara manual dan menggunakan herbisida, (8) pemupukan berdasarkan
rekomendasi PUTS menggunakan Urea 200 Kg/ha, TSP 100 Kg/ha dan KCl
100 Kg/ha, (9) pengendalian hama dan penyakit, dan (10) panen dilakukan ketika
tanaman 90-95% matang.
Budidaya padi menggunakan teknologi yang dilakukan oleh petani (existing)
meliputi (a) penggunaan VUB yaitu Batang Piaman, (b) penanaman dengan
sistem tegel dengan jarak tanam 25x25 cm dan (c) penggunaan pupuk anorganik
berupa Urea sebanyak 300 Kg/ha, TSP 100 Kg/ha dan KCl sebanyak 100 Kg/
ha.
Data yang dikumpulkan adalah tinggi tanaman (cm), jumlah anakan produktif
(rumpun), produksi (ton/ha) dan produksi telur itik (butir/hari). Pengamatan data
tinggi tanaman dilakukan 1x1 bulan dengan memilih 10 tanaman sampel per
Gambar 1. Tinggi tanaman pada teknologi budidaya padi existing dan teknologi budidaya padi
jarwo super dan itik di Kabupaten Indragiri Hilir, Mei- Agustus 2018.
342 Zona et al.: Teknologi Budidaya Padi Jarwo Super dan Itik.....
Jumlah Anakan Produktif (rumpun)
Berdasarkan hasil penelitian, teknologi budidaya padi jarwo super dan itik
memberikan jumlah anakan produktif lebih banyak (22 rumpun) bila dibandingkan
dengan teknologi budidaya padi existing (19 rumpun). Hal ini disebabkan karena
adanya tambahan nutrisi bagi pertumbuhan tanaman padi yang berasal dari
kotoran itik yang berada di areal persawahan. Kotoran itik menjadi salah satu
alternative pupuk organik tambahan yang secara tidak langsung menyediakan
nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga berkontribusi terhadap
pertumbuhan tanaman padi menjadi lebih baik. Jumlah anakan produktif dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Jumlah anakan produktif pada teknologi budidaya padi existing dan teknologi budidaya
padi jarwo super dan itik di Kabupaten Indragiri Hilir, Mei- Agustus 2018.
Gambar 3. Produksi padi teknologi budidaya padi existing dan teknologi budidaya padi jarwo
super dan itik di Kabupaten Indragiri Hilir, Mei- Agustus 2018.
Gambar 4. Produksi telur itik pada teknologi budidaya padi jarwo super dan itik di Kabupaten
Indragiri Hilir, Mei- Desember 2018.
344 Zona et al.: Teknologi Budidaya Padi Jarwo Super dan Itik.....
Produksi Telur Itik (butir/hari)
Berdasarkan Gambar 4 di atas, produksi telur itik menunjukkan tren terus
meningkat dari bulan pertama produksi sampai bulan ke enam. Hal ini sesuai
dengan informasi yang disampaikan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi Sumatera Barat (2017) yang menyatakan bahwa Itik Dara
(Pitalah) mulai bertelur pada umur 6 bulan, dan akan mencapai puncak produksi
pada umur 10-12 bulan. Itik Dara (Pitalah) yang dipelihara pada penelitian ini
dilepas ke areal persawahan pada Bulan Mei 2018 pada umur 4 bulan, dan
pada Bulan Juli 2018 atau pada umur 6 bulan, itik sudah mulai menghasilkan
telur. Idealnya, Itik Dara (Pitalah) mampu menghasilkan telur sebanyak 180
butir secara intensif tergantung kepada nutrisi yang diberikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teknologi budidaya padi
jarwo super yang di integrasikan dengan itik memberikan produksi padi lebih
baik bila dibandingkan dengan teknologi budidaya padi existing (teknologi petani)
yaitu 6.50 ton/ha GKP, dan produksi telur itik yang di integrasikan dengan padi
jarwo super mencapai 120 butir per hari pada puncak produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2017. Kondisi dan Potensi Lahan Rawa di Indonesia. [7 Oktober
2019]
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2016. Petunjuk Teknis Budidaya
Padi Jajar Legowo Super. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Jakarat. 44 hal
Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Riau dalam Angka.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat. 2017. Itik
Pitalah: http://www.sumbarprov.go.id/details/category/197. [9Oktober
2019].
Ismail, I.G., Trip A., IPG Widjaja Adhi, Suwarno, Tati Herawati, Ridwan T. dan
DE. Sianturi. 1993. Sewindu penelitian pertanian di lahan rawa: Kontribusi
dan prospek pengembangan. Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang
Surut dan Rawa-SWAMPS II. Badan Litbang Pertanian.
346 Zona et al.: Teknologi Budidaya Padi Jarwo Super dan Itik.....
Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul
Baru Padi Melalui Pendampingan Kawasan Padi
Lahan Sawah Irigasi Provinsi Jambi
Jumakir, Marlina SR dan Julistia Bobihoe
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi
Jl. Samarinda, Paal V, Kota Baru, Jambi
Email: jumakirvilla@yahoo.co.id
ABSTRAK
Upaya untuk meningkatkan produktivitas padi secara berkelanjutan
dengan meyediakan varietas yang mampu beradaptasi dengan baik,
produksinya tinggi dan disukai petani dan konsumen. Tujuan pengkajian
ini adalah untuk memproduksi dan penyebaran benih varietas unggul
baru padi melalui pendampingan kawasan padi lahan sawah irigasi
Provinsi Jambi. Pengkajian dilaksanakan di Desa Seling, Kecamatan
Tabir, Kabupaten Merangin pada Musim Kemarau (MK) 2018 dari
bulan April sampai Agustus. Varietas yang ditanam yaitu Inpari 30,
dan Inpara 3. Teknologi budidaya padi melalui PTT dengan luas 2 ha,
sistem tanam jajar legowo 4: 1, dosis pupuk Urea 150 kg/ha, 100 kg/
ha SP36 dan 50 kg/ha KCl. Kelompok tani yang terlibat dalam
pendampingan adalah Tunas Muda dengan luas tanam 25 ha dan
varietas padi yang ditanam adalah Inpari 30. Produktivitas padi kedua
varietas tersebut masing-masing 5,50 t/ha GKP dan 5,20 t/ha GKP.
Pendapatan usahatani padi dengan pendekatan teknologi PTT Rp.
9.825.000 dan cara petani Rp 6.920.000 (Peningkatan pendapatan
sebesar 29,57 persen).Varietas-varietas yang diintroduksikan telah
menyebar dan dikembangkan di Kecamatan Tabir dan Kecamatan
Pangkalan Jambu sebanyak 2.500 kg Inpari 30 dan 1.250 kg Inpara
3. Pendampingan penangkaran benih padi Inpari 30 secara swadaya
penyebaran benihnya di Kecamatan Jangkat sebanyak 7.000 kg dan
Kecamatan Pamenang sebanyak 750 kg. Pemasaran benih padi
bemitra dengan PT. Shang Hyang Sri (SHS) dan Dinas Tanaman
Pangan dan Hortikutura.
Kata kunci: Pendampingan, produksi, dan penyebaran varietas padi .
PENDAHULUAN
Provinsi Jambi memiliki luas panen padi mencapai 122.214 ha dan pertanamannya
tersebar di 11 kabupaten/kota dengan rata-rata produktivitas 4,75 ton/ha. Daerah
sentra produksi padi di Provinsi Jambi adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
dan Kabupaten Kerinci dengan luas masing-masing 31.284 ha dan 28.252 ha.
Kabupaten Merangin, luas panen padi sawah 8.482 ha dengan rata-rata
produktivitas 4,85 ton/ha, luas panen padi ladang 4.396 ha dengan rata-rata
produktivitas 3,26 ton/ha (BPS, 2016). Rendahnya produktivitas tersebut
disebabkan oleh pengelolaan komoditas belum terpadu dari aspek teknis dan
non-teknis pada suatu kawasan.
348 Jumakir et al.: Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi.....
Menurut Makarim et al. (2004), bahwa salah satu penyebab penurunan
produkivitas padi sawah adalah adanya penggunaan varietas yang sama pada
suatu wilayah dengan kurun waktu yang lama, sehingga tidak mampu lagi
berproduksi lebih tinggi karena kemampuan genetiknya terbatas. Selanjutnya
Abdullah et al. (2008), mengatakan bahwa penyebab rendahnya produksi padi
diantaranya adalah telah tercapainya potensi hasil optimum dari varietas unggul
baru (VUB) yang ditanam oleh petani atau terbatasnya kemampuan genetik
varietas unggul yang ada untuk berproduksi lebih tinggi (Balitpa, 2003). Oleh
karena itu perlu adanya varietas unggul baru sebagai pengganti varietas unggul
lama yang sudah mengalami penurunan produktivitas. Upaya untuk
meningkatkan produktivitas padi secara berkelanjutan dengan meyediakan
varietas yang mampu beradaptasi dengan baik, produksinya tinggi dan disukai
petani dan konsumen. Padi VUB merupakan salah satu teknologi inovatif yang
dihasilkan Badan Litbang Pertanian yang memberikan kontribusi cukup besar
bagi peningkatan produktivitas padi secara nasional. Badan Litbang Pertanian
telah melepas beberapa varietas unggul baru padi irigasi dan rawa diantaranya
Inpari 30 dan Inpara 3. Varietas Inpari 30 merupakan padi sawah irigasi, cocok
ditanam di sawah dataran rendah sampai ketinggian 400 m dpl di daerah luapan
sungai, potensi hasil 9,6 t/ha dan rata-rata hasil 7,2 t/ha serta tekstur nasi pulen.
Varietas Inpara 3 dapat beradaptasi di lahan rawa pasang surut dan rawa lebak,
toleran terhadap keracunan Fe dan Al dan potensi hasil 5,6 t/ha GKG (Badan
Litbang Pertanian, 2013 dan Jamil et al., 2016).
Salah satu penyebab rendahnya produksi padi adalah terbatasnya
ketersediaan benih bermutu dan varietas unggul baru. Oleh karena itu, upaya
untuk meningkatkan produksi padi, menyediakan benih padi unggul bermutu
dan sekaligus kesejahteraan petani, perlu suatu strategi/program pemberdayaan
mengarah pada upaya memandirikan dan meningkatkan kemampuan masyarakat
serta membangkitkan kesadaran akan kemampuan yang dimiliki untuk maju ke
arah kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan (sustainable). Untuk itu,
implementasi dari pemberdayaan masyarakat salah satunya dilakukan melalui
kegiatan pendampingan dan pengawalan teknologi sehingga usaha masyarakat/
petani dapat berkembang secara mandiri (Semiaji, 2011).
Kegiatan pendampingan dan pengawalan teknologi ini merupakan
implementasi teknologi hasil dari paket teknologi budidaya tanaman padi dengan
pendekatan PTT, dan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan keterampilan
kelompok tani, memperkenalkan dan mempromosikan teknologi baru yang akan
dikembangkan pengguna kepada kelompok tani, memberikan akses kepada
kelompok tani untuk berinteraksi dengan sumber–sumber teknologi, memperkaya
METODOLOGI
Pendampingan Pengembangan Kawasan Padi dilaksanakan di lahan sawah irigasi
Desa Seling, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin pada musim kemarau (MK)
bulan April sampai Agustus 2018. Varietas padi yang ditanam yaitu Inpari 30
dan Inpara 3. Teknologi budidaya padi melalui pendekatan pengelolaan tanaman
terpadu dengan luas 2 ha. Komponen teknologi adalah pengolahan tanah
sempurna, varietas unggul baru, penggunaan pupuk hayati Agrimeth sebagai
seed treatment (500 gr/ha), sistem tanam jajar legowo 4: 1. Dosis pupuk Urea
150 kg/ha, 100 kg/ha SP36 dan 50 kg/ha KCl, pengendaliaan hama penyakit,
panen dan pasca panen. Pendampingan kawasan padi gapoktan Bina Bersama
dengan luas sawah 369 ha terdiri dari 12 kelompok tani. Kelompok tani yang
terlibat dalam pendampingan adalah Tunas Muda dengan luas tanam 25 ha dan
varietas padi yang ditanam adalah Inpari 30, sedangkan pendampingan
penangkaran benih padi Inpari 30 seluas 5 ha. Pada pengkajian ini, selain
gapoktan /kelompok tani juga dilibatkan aparat desa/Kepala Desa, PPL, BP3K,
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dan BPSB Kabupaten Merangin.
Sebelum pengkajian dilakukan sosialisasi pendampingan kawasan padi
bersama gapoktan, aparat desa, PPL, BPP, BP3K, petani penangkar, BPSB
dan Dinas TPH Kabupaten. Selanjutnya dilakukan komunikasi ke Dinas Pertanian
Provinsi (BPSB Provinsi), Dinas TPH Kabupaten Merangin (BPSB Kabupaten),
dan mengajukan permohonan sertifikasi benih dan menjelaskan cakupan kegiatan
pengkajian perbenihan di lahan petani yang bersifat terapan dan berskala luas
serta pembinaan/pendampingan gapoktan. Pemantauan secara bertahap oleh
BPSB yaitu saat tanam dilapangan, panen dan pasca panen sampai benih diuji
di laboratorium BPSB untuk dijadikan benih bersertifikat. Komponen teknologi
perbenihan padi lahan sawah tertera pada Tabel 1 (Badan Litbang Pertanian,
2007 dan BBP2TP, 2013.). Untuk proses pembuatan benih dan sertifikasi, petani
penangkar telah mempunyai izin sebagai penangkar benih.
350 Jumakir et al.: Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi.....
Tabel 1. Acuan teknologi perbenihan padi di Desa Seling, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin,
Provinsi Jambi pada MK 2018.
352 Jumakir et al.: Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi.....
Tabel 1. Lanjutan.
Parameter yang diamati pada pengkajian ini meliputi aspek agronomis dan
aspek usahatani. Aspek agronomis meliputi keragaan tanaman dan hasil. Aspek
analisis usahatani yaitu input, output, harga benih dan gabah. Analisis yang
digunakan adalah analisis penerimaan dan pendapatan, analisis imbangan
penerimaan atas biaya (R/C) dan MBCR (Swastika 2004 dan Malian 2004).
354 Jumakir et al.: Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi.....
Tabel 2. Karakteristik Desa Seling, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin
Provinsi Jambi.
nitrogen, fosfor dan kalium. Menurut Anwar et al. (2007), bahwa lahan sawah
yang diusahakan untuk pertanaman padi tergolong kelas kesesuaian lahan dengan
kategori S1 yaitu sangat sesuai untuk padi sawah dan kategori S3 yaitu sesuai
marginal, mempunyai faktor pembatas ketersediaan oksigen sehingga untuk
memperoleh produktivitas optimal diperlukan drainase yang baik dan
penambahan input berupa pupuk organik dan pupuk anorganik. Berdasarkan
hasil analisis tanah, beberapa sifat tanah dan ciri tanah yang optimal untuk
mendukung pertumbuhan tanaman padi adalah: 1) pH antara 5,5-6,5, 2) tekstur
tanah lempung, berdrainase baik 3) tipe mineral liat 1:1 dan bahan induk kaya
akan hara, 4) kandungan bahan organik sedang, 5) ketersediaan hara dan mikro
cukup (Makarim, 2004).
Secara umum sistem usahatani yang berkembang di Desa Seling adalah
sistem usahatani berbasis tanaman pangan dengan pola tanam: Padi-Padi. Padi
sawah biasanya ditanam pada musim hujan, waktu tanamnya pada awal musim
hujan yaitu bulan Oktober/November dan panen dilakukan pada bulan Januari/
Bulan
Variabel
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kalender Musim:
- Musim Hujan (MH)
- Musim Kemarau (MK)
Pola Tanam:
- Padi
- Padi
Pebruari. Pada musim kemarau, waktu tanam padi setelah panen padi musim
hujan yaitu bulan Januari/Pebruari dan panen pada bulan Mei.
Pola curah hujan di Desa Seling hampir merata sepanjang tahun dengan
curah hujan bulanan tertinggi umumnya terjadi bulan Desember/Januari dan
curah hujan terendah bulan Agustus. Musim hujan di Desa Seling dimulai bulan
September/Oktober dan musim kemarau pada bulan April/Mei.
356 Jumakir et al.: Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi.....
Tabel 4. Pertumbuhan dan produktivitas beberapa VUB padi di Desa Seling Kecamatan Tabir
Kabupaten Merangin MK 2018.
Analisis Usahatani
PTT Padi
Untuk mengukur tingkat kemampuan pengembalian atas biaya usahatani padi,
dihitung nisbah penerimaan atas biaya input yang digunakan sedangkan
pendapatan usahatani merupakan selisih antara nilai hasil dan biaya produksi.
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa penerimaan dan pendapatan
usahatani padi tertera pada Tabel 5.
Penerimaan yang diperoleh dengan pendekatan teknologi PTT lebih besar
23,64 persen dibandingkan cara petani, sedangkan pendapatannya lebih besar
29,57 persen. Rendahnya pendapatan yang diperoleh cara petani disebabkan
hasilnya lebih rendah dibanding teknologi PTT. Bila dilihat dari efisiensi usahatani
yaitu R/C ratio usahatani padi masing-masing teknologi dengan nilai 2,04 (PTT),
dan 1,89 (Petani). Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi dengan ke dua
teknologi tersebut memberikan keuntungan, namun pertanaman padi dengan
teknologi pendekatan PTT lebih menguntungkan dibanding cara petani. Teknologi
budidaya padi dengan pendekatan PTT secara ekonomis cukup layak dan
kelayakan usahataninya lebih baik dari pada teknologi petani. MBCR 2,77
menunjukkan bahwa untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan satu unit
memberikan tambahan pendapatan sekitar 2,77 kali.
PTT Petani
Uraian
Volume Nilai (Rp) Volume Nilai (Rp)
INPUT (Rp)
I. Sarana Produksi
- Benih 25 kg 250.000 25 kg 250.000
- Urea 150 kg 360.000 50 kg 120.000
- SP 36 100 kg 260.000 - -
- KCl 50 kg 400.000 - -
- NPK Phonska - - 300 kg 450.000
- M Dec 2 kg 35.000 - -
- Agrimeth 500 gr 135.000 - -
- Pestisida 500.000 400.000
Jumlah 1.940.000 1.220.000
OUTPUT
- Hasil (kg) 5.500 4.200
- Harga (Rp) 3.500 3.500
- Penerimaan (Rp) 19.250.000 14.700.000
- Pendapatan (Rp) 9.825.000 6.920.000
- R/C 2,04 1,89
- MBCR 2,77
Perbenihan Padi
Hasil analisis usahatani padi benih dan padi konsumsi terdapat perbedaan
terutama untuk biaya tenaga kerja. Perbenihan padi memerlukan biaya tambahan
rouging dan prosesing benih sesuai jumlah yang dijadikan benih (Tabel 6).
358 Jumakir et al.: Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi.....
Tabel 6. Analisis usahatani padi konsumsi dan padi benih per hektar Desa Seling, Kecamatan
Tabir, Kabupaten Merangin. MK 2018.
INPUT (Rp)
I. Sarana Produksi
- Benih 25 kg 250.000 25 kg 250.000
- Urea 150 kg 360.000 150 kg 360.000
- SP 36 100 kg 260.000 100 kg 260.000
- KCl 50 kg 400.000 50 kg 400.000
- M Dec 2 kg 35.000 2 kg 35.000
- Agrimeth 500 gr 135.000 500 gr 135.000
- Pestisida 500.000 500.000
Jumlah 1.940.000 1.940.000
OUTPUT
- Hasil (kg) 5.500 2.500
- Harga (Rp) 3.500 9.000
- Penerimaan (Rp) 19.250.000 22.500.000
- Pendapatan (Rp) 9.825.000 11.575.000
- R/C 2,04 2,06
- MBCR 1,86
Biaya tenaga kerja perbenihan padi 82,24 persen lebih tinggi dibandingkan
padi konsumsi yaitu 79,42 persen. Penggunaan saprodi perbenihan padi sama
dengan padi konsumsi sebesar Rp 1.940.000. Total biaya yang dikeluarkan
perbenihan padi lebih besar dari padi konsumsi sebesar 13,73 persen. Pendapatan
yang diperoleh padi benih sebesar Rp 11.575.000 sedangkan pendapatan yang
360 Jumakir et al.: Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi.....
KESIMPULAN
1. Keragaan tanaman padi varietas Inpari 30 dan Inpara 3, pertumbuhannya
cukup baik dengan produktivitas 5,5 t/ha GKP dan 5,2 t/ha GKP. Pendapatan
usahatani padi dengan pendekatan teknologi PTT Rp. 9.825.000 dan cara
petani Rp 6.920.000 (peningkatan pendapatan sebesar 29,57%).
2. Hasil benih padi varietas Inpari 30 sebanyak 10.250 kg, dan Inpara 3
sebanyak 1.250 kg. Penyebaran varietas di lokasi Kecamatan Tabir dan
kecamatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B, S Tjokrowidjojo dan Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek
perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Indonesian Agricultural Research and Development Journal.
Volume 27, Nomor 1. 2008. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Bogor
Anwar K, Suratman dan A Kasno. 2007. Identifikasi dan evaluasi potensi lahan
untuk mendukung primatani di desa Sri Agung Kecamatan Tungkal Ulu
Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor
Badan Litbang Pertanian. 2007. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Padi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Badan Litbang Pertanian, 2013. Deskripsi varietas unggul baru padi. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanan. Kementerian Pertanian.
Badan Litbang Pertanian. 2016. Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan Pengem-
bangan kawasan Padi, Jagung dan Kedelai. Badan Litbang Pertanian.
Kementerian Pertanian.
Balitpa. 2003. Penelitian padi menuju revolusi hijau lestari. Balitpa. Puslitbangtan.
Badan Litbang. Jakarta
Bachrein, S. 2008. Pengkajian pengembangan model agribisnis jagung pada
lahan kering di Kabupaten Ciamis. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. Volume 11, Nomor 13, Maret 2008. BBP2TP Bogor
BBP2TP. 2013. Petunjuk Teknis Produksi Benih Padi. Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Kementerian Pertanian
BPS. 2016. Jambi dalam angka. BPS Provinsi Jambi. Jambi
362 Jumakir et al.: Produksi dan Penyebaran Benih Varietas Unggul Baru Padi.....
Integrasi Budidaya Padi Sawah Irigasi dengan Itik
di Kabupaten Subang
Agus Nurawan*, Kiki Kusyaeri Hamdani, Heru Susanto, dan Yanto Surdianto
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Kab. Bandung Barat
*
Email: agusnurawan@gmail.com
ABSTRAK
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) menjadi salah satu kendala
dalam budidaya tanaman padi sawah irigasi. Salah satu cara
pengendalian OPT pada budidaya padi sawah irigasi adalah penerapan
pertanian terpadu antara tanaman dan ternak seperti sistem integrasi
padi-itik. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui peran integrasi
padi-itik terhadap pengendalian OPT pada budidaya padi di lahan
sawah irigasi. Pengkajian dilaksanakan di wilayah endemik hama
keong mas yaitu kelompok tani Sabilulungan, Desa Gunungsari,
Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang pada bulan April - Desember
2016. Lokasi pengkajian merupakan wilayah endemik hama keong
mas.Perlakuan terdiri atas: 1) integrasi padi + itik pedaging Serati, 2)
integrasi padi + itik petelur, dan 3) padi tanpa itik. Hasil pengkajian
menunjukkan bahwa tanaman padi yang diintegrasikan dengan itik
dapat mengurangi serangan hama khususnya keong mas.Tanaman
padi yang diintegrasikan dengan itik pedaging Serati menghasilkan
produktivitas padi, pendapatan, dan nilai R/C rasio paling tinggi.
Kata kunci: Itik, keong mas, OPT, R/C rasio.
ABSTRACT
Plant Pests is one of the obstacles in the cultivation of irrigated
rice. One way to control pests in irrigated rice cultivation is the
application of integrated farming between crops and livestock
such as the integrated rice-duck system. This study aims to
determine the role of integration of paddy-duck to pest control
in rice cultivation in irrigated paddy fields. The assessment was
carried out in the endemic area of the golden snail pest, namely
the Sabilulungan farmer group, Gunungsari Village, Pagaden
PENDAHULUAN
Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) berupa hama menjadi salah
satu kendala dalam budidaya tanaman padi di lahan sawah irigasi. Sampai saat
ini petani lebih suka menggunakan pestisida kimiawi yang cenderung berlebihan
sehingga berdampak negatif seperti terjadinya pencemaran lingkungan,
mengganggu kesehatan manusia, menyebabkan resistensi dan resurgensi
terhadap OPT sasaran, terbunuhnya musuh alami, dan meningkatnya biaya
produksi.
Semakin mahalnya biaya pengendalian OPT secara kimiawi menyebabkan
pendapatan petani jadi menurun. Cara pengendalian OPT pada budidaya padi
diantaranya dapat dilakukan melalui penerapan sistem pertanian terpadu antara
tanaman dan hewan/ternak dalam suatu lahan yang sama diantaranya adalah
sistem integrasi padi-itik.Integrasi antara padi dengan itik yang memiliki hubungan
yang saling menguntungkan. Keuntungan bagi itik adalah tersedianya pakan
seperti serangga, rumput, katak, siput, keong, lembing dan biota lain yang
ditemukan di sawah, sedangkan bagi tanaman padi yaitu mengurangi penggunaan
pestisida karena hama dimakan itik sehingga biaya produksi berkurang. Beberapa
keuntungan lainnya adalah meningkatnya efisiensi dan produktivitas lahan,
menghasilkan diversifikasi produk, menekan gulma, mengurangi hama dan
penyakit, memperbaiki kesuburan dan sifat fisik tanah (Schroder and Munch
2008) dan menghasilkan sumber nutrisi berupa kotoran ternak itik (Hossain et
al. 2005). Populasi itik pada lahan padi sawah bisa mencapai 1000-1500 ekor
per hektar (Goh et al. 2001). Populasi itik 600 ekor per hektar menghasilkan
pertumbuhan dan produksi padi sawah tertinggi (Sumini et al. 2019). Sistem ini
prinsipnya memanfaatkan sifat itik yang menyukai lingkungan berair dan
memakan berbagai tumbuhan dan hewan kecil yang hidupnya di sekitar batang
bawah padi (Murtidjo 1993). Kombinasi usahatani tanaman dan ternak telah
364 Nurawan et al.: Integrasi Budidaya Padi Sawah Irigasi dengan Itik.....
terbukti sebagai salah satu sistem produksi yang mengarah pada pertanian
berkelanjutan (Adiyoga et al. 2008) serta memaksimalkan pemanfaatan
sumberdaya (Balitbangtan 2010). Sistem pertanian terpadu antara tanaman
dengan hewan ternak menjadi salah satu sistem ramah lingkungan yang
menjanjikan (Januartha et al. 2012). Sistem pertanian terpadu memiliki prospek
dapat meningkatkan pendapatan petani yang tidak hanya berasal dari padi tapi
juga komoditas lain seperti ikan, bebek dan azolla. Menurut Polakitan et al.
(2015) usahatani padi yang dikombinasikan dengan ternak itik memberikan
keuntungan baik dari penjualan hasil padi maupun telur itik dan itik afkir dan
memiliki nilai R/C rasio > 1.
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui peran integrasi padi-itik terhadap
pengendalian OPT pada budidaya padi di lahan sawah irigasi.
Populasi hama
Keong mas merupakan jenis hama yang paling banyak dikonsumsi oleh itik baik
itik Serati maupun itik petelur. Hal ini dibuktikan dengan semakin menurunnya
populasi hama keong mas di lahan sawah seiring dengan bertambahnya umur
tanaman padi (Tabel 2) dan yang ditemukan di dalam tembolok dan ampela itik
(Tabel 5). Pada tanaman padi tanpa itik, populasi keong mas terus meningkat
hingga umur 30 HST dan jumlahnya masih jauh lebih banyak dibandingkan
tanaman padi yang terintegrasi dengan itik. Pada umur tanaman padi 70 HST,
terjadi peningkatan populasi keong mas pada perlakuan padi-itik walaupun
jumlahnya tidak terlalu signifikan. Hal tersebut diduga jumlah pakan itik sudah
Bobot (kg/ekor)
Jenis itik
15 HST 30 HST 45 HST 70 HST
366 Nurawan et al.: Integrasi Budidaya Padi Sawah Irigasi dengan Itik.....
Tabel 2. Populasi keong mas.
Padi + itik Serati 0,80 0,00 0,00 0,80 1,06 7,30 1,06 0,00 0,80 5,00 0,00 0,00
Padi + itik petelur 3,00 2,30 0,00 0,00 3,00 0,70 0,50 2,10 2,00 6,00 0,00 0,20
Padi tanpa itik 4,30 2,06 0,00 0,13 1,80 3,60 2,02 0,00 4,50 3,00 0,00 0,50
Keterangan: WBC = Wereng Batang Coklat; LB= Lembing Batu; PB= Penggerek Batang;
MA= Musuh Alami
Keterangan:KM = Keong Mas; WBC = Wereng Batang Coklat; PB = Penggerek Batang Padi;
LB = Lembing Batu; K= kerang; L = lalat; G = gulma;
+++ = banyak; ++ = sedang; + = sedikit; - = tidak ada
368 Nurawan et al.: Integrasi Budidaya Padi Sawah Irigasi dengan Itik.....
hanya memakan hama, akan tetapi juga memakan benih dan bibit gulma. Dengan
demikian, fungsi lainnya dari keberadaan itik dengan berbagai aktivitasnya di
sawah dapat menekan pertumbuhan gulma. Hasil penelitian Murtisari dan Evans
(1982) melaporkan bahwa itik yang digembalakan mengkonsumsi siput sebanyak
17% dari total pakan yang ditemukan di dalam temboloknya. Menurut Mahfudz
et al. (2004) ternak itik yang diintegrasikan dengan tanaman padi mempunyai
fungsi ganda yaitu sebagai fertilisator, pestisidator dan sekaligus sebagai
herbisidator.
Tabel 6. Hasil dan analisis usahatani integrasi padi dengan itik pada luasan 0,2 ha.
KESIMPULAN
1. Tanaman padi yang diintegrasikan dengan itik dapat mengurangi serangan
hama pada tanaman padi khususnya keong mas.
2. Tanaman padi yang diintegrasikan dengan itik pedaging Serati menghasilkan
produktivitas padi, pendapatan, dan nilai R/C rasio paling tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, U., A. Ella, A. Nurhayu. 2003. Integrasi ternak itik dengan sistem
usahatani berbasis padi di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Hlm. 234-
239. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak.
Andita, R.P., U. Khumairoh, B. Guritno, N. Aini. 2016. Kajian pertumbuhan
vegetatif tanaman padi (Oryza sativa L.) terhadap tingkat kompleksitas
system pertanian yang berbeda. Jurnal Produksi Tanaman 4(8):624-630.
Abu, M., A.S. Aku, D. Zulkarnain, L.O. Jabuddin. 2017. Pengembangan usaha
terpadu padi sawah dan ternak ungags alternatif kecukupan pangan dan
pendapatan bagi masyarakat di wilayah Peri Urban. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Peternakan Tropis 4(2):49-61.
Adiyoga, T., A. Soetiarso, M. Meriana. 2008. Interaksi komponen dalam sistem
usahatani tanaman-ternak pada ekosistem dataran tinggi di Jawa Barat.
Jurnal Hortikultura 8(2):234-248.
[Balitbangtan] Badan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Prospek
dan Arah pengembangan Agribisnis Unggas. Jakarta: Departemen
Pertanian. 40 hlm.
370 Nurawan et al.: Integrasi Budidaya Padi Sawah Irigasi dengan Itik.....
Basuki, S., dan M.N. Setyapermas. 2012. Pemanfaatan cuaca ekstrim dengan
pembesaran itik dalam sistem usahatani padi (studi kasus di Kabupaten
Brebes). hlm. 159-168. Dalam: S. Subari, M. Effendi, S. Suryawati, D.
Hidayati, A. Kisroh, E. Murnianto (eds). Prosiding Seminar Nasional:
Kedaulatan Pangan dan Energi. Madura: Fakultas Pertanian Universitas
Trunojoyo.
Goh, B.D., Y.H. Song, M. Manda. 2001. Effect of duck free-ranging density on
duck behavior patterns, and rice growth and yield under a rice-duck
farming system in paddy field. Korean Journal of Environmental
Agriculture 20(2):86-92.
Hossain, S.T., H. Sugimoto, J.U.H. Gazi, M.I. Rafiqul. 2005. Effect of integrated
rice-duck farming on ice yield, farm productivity an rice provisioning,
ability of farmers. Asian Journal Of Agriculture and Development 2(1):79-
86.
Januartha, I.G., I.W. Budiasa, M. Handayani. 2012. Optimasi Sistem Usahatani
Campuran Pada Anggota Kelompok Tani Catur Amerta Sari Di Desa
Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem. Jurnal Agribisnis dan
Agrowisata 1(1):16-22.
Mahfudz, L.D., dan E. Prasetya. 2005. Tingkat efisiensi teknis dan ekonomis
pada system pemeliharaan terpadu antara tanaman padi dengan itik lokal
jantan. Jurnal of Indonesian Tropical Animal Agriculture 30(1):42-46.
Mahfudz, L.D., A.M. Umiyati, S. Warsono, S.Y. Nuniek. 2001. Pengaruh luas
lahan pada sistem integrasi padi dengan itik terhadap performans itik
lokal jantan. Animal Production. Edisi khusus. Purwokerto: Unsoed Press.
Mahfudz, L.D., W. Sarengat, S.M. Adiningsih, E. Sijpriatna, B. Srigandono.
2004. Pemeliharaan sistem terpadu dengan tanaman padi terhadap
performans dan kualitas karkas itik lokal jantan umur 10 minggu. hlm.
548-553. Prosiding Seminar dan Ekspose Nasional Sistem Integrasi
Tanaman-Ternak. Bali: BPTP Bali, Puslitbang Peternakan, dan CASREN.
Murtidjo, B.A. 1993. Mengelola Itik. Jakarta: Kanisius. 126 hlm.
Murtisari, T., dan A.J. Evans. 1982. The importance of aquatic snails in the diet
of fully herded ducks. Research Report 1982. Bogor: Balai Pengkajian
Ternak Ciawi. pp. 75-86.
Nurawan, A., dan N. Sunandar. 2012. Integrasi itik pada sistem usahatani padi
sawah di Kabupaten Subang. hlm. 333-340. Dalam: R.H. Murti, T. Joko,
A. Wibowo, E. Ambarwati, D. Indradewa, N.W. Yuwono, E. Hanudin,
372 Nurawan et al.: Integrasi Budidaya Padi Sawah Irigasi dengan Itik.....
Respon Petani terhadap Peningkatan Indeks
Pertanaman (IP) Melalui Tumpangsari Tanaman
Jagung-Padi di Kabupaten Pemalang
Endah Nurwahyuni, Forita Dyah Ariyanti, Sherly Sisca Piay
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
Jalan Soekarno-Hatta KM.26 No.10, Bergas, Kab. Semarang
Email: nurwahyuni.endah@gmail.com
ABSTRAK
Sistem tanam tumpangsari merupakan metode yang dilakukan sebagai
upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan dari dimensi waktu
maupun ruang khususnya di daerah yang sering mengalami
keterbatasan sumber daya air pada musim kemarau. Sistem ini dipercaya
dapat meningkatkan populasi padi dan jagung sebesar 150% dibanding
monokultur, sehingga pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui respon
petani di kabupaten Pemalang terhadap teknologi tumpangsari jagung-
padi gogo serta mendapatkan umpan balik untuk mengetahui respon
petani terhadap hasil pengkajian. Pengkajian dilakukan di lahan seluas
dua hektar di Desa Kwasen, Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang
yang melibatkan dua petani kooperator pada MT II (Maret-September
2019. Padi yang digunakan yaitu varietas Inpari 40, Inpari 42, Inpago 9,
Inpago 10 dan Biopatenggang. Sedangkan varietas jagung yang ditanam
adalah Bisi 18, Nasa P29, NK Sumo dan Pioner. Jarak tanam yang
dicoba meliputi jagung: legowo 2: 1 jarak tanam (40 x 140) x 12,5 cm,
padi: legowo 6: 1 jarak tanam (20 x 80) x 10 cm dan jagung: legowo 2:
1: 2 jarak tanam (40 x 110) x 20 cm, padi: legowo 4: 1 jarak tanam (20
x 90) x 20 cm. Variabel respon yang diukur meliputi keragaan
tumpangsari, keragaan tanaman, kemudahan penerapan tumpangsari
di luar musim dan kemudahan penerapan masing-masing komponen
teknologi. Kuisioner diberikan kepada 30 responden bersamaan dengan
pengamatan langsung ke lapangan. Hasil menunjukkan bahwa respon
petani cukup (48,33%) terhadap keragaan tumpangsari dan baik
(75,67%) terhadap keragaan tanaman. Sedangkan respon petani cukup
(66,67%) terhadap kemudahan tumpangsari di luar musim dan baik
(68%-92,33%) pada penerapan masing-masing komponen tumpangsari.
Kata kunci: Luar musim, jarak tanam, Inpari, Inpago, Bisi, Nasa, Pioner
PENDAHULUAN
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki lahan
kering dan sawah tadah hujan sangat luas. Upaya peningkatan produktivitas
dan produksi padi di agroekosistem yang miskin sumber daya perlu mendapat
perhatian yang lebih besar, karena penduduk di kawasan tersebut sering
mengalami kekurangan pangan (Badan Litbang Pertanian 2009). Pemanfaatan
lahan kering dan lahan sawah tadah hujan merupakan alternatif yang potensial
METODE
Pengkajian ini dilaksanakan di Desa Kwasen, Kecamatan Bodeh, Kabupaten
Pemalang dari bulan Maret hingga September 2019. Padi yang digunakan yaitu
varietas Inpari 40, Inpari 42, Inpago 9, Inpago 10 dan Biopatenggang. Sedangkan
varietas jagung yang ditanam adalah Bisi 18, Nasa 29, NK Sumo dan Pioner.
Jarak tanam yang dicoba meliputi jagung: legowo 2: 1 jarak tanam (40 x 140) x
12,5 cm, padi: legowo 6: 1 jarak tanam (20 x 80) x 10 cm dan jagung: legowo 2:
1: 2 jarak tanam (40 x 110) x 20 cm, padi: legowo 4: 1 jarak tanam (20 x 90) x
20 cm.
Keterangan:
z adalah z hitung
X adalah rerata petani yang merespon tinggi
Xo adalah 50% populasi
n adalah banyaknya sampel
Hipotesis yang diuji adalah H0: P < 50%; H: P > 50%, dimana H0 =
Diduga kurang dari atau sama dengan 50% petani di Kecamatan Bodeh memiliki
respon tinggi terhadap setiap komponen tumpangsari jagung – padi. Há = Diduga
lebih dari atau sama dengan 50% petani di Kecamatan Bodeh memiliki respon
tinggi terhadap komponen tumpangsari jagung – padi. Data dianalisis dengan
tingkat signifikansi 95% ( = 0,5), n = 22 dan uji Z untuk mengetahui menentukan
hipotesis yang diterima.
Tabel 1. Sebaran petani berdasarkan respon terhadap komponen teknologi tumpang sari di
Pemalang.
Tabel 2. Sebaran petani berdasarkan respon terhadap prospek teknologi tumpangsari Pemalang.
KESIMPULAN
Lebih dari 50% petani memiliki respon tinggi terhadap komponen teknologi seed
treatment menggunakan AGRIMETH. Sedangkan terhadap komponen teknologi
lain, respon petani rendah hingga sedang. Hal ini berkaitan dengan sumber daya
air dan keterbatasan sarana dan infrastruktur sehingga memerlukan lebih banyak
pengorbanan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Namun demikian,
prospek tumpangsari di daerah lain direspon tinggi oleh lebih dari 50% petani
demikian pula prospek tumpangsari sebagai langkah peningkatan IP.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, N. 2004. Respons Petani Terhadap Program Konservasi Tanah di
Kabupaten Klaten. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Badan Litbang Pertanian, 2009. Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2017. Sebaran Potensi
Lahan Tadah Hujan di wilayah Pulau Jawa. BBSDLP. Bogor. 25 Halaman.
Greenley, N. F. 2014. Driving and Inhibiting Factors in the Adoption of Open
Source Software in Organisations. Disertation.
Hasanuddin, A. 2005. Peranan Proses Sosialisasi terhadap Adopsi Varietas
Unggul Padi Tipe Baru dan Pengelolaannya. Lokakarya Pemuliaan
Partisipatif dan Pengembangan Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB).
Sukamandi 2005.
Ikhwani, Pratiwi, G. R., Paturrohman, E. Makarim, A.K. 2013. Peningkatan
Produktivitas Padi melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo. Iptek
Tanaman Pangan. 8(2): 72–79.
ABSTRAK
Lahan salin mempunyai peranan penting dalam upaya
mempertahankan swasembada beras dan mengingat semakin
berkurangnya lahan subur untuk area pertanian di Pulau Jawa akibat
alih fungsi lahan. Lahan salin di Jawa Tengah tersebar di sembilan
kabupaten dengan luasan bervariasi. Luasan terkecil lahan salin di
Jawa Tengah terdapat di Pekalongan (668 ha), sedangkan yang terluas
di Cilacap (63 318 ha). Tingkat kepemilikan lahan salin di Jawa Tengah
adalah 0,3 ha. Batas toleransi padi untuk ditanam di lahan salin adalah
60-100 ppm. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Cilacap pada
Musim Kering 2018. Sejumlah 14 galur/varietas ditanam di lahan salin
dengan model mother dan baby trial. Pada saat menjelang panen
dilakukan field day dengan melibatkan panelis untuk menilai galur/
varietas yang mereka sukai dan tidak disukai. Dari hasil pilihan panelis
didapatkan bahwa galur/varietas yang disukai berdasarkan
penampilan/morfologisnya adalah BP14092-2b-2-2-TRT-17-3-SKI-
1-B dan yang tidak disukai adalah galur HHZ5-Sal9-Y3-Y1. Dengan
terpilihnya galur oleh panelis, diharapkan galur ini dapat berkembang
di daerah tersebut setelah dilakukan perilisan varietas.
Kata kunci: Galur, padi, salin, PVS.
ABSTRACT
Saline land has a role in the effort to maintain rice self-sufficiency
and given the decreasing lowland for agricultural areas in Java
due to land conversion. Saline land in Central Java is spread
over nine regencies with varying size. The smallest area of saline
land in Central Java is in Pekalongan (668 ha), while the largest
PENDAHULUAN
Sejak tahun 1940-an Kementerian Pertanian telah melepas sekitar 233 varietas
unggul (VU), namun banyak diantaranya yang tidak berkembang di petani
(Deptan, 2008). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pertanaman petani
di lapang umumnya didominasi oleh 7-8 varietas saja yang ditanam lebih dari
300.000 ha, dan itupun diperkirakan masih banyak areal pertanaman IR64 yang
dilepas pada tahun 1986 (Ruskandar et al., 2006, dan Suprihatno et al. 2011).
Oleh karena itu ada anggapan bahwa banyak varietas unggul yang dilepas kurang
dimanfaatkan oleh petani.
Walaupun telah terjadi pergeseran popularitas IR64 dengan VUB lain seperti
ditemui di beberapa kabupaten seperti Indramayu, Subang, dan Karawang,
namun laju adopsi VUB masih lambat. Penyebab utama lambatnya pergeseran
tersebut erat kaitannya dengan potensi hasil dari VUB (Las et al., 2003).
Persepsi atau alasan petani mengadopsi varietas unggul baru bervariasi
antar lokasi, iklim dan tipe agroekosistem. Oleh karena itu dalam introduksi
varietas unggul baru terutama harus diperhatikan dan diuji coba lebih dulu di
tingkat petani. Faktor-faktor psikologis serta sosial dalam membuat keputusan
tampaknya lebih mendominasi cara berpikir petani dibandingkan faktor teknis
dan ekonomi (Sayuti et al., 1998; Wahyuni et al., 2008). Namun demikian sejauh
mana kebenaran anggapan tersebut perlu dikaji secara kuantitatif di lapangan
melalui evaluasi pemanfaatan varietas unggul di berbagai daerah sentra produksi
padi.
Babytrial Babytrial
Babytrial
Babytrial Babytrial
Babytrial
1. Karakteristik petani
Pengumpulan data petani dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum
petani melalui teknik wawancara secara langsung terhadap petani yang menanam
galur padi. Adapun data petani yang di peroleh meliputi data umur petani, luas
lahan, dan varietas benih yang pernah ditanam. Data tersebut disajikan pada
Tabel 1.
Pelaksanaan dan hasil PVS
PVS diikuti oleh 25 orang petani termasuk ketua kelompok tani dan kepala
dusun serta ditambah dari unsur penyuluh dan mahasiswa STPP Magelang
yang sedang melakukan PKL. Sebelum panelis melakukan penilaian di lapangan,
terlebih dahulu diberi penjelasan maksud dan tujuan PVS serta teknis pemilihan
galur oleh panelis di lapangan. Panelis diminta untuk memilih genotipe yang
disukai dan tidak disukai masing-masing 2 (dua) genotipe. Pemilihan genotipe
oleh peserta PVS dengan menggunakan dua warna kartu yaitu kartu hijau untuk
memilih genotipe yang disukai dan warna merah untuk genotipe yang tidak
disukai. Sebelum kartu tersebut diberikan, panelis diminta untuk berkeliling terlebih
dahulu yaitu mencermati genotipe mana yang menurut mereka disukai dan tidk
disukai dari ke 14 genotipe yang ada di lapangan. Setelah selesai berkeliling,
baru panelis diberi kartu untuk dimasukkan ke kotak yang telah tersedia di
masing-masing nomor galur/genotipe sesuai dengan pilihannya masing-masing.
Setelah selesai pemilihan di lapangan, kotak yang telah diisi kartu tersebut di
bawa ke tenda tempat berkumpul dan dihitung warna kartu tiap kotaknya.
Penghitungan disaksikan oleh seluruh panelis. Hasil perhitungan genotipe terpilih
(suka dan tidak suka) seperti terlihat pada Tabel 2.
Karakterstik Kisaran
Dari hasil pilihan panelis ternyata yang disukai adalah nomor 1 dan 14 yaitu
BP14092-2b-2-2-TRT-17-3-SKI-1-B dan Mekongga (cek) sedangkan yang tidak
disukai adalah nomor 10 dan 13 yaitu HHZ5-Sal9-Y3-Y1 dan Inpari 35 (cek).
Hasil diskusi dengan panelis, alasan mereka untuk genotipe yang disukai antara
lain batang yang “besar” sehingga tidak mudah rebah, jumlah gabah per malai
tinggi dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan kebalikannya yang tidak disukai
karena batangnya kecil dikawatirkan mudah rebah. Selain lahan salin, didaerah
ini juga termasuk lahan tadah hujan, dan panelis menghendaki adanya varietas
yang dicoba di lahan mereka (tadah hujan).
Pada pertanaman baby trial, terdapat beberapa genotipe yang
pertumbuhannya kurang baik. Misalnya genotipe nomor 2 (BP14080-5b-6-5-
TRT-27-4-SKI-5-B) tanaman mengering. Hal ini diduga karena kadar garamnya
yang cukup tinggi di lokasi tersebut (lokasi ada di pinggir sungai). Pada
pertanaman mother trial pun pertumbuhannya agak berbeda antar ulangan.
Keadaan ini diduga kadar garam tiap blok berbeda, dimana blok yang dekat
dengan saluran/sungai kadar garamnya tertinggi dan kebalikannya yang agak
jauh dari saluran kemungkinan kadar garamnya rendah. Namun hal ini perlu
dianalisis di lab untuk tanah tiap blok nya.
Tabel 3. Analisis ragam variabel tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, komponen hasil,
dan hasil galur-galur toleran salinitas di Cilacap, 2018.
DB TT JA UB GI GH B1000B Hasil
392
Vigor TT JA UB GI GH B1000B Hasil
No Galur
MS S MS S MS S MS S MS S MS S MS S MS S
DAFTAR PUSTAKA
BPTP Jawa Tengah. 2015. Loka karya Strategi pengelolaan lahan salin
mendukung peningkatan produksi padi di Jawa Tengah, 17-18 November
2015. Kerjasama BPTP Jawa tengah dengan mahasiswa angkatan X
program studi magister abdibisnis fakultas peternakan dan pertanian
UNDIP
Deptan. 2008. Peningkatan Produksi Padi Menuju 2020: Memperkuat
kemandirian pangan dan peluang ekspor. Departemen Pertanian. Jakarta.
Hairmansis, A., B. Kustianto, E.Lubis, and Suwarno. 2008. Increasing genetic
diversity throuht participatory varietal selection of upland rice in Lampung.
Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol 27 No. 1. 2008
Irawan B., 2004. Dinamika produktivitas dan kualitas budidaya padi sawah.
Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, pp:179-200.
(Baby Trial)
Jumlah galur salin : 14
Semai : 30 Maret 2018
Tanam : 19 April 2018
1 Riyadi 1 BP14092-2b-2-2-TRT-17-3-SKI-1-B
2 Fatoni 2 BP14080-5b-6-5-TRT-27-4-SKI-5-B
3 Tarno 3 BP14082-2b-2-3-TRT-23-1-SKI-1-B
4 Marno 4 IR11T184
5 Madlukin 5 BP14082-2b-2-5-TRT-36-2-SKI-3
6 Yanto 6 HHZ 14-SAL19-Y1
7 Sukasri 7 BP14082-2b-2-5-TRT-35-5-SKI-2
8 Yanti 8 BP14092-2B-1-1-TRT-14-1-4-B
9 Puji 9 IR86385-38-1‘-1-B
10 Andi 10 HHZ5-Sal9-Y3-Y1
11 Tini 11 HHZ5-Sal10-DT2-DT1
12 Turiyem 12 BP14092-2b-2-1-TRT-17-2-SKI-1-B
13 Likin 13 Inpari 35
14 Marji 14 Mekongga
ABSTRAK
Usahatani padi-ikan merupakan salah satu bentuk diversifikasi
usahatani yang diyakini dapat mengurangi risiko usahatani dan
memberikan tambahan penghasilan. Usahatani padi-ikan bisa
dilakukan bila didukung oleh lingkungan usahatani, ketersediaan air,
dan jaminan pasar. Penelitian usahatani padi-ikan sebagai tambahan
pendapatan dan diversifikasi pangan dilakukan di Kabupaten Subang
pada MH 2017/2018 dan MK 2018 dengan tujuan untuk mengetahui
pendapatan, kelayakan dan alasan petani melakukan usahatani padi-
ikan. Metode survey dengan wawancara langsung ke responden
digunakan untuk pengumpulan data. Analisis usahatani dan kelayakan
digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan
Usahatani padi-ikan lebih efisien dalam penggunaan benih padi, pupuk,
dan biaya pestisida dibandingkan monokultur padi namun tidak
demikian dalam penggunaan tenagakerja. Usahatani padi-ikan
memberikan tambahan hasil gabah setara ikan antara 1.394-1.539
kg/ha dan meningkatkan hasil total setara gabah antara 23,72-25,76%
dibandingkan monokultur padi. Selain itu pendapatan usahatani padi-
ikan juga lebih tinggi 25,20-30,14% dan lebih layak bila dibandingkan
dengan monokultur padi. Alasan lebih menguntungkan dan mengikuti
kelompok menjadi landasan petani untuk mengusahakan usahatani
padi-ikan.
Kata kunci: Usahatani, padi-ikan, kelayakan.
ABSTRACT
Rice-fish farming is a farm diversification that can reduce the
risk of farming and provide additional variation. Rice-fish
farming can be carried out if supported by the farming
PENDAHULUAN
Sistem usahatani padi-ikan atau minapadi merupakan salah satu bentuk usaha
diversifikasi usahatani yang telah lama dikembangkan Kementerian Pertanian
melalui program intensifikasi pertanian yang tersebar di beberapa wilayah
Indonesia. Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari sistem minapadi,
diantaranya: a) memberi kemungkinan untuk terpenuhinya dua jenis pangan
pokok yaitu beras sebagai sumber karbohidrat dan ikan sebagai sumber protein,
b) membuka kemungkinan bagi petani untuk meningkatkan pendapatannya
karena mendapat nilai tambah dari hasil penjualan ikan, c) termanfaatkannya
lahan dan air secara optimal, d) menambah kesuburan tanah, e) memutus siklus
biologis hama karena ikan, dan f) menekan tumbuhnya gulma (Ardiwinata, 1987
dan Lutoni, 1991 dalam Suhadjadinata, 1994).
Pemikiran untuk mengetengahkan pendekatan diversifikasi usahatani melalui
sistem usahatani minapadi ini, terkait dengan upaya peningkatan pendapatan
petani, kesempatan kerja, dan penanganan stagnasi produksi padi melalui
intensifikasi minapadi (Nurhayati et al. 2016; Sularno dan Jauhari 2014). Namun
yang lebih penting lagi, upaya peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja
ini sekaligus ditujukan juga untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian
terutama lahan dan air (Damayanti, 2012).
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan Juni 2018 pada periode MT 2017/2018. Metode dasar yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, sedangkan
untuk pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survey.
Penentuan lokasi penelitian (kabupaten dan kecamatan) dilakukan secara sengaja
(purposive sampling), dengan pertimbangan lokasi penelitian merupakan salah
satu sentra kegiatan usahatani padi-ikan serta mudah diakses dengan transportasi
darat. Berdasarkan pertimbangan tersebut dipilih Kecamatan Tanjungsiang dan
Cijambe, Kabupaten Subang. Petani padi-ikan di lokasi penelitian tersebar di
beberapa desa, untuk itu ditentukan wilayah pengambilan sampel responden
mengikuti sebaran lokasi desa setempat. Pengambilan sampel responden
dilakukan dengan cara acak sederhana dengan memperhatikan jarak lokasi.
Tabel 1. Varietas, kelas benih dan jarak tanam yang digunakan petani padi-ikan
dan petani mono-kultur padi. Subang. MH 2017/2018 dan MK 2018.
Responden petani
Uraian
Padi-ikan (%) Monokultur padi (%)
MH 2017/2018
1. Varietas
a. Ciherang 70,0 53,3
b. IR-64 13,3 23,3
c. Lainnya 16,7 23,4
2. Kelas benih
a. Berlabel 73,3 66,7
b. Tidak berlabel 26,7 33,3
3. Jarak tanam (cm)
a. 25 x 25 63,33 60,0
b. 27 x 27 36,67 40,0
MK 2018
1. Varietas
a. Ciherang 60,0 43,3
b. IR-64 20,0 30,0
c. Lainnya 20,0 26,7
2. Kelas benih
a. Berlabel 76,7 66,7
b. Tidak berlabel 23,3 33,3
3. Jarak tanam (cm)
a. 25 x 25 63,33 63,33
b. 27 x 27 36,67 36,67
MH 2017/2018
1. Benih 18,6 kg 225.060 22,8 kg 275.880
2. Bibit ikan 3.205 ekor 1.282.000 - -
3. Urea 177,3 kg 343.962 188,5 kg 365.690
4. SP36 90,4 kg 194.360 98,2 kg 211.130
5. NPK 125,5 kg 308.730 132,7 kg 326.442
6. Pestisida - 331.200 - 880.200
7. Pakan ikan 215 kg 967.500 - -
Jumlah - 3.652.812 - 2.059.342
MK 2018
1. Benih 18,2 kg 220.220 22,5 kg 272.250
2. Bibit ikan 3.115 ekor 1.246.000 - -
3. Urea 182,6 kg 354.244 190,3 kg 369.182
4. SP36 91,2 kg 196.080 97,5 kg 209.625
5. NPK 125,7 kg 309.222 134,3 kg 330.378
6. Pestisida - 334.800 - 873.000
7. Pakan ikan 232 kg 1.044.000 - -
Jumlah - 3.704.566 - 2.054.435
Keterangan: Harga benih padi Rp 12.100/kg; bibit ikan Rp 400/ekor; pupuk Urea Rp 1.940/kg;
SP36 Rp 2.150/kg; NPK Rp 2.460/kg, pakan ikan Rp 4.500/kg
Rata-rata hasil gabah petani padi-ikan dan monokultur padi per satuan luas
lahan yang sama tidak banyak berbeda, namun dengan adanya ikan di sawah
ternyata memberikan tambahan hasil gabah setara ikan yang tinggi. Hasil ikan
yang dipelihara selama pertumbuhan padi memberikan hasil panen sebanyak
236 kg/ha ikan pada MH 2017/2018 dan 223 kg/ha ikan pada MK 2018. Dengan
harga jual ikan sebesar Rp 30.000/kg serta harga gabah Rp 4.600/kg pada MH
2017/2018 dan Rp 4.800/kg pada MK 2018, maka petani padi-ikan akan
memperoleh tambahan hasil gabah setara ikan sebanyak 1.539 kg/ha pada MH
2017/2018 dan 1.394 kg/ha pada MK 2018, sehingga total hasil gabah yang
diperoleh petani padi-ikan sebesar 7.319 kg/ha pada MH 2017/2018 dan 6.879
kg/ha pada MK 2018 (Tabel 4). Dibandingkan dengan hasil gabah petani
monokultur padi, maka terdapat perbedaan hasil gabah sebanyak 1.499 kg/ha
atau 25,76% pada MH 2017/2018 dan 1.319 kg/ha atau 23,72% pada MK 2018.
MH 2017/2018
1. Pengolahan tanah (borong) - 1.470.000 - 1.200.000
2. Pesemaian 2,31 207.900 2,23 200.700
3. Tanam (borong) - 1.200.000 - 1.200.000
4. Pemupukan 3,45 310.500 3,33 299.700
5. Penyiangan 10,52 946.800 13,79 1.241.100
6. Penyemprotan 5,37 483.300 8,23 740.700
7. Pengairan 4,28 385.200 3,4 306.000
8. Pemberian pakan 6,56 590.400 - -
9. Panen (bawon) - 5.069.967 - 4.656.000
Jumlah 35,49 10.664.067 30,98 9.844.200
MK 2018
1. Pengolahan tanah (borong) - 1.470.000 - 1.200.000
2. Pesemaian 2,29 206.100 2,23 200.700
3. Tanam (borong) - 1.200.000 - 1.200.000
4. Pemupukan 3,53 317.700 3,05 274.500
5. Penyiangan 11,19 1.007.100 12,86 1.157.400
6. Penyemprotan 5,35 481.500 8,26 743.400
7. Pengairan 4,49 404.100 3,79 341.100
8. Pemberian pakan 6,45 580.500 - -
9. Panen (bawon) - 4.782.467 - 4.448.000
Jumlah 36,3 10.449.467 30,19 9.565.100
Tabel 4. Rata-rata hasil gabah dan hasil gabah setara ikan pada usahatani padi petani padi-ikan
dan petani monokultur padi, Subang MH 2017/2018 dan MK 2018
MH 2017/2018
- Hasil gabah 5.780 26.588.000 5.820 26.772.000
- Hasil gabah setara ikan 1.539 7.079.400 - -
MK 2018
- Hasil gabah 5.485 26.328.000 5.560 26.688.000
- Hasil gabah setara ikan 1.394 6.691.200 - -
Tabel 5. Analisis usahatani padi-ikan dan monokultur padi. Subang MH 2017/2018 dan
MK 2018.
MH 2017/2018
1. Biaya total (Rp/ha) 14.316.879 11.903.542
- Biaya sarana produksi (Rp/ha) 3.652.812 2.059.342
- Biaya tenagakerja (Rp/ha) 10.664.067 9.844.200
2. Penerimaan total (Rp/ha) 33.667.400 26.772.000
3. Pendapatan (Rp/ha) 19.350.521 14.868.458
BCR 1,35 1,25
MBCR 1,86 -
MK 2018
1. Biaya total (Rp/ha) 14.154.033 11.619.535
- Biaya sarana produksi (Rp/ha) 3.704.566 2.054.435
- Biaya tenagakerja (Rp/ha) 10.449.467 9.565.100
2. Penerimaan total (Rp/ha) 33.019.200 26.688.000
3. Pendapatan (Rp/ha) 18.865.167 15.068.465
BCR 1,33 1,30
MBCR 1,50 -
Responden petani
Alasan utama
Padi-ikan Monokultur padi
(%) (%)
KESIMPULAN
Usahatani padi-ikan lebih efisien dalam penggunaan benih padi, pupuk, dan biaya
pestisida dibandingkan monokultur padi namun tidak demikian dalam penggunaan
tenagakerja. Usahatani padi-ikan memberikan tambahan hasil gabah setara ikan
antara 1.394-1.539 kg/ha dan meningkatkan hasil total setara gabah antara 23,72-
25,76% dibandingkan monokultur padi. Selain itu pendapatan usahatani padi-
ikan juga lebih tinggi 25,20-30,14% dan lebih layak bila dibandingkan dengan
monokultur padi. Marginal B/C dari kedua cara usahatani padi ini adalah 1,50.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, M.O. and D.K.S. Swastika. 1991. The Impact Study of Rice-fish
Farming System Research in Indonesia. CRIFC, Bogor.
Ardiwinata, R.O. 1987. Rice-fish Culture on Paddy Fields in Indonesia.
Proceeding of Indofacific Fish Coun. J.(II-II).119-154.
Ariyanto, A. 1991. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Budidaya
Minapadi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis S2 UGM. Tidak
dipublikasi
Damayanti, Y. 2012. Potensi dan Peluang Pengembangan Sistem Minapadi
sebagai Upaya Penanganan Dampak Perubahan Iklim di Provinsi Jambi.
J. Ekonomika Bisnis. Vol.15 No.1. Januari 2012.
Fagi, A.M., S. Suriapermana and I. Syamsiah. 1989. Rice-fish Farming Systems
in Lowland Areas The West Java Case. Report of The ARFS Working
Group Meeting. AARD-IRRI.
Hariadi, M. dan Suratiyah, K. 1997. Manajemen finansial. Jur.Sosial Ekonomi
Pertanian. Fak.Pertanian. UGM. Yogyakarta. (unpublished).
Huat, K. K., and E.SP. Tan. 1981. Review of Rice-fish Culture in Southeast
Asia. INCLARM, Manila. Philippines.
Husnan, S dan Suwarsono M. 2000. Studi kelayakan proyek. UPP AMP YKPN.
Yogyakarta.
Nurhayati, A., W.Lili,, T. Herawati and I. Riyantini. 2016. Derivatif Analysis of
Economic and Social Aspect of Added Value Minapadi (Paddy-fish
Integrative Farming) a Case Study in the Village of Sagaracipta Ciparay
Sub District, Bandung West Java Province, Indonesia. J.Aquatic Procedia.
Vol.7 August 2016. p:12-18.
Nuryasri, S., R. Badrudin, dan M. Suryanti. 2015. Kajian Pengembangan Usaha
Budidaya Ikan Air Tawar dalam Minapadi di Desa A. Widodo
Kec.Tugumulyo Kab.Musi Rawas. J. Agrisep. Vol.14. No.1.2015
410 Peserta.....
No Nama Instansi
97 Jum UNSIKA
98 Jumakir BPTP Jambi
99 Jumali BB Padi
100 Karta Supriatna BB Padi
101 Kasim PM
102 Kiki Kusyaeri BPTP Jabar
103 Kinkin Zaenal M. UPT Pertanian Kec. Lemah Abang
104 Kusnadi BB Padi
105 L. M. Zarwazi BB Padi
106 Laila Nur Milati BB Padi
107 Laswini BB Padi
108 Lavyina Br Bangun Poltek SHS
109 Leadg Faperta Unpad
110 Leni Marliani, SP BPP Ciasem
111 Lilis Nurdiani BB Padi
112 Liswan Nurjaman DKP Kab. Tangerang
113 Liyanan BB Padi
114 Luh Putu Yuni W Agh IPB
115 M. Enang Slamet Pemuliaan
116 M. Hari Rabuka BB Padi
117 Madesa Prisma
118 Maesti M BBP2TP
119 Margareta Sri Wahyuni Poltek SHS
120 Marijono CV. Sri Rejeki
121 Michael Theo Pamungkas Poltek SHS
122 Mira Landep Widiastuti BB Padi
123 Muharram Faperta, UNSIKA
124 Muryono ITS, Biologi
125 Mustika Prisma
126 N. Agustiani BB Padi
127 N. Lesmanah Dinas Pertanian
128 N. Usyati BB Padi
129 Nafisah BB Padi
412 Peserta.....
No Nama Instansi
414 Peserta.....
No Nama Instansi