PENDIDIKAN INKLUSI
(……….)
ANAK TUNAGRAHITA
Disusun Oleh:
Kelompok VII
Anita Handayani (1810119220017)
Ayu Mursita (1810119220028)
Gilang Satyo Adjie (1810119210016)
Khoirus Esti Afifah (1810119320017)
Muhammad Syifa Habli Sholihin (1810119110011)
Rahmah Fitriani (1810119220010)
Rania Rahima (1810119220024)
Vinka Andini Bachrizky (1810119320006)
Dosen Pengampu:
Agus Pratomo Andi Widodo, S.Pd., M.Pd.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Anak
Tunagrahita”. Penulisan makalah ini guna untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Inklusi.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini,
khususnya kepada :
1. Bapak Agus Pratomo Andi Widodo, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah Pendidikan Inklusi.
2. Semua pihak yang terlibat dan yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis sadar bahwa dalam penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak terutama kepada dosen pengampu sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Kelompok VII
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.............................................................................................1
1.3 Tujuan penulisan..............................................................................................2
1.4 Manfaat penulisan............................................................................................2
1.5 Metode penulisan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2. 1 Definisi Tunagrahita........................................................................................3
2. 2 Istilah-Istilah Bagi Anak Tunagrahita............................................................3
2. 3 Penyebab Ketunagrahitaan..............................................................................4
2. 4 Usaha Pencegahan Tunagrahita......................................................................5
2. 5 Klasifikasi Anak Tunagrahita.........................................................................6
2. 6 Karakteristik Anak Tunagrahita.....................................................................7
2. 7 Jenis Layanan Bagi Anak Tunagrahita........................................................12
2. 8 Sistem Layanan Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita.................................12
2. 9 Kebutuhan Pembelajaran bagi Anak Tunagrahita......................................13
2. 10 Media Pembelajaran bagi Anak Tunagrahita..............................................14
BAB III KESIMPULAN......................................................................................15
3. 1 Kesimpulan.....................................................................................................15
3. 2 Saran................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Istilah tunagrahita (intellectual disability) atau dalam
perkembangan sekarang lebih dikenal dengan istilah developmental
disability, sering keliru dipahami oleh masyarakat, bahkan sering terjadi
pada para professional dalam bidang pendidikan luar biasa didalam
memahami konsep tunagrahita. Perilaku tunagrahita yang kadang-kadang
aneh, tidak lazim dan tidak cocok dengan situasi lingkungan seringkali
menjadi bahan tertawaan dan olok-olok orang yang berada didekat
mereka. Keanehan tingkah laku tunagrahita dianggap oleh masyarakat
sebagai orang sakit jiwa atau orang gila. Tunagrahita sesungguhnya bukan
orang gila, perilaku aneh dan tidak lazim itu sebetulnya merupakan
manifestasi dari kesulitan meraka didalam menilai situasi akibat dari
rendahnya tingkat kecerdasan. Dalam pengertian lain terdapat kesenjangan
yang signifikan antara kemampuan berfikir dengan perkembangan usia.
Keterbelakangan mental yang biasa dikenal dengan anak
tunagrahita biasa dihubungkan dengan tingkat kecerdasan seseorang.
Tunagrahita memiliki arti menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya
jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Kemampuan adaptif seseorang
tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman,
motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada
kemampuan adaptif seseorang.
1
5. Apa saja klasifikasi tunagrahita?
6. Apa karakteristik tunagrahita?
7. Apa saja jenis layanan yang cocok bagi anak tunagrahita?
8. Bagaimana sistem pendidikan bagi tunagrahita?
9. Apa saja kebutuhan belajar bagi anak tunagrahita?
10. Apa saja media pembelajaran yang cocok bagi anak tunagrahita?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Definisi Tunagrahita
Dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi digunakan
AAMD (American Association on Mental Deficiency), yaitu ketunagrahitaan
mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada
di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku
penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa
perkembangannya. Dari definisi di atas, ada beberapa hal yang perlu kita
perhatikan, yaitu:
a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaftif)
c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan.
Definisi Anak Tunagrahita menurut beberapa ahli
a. Japan League for Mentally Retarded
Bahwa anak tunagrahita mempunyai intelektual yang lamban, yaitu
IQ 70 kebawah berdasarkan tes intelegensi baku.
b. Moh. Amin
Bahwa anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya di
bawah rata-rata dan mengalami hambatan dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan.
c. Hj. T .Sutjihati Somantri
Bahwa tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut
anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata.
3
4. Mental subnormality
5. Intellectually handicapped
6. Intelecctually disabled
7. Feebleminded
B. Istilah-istilah Anak Tunagrahita
a. Lemah pikiran (Feeble Minded)
b. Terbelakang mental (Mentally Retarded)
c. Bodoh atau dungu (Idiot)
d. Pandir (Imbecile)
e. Tolol (Moron)
f. Oligofrenia (Oligophrenia)
g. Mampu Didik (Educable)
2. 3 Penyebab Ketunagrahitaan
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai faktor. Strauss
membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi 2 (dua) gugus yaitu
endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel
keturunan dan eksogen adalah hal-hal diluar sel keturunan, misal : infeksi,
virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi. Faktor lain yang
menyebabkan ketunagrahitaan :
1. Keturunan/Genetik
a. Kerusakan atau kelainan biokimiawi
b. Abnormalitas kromosomal
c. Kelainan Kromosom
d. Kelainan Genetik
2. Pada masa sebelum kelahiran
3. Infeksi rubella
4. Faktor resus
5. Pada saat kelahiran
4
Retardasi mental atau tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian yang
terjadi pada saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak
napas, dan lahir premature.
6. Pada saat setelah lahir.
Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya : meningitis (peradangan dalam
selaput otak dan problema nurisi yaitu kekurangan gizi misanya :
kekurangan protein yang didierita bati dan awal masa kanak-kanak dapat
menyebabkan tunagrahita.Faktor sosio kultural.
7. Faktor Sosio Kultural.
Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi
perkembangan intelektual manusia.
8. Gangguan metabolisme atau nutrisi.
a. Pheniketanuria .gangguan pada metabolisme asam amino, yaitu
gangguan pada enzim peniketo nuria.
b. Gargoylisme. Gangguan metabolisme Saccharide dalam hati, limpa
kecil.
c. Cretinisme. Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena
defisiensi yodium.
Secara umum, Grosman (1973 dalam B3KTPSM P.24) menyatakan
penyebab tunagrahita akibat dari :
a. Infeksi iktosikasi
b. Rupa paksa atau sebab fisik lain
c. Gangguan metabolima, pertumbuhan atau gizi
d. Penyakit otak yang nyata (kondsi setelah lahir)
e. Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir yang tidak diketahui
f. Akibat kelainan kromosonal
g. Gangguan waktu kehamilan
h. Gangguan pasca psikiatrik, atau ganguan jiwa berat
i. Pengaruh-pengaruh lingkungan
j. Kondisi kondisi lain yang tak tergolongkan
5
2. 4 Usaha Pencegahan Tunagrahita
1. Diagnostik prenatal
2. Imunisasi
3. Tes darah
4. Pemelihaaan kesehatan
5. Sanitasi lingkungan
6. Penyuluhan genetik
7. Tindakan operasi
8. Program keluarga berencana
9. Interfesi dini
6
4) Tunagrahita sangat berat (profound mental tetardation) IQ < 24
4. Penggolongan ATG secara klinis :
1) Sindroma Down/Mongoloid
2) Hydrocephalus yaitu ukuran kepala besar yang berisi cairan
3) Microcephalus yaitu ukuran kepala terlalu kecil
4) Makrocephalus yaitu ukuran kepala terlalu besar
7
d. Kurang mampu mempertimbangkan sesuatu, membedakan baik-buruk,
benar-salah, atau konsekuensi dari suatu perbuatan.
e. Perkembangan jasmani dan kecakapan motoriknya kurang.
f. Beberapa karakteristik anak tunagrahita meliputi proses kognitif dalam hal
akademik, penguasaan dan penggunaan bahasanya.
1. Karakteristik dalam Proses Kognitif
Faktor kognitif merupakan hal yang sulit bagi anak tersebut,
khususnya yang berkenaan dengan perhatian atau konsentrasi, ingatan,
berbicara dengan bahasa yang benar, dan dalam kemampuan
akademiknya. Proses kogntif dapat disebut juga hambatan pada intelegensi
mereka.
Menurut Suppes (1974) menjelaskan bahwa kognisi merupakan
bidang yang luas yang meliputi semua kemampuan akademik yang
berhubungan dengan wilayah persepsi.
Mussen, Conger dan Kagan (1974) mengemukakan paling sedikit
terdiri dari lima proses yaitu: persepsi, memori, kemunculan ide-ide,
evaluasi penalaran dan proses itu meliputi sejumlah unit yaitu skema,
gambaran, simbol, konsep dan kaidah-kaidah. Kognisi adalah bidang yang
luas dan beragam, peneliti tidak dapat memusatkan pada satu proses
kognitif umur pada waktu tertentu. Anak tunagrahita menunjukkan defisit
perolehan pengetahuan seperti yang digambarakan proses kognisi meliputi
proses dimana pengetahuan itu diperoleh, disimpan dan dimanfaatkan. Jika
terjadi gangguan perkembangan intelektual akan tercermin pada proses
kognitif.
Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-
keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah dan situasi kehidupan
baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat
menilai secara kritis, menghindari kesalahan, mengatasi kesulitan-
kesulitan dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak
tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas
8
belajar anak tuna grahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar
berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas, kemampuan belajarnya
cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
Hambatan dalam proses kognitif tersebut membuat anak
tunagrahita kesulitan dalam hal:
a. Menyadari situasi, benda, orang disekitarnya, tidak mampu memahami
keberadaan dirinya. Hal tersebut disebabkan oleh faktor bahasa yang
menjadi hambatan.
b. Sulit memecahkan masalah, tidak mampu membuat rencana bagi
dirinya, sulit untuk memilih alternatif pilihan yang berbeda.
c. Mereka sulit sekali untuk menuliskan simbol-angka, memiliki ksulitan
dalam bidang membaca, menulis dan berhitung.
d. Kemampuan belajar anak tunagrahita terbatas
e. Mereka mengalami kesulitan yang berarti dalam pengetahuan yang
bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan keadaan
situasi lingkungannya.
Beberapa penjelasan tentang kekurangan anak tunagrahita pada
ingatan jangka pendek dapat dipahami dengan pendekatan konsep neuro-
biologis. Spitz (1963) menerapkan teori kejenuhan cortical (Cortical
Satiation Theory) terhadap anak tunagrahita Spitz mengajukan sebuah
hipotesis bahwa sel cortical (Cortical cells) anak tunagrahita lebih lambat
dalam perubahan kimia, listrik, dan perubahan fisik. Perubahan-perubahan
temporer pada sel ortikal lebih lambat kembali pada keadaan semula.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada sel kortikal lebih sulit.
Fleksibilitas mental yang kurang pada anak tunagrahita
mengakibatkan kesulitan dalam pengorganisasian bahan yang akan
dipelajari. Oleh karena itu sulit bagi anak tunagrahita untuk menangkap
informasi yang kompleks. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita
diukur dengan tes Standford Bine dan skala Weschler (WISC):
Level Keterbelakangan IQ
9
Stanforrd Binet Skala Weschler
Ringan 68-52 69-55
Sedang 51-36 54-40
Berat 32-20 39-25
Sangat Berat 19 24
Pembelajaran untuk anak tunagrahita pada hambatan proses kognitif ini
dapat berupa pembelajaran yang konkrit, pemahaman persepsi pada anak
dan konsentrasi memorinya.
2. Karateristik dari Penguasaan dan Penggunaan Bahasa
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.
Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi akan tetapi pusat
pengolahan (perbendaharaan kata yang kurang berfungsi sebagaimana
mestinya). Karena itu mereka membutuhkan kata-kata konkrit dan sering
didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara
berulang-ulang. Latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan
kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan
pendekatan yang konkrit.
Kemampuan bahasa pada anak-anak diperoleh dengan sangat
menakjubkan melalui beberapa cara. Pertama, anak dapat belajar bahasa
apa saja yang mereka dengar sehari-hari dengan cepat. Hampir semua anak
pada umumnya dapat menguasai aturan dasar bahasa kurang lebih pada
usia 3-4 tahun (Gauri, 2007).
Kedua, bahasa apapun memiliki kalimat yang tidak terbatas, dan
kalimat-kalimat dari bahasa yang mereka dengar dan mereka ucapkan,
belum pernah ia dengar sebelumnya.
Hal ini berarti anak-anak belajar bahasa tidak sekedar meniru
ucapan yang mereka dengar, anak-anak harus belajar konsep gramatikal
yang abstrak dalam menghubungkan kata-kata menjadi kalimat.
Anak-anak belajar bahasa erat kaitannya dengan perkembangan
kognitif, sehingga perkembangan bahasa akan sejalan dengan
perkembangan kognitifnya. Pada kenyataanya anak tunagrahita mengalami
hambatan dalam perkembangan kognitifnya sehingga perkembangan
10
bahasanya juga terhambat. Hambatan tersebut ditunjukkan dengan tidak
seiramanya antara perkembangan bahasa dengan usia kalendernya
(cronolical age), tetapi lebih seirama dengan usia mentalnya (mental age).
Anak tunagrahita yang mengalami gangguan bahasa lebih banyak
dibandingkan dengan yang mengalami gangguan bicara (Rochyadi,
2005:23). Hasil penelitian Robert Ingall (Rochyadi, 2005) tentang
kemampuan berbahasa anak tunagrahita dengan menggunakan ITPA
(Illionis Test of Psycholinguistic Abilities), menunjukkan bahwa:
a. Anak tunagrahita memperoleh keterampilan berbahasa pada dasarnya
sama seperti anak normal.
b. Kecepatan anak tunagrahita dalam memperoleh keterampilan
berbahasa jauh lebih rendah dari pada anak normal.
c. Kebanyakan anak tunagrahita tidak dapat mencapai keterampilan
bahasa yang sempurna.
d. Perkembangan bahasa anak tunagrahita sangat terlambat dibandingkan
dengan anak normal, sekalipun pada MA yang sama.
e. Anak tunagrahita mengalami kesulitan tertentu dalam menguasai
gramatikal
f. Bahasa tunagrahita bersifat kongkrit.
g. Anak tunagrahita tidak dapat dapat menggunakan kalimat majemuk. Ia
akan banyak menggunakan kalimat tunggal.
McLean dan Synder (Sunardi dan Sunaryo, 2006:191) menemukan
bahwa anak tunagrahita cenderung mengalami kesulitan dalam
keterampilan berbahasa, meliputi morfologi, sintaksis, dan semantic.
Dalam hal semantic mereka cenderung kesulitan dalam menggunakan kata
benda, sinonim, penggunaan kata sifat, dan dalam pengelompokkan
hubungan antara obyek dengan ruang, waktu, kualitas, dan kuantitas.
11
gangguan dalam artikulasi, kualitas suara, dan ritme, serta mengalami
keterlambatan dalam perkembangan bicara.
12
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB
terdekat.
4) Program Sekolah di Rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu
mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya:
sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB
(GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua,
sekolah, dan masyarakat.
5) Pendidikan Inklusif
Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler.
Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas
dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing
oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus.
6) Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat,
yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada
umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau
motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan
dalam panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan diri
b. Sensorimotor dan persepsi
c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina diri dan kemampuan sosial
13
b. Kebutuhan pembelajaran kognitif
Aktivitas belajar berkaitan langsung dengan perkembangan kognitif dan
kecerdasan. Di dalam kegiatan belajar dibutuhkan kemampuan dalam
mengingat, memahami dan kemampuan untuk mencari hubungan sebab
akibat.
c. Kebutuhan pendidikan kejiwaan
Kebutuhan ini berhubungan dengan mental anak tunagrahita, antara lain:
1) Kebutuhan penghargaan
2) Kebutuhan akan komunikasi
3) Kebutuhan kelompok
BAB III
KESIMPULAN
3. 1 Kesimpulan
14
3. 2 Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Soemantri Sutjihati, dkk. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek
Pendidikan Tenaga Guru, Depdikbud.
16