Anda di halaman 1dari 6

TUGAS HUKUM PEMILU

“Hakekat Pemilu”

Oleh:
Agus Adi Pranatha
1704551025
Hukum Pemilu/A

Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Denpasar
2019
Hakekat Pemilu

Demokrasi pertama-tama merupakan gagasan yang mengandaikan bahwa kekuasaan

itu adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam Pengertian yang lebih partisipatif demokrasi

itu bahkan disebut sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, untuk, dan bersama rakyat.

Kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, dan karena itu rakyatlah yang

sebenarnya menentukan dan memberi arahan yang sesungguhnya menyelenggarakan

kehidupan kenegaraan.

Menurut Muhammad Hatta, demokrasi berarti kedaulatan rakyat, yaitu rakyat yang

bebas dan merdeka, yang menjadi raja atas dirinya sendiri dan yang dilawakannya dengan

daulat tuanku. Istilah terakhir ini digunakan Hatta untuk merujuk pada tatanan kehidupan

kerajaan dan feodalisme nusantara di masa lalu. Lebih lanjut, menurut Muh. Hatta bahwa

substansi demokrasi adalah mass protest atau sikap kritis rakyat terhadap penguasa,

musyawarah unttuk mencapai mufakat dan tolong menolong. Dua subtansi pertama menjadi

dasar untuk mewujudkan demokrasi politik sedangkan substansi yang ketiga menjadi dasar

bagi demokrasi ekonomi. Dengan ketiga subtansi ini, keadulatan rakyat akan terwujud baik

dalam kehidupan politik maupun dalam kehidupan ekonomi.

Bagi Harbemas, kedaulatan rakyat janganlah dibayangkan absolut sehingga rakyat

menentukan segalanya. Kedaulatan rakyat itu cukuplah dibayangkan sebagai kontrol atas

pemerintah melalui ruang publik. Dengan demikian, demokrasi deliberatif tidak memberikan

tawaran bentuk demokrasi langsung, tetapi demokrasi perwakilan yang diperkuat dengan

vitalisasi ruang publik. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat baru terwujud jika negara yang
terdiri dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif tersambung secara diskursif dengan

proses pembentukan opini dalam ruang publik.

Demi terciptanya suatu demokrasi yang ideal maka diperlukan suatu sarana oleh

masyarakat untuk memberikan suara. Itulah sebabnya, Pemilu menjadi pangkal bagi

perkembangan demokrasi. Artinya, jika Pemilu tidak terlaksana, maka tidak ada harapan bagi

bertumbuhnya demokrasi. Pemilu adalah prasyarat bagi tumbuhnya demokrasi.

Banyak para ahli yang menjelaskan tentang pengertian pemilu, antara lain

dikemukakan oleh Ramlan Surbakti (1992:181) Pemilu diartikan sebagai mekanisme

penyeleksi dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang

dipercayai. Selai itu menurut Jimly Asshiddiqie, pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan

asas kedaulatan rakyat yang bersifat langsung. Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu

adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas

yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah

suatu Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR,

DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-sama dengan pemerintah,

menetapkan politik dan jalannya pemerintahan negara. Menurut Morissan, Pemilihan umum

adalah cara atau sarana untuk mengetahui keinginan rakyat mengenai arah dan kebijakan

negara kedepan. Paling tidak ada tiga macam tujuan pemilihan umum, yaitu memungkinkan

peralihan pemerintahan secara aman dan tertib untuk melaksanakan kedaualatan rakyat

dalam rangka melaksanakan hak asasi warga Negara. Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 8

tahun 2012 pasal 1 ayat (1) memberikan penafsiran terkait dengan pemilu. Yang dimaksud

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945.

Dalam teori maupun praktek di Indonesia, fungsi pelaksanaan asas kedaulatan rakyat

lazim terkait dengan pemilihan umum. Hal ini ditegaskan berulang-ulang dalam TAP MPR

No.VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Uumum, TAP MPR NO.VII/MPR/1978 tentang

Pemilihan Umum, TAP MPR No.IV/MPR/1983 tentang Referendum, dan TAP MPR

No.III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.Dalam Pasal 1 TAP MPR No. VIII/MPR/1973,

dinyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan berdasarkan Demokrasi Pancasila

sebagai sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat dalam negara RI. Dengan kata lain, secara

yuridis, pemilu di Indonesia memang dimaksudkan sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan

rakyat.

Pemilu pada hakikatnya adalah sarana kedaulatan rakyat, sehingga tidak satu pun

negara di dunia ini yang mengklaim dirinya sebagai negara demokratis yang tidak

menyelenggarakan Pemilu. Secara bottom-up terdapat tiga fungsi Pemilu: Pertama, sebagai

sarana rekrutmen politik, di mana setiap warga negara punya hak dipilih menjadi pejabat

publik. Kedua, sebagai sarana pembentukan pemerintahan; dan ketiga, sebagai sarana

membatasi perilaku pejabat dan kebijakan. Sedangkan secara top-down, Pemilu punya 4

(empat) fungsi: Pertama, sebagai sarana membangun legitimasi; Kedua, sebagai sarana

penguatan dan sirkulasi elit secara periodik; Ketiga, sebagai sarana menyediakan perwakilan;

dan keempat, sebagai sarana pendidikan politik.

Pancasila yang merupakan dasar negara mengamanatkan dilaksanakannya pemilu.

Hal ini sendiri tercermin dalam sila ke – 4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oeh

hikmat dalam kebijaksanaan permusyawaraan/perwakilan.” Model demokrasi apapun (baik


prosedural, agregatif, deliberatif, partisipatoris, mayoritarian ataupun konsensus) selalu

membutuhkan lembaga perwakilan untuk mewujudkannya. Hal ini bukan disadari para

perumus konstitusi Republik Indonesia. Memang tidak ada kata “demokrasi” dalam

Pancasila, tetapi cita kerakyatan, cita permusyawaratan, dan cita hikmat-kebijaksanaan, jelas-

jelas menunjukkan nilai-nilai pokok demokrasi yang dikehendaki para pendiri Republik.

Demikian juga, tidak ada kata “demokrasi” dalam naskah asli UUD 1945, namun

penggunaan kata “kedaulatan rakyat” pada Pasal 1 UUD 1945 mempertegas pilihan para

pendiri Republik untuk menempuh jalur demokrari. Oleh karena “kedaulatan rakyat” tidak

mungkin terwujud tanpa lembaga perwakilan rakyat, maka lembaga perwakilan rakyat ditata

sedemikian rupa agar mampu mencerminkan kemajemukan masyarakat dan menyuarakan

aspirasi rakyat.

Di sinilah arti penting kata “perwakilan” dalam sila keempat Pancasila, bahwa cita

kerakyatan, cita permusyawaratan, dan cita hikmat-kebijaksanaan tidak mungkin terwujud

tanpa adanya orang-orang yang mewakili rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.

Oleh karena itu meskipun kata “pemilihan” atau “pemilihan umum” tidak munculdalam

naskah asli UUD 1945, namun kata-kata itu disampaikan berulangkalioleh para pendiri

Republik Indonesia dalam membahas dasar negara dan konstitusi negara. Sebab, tanpa

“pemilihan” atau “pemilihan umum” tidak mungkin rakyat bisa mengirimkan wakilwakilnya

untuk duduk pada lembaga pemerintahan.

Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

hal ini adalah amanah Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Salah satu wujud dari

kedaulatan rakyat ini adalah penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu

dilaksanakan secara demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya


berdasarkan asas langsung,umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana amanat Pasal

22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Selain mengatur asas penyelenggaraan Pemilu, UUD

NRI juga mengatur tujuan Pemilu yaitu diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Dalam pasal 1 angka 1 undang – undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum, yang dimaksud dengan Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil

Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Anda mungkin juga menyukai