Anda di halaman 1dari 9

RESUME

KONSEP COMMUNITY MENTAL HEALT NURSING


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Keperawatan Jiwa”

Oleh :
Faizatul Kholisoh (1810011)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2020
1. SEJARAH CMHN
Perawatan pada pasien gangguan jiwa sudah dilakukan sejak jaman
dahulu kala. Asuhan keperawatan yang diberikan sebelum abad ke-18
masih berupa penjagaan (sipir) dengan kualitas asuhan yang sangat buruk
(dibuang ke hutan, dipasung, diolok-olok, dianggap sakti). Pada akhir abad
ke-19, perawat jiwa sudah merupakan sebuah profesi dan pada abad ke-20,
spesialisasi perawat jiwa telah diakui dengan peran dan fungsi yang unik.
Linda Richard merupakan perawat jiwa Amerika yang pertama,
dimana beliau mengembangkan asuhan keperawatan di RS mental pusat di
USA dan mengorganisasi pelayanan keperawatan dan program
pendidikan, dimana sakit mental harus diberikan asuhan seperti sakit fisik.
Pada tahun 1882, terbentuklah sekolah perawat yang pertama untuk sakit
mental, yang mengajarkan tentang pemeliharaan kebutuhan fisik pasien
mental (pengobatan, nutrisi, hygiene dan aktivitas bangsal). John Hopkins
pada tahun 1913, merupakan sekolah perawat pertama dengan kurikulum
keperawatan jiwa. Pada akhir perang dunia II, pelayanan kesehatan
terbesar yang diberikan terkait dengan masalah kesehatan jiwa dan
peningkatan program terapi pada veteran perang. Terapi Sikap pada tahun
1947 mulai diperkenalkan oleh Weiss, dimana perawat menggunakan
sikap untuk perbaikan pasien dengan observasi, penerimaan, respek,
pemahaman, perhatian dan partisipasi pasien dalam realita. Pada tahun
1950, obat psikotropika untuk sakit mental mulai dipergunakan.
Mellow dan Tudor mulai tahun 1950 memperkenalkan tentang
Terapi Keperawatan, dimana hubungan perawat dan pasien skizofrenia
merupakan dasar proses terapeutik. Pada tahun 1952, Peplau membuat
kerangka kerja yang sistematik bagi perawat jiwa yaitu Hubungan
Interpersonal dalam Keperawatan yang mendiskripsikan kemampuan,
aktifitas dan peran perawat jiwa, dimana proses terapeutik signifikan.
Komunitas terapeutik mulai diperkenalkan oleh Jones tahun 1953, dimana
penggunaan lingkungan sosial pasien mulai diperhatikan. Pasien sebagai
partisipan aktif dan dilibatkan dalam masalah harian masyarakat.
Tahun 1963, Jurnal Keperawatan Psikiatri mulai diterbitkan. Standar
perawatan psikiatri dibuat olah ANA tahun 1973.
Di Indonesia, sensus penderita gangguan jiwa oleh Pemerintah
Hindia Belanda di Jawa dan Madura dilaksanakan pada tahun 1862.
Beberapa RS Jiwa yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang
dibangun di luar kota yang bersifat isolasi dan penjagaan antara lain RSJ
Bogor (tahun 1882), RSJ Lawang (tahun 1902), RSJ Magelang (tahun
1923), RSJ Sabang (tahun 1927) dan RSJ Pakem (tahun 1938). Terapi
yang diberikan dengan cara dibungkus, terapi mandi, berjemur, kesibukan
dan pekerjaan lain. Empat tempat perawatan penderita gangguan jiwa di
masa Pemerintah Hindia Belanda adalah RS Jiwa (untuk rawat inap pasien
psikosa, kelebihan pasien disalurkan ke penjara sekitar), Rumah Sakit
Sementara (untuk rawat jalan pasien psikosa akut), Rumah Perawatan
(dikepalai perawat berijazah dibawah pengawasan dokter umum) dan
Koloni (merupakan temapt penampungan pasien psikiatrik yg tenang,
tinggal di rumah penduduk).
Pada tahun 1900-an, mulai digiatkan gerakan no restrain dan terapi
kerja bagi pasien gangguan jiwa. Jawatan Urusan Penyakit Jiwa (JUPJ)
telah terbentuk disusul dengan Penyelenggaraan dan Pembinaan kesehatan
Jiwa. Pada tahun 1966 diterbitkan UU tentang Kesehatan Jiwa No. 3 tahun
1966 dan pada tahun 1973 lahirlah PPDGJ I dan program integrasi
kesehatan jiwa di puskesmas. Pada tahun 2000-an, asuhan keperawatan
mulai ditekankan penanganan jiwa untuk korban bencana alam,
pengembangan kesehatan jiwa masyarakat (CMHN), pendidikan perawat
spesialis jiwa, pengembangan asuhan keperawatan kesehatan jiwa
(NANDA, NOC, NIC), serta pengembangan organisasi keperawatan jiwa
serta pelaksanaan konferensi nasional jiwa.
a. PEMBENTUKAN CMHN DIINDONESIA
Dasar pembentukan CMHN Konflik berkepanjangan disertai
bencana tsunami dan gempa bumi tanggal 26 desember 2004 di
Nangroe Aceh Darussalam ( NAD ) telah berlalu, namun dampaknya
masih sangat dirasakan oleh semua masyarakat dengan berbagai
kondisi. Dampak tersebut dapat berupa kehilangan sanak saudara,
kehilan gan harta benda, kerusakan lingkungan, dan sebagainya.
Semua ini dapat menimbulkan berbagai masalah psikososial seperti
ketakutan, kehilangan, trauma paska bencana, bahkan timbul masalah
kesehatan jiwa yang lebih berat seperti depresi, perilaku kekerasan
atau gangguan jiwa lainnya. Kondisi-kondisi seperti ini penanganan
yang cepat, tepat dan akurat. Untuk menangani masalah tersebut perlu
dipikirkan serta pelayanan, sumber daya manusia, kompetensi, maupun
biayanya. Saat ini sarana pelayanan keperawatan jiwa yang ada di
NAD adalah Badan Pelayanan Keperawatan Jiwa ( BPKJ ) dengan bed
occupation rate ( BOR ) 130%, sumber daya manusia yang kurang dan
anggaran yang juga tidsak memadai. Oleh karena itu perlu ada strategi
lain untuk memberikan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa kepada
masyarakat dengan menggunakan pendekatan Comunity Mental
Health Nursing (CMHN ) / Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
( KKJK ). KKJK merupakan salah satu upaya yang digunakan untuk
membantu masyarakat menyelesaikan masalah-masalah kesehatan jiwa
akibat dampak konflik, tsunami, gempa maupun bencana lainnya

2. KONSEP CMHN

Konsep utama Community Mental Health Nursing (CMHN)


adalah memberikan perawatan dengan metode yang efektif dalam
merespon kebutuhan kesehatan jiwa perawatan dengan metode yang
efektif dalam merespon kebutuhan kesehatan jiwa individu, keluarga atau
kelompok. Komunitas menjadi dasar pelayanan keperawatan jiwa dengan
cara memberikan perawatan dalam bentuk hubungan terapeutik bersama
pasien
di rumah, tempat kerja, rumah singgah, klinik kesehatan jiwa, pusat
perawatan primer, pusat krisis, rumah perawatan atau setting komunitas
lainnya. Fokus utama dalam CMHN adalah pentingnya menjalin
kerjasama dengan keluarga, orang yang bearti bagi pasien dan kerjasama
dalam berbagai setting di komunitas. Tujuan dari CMHN yaitu
memberikan pelayanan, konsultasi dan edukasi, atau memberikan
informasi mengenai prinsip-prinsip kesehatan jiwa kepada para agen
komunitas lainnya. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka resiko
terjadinya gangguan jiwa dan meningkatkan penerimaan komunitas
terhadap praktek kesehatan jiwa melalui edukasi. Konsep CMHN yang
paling penting adalah pemberian asuhan keperawatan kepada pasien,
keluarga, kelompok dan masyarakat dalam kondisi sehta mental, beresiko
gangguan jiwa dan mengalami gangguan jiwa tanpa melibatkan rumah
sakit (Yosep, Iyus, dkk, 2014). Konsep CMHN yang paling
penting adalah pemberian asuhan keperawatan kepada klien, keluarga,
kelompok, dan masyarakat dalam kondisi sehat mental, beresiko gangguan
jiwa dan mengalami gangguan jiwa tanpa melibatkan rumah sakit (Keliat
et al, 2012). Di tahapan proses keperawatan kesehatan jiwa terdiri dari:
pengkajian awal, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
tindakan keperawatan, dan evaluasi asuhan keperawatan (Keliat et al,
2012). Pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya dengan
adanya suatu layanan kesehatan yang komprehensif, holistik, dan
paripurna seperti Community Mental Health Nursing (CMHN) dapat
memberikan pengaruh yang besar dalam meningkatkan kemandirian pada
orang dengan gangguan jiwa. (Citra Kunia putri dan trisna insan Noor,
2013)

3. APLIKASI CMHN
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas di Indonesia pertama kali
diaplikasikan secara nyata pada tahun 2005 di Nanggroe Aceh Darusalam
(NAD) yang dilakukan berdasarkan kerjasama antara kelompok keilmuan
keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK
UI), Forum Komunikasi Keperawatan Jiwa Jakarta, Depkes RI dan WHO
untuk menangani masalah psikososial atau gangguan jiwa lainnya akibat
terjadinya bencana tsunami dan gempa bumi tanggal 26 Desember 2004
dengan membentuk “desa siaga sehat jiwa”. (Yosep & Titin, 2014).
Community Mental Health Nursing ini merupakan pelayanan keperawatan
yang komprehensif, holistik, dan paripurna yang berfokus pada
masyarakat yang sehat jiwa, rentan terhadap setress (resiko gangguan
jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan
(gangguan jiwa) (Keliat et al, 2012).Gangguan jiwa adalah pola prilaku
atau psikologis yang ditunjukkan oleh individu yang menyebabkan
distress, disfungsi, dan menurunkan kualitas hidup (Struart, 2016). Orang
dengan gangguan mental atau gangguan jiwa memiliki gejala dan prilaku
yang dapat mengganggu kemampuan mereka dalam bekerja, memberikan
kebutuhan kasih sayang, mengganggu akses pada perawatan kesehatan
fisik, pendidikan, rumah tangga, transportasi, pengambilan keputusan, dan
pemanfaatan waktu luang (Addai & Adress, 2015). Pada pasien gangguan
jiwa juga kemampuan dasar sering terganggu seperti Activities Of Daily
Living (ADL) (Maryatun, 2015).

Dengan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang


mengalami gangguan jiwa dalam melakukan kegiatan dikehidupannya
mengalami keterbatasan atau dapat dikatakan memerlukan bantuan (tidak
mandiri) dalam melakukan setiap kegiatan atau Activities Of Daily Living
(ADL) dikehidupannya. Masalah kesehatan jiwa di masyarakat
memerlukan pendekatan dan strategi melibatkan masyarakat diawasi
petugas kesehatan (Keliat et al, 2011). Pelayanan keperawatan jiwa
komunitas komprehensif mencangkup 3 tingkat pencehahan yakni
pencegahan primer, sekunder dan tersier (Yosep & Titin. 2014). Pada
pencegahan tersier terdapat:
a. program dukungan sosial dengan mengerakkan sumber-sumber
dimasyarakat seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat
(tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayanan terdekat
yang terjangkau untuk masyarakat.)
b. Program rehabilitasi untuk memberdayakan pasien dan keluarga
hingga mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan
keluarga dengan cara: meningkatkan kekuatan koping yaitu belajar
mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat,
mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga
dan masyarakat. Menyediakan pelatihan kemampuan dan potensi yang
perlu dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien
dapat produktif kembali, membantu pasien dan keluarga merencanakan
dan mengambil keputusan untuk dirinya.
c. program sosialisasi; membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi,
mengembangkan keterampilan hidup ( aktivitas hidup sehari-hari
ADL), mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi, program
rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat rekreasi,
kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian, mejelis
taklim, kegiatan adat), dan
d. program mencegah stigma (Keliat et al, 2012). Adanya intervensi
pelayanan CMHN seperti pecegahan sekunder tersebut otomatis dapat
memberikan dampak positif dan dapat meningkatkan kemandirian
pada orang gangguan jiwa dikarenakan CMHN sendiri tidak hanya
berfokus pada pengobatan farmaka saja, melainkan didalam CMHN
memberikan suatu intervensi seperti melatih dan mengajarkan sesuatu
hal sesuai kemampuan pasien sehingga dapat meningkatkan
kemandirian pasien gangguan jiwa seperti melakukaan terapi aktivitas
kelompok (TAK), CMHN sendiri juga melibatkan keluarga dan pasien
secara langsung, guna menjadikan pasien gangguan jiwa untuk
kembali produktif dan mandiri.

1. Pelayanan Kesehatan Jiwa


Pelayanan kesehatan jiwa komprehensif meliputi :
a. Pencegahan Primer
Fokus : Pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan
kesehatan dan pecegahan terjadinya gangguan jiwa.
Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan jiwa,
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan jiwa. Target :
Anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan
jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu : anak-anak, remaja,
dewasa, dan usia lanjut.
Aktivitas : Program pendidikan kesehatan, program stimulasi
perkembangan, program sosialisasi, manejemen stres,persiapan
menjadi orang tua.oProgram dukungan sosial pada anak yatim
piatu, kehilangan pasangan, kehilangan pekerjaan, kehilangan
rumah atau tempat tinggal.oProgram penccegahan penyalahgunaan
obatoProgram pencegahan bunuh diri
b. Pencegahan Sekunder
Fokus : Deteksi dini masalah psikososial dan gangguan
jiwa serta penanganan dengan segera.
Tujuan : Menurunkan kejadian gangguan jiwa.
Target : Anggota masyarakat yang beresiko atau
memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa.
Aktivitas :oMenemukan kasus sedini mungkin dengan cara
memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti masyarakat,
tim kesehatan lainnya, penemuan langsung. Melakukan
penjaringan kasus
c. Pencegahan tersier
Fokus : Peningkatan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan
kekambuhan pada pasien gangguan jiwa.
Tujuan : Mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat
gangguan jiwa.
Target : Anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada
tahap pemulihan.

 Aktivitas :
1. Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber di
masyarakat seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat
(tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), pelayananan terdekat
yang terjangkau masyarakat.
2. Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasiendan keluarga
hingga mandiri.
3. Program sosialisasi.
4. program mencegah stigma.
 Konsep Recovery
a. Medis
a) Obat antidepresan : impramin, maprotilin, kalxetin, diaseptam.
b) Antipsikotik : haloperidol, chlorpromazin.
c) Obat antiansietas.
d) Lanjutkan obat antipsikotik selama sekurang-kurangnya 3
bulan sesudah gejala hilang
b. Non medis
a) Terapi
b) Yoga
c) Olahraga
d) Meditasi
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. e.d. Hubungan motivasi internal dan eksternal dengan kinerja


petugas CMHN. Universitas SumateraUtara (USU).
Citra Kunia putri dan trisna insan Noor, 2011. (2013). Kesehatan Jiwa. Analisis
Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani, 53(9), 1689–
1699. UI, Fikep dan WHO. Modul basic course Comunity Mental Health Nursing.
Jakarta : Universitas Indonesia
Khasanah, Arifah Nur. (2011). Tutor Community Mental Health Nursing
(CMHN).
http://arifahpratidina.blogspot.com/2011/04/tutor-community-mental-health-
nursing.html
http://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/93/sejarah-keperawatan-jiwa.html

Anda mungkin juga menyukai