Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK HIPERTENSI DENGAN MASALAH NYERI DI


DESA CEPOKOMULYO

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

ABID ZAINUL MUTTAQIN (1810001)

FAIZATUL KHOLISOH (1810011)

KHOFIFAH (1810019)

PALUPI DYAH AYU INDRESWARI (1810028)

WILLYANDA KARUNIA PUTRA (1810036)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan
darah pada dinding pembuluh darah arteri.Keadaan tersebut mengakibatkan jantung
bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah
(Yanita, 2017).Hipertensi berkaitan dengan tekanan sistolik atau tekanan distolik atau
tekanan keduanya. Hipertensi dapat didefisinikan sebagai tekanan darah tinggi persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan distoliknya diatas 90mmHg
(Wijaya, 2013).

Hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal jika tidak
dilakukan upaya pencegahan dini. Hipertensi yang tidak dapat diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan dapat memperpendek harapan hidup seseorang 10
sampai 20 tahun (Jadgish, 2016). Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan
menggunakan obat- obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya
hidup dapat dilakukan dengan menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein,
rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi.
(Pusdatin Kemenkes, 2015).

Sangat penting untuk mengetahui mengenai faktor risiko pada hipertensi agar tidak
sampai pada komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.Mengenali faktor risiko
merupakan suatu langkah awal pelaksaan yang tepat.Hipertensi dapat terjadi berkaitan
dengan beragam faktor risiko, baik yang dapat diubah maupun yang tidak dapat
diubah.Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas, stress, merokok dan aktifitas
fisik/olahraga.Dilain pihak obesitas dapat disebabkan karena mengkonsumsi makanan
berlebihan dan aktivitas fisik/olahraga yang kurang.Faktor yang tidak dapat diubah
meliputi genetik, jenis kelamin dan umur. (Morgan, 2019)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari hipertensi?


2. Apa saja penyebab hipertensi?
3.  Apa saja klasifikasi dari hipertensi?
4.  Bagaimana patofisiologi hipertensi?
5. Bagaimana tanda dan gejala hipertensi?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang hipertensi?
7. Apa saja komplikasi hipertensi?
8. Bagaimana penatalaksanaan hipertensi?

1.3 Tujuan
1. Memaparkan konsep penyakit hipertensi yang meliputi definisi, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
2. Memahami asuhan keperawatan pada klien hipertensi dengan metodologi asuhan
keperawatan yang benar.
BAB II

TINNJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR HIPERTENSI


2.1.1 DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg
menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik
90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto,2014).
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan
darah, semakin besar komplikasi yang akan mempengaruhinya.
Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan hipertensi
ini merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri atau tekanan
systole > 140 mmhg dan tekanan diastole sedikitnya 90 mmHg. Secara umum,
hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang
abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap
stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

2.1.2 ETIOLOGI
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol, jika hipertensi sekunder dapat diidentifikasi
penyebabnya, sehingga hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan
secara potensial (Fitrianda, 2018)
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial
yaitu terjadi peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik). Onset hipertensi primer terjadi pada usia 30-
50 tahun. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Beberapa faktor yang
yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial:
1. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar Sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara Potassium terhadap Sodium, individu
dengan orang tua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua
kali lebih besar daripada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi
2. Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin bertambah
usia seseorang maka resiko terkena hipertensi semakin meningkat.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan–perubahan pada, elastisitas dinding aorta
menurun, katub jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer. Peristiwa hipertensi meningkat
dengan usia 50-60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun
memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi
sistolik terisolasi umumnya terjadi pada orang yang berusia lebih
dari 50 tahun, dengan hampir 24% dari semua orang terkena pada
usia 80 tahun diantara orang dewasa, pembacaan TDS lebih baik
daripada TDD karena merupakan predikto yang lebih baik untuk
kemungkinan kejadian di masa depan seperti penyakit jantung
koroner, stroke, gagal jantung dan penyakit ginjal.
3. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan
tetapi wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya
lebih terlindung daripada pria pada usia yang sama. Wanita yang
belum menopause dilindungi oleh oleh hormone estrogen yang
berperan meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung
dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis yang dapat
menyebabkan hipertensi
4. Gaya hidup modern
Kerja keras penuh tekanan yang mendominasi gaya hidup masa
kini menyebabkan stres berkepanjangan. Kondisi ini memicu
berbagai penyakit seperti sakit kepala, sulit tidur, gastritis, jantung
dan hipertensi. Gaya hidup modern cenderung membuat
berkurangnya aktivitas fisik (olah raga). Konsumsi alkohol tinggi,
minum kopi, merokok. Semua perilaku tersebut merupakan
memicu naiknya tekanan darah
5. Pola makan tidak sehat
Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan
dan mengatur tekanan darah. Tetapi bila asupannya berlebihan,
tekanan darah akan meningkat akibat adanya retensi cairan dan
bertambahnya volume darah. Kelebihan natrium diakibatkan dari
kebiasaan menyantap makanan instan yang telah menggantikan
bahan makanan yang segar. Gaya hidup serba cepat menuntut
segala sesuatunya serba instan, termasuk konsumsi makanan.
Padahal makanan instan cenderung menggunakan zat pengawet
seperti natrium berzoate dan penyedap rasa seperti monosodium
glutamate (MSG). Jenis makanan yang mengandung zat tersebut
apabila dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena adanya natrium yang berlebihan
di dalam tubuh
6. Diabetes
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada klien
diabetes menurut studi penelitian terkini. Diabetes mempercepat
aterosklerosis dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada
pembuluh darah besar. Oleh karena itu hipertensi akan menjadi
diagnosis yang lazim pada diabetes, meskipun diabetesnya
terkontrol dengan baik. Ketika seorang klien diabetes didiagnosis
dengan hipertensi, keputusan pengobatan dan perawatan tindak
lanjut harus benar- benar individual dan agresif
7. Penyalahgunaan obat
Merokok, mengonsumsi banyak alkohol, dan beberapa penggunaan
obat terlarang merupakan faktor-faktor risiko hipertensi. Pada dosis
tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat
menyebabkan naiknya tekanan darah secara langsung; namun
bagaimanapun juga, kebiasaan memakai zat ini telah turut
meningkatkan kejadian hipertensin dari waktu ke waktu. Kejadian
hipertensi juga tinggi di antara orang yang minum 3 ons etanol per
hari. Pengaruh dari kafein dalah kontroversial. Kafein
meningkatkan tekanan darah akut tetapi tidak menghasilkan efek
berkelanjutan.
8. Obesitas
Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya dapat
membuangnya melalui air seni. Tetapi proses ini bisa terhambat,
karena kurang minum air putih, berat badan berlebihan, kurang
gerak atau ada keturunan hipertensi maupun diabetes mellitus.
Berat badan yang berlebih akan membuat aktifitas fisik menjadi
berkurang. Akibatnya jantung bekerja lebih keras untuk memompa
darah.Obesitas dapat ditentukan dari hasil indeks massa tubuh
(IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya
berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak
dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan
Indeks Masa Tubuh

Kategori IMT
Kurus Kekurangan BB Tingkat Berat < 17,0
Kekurangan BB Tingkat Ringan 17,0-18.4
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan BB Tingkat Ringan 25,1-27,0
Obesitas Kelebihan BB Tingkat Berat >27

2. Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan hipertensi
sekunder yaitu yang penyebabnya dapat diketahui atau dapat diartikan
sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi yang ada
sebelumnya dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab hipertensi sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat
ini dapat dilihat pada tabel 1. Faktor pencetus dari hipertensi sekunder
antara lain : penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik
(tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan
volume intravaskular, luka bakar, dan stres (Arifin, 2016)

2.1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi tekanan darah adalah untuk dewasa berusia ≥ 18 tahun.
Seventh Joint National Committee (JNC-7) memperkenalkan klasifikasi
prehipertensi bagi tekanan darah sistolik yang berkisar antara 120-139 mmHg
dan atau diastolic antara 80-89 mmHg yang berlawanan dengan klasifikasi
JNC-6 yang memasukkan dalam kategori normal dan normal tinggi. Kategori
prehipertensi mempunyai peningkatan risiko untuk menjadi hipertensi.
The Eigth Joint National Committee (JNC-8) pada tahun 2014 tidak
mengeluarkan klasifikasi hipertensi baru, tetapi terdapat rekomendasi tata
laksana hipertensi, dimana guidelines ini berbasis bukti dan reviewer dan
berbagai macam keahlian yang berhubungan dengan hipertensi. Klasifikasi
hipertensi menurut European Society of Hypertension (ESH) dan European
Society of Cardiology (ESC) tidak berubah dari tahun 2003, 2007 dan 2013.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolic ≥90 mmHg, berdasarkan bukti penelitian, pasien
dengan tekanan darah tersebut bila diberikan terapi untuk menurunkan tekanan
darah, menujukkan suatu manfaat.

Tabel Klasifikasi hipertensi menurut JNC-6 dan JNC-7 (mmHg) tahun 2015

Kategori JNC-6 Tekanan Darah Sitolic (TDS) Kategori JNC-7


Tekanan Darah Distolic (TDD)
Optimal < 120/80 Normal
Normal 120-129/80-84 Prehipertensi
Borderline 130-139/85-89 Prehipertensi
Hipertensi ≥140/90 Hipertensi
Stadium 1 140-159/90-99 Stadium 1
Stadium 2 160-179/100-109 Stadium 2
Stadium 3 ≥180/110 Stadium 3

Tabel Klasifikasi hipertensi menurut ESH/ESC guideline tahun 2015

Kategori Sistolik / Distolik


Optimal < 120 / < 80
Normal 120-129 / 80-84
Normal tinggi 130-139 / 85-89
Hipertensi grade 1 140-159 / 90-99
Hipertensi grade 2 160-179 / 100-109
Hipertensi grade 3 ≥ 180 / ≥ 100
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 / < 90

2.1.4 PATHOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak
ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin. yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Indivindu dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisiol dan steroit lainya, yang dapat memperkuat respons
vasokontriksi pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin 1 yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II.
Suatu vasokonstrikor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi atriosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Manurung, 2018)
2.1.5 MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
1. Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan perna
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang sering dikeluhkan kebayakan pasien yang mencari
pertolongan medis yaitu:
a. Gejala orang yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama
pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum
gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:
b. Sakit kepala
c. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
d. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
e. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
f. Telinga berdenging (Fitrianda, 2018)

Crowin (2000) dalam Yuli & Praptiani (2016) menyebutkan bahwa sebagian
besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan mntah, akibat
peningkatan tekanan darah intracranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi, yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk
terasa pegal dan lain-lain (Yuli & Praptiani, 2016).

2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang berikut ini dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis hipertensi:
a. Urinalisis dapat memperlihatkan protein, sedimen, sel darah merah atau sel
darah putih yang menunjukkan kemungkinan penyakit renal; keberadaan
ketekolamin dalam urine yang berkaitan dengan feokromositoma; atau
keberadaan glukosa dalam urine, yang menunjukkan diabetes.
b. Pemeriksaan laboratorium dapat mengungkapkan kenaikan kadar ureum
dan kreatinin serum yang memberi kesan penyakit ginjal atau keadaan
hipokalemia yang menunjukkan disfungsi adrenal (hiperaldosteronnisme
primer)
c. Hitung darah lengkap dapat mengungkapkan penyebab hipertensi yang
lain, seperti polisitemia atau anemia.
d. Urografi ekskretorik dapat mengungkapkan atrofi renal, menunjukkan
penyakit renal yang kronis. Ginjal yang satu lebih kecil daripada yang lain
memberi kesan penyakit renal unilateral.
e. Elektrokardiografi dapat memperlihatkan hiperatrofi ventrikel kiri atau
iskemia.
f. Foto rotgen toraks dapat memperlihatkan kardiomegali.
g. Elektrokardiografi dapat mengungkapkan hiperatrofi ventrikel kiri
(Fitrianda, 2018)

2.1.7 KOMPLIKASI
Menurut Aspiani 2016, komplikasi yang terjadi pada penderita hipertensi
adalah:
a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat yang terlepas dari pembuluh selain otak yng terpajan tekanan
darah tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arterosklerotik
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh
darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan
c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah
ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan
kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein keluar melalui
urine sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian
e. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,
kemudian cepat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami
kejang selama atau sebelum proses persalinan

2.1.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu:

1) Mempertahankan berat badan ideal Mempertahankan berat badan yang


ideal sesuai Body Mass Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI
dapat diketahui dengan rumus membagi berat badan dengan tinggi
badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang
terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya
protein dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat
menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha,
2008).
2) Mengurangi asupan natrium (sodium) Mengurangi asupan sodium
dilakukan dengan melakukan diet rendah garam yaitu tidak lebih dari
100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau
dengan mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300 mg setara
dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5
mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi asupan garam
menjadi ½ sendok teh/hari
3) Batasi konsumsi alkohol Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per
hari pada pria atau lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat
meningkatkan tekanan darah, sehingga membatasi atau menghentikan
konsumsi alkohol dapat membantu dalam penurunan tekanan darah
(PERKI, 2015).
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet Kalium menurunkan tekanan
darah dengan cara meningkatkan jumlah natrium yang terbuang
bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak
3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium menjadi cukup.
Cara mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500
mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
5) Menghindari merokok Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada
penderita hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan
utama rokok adalah tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin
yang membuat jantung bekerja lebih keras karena mempersempit
pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta
tekanan darah
6) Penurunan stress Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan
kenaikan tekanan darah sementara. Menghindari stress pada penderita
hipertensi dapat dilakukan dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot,
yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga
menurunkan tekanan darah yang tinggi

b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain:
1) Golongan Diuretik Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal
membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di
seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.
2) Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri dari
alfa- blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
menghambat sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem
saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stress,
dengan cara meningkatkan tekanan darah.
3) ACE-inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-
inhibitor) menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara
melebarkan arteri.
4) Angiotensin-II-bloker Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan
tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
5) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang berbeda.
6) Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah
7) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat
yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera.
Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan
sebagian besar diberikan secara intravena : diazoxide, nitroprusside,
nitroglycerin, labetalol.

2.2.9 PATHWAY
2.2 KONSEP LANSIA
2.2.1 DEFINISI LANSIA
Lansia adalah suatu proses yang terjadi terus menerus dan
berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI, 2013). Proses lansia adalah
peristiwa yang normal dan alamiah yang dialami oleh setiap individu.
Perubahan terjadi dari berbagai aspek fisik, mental dan sosial. Perubahan fisik
yang dapat diamati pada seseorang adalah rambut memutih, kulit keriput, tipis,
kering dan longgar, penglihatan mata berkurang, daya penciuman menurun,
daya pengecap kurang peka terhadap rasa manis dan asin, pendengaran
berkurang, persendian kaku dan sakit, gangguan pada BAB dan BAK.
Menurut undang-undang kesejahteraan lanjut usia No.13 tahun 1998,
lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas baik laki-
laki atau perempuan, masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa ataupun tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.
2.2.2 BATASAN LANSIA
WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun
2) Usia tua (old) :75-90 tahun
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.

Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga


katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan

2.2.3 CIRI-CIRI LANSIA


1) Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang
penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh
pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang
lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3) Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut dilakukan
karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan
peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan
lansia sebagai ketua RW karena usianya.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk
sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi
inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
2.2.4 FAKTOR-FAKTOR
Menurut Nugroho (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
proses lansia adalah herediter, genetik, nutrisi, atau makanan, status kesehatan
fisik dan mental, pengalaman hidup, lingkungan, stress, tipe kepribadian, dan
filosofi hidup seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses lansia
seseorang tidak sama pada setiap orang sehingga mengakibatkan status
kesehatan dan pola penyakit pada lansia berbeda satu dengan yang lain. Hal
ini dapat dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, sosial
ekonomi lansia tersebut. Secara individu pengaruh proses lansia dapat
menimbulkan berbagai aspek baik fisik, biologis, psikologis, sosial, spiritual
maupun ekonomi. Menurunnya kondisi dalam diri seorang lanjut usia secara
otomatis akan menimbulkan kemunduran fisik sebagai faktor kemunduran
kesehatan pada lanjut usia
REFERENSI: Mia fatma ekasari, nie made riasmini, tien hartini, 2018,
meningkatkankan kualitas hidup lansia, Malang, wineka media

2.2.5 MASALAH PADA LANSIA


Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun
serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang
sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan,
kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang
sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran
dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya
pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar
tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu,
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif,
hal ini merupakan upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya dalam
bidang kesehatan. Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting
yang harus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk
mencapai tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas
program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi.

2.2.6 PENDEKATAN PADA LANSIA


1. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami
klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang
dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara
umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian:
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang
masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam
kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan
atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia
ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatan
2. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan
sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian
dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus
selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila
ingin mengubah tingkah
3. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan
sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa
lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam
pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar
lansia maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan
melakukan rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar
dan majalah (Kholifah,2016).
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
A. Pengkajian
Identitas
a. Nama : Ny K
b. Usia : 70 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Suku : Jawa
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SD
g. Pekerjaan : IRT
h. Status : Menikah
i. Alamat : Desa Cepokomulyo Kec. Kepanjen Kab. Malang
Diagnosis medis : Hipertensi
Tgl Pengkajian : 02 Oktober 2020
B. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Nyeri Kepala
b. Riwayat penyakit sekarang : Penyakit ini dirasakan ± 10
tahun yang lalu. Apabila penyakitnya kambuh, klien sering berobat ke Puskesmas
Kepanjen. Klien merasakan nyeri pada bagian kepala dan tengkuk terasa tegang.
Nyeri yang dirasakan bersifat hilang timbul. Nyeri akan terasa apabila tekanan
darahnya naik dan banyak beraktivitas dan nyeri akan berkurang apabila klien
beistirahat. Skala nyeri yang dirasakan sedang (3).
c. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Penyakit masa kanak-kanak : Influenza dan demam
b. Penyakit serius kronik :-
c. Trauma : Pernah jatuh di kamar tapi tidak parah
d. Perawatan di rumah sakit :-
e. Operasi :-
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan : - Pasen tinggal bersama
keluarga .
- Pasien mengatakan lingkungan rumahnya
bersih
C. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital, TB dan BB :
1) Tekanan darah : 180/90 mmHg
2) Pernapasan : 24x / menit
3) Nadi : 88x / menit
4) Suhu : 36°C
5) BB : 45 Kg
6) TB : 155 Cm

D. Pemeriksaa Per Sistem


A. Sistem Pernapasan
1) Hidung
a) Inspeksi
(1). Simetris kiri dan kanan
(2). Tidak tampak pernafasan cuping hidung
(3). Tidak tampak adanya polip
b) Palpasi
(1). Tidak terdapat nyeri tekan pada hidung
2) Leher
a) Inspeksi
(1). Tidak tampak pembesaran kalenjar tiroid
b) Palpasi
(1). Tidak terdapat nyeri tekan
(2). Tidak terdapat massa atau benjolan
3) Dada
a) Inspeksi
(1). Simetris
(2). Gerakan dada sesuai dengan irama pernafasan (seimbang)
b) Palpasi
(1). Tidak terdapat nyeri tekan
(2). Tidak teraba adanya massa
c) Auskultasi
(1). Tidak terdengar bunyi tambahan
B. Cardiovaskuler Dan Limfe
1) Inspeksi
a). Conjungtiva tampak anemis
b). Tidak terjadi pembesaran pada vena jugularis
2) Palpasi
a) Arteri karotis teraba berdenyut
b) Frekuensi nadi 88 x / menit
2. Auskultasi
a). Bunyi jantung I normal
b). Bunyi jantung II normal
C. Persyarafan
1) Fungsi Serebral
a). Tingkat kesadaran: Composmentis
(1). Mata membuka secara spontan
(nilai: 4)
(2). Respon verbal terorientasi, sesuai
dengan apa yang dibicarakan (nilai : 5)
(3). Klien dapat menggerakkan
extremitasnya sesuai perintah
(nilai : 6)
b). Status Mental
(1). Tidak ada kelainan orientasi terhadap orang,tempat dan
waktu
(2). Klien dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan apa
yang di tanyakan
(3). Penampilan rapi, pakaian bersih sesuai keadaan dan
jenis kelamin
2) Fungsi Kranial
a). Nervus I (Olfaktorius) : Klien dapat
membedakan bau balsem dengan minyak kayu putih
b). Nervus II (Optikus) : Ketajaman
penglihatan klien masih baik
c). Nervus III, IV, VI (Okulomotorius,
Troklearis dan Abdusen) : Klien dapat menggerakkan bola matanya ke
segala arah.
d). Nervus V (Trigeminus) : Mata klien
berkedip saat ada benda asing asing menyentuh kornea.
e). Nervus VII (Facialis) : Klien dapat
menggerakkan wajah dan dahinya
f). Nervus VIII (Akustikus) : Klien
mengatakan pendengarannya masih baik
g). Nervus IX (Glasofaringeus) : Klien dapat
merasakan pahit dan manis
h). Nervus X (Vagus) : Rangsangan menelan
baik
i). Nervus XI (Spiral Aksesorius) : Klien
mampu menggerakan tangannya
j). Nervus XII (Hipoglosus) : Klien mamapu
menggerakan lidah ke kiri dan kanan.
1. Tingkat kesadaran : Composmentis
2. Skala Koma Glasgow (GCS) : 4, 5, 6
D. Sistem Pencernaan
1). Mulut dan tenggorokan
a) Inspeksi
(1). Bibir tampak lembab
(2). kelainan dalam menelan
2). Perut
a) Inspeksi
(1). Bentuk perut datar
(2). Tidak tampak adanya massa dan penonjolan
b) Auskultasi
(3). Tidak tampak adanya stomatitis
(4). Tidak ada Frekuensi peristaltik usus 8 x / menit
c) Palpasi
(1). Tidak ada nyeri tekan
E. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Kekuatan otot :
5 5
5 5

Keterangan:

0: Tidak ada kontraksi

1: Kontaksi (gerakan minimal)

2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi

3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi

4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan ringan

5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan penuh

A. Inspeksi
a. Bentuk kepala mesochephal.
b. Klien mengatakan kaku pada persendian lutut
c. Klien tampak kaku menggerakkan lutut
d. Tidak ada pembengkakan pada kaki dan tangan
1). Rambut
a). Inspeksi
(1).Distribusi tersebar merata diseluruh kepala
(2).Kebersihan rambut terpelihara
b). Palpasi
(1) Tekstur halus dan lembut
2). Kulit
a). Inspeksi
(1). Warna kulit coklat merata di seluruh tubuh
(2). Tidak tampak adanya lesi
b). Palpasi
(1). Tekstur kulit halus
3). Kuku
a). Inspeksi
(1). Kuku tampak pendek dan bersih

b). Palpasi
(1).Tekstur rata dan halus
(2).Tidak mudah patah
B. Sistem Endokrin dan Eksokrin
1. Tidak terdapat pembesaran tiroid
2. Tidak terjadi keringat berlebihan
C. Sistem Reproduksi (Tidak dikaji)
F. Persepsi sensori :
- Sistem Penglihatan :Posisi mata simetris, Pupil isokor,tidak ada Conjungtiva
anemis, cahaya kelopak mata normal, pergerakan bola matanormal. Kornea
jernih, tidak ada strabismus, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-tanda
peradangan, tidak memakai kaca mata, tidak memakai lensa kontak, reaksi
terhadap cahaya kanan dan kiri positif, tampak warna hitam pada kelopak mata
bawah sekitar mata, mata tampak sayu, tidak ada hematoma.
- Sistem Pendengaran : Daun telinga simetris dan tidak sakit bila digerakkan, tidak
bengkak.Tidak ada serumen dan juga nanah, tidak ada lesi, tidak ada tinitus, tidak
ada perasaan penuh di telinga, fungsi pendengaran baik, pada pemeriksaan
garputala hasil positif kanan dan kiri, tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
- Sistem wicara : Tidak ada kesulitan dan gangguan dalam berbicara, tidak
memakai ETT dan Trakeostomi.
- Sistem penciuman : adanya cuping hidung, bentuk simetris, septum terletak di
tengah, tidak ada secret, tidak terdapat sinusitis, tidak ada polip, tidak ada
epitaksis, fungsi penciuman baik.
G. POLA PERSEPSI TATA LAKSANA HIDUP SEHAT
Aktivitas sehari-hari Sebelum sakit Selamat sakit

Nutrisi
1. 1 porsi dihabiskan 1 porsi dihabiskan
2. Nasi + sayur + lauk Nasi + sayur + lauk
jam pauk pauk
3. 3 x sehari 2 x sehari
4.
Mandiri Mandiri
Cairan
1. Jenis minuman Air putih, kopi Air putih
2. Frekuensi 6 – 7 x sehari 4 – 7 x sehari
(±2000 ml) (±2000 ml
H. POLA KONSEP DIRI
Sebelum sakit  : Harga diri tinggi, disiplin dan mandiri
Saat ini : Harga diri tinggi berusaha untuk mandiri, tapi pasien
mengalami kesulitan jadi dibantu oleh keluarganya.
I. POLA NILAI DAN KEPERCAYAAN/ SPIRITUAL
Sebelum sakit : pasien rajin beribadah
Selama sakit : pasien masih rajin beribadah walaupun kesulitan dalam
bergerak leluasa jadi di bantu oleh keluarganya.
J. POLA MEKANISME KOPING
Sebelum sakit  : Pasien tidak ada masalah dalam beraktivitas
Saat ini            : Masalah utama yang dirasakan selama sakit yaitu merasa capek,
badan merasa lemas, kepala pusing, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
perut mual, sering muntah
K. HUBUNGAN PERAN
Sebelum sakit  : Pasien dapat berhubungan/berkomunikasi dengan siapapun, baik
keluarga maupun teman.
Saat ini            : Pasien dalam berhubungan/berkomunikasi tetap baik dengan
siapapun, Cuma pasien tidak bias lebih berleluasa seperti dulu.
L. POLA ISTIRAHAT TIDUR
Aktivitas sehari-hari Sebelum sakit Selamat sakit
Istirahat / tidur
1.
a. Siang 13.00 -14.00 13.00 - 14.00
b. Malam 21.00 - 05.00 21.00 - 05.00
c. Kebiasaan sebelum Nonton TV, dan berdoa Nonton TV, dan berdoa
tidur

M. POLA PSIKOSOSIAL
a. klien masih dapat mengingat hal-hal yang terjadi di masa lalu dan sekarang
b. klien dapat berorientasi terhadap tempat dan waktu dimana ia berada
E. Pemeriksaan penunjang
gula darah, EKG; sesuai penyakit peserta: asam urat, aktivitas renin plasma,
aldosterone, katekolaminurin

F. Analisa Data
Dx. Medis : Hipertensi
No. Data Etiologi Masalah

1. DS: Peningkatan Nyeri


1. Klien mengatakan nyeri tekanan darah
kepala
2. Klien mengatakan Tekanan perifer
tengkuk terasa tegang meningkat
3. Klien megatakan nyeri
yang dirasakan bersifat Tekanan vaskuler
hilang timbul serebral

DO: Meransang
1. pengeluaran
meringis mediator kimia
2. (bradikinin,
3. serotonin, dan
4. prostaglandin)
5.
TD: 180 / 90 mmHg Thalamus
N : 88 x / menit
P : 24 x / menit Cortex cerebri
S : 36°C
Persepsi Nyeri

G. Daftar diagnosa keperawatan

NO DIAGNOSA TANGGAL DI TANGGAL


. KEPERAWATAN TEMUKAN TERATASI
1. Gangguan rasa nyaman nyeri 02 - 10 - 2020 -
b/d peningkatan tekanan
serebral

H. Rencana/intervensi keperawatan
Nama pasien : Ny. K
Dx Medis : Hipertensi
DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
No
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Gangguan rasa Klien akan 1. Kaji tingkat 1. Me
nyaman nyeri b/d mengatakan nyeri nyeri: mbantu
peningkatan hilang, dengan penyebab, menentukan
tekanan serebral, kriteria: kualitas, lokasi, intervensi
ditandai dengan: 1. durasi dan skala selanjutnya
DS: mengatakan (0-5) lfjsd
1. Klien nyeri kepala
mengatakan hilang 2. Observasi Fljldk
sakit kepala 2. tanda-tanda fklf fnf
2. Klien klien akan vital 2. Peru
mengatakan tampak bahan frekuensi
tengkuk terasa tenang tanda- tanda
tegang 3. vital
3. Klien akan terasa mempengaruhi
mengatakan tegang 3. Ajarkan teknik tingkat nyeri
nyeri yang 4. relaksasi nafas dhfsdkhf
dirasakan vital dalam dalam jdlhflgf 3. Den
bersifat hilang batas normal fkdjfhjkffkdfjhf gan napas
timbul a.TD:120- kdjghdkfjghdfk dalam dapat
DO: 140/70-80 jhgdf jghdg mereleksasi
1. mmHg 4. Anjurkan teknik otot - otot
klien meringis b.R:16-24 distraksi sehingga dapat
2. x/menit Dmfgjk mengurangi
anemis c.N:60-100 jhkhjh nyeri
3. x/menit 5. Anjurkan klien
vital: d. S: 36°-37°C untuk 4. Dist
TD: 180/90 beristirahat dan raksi dapat
mmHg mengurangi mengurangi
N : 88 x / aktifitas nyeri
menit berlebihan
P : 24 x / 5. Me
menit 6. Anjurkan klien minimalkan
S : 36°C ke tempat stimulasi yang
pelayanan dapat memacu
kesehatan peningkatan
untuk kerja jantung
memeriksakan hkhfkghkhjgh
diri kdfj
6. Den
gan
memeriksakan
diri di tempat
pelayanan
kesehatan,
penyakit klien
dapat diketahui
secara spesifik,
dan bisa dapat
terapi yang
sesuai untuk
kesembuhan
klien

I. IMPLEMENTASI / TINDAKAN KEPERAWATAN


Nama pasien : Ny. K
Dx Medis : Hipertensi

HARI /
NO.
TANGGA JAM IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
DX
L
Jumat, 1 09.00 1. Mengkaji
02 -10- tingkat nyeri: penyebab, kualitas, lokasi ,
2020 skala ( 0 - 5 )
Hasil:
Klien nyeri kepala karena tekanan darahnya
tinggi, yang dirasakan hilang timbul, pada
seluruh bagian kepalanya, dengan skala
09.10 nyeri 3 (sedang)
2. Mengobservasi
tanda-tanda vital:
Hasil:
a. TD: 180 / 90 mmHg
. b. N : 88 x / menit
09.15 c. P : 24 x / menit
d. S : 36°C
3. Mengajarkan
teknik relaksasi nafas dalam
Hasil:
Teknik relaksasi nafas dalam adalah salah
satu cara untuk mengurangi rasa nyeri yang
di alami dengan cara menarik nafas dalam
melalui hidung dan menghembuskannya
dengan perlahan melalui mulut. Dengan
cara ini darah dapat mengalir dengan lancar
09.20 pada daerah nyeri, sehingga nyeri dapat
berkurang
4. Menganjurkan
teknik distraksi
Hasil:
Teknik distraksi adalah metode untuk
menghilangkan rasa nyeri, dengan cara
09.30 mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal
yang lain sehingga pasien akan lupa dengan
apa yang dideritanya.
5. Menganjurkan
klien untuk beristirahat, dan mengurangi
aktivitas berlebihan
09.35 Hasil:
Klien mengatakan akan beristirahat, dan
mengurangi aktivitas yang berat

6. Menganjurkan
klien ke tempat pelayanan kesehatan
terdekat untuk memeriksakan diri
Hasil:
Klien mengatakan akan ke Puskesmas
untuk memeriksakan diri

J. EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien :Ny K


Dx. Medis : Hipertensi
HARI / NO. JAM EVALUASI KEPERAWATAN
TANGGAL DX
Juma, 1 09.00 S:
02-10-2020 a. Klien mengatakan masih nyeri kepala
b. Klien mengatakan tengkuknya terasa
tegang
O:
a. Ekspresi wajah klien meringis
b. Tanda-tanda vital:
TD: 180 / 90 mmHg
N : 88 x / menit
P : 24 x / menit
S : 36°C
A: Masalah nyeri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat nyeri dan skalanya
2. Observasi TTV
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4. Ajarkan teknik distraksi
5. Anjurkan kembali klien untuk beristirahat
dan mengurangi aktivitas berlebihan
6. Anjurkan klien untuk ke Puskesmas
terdekat
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, R. (2016). BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan. 1969, 9–26.

Fitrianda, M. I. (2018). Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember


Jember Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember.

Manurung, lisma nurlina. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga. Fakultas Ilmu Kesehatan
Ump, 2010, 8–42. http://repository.ump.ac.id/2753/

Riskesdas (2018). Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Triyanto,Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Jogjakarta : Graha Ilmu

WHO (2015), World Health Day 2015 : Measure your blood pressure, reduce
yourrisk.http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/world_health_day_20
130403/ en/. Diunduh pada 9 November 2018

Anda mungkin juga menyukai