Anda di halaman 1dari 50

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/326550755
SIKAP POSITIF BERBAHASA INDONESIA
Presentation · April 2014
CITATIONS READS
0 6,682
1 author:
Puji Santosa
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
291 PUBLICATIONS   407 CITATIONS   
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Editorial Ethics and Ethics of Authors: Cases of Medical Publications View project
KELAYAKAN KARYA SASTRA SEBAGAI BACAAN SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP/MTs) View project
All content following this page was uploaded by Puji Santosa on 23 July 2018.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
SIKAP POSITIF
BERBAHASA INDONESIA
Drs. Puji Santosa, M.Hum.

Peneliti Utama/IV-E
Angka Kredit 1.294,10
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
DASAR PENGEMBANGAN DAN
PEMBINAAN BAHASA INDONESIA
• Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, butir
ketiga: “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia”.
• Undang-Undang Dasar 1945, BAB XV
Pasal 36: “Bahasa negara ialah bahasa
Indonesia”.
• Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, Serta Lagu Kebangsaan.
Setia, Bangga, dan Sadar Kaidah
Berbahasa Indonesia
• Sikap positif berbahasa Indonesia adalah sikap bahasa yang
diwujudkan dengan: (a) kesetian berbahasa, suatu upaya
mendorong mahasiswa agar tetap berpegang teguh
memelihara dan menggunakan bahasa nasional, bahasa
kebangsaan, ialah bahasa Indonesia, dan apabila perlu,
mencegah adanya pengaruh bahasa asing yang berlebihan;
(b) kebanggaan berbahasa, suatu upaya mendorong
mahasiswa agar lebih mengutamakan bahasanya dan
menggunakannya sebagai lambang identitas bangsanya,
lambang jatidiri bangsa; dan (c) kesadaran akan adanya
norma (kaidah) berbahasa, suatu upaya mendorong
mahasiswa agar menggunakan bahasa Indonesia sesuai
dengan norma, kriteria, kaidah, dan tata aturan yang berlaku
dalam berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan santun.
Setia Berbahasa Indonesia
• Setia berbahasa Indonesia adalah suatu sikap
untuk tetap berpegang teguh memelihara,
menjaga, dan menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar serta berusaha membina
dan mengembangkan bahasa Indonesia dalam
menghadapi berbagai tantangan global dan
mencegah pengaruh asing yang berlebihan.
• Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan
istilah dan kosakata asing yang banyak di sekitar
kehidupan kita saat ini.
• Kita memasak menggunakan ricecooker.
• Kita menulis menggunakan computer.
• Kita berpergian menggunakan scooter.
• Kita tidur dengan menggunakan bedcaver.
• Kita nonton pertunjukan di gedung theater.
• I sama you ayo pulang naik panther.
• Karya tulis yang telah selesai diketik lalu kita
printer.
• Kalau printer rusak kita bawa ke Epson
Service Center.
• Bagaimana sikap kita dalam menghadapi serbuan
berbagai istilah asing tersebut?
• Sebagai warga negara yang baik, tentunya kita
akan setia menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
• Kalau sudah ada padanannya dalam bahasa
Indonesia, kosakata dan istilah tersebut kita pilih
yang ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
• Namun, kalau tidak dapat kita temukan
padanannya dalam bahasa Indonesia, barulah kita
menggunakan istilah dan kosakata bahasa asing
tersebut dengan penulisan unsur serapan
(penyesuaian dengan kaidah penulisan ejaan
bahasa Indonesia) atau langsung dengan istilah
dan kosakata asingnya (penulisannya dengan cara
dibuat miring atau italik).
• Ketentuan di atas mengingat akan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang
berbunyi “Bahasa Indonesia wajib digunakan
sebagai nama geografi di Indonesia, nama
bangunan atau gedung, nama jalan,
apartemen atau permukiman, perkantoran,
kompleks perdagangan, merek dagang,
lembaga usaha, lembaga pendidikan, dan
organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh
warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia” (Pasal 36 UU No. 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, Serta Lagu Kebangsaan).
Bangga Berbahasa Indonesia
• Bangga berbahasa Indonesia adalah sikap yang
memandang bahwa tiada cela berbahasa
Indonesia, merasa berbesar hati dan gagah
dengan lebih mengutamakan bahasa Indonesia
daripada bahasa lainnya, dan menggunakan
bahasa Indonesia penuh kebangaan dan
kesadaran sebagai jatidiri bangsa Indonesia yang
merdeka, bersatu, dan berdaulat.
Contoh:
– Welcome --- Selamat Datang
– Exit --- Keluar
– Rumah I di apartemen Garden City --
Tempat tinggal saya di Perumahan Kota Garden.
• Sikap bangga berbahasa Indonesia
berkaitan juga dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2009 yang berbunyi
“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan
pejabat negera yang lain yang disampaikan
di dalam atau di luar negeri” (Pasal 28 UU
No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan).
Sadar Kaidah Berbahasa Indonesia
• Sadar kaidah berbahasa Indonesia adalah sikap
yang perpegang teguh untuk mematuhi norma,
kriteria, kaidah, atau hukum-hukum yang berlaku
dalam penggunaan bahasa Indonesia baik dan
benar, terutama patuh menggunakan kaidah
bahasa Indonesia untuk ragam tulis dan baku, tidak
sebarangan menggunakan bahasa Indonesia, dan
dapat mengangkat harga diri sebagai bangsa yang
beradab dan bermartabat, seperti terukir dalam
ungkapan berikut.
 “Bahasa Cermin Bangsa”
 “Bahasa Jatidiri Bangsa”
 “Bahasa Menunjukkan Bangsa”
• “Selamat Dirgahayu HUT RI ke-69 tahun”
Seharusnya: “Dirgahayu Republik Indonesia”
Atau: “Selamat Hari Ulang Tahun Republik
Indonesia”
• “Kita akan segera tinggal landas”
Seharusnya: “Kita akan segara lepas landas”
Bukankah ada ungkapan: tinggal kelas yang
artinya tidak naik ke kelas berikutnya.
• “Ayolah kita segera mengejar ketertingalan”
Seharusnya: “Ayolah kita segera mengejar
kemajuan”
Ketertinggalan tidak dapat dikejar, hanya
kemajuan yang dapat dikejar.
• “Untuk menyingkat waktu rapat segera dimulai”.
Seharusnya: “Untuk memanfaatkan waktu rapat
segera dimulai”.
Waktu (masa) tidak dapat disingkat, yang dapat
adalah dimanfaatkan.
• “Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya”.
“Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih
yang dalam-dalamnya”
Seharusnya:
“Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara, saya
mengucapkan terima kasih yang setulus-
tulusnya”.
• Kata “-nya” dalam penutup surat itu tidak jelas
siapa yang dimaksud oleh si pengirim surat,
seharusnya langsung menyebut Bapak/Ibu atau
Saudara yang jelas subjek yang dimaksud oleh si
pengirim surat.
• Ucapan terima kasih itu tidak dapat menjadi
besar, kecil, dangkal, ataupun dalam.
• Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang
demikinan adalah kurang tepat dengan ucapan
“sebesar-besarnya” atau “sedalam-dalamnya”,
karena tidak menggambarkan rasa atau perasaan
yang sesungguhnya, maka perlu dipertimbangkan
untuk digantilah dengan kata “setulus-tulusnya”,
yang maksudnya “sesungguhnya,bersih hati”
(benar-benar keluar dari ketulusan hati suci yang
terdalam).
• “Kepada Bapak Pimpinan Sidang, tempat dan
waktu kami persilahkan”.
Seharusnya:
“Kepada Pemimpin Sidang kami persilakan”.
“Kepada Bapak/Ibu/Saudara kami persilakan”.
• Tempat dan waktu tidak dapat bergerak atau
berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Hanya manusialah yang dapat bergerak dari
tempat duduknya semula menuju ke tempat
pimpinan sidang.
• Manusianya itulah yang harus dipersilakan
memanfaatkan waktu dan tempatnya untuk
memimpin sidang.
Fakta Kebahasaan di Indonesia

• Di Indonesia terdapat 3 macam


bahasa:
– Bahasa Indonesia (hanya Satu
Bahasa),
– Bahasa Daerah (lebih dari 700
bahasa), dan
– Bahasa Asing (tidak terhitung).
Bagaimana ketiga bahasa itu
harus diperankan?
• Bahasa Indonesia harus diutamakan,
dimartabatkan, diadabkan, dan menjadi tuan
di negeri sendiri, dijunjung setinggi-tingginya.
• Bahasa Daerah harus dilestarikan, dijaga,
dilindungi dari kepunahan, dan difungsikan
sebagai pilar kebudayaan nasional.
• Bahasa Asing dipergunakan sebagai bahasa
pergaulan dunia atau percaturan
internasional
Balai Sidang Jakarta Pendidikan untuk Semua
Jakarta Convention Center Education for All

Yayasan Pendidikan Damai


The Peace Education Foundation Selamat Datang
Sugeng Rawuh
Welcome
• Hendaklah disadari akan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang
berbunyi “Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam rambu umum,
petunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk,
dan alat informasi lain yang merupakan
pelayanan umum”. (Pasal 38 UU No. 24
Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan)
Bahasa dan Penalaran
• Bahasa bukan sakadar alat komunikasi,
melainkan juga sarana berpikir atau bernalar
dan sekaligus sebagai sarana
mengungkapkan perasaan, pikiran, atau
gagasan seseorang dalam kehidupan sehari-
hari.
• Bahasa yang baik dan benar menunjukkan
penalaran yang baik dan benar pula.
• Oleh karena itu, bahasa erat kaitannya
dengan penalaran.
• Seseorang yang cenderung memakai
bahasa bentuk pasif dapat dinalarkan
memiliki perilaku pasif pula.
• Oleh karena itu, kita perlu mengubah
penalaran dari sikap hidup pasif menjadi
aktif melalui pemakaian bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
• Caranya bagaimana?
• Mari kita menggunakan bahasa Indonesia
dalam bentuk aktif.
• “Saya hanya menunggu dihubungi oleh Kepala Sekolah
untuk melaksanakan pekerjaan itu”.
Seharusnya:
“Saya segera menghubungi Kepala Sekolah untuk
membicarakan perencanaan pelaksanaan pekerjaan itu”.
• “Saya menanti saja dipanggil oleh Kepala atas pekerjan
itu”.
Seharusnya:
“Saya segera menghadap Kepala guna menyelesaikan
pekerjaan itu”.
• “Saya menerima saja dicaci orang lain atas kesalahan
itu”.
Seharusnya:
“Saya bersedia memberi pelayanan yang memuaskan
kepada semua pelanggan”. atau
“Saya sanggup berinisiatif merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi semua kegiatan”.
• Jikalau ada penalaran bahwa “berbahasa
mencerminkan pikiran dan perasaan seseorang”,
bagaimana dengan sikap atau tindakan seseorang
yang hanya menunggu, menerima saja, menanti
melulu, malas-malas, dan segan bertindak atau
bekerja, jelas merupakan sikap hidup yang pasif
dan tentu sangat merugikan.
• Sebaliknya, apabila penggunaan bahasa itu terasa
aktif, agresif, dan dinamis, tentu menunjukkan pula
sikap si pemakai bahasa yang aktif dan memiliki
inisiatif untuk kreatif, maju, tegas, berani, dan
mengambil tindakan yang bernas.
Berbahasa Indonesia dengan
Baik dan Benar
• Banyak orang bertanya: Apakah yang disebut
Berbahasa Indonesia dengan baik dan
benar?
• Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
adalah berbahasa Indonesia yang sesuai
dengan situasi dan kondisi pemakaian serta
mematuhi kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.
• Berahasa Indonesia dengan benar adalah
berbahasa Indonesia yang menerapkan kaidah
kebahasaan secara konsisten.
• Kaidah bahasa yang perlu kita
perhatikan meliputi lima aspek,
yaitu:
1) tata bunyi,
2) tata istilah dan kosakata,
3) tata kalimat,
4) tata tulis (ejaan), dan
5) tata makna (semantik)
Tata Bunyi
• Pada aspek tata bunyi, misalnya kita telah
menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/, kata yang benar
adalah: fajar, fakir, motif, aktif, variabel, vitamin,
devaluasi, zakat, zebra, dan izin;
bukan pajar, pakir, motip, aktip, pariabel,
pitamin, depaluasi, jakat, jebra, dan ijin.
• Demikian halnya dengan pelafalan: kompleks,
korps, transmigrasi, dan ekspor;
bukan komplek, korp, tranmigrasi, dan ekspot.
Tata Istilah dan Kosakata
• Pada aspek tata istilah dan kosakata,
misalnya kata: tak, bilang, kasih, entar, dan
udah, sebaiknya diganti dengan: tidak,
berkata/mengatakan, memberi/mengasih,
sebentar, dan sudah.
• Demikian halnya dengan istilah: pengaruh
(impact), pelabuhan udara/lapangan terbang
(airport), hasil (output), dan pajak tanah (land
tax), sebaiknya diganti dengan: dampak,
bandar udara, keluaran, dan pajak bumi.
Tata Kalimat
• “Pembangunan itu untuk menyejahterakan
masyarakat”.
• Secara sekilas, kalimat itu tidak menyiratkan
kekurangan.
• Kalimat di atas hanya terdiri atas Subjek
(Pembangunan itu) dan Keterangan (untuk
menyejahterakan masyarakat).
• Jadi, kalimat di atas tidak ada predikatnya.
• Agar lengkap harus ada predikatnya, misalnya
dengan dihilangkan kata “untuk” atau ditambah
dengan kata “bertujuan” sehingga menjadi:
• “Pembangunan itu menyejahterakan
masyarakat”.
Pembangunan itu (Subjek)
menyejahterakan (Predikat)
masyarakat (Objek).
• “Pembangunan itu bertujuan untuk
menyejahterakan masyarakat”.
Pembangunan itu (Subjek)
bertujuan (Predikat)
untuk menyejahterakan masyarakat
(pelengkap/keterangan).
Tata Tulis (Ejaan)
• Dari segi ejaan yang benar tata
penulisannya adalah:
analisis, hakikat, nasihat, apotek,
objek, subjek, jadwal, kualitas, kuitansi,
dan hierarki;
bukan analisa, hakekat, nasehat,
apotik, obyek, subyek, jadual, kwalitas,
kwitansi, dan hirarki.
Tata Makna (Semantik)
• Bagaimana dengan aspek makna, perhatikan
contoh berikut.
– Rumput makan kuda.
– Anak itu jalan-jalan di sungai.
• Dua kalimat itu secara struktur benar, ada Subjek
(Rumput, Anak itu), Predikat (makan, jalan-jalan),
dan objek (kuda) atau keterangan (di sungai). Akan
tetapi, dari segi tata makna tidak benar. Tidak ada
kisahnya rumput dapat makan kuda. Tidak ada
pula ceritanya sungai (di Indonesia) yang penuh air
dapat dilewati untuk jalan-jalan, kecuali sungai itu
kering atau airnya membeku menjadi es.
• Untuk menjadi bahasa Indonesia yang baik dan
benar harus diubahnya menjadi.
– Rumput dimakan kuda.
– Kuda makan rumput.
– Anak itu jalan-jalan di pinggir sungai.
• Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa
Indonesia yang mempunyai nilai rasa yang tepat
dan sesuai dengan situasi pemakaiannya. Kapan,
di mana, dan dengan siapa Anda berbicara,
merupakan ketepatan memilih ragam bahasa yang
sesuai dengan kebutuhan komunikasi.
• Tentu ketika Anda berada di rumah, di pasar, dan
di warung makan, misalnya, tidak harus
menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
• Jadi, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
adalah berbahasa Indonesia yang sesuai dengan
situasi dan kondisi pemakaian serta mematuhi
kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.
Berbahasa Indonesia dengan Santun
• Bahasa Indonesia sudah memiliki kaidah bahasa yang baik
dan benar. Dokumentasi bahasa Indonesia secara baik dan
benar baru pada tataran kaidah bahasa yang baik dan
benar dalam bentuk tata bahasa, pedoman pembentukan
istilah, dan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan. Hal itu tentunya belumlah cukup untuk
membentuk kepribadian bangsa yang berbudaya, beradab,
dan bermartabat. Berbahasa Indonesia dengan santun
tentunya menjadi dambaan setiap orang agar seseorang
mampu menjaga harkat, martabat, jatidiri, dan menghormati
orang lain sehingga menjadi bangsa yang berbudaya dan
beradab. Seseorang yang senantiasa menjaga harkat,
martabat, dan jatidirinya adalah subtansi dari kesantunan,
sedangkan menghormati orang lain adalah sifat beradab
(berbudi halus dan berpekerti luhur).
• Berbahasa Indonesia dengan santun adalah
menggunakan bahasa Indonesia dengan budi
bahasa yang halus, nilai rasa yang baik, dan penuh
kesopanan, serta berusaha menghindari konflik
antara pembicara dengan lawan berbicaranya di
dalam proses berkomunikasi.
Contoh:
– Hai Dungu, bawa tas saya yang ada di meja itu ke sini!
(Kalimat di atas terasa kurang santun karena muncul
kata “dungu”)
– Tolonglah Nak, tas yang ada di meja itu bawalah ke sini.
– Mohon sekiranya tas yang ada di meja itu bawalah ke sini.
– Maaf Pak, tas yang ada di meja itu mengganggu Bapak.
(Ketiga kalimat di atas lebih halus dan terasa santun)
• Berbahasa Indonesia dengan santun memungkinkan
kita disenangi banyak orang, disegani, dan dihormati.
Sebaliknya, berbahasa Indonesia tidak dengan santun
dapat menyebabkan kita dibenci, dicibir, direndahkan,
dan tidak disenangi banyak orang.
• Kesantuan berbahasa mengacu pada unsur-unsur
bahasa, seperti pilihan kata, nada kalimat, ungkapan,
dan gaya. Pilihan kata merupakan salah satu penentu
kesantunan berbahasa, misalnya menggunakan kata-
kata perintah yang kurang sopan, “Dungu”, “Bebal”,
“Bodoh!”, dan kata-kata yang bernilai rasa kasar, jorok,
negatif, menyakitkan, menjijikan, dan hal-hal yang
dianggap kurang sopan, jelas harus dihindari.
• Apabila kata-kata itu tetap digunakan, biasanya
didahului dengan kata “maaf”, “tolong”, “mohon”,
“sudilah kiranya”, dan “hendaklah berkenan”.
• Nada kalimat juga menentukan seseorang dapat
berbahasa dengan santun atau tidak. Nada kalimat
yang kasar, keras, membentak, dan menghardik,
jelas berbeda nilai kesantuan berbahasanya
dengan nada berbahasa yang dilakukan secara
halus, sabar, dan penuh kehati-hatian atau
kearifan.
Contoh:
– Pindahkan tas ini segera!
– Tolong, pindahkanlah segera tas ini.
– Kalau Anda sempat, tolong segera pindahkanlah tas ini.
– Kalau Anda tidak keberatan mohon segera pindahkan
tas ini.
– Dapatkah Anda segera memindahkan tas ini?
– Tas ini membuat ruangan di sini terasa sempit.
• Contoh kalimat di atas dari nada kalimat yang
kasar, tidak sopan, hingga ke nada yang paling
halus. Kalimat terakhir merupakan perintah yang
dilakukan secara tidak langsung. Dengan nada
kalimat dan sekaligus gaya bahasa seperti itu,
diharapkan lawan berbicara mengerti dan
memahami untuk memindahkan tas itu segera.
• Banyak ungkapan yang terasa lebih santun
daripada sebuah kata yang memiliki konsep makna
yang sama dengan ungkapannya.
• Perhatikan deretan kata yang maknanya sama
dengan ungkapannya, dari nada yang terasa tidak
atau kurang santun hingga terasa halus dan lebih
santun.
bunting mampus
hamil mati
meninggal
mengandung
tewas
duduk perut
wafat
(ungkapan) berpulang ke
berbadan dua rahmatullah
tutup usia

• Dapat dirasakan gradasi pilihan kata yang


terasa kasar, kurang santun, hingga
terasa maknanya lebih santun dan halus.
Hal-hal yang dihindari dan
sebaiknya jangan dilanggar
• Janganlah memalukan, menghina, dan
merendahkan lawan berbicara sehingga
tersinggung dan sakit hati.
Contoh:
– Anak itu bukan malas, melainkan bodoh.
– Anak Ibu sebetulnya pandai, hanya kurang
tekun belajar.
• Jangan menyombongkan, membanggakan,
dan memuji diri sendiri dihadapan lawan
berbicara.
Contoh:
– Anakku itu hebat, prestasinya luar biasa, setiap
tahun selalu menjadi juara kelas, bahkan
kemarin lulus ujian nasional dengan nilai angka
rata-rata sembilan koma delapan lima.
– Anakku itu sebenarnya biasa-biasa saja, cuma
dia itu tekun dan rajin belajar sehingga wajarlah
kalau dia sering menjadi juara kelas dan lulus
ujian nasional dengan nilai lumayan baik.
• Jangan menunjukkan perasaan senang
terhadap penderitaan, kemalangan, dan
musibah yang dialami orang lain.
Contoh:
– Ayahmu meninggal karena kecelakaan
lalu lintas, tidak apalah karena setiap
orang akan meninggal dunia juga.
– Saya turut sedih dan berbela duka atas
meninggalnya ayahanda karena musibah
lalu lintas itu, tetaplah tegar dan tabah
menghadapi cobaan hidup seperti ini.
• Janganlah menyatakan ketidaksetujuan atau
ketidaksepakatan Anda dengan lawan berbicara.
Contoh:
– Terus terang, saya tidak setuju kamu pindah
kerja.
– Bekerja di kantor mana pun itu baik, sebaiknya
dipikirkan kembali tentang rencana Anda untuk
pindah kerja itu.
– Saya tidak setuju kalau kita harus segera
menikah.
– Sebenarnya saya pun ingin segera menikah,
tetapi sekarang ini rasanya belum siap.
Bagaimana kalau kita tunggu beberapa waktu
lagi agar lebih mapan kita.
Hal-hal yang seharusnya dilakukan
• Berusaha membuat lawan berbicara senang.
Contoh:
– Bapak memerlukan saya? Mari saya bantu Pak.
– Jangan khawatir Pak, saya memilikinya dan Bapak
tentu saya bantu dengan sekuat kemampuan.
• Berusaha memberi pujian kepada lawan
berbicara.
Contoh:
– Selamat atas keberhasilan Anda menjadi juara kelas.
– Selamat dan senantiasa sukses dalam menempuh
ujian.
– Memang Saudara hebat, luar biasa, dan pantaslah
kalau juara umum tahun ini berhasil Saudara bawa
pulang.
• Menunjukkan persetujuan kepada lawan
berbicara.
Contoh:
– Saya setuju sekali Saudara kembali ke kampung
halaman karena tenaga dan pikiran Saudara sangat
dibutuhkan di sana.
– Tentu, saya sependapat dengan Saudara kalau
koruptor itu harus dimiskinkan dan dihukum seberat-
beratnya.
• Menggunakan kosakata yang secara sosial
budaya terasa lebih santun dan sopan.
Contoh:
– Beliau wafat dan dimakamkan di kota kelahirannya,
Palu.
– Almarhumah tutup usia sekitar pukul 18.30 WIB.
• Menggunakan kata “mohon” atau “maaf” untuk
meminta bantuan, memerintah, atau
melarangnya.
Contoh:
– Mohon untuk tidak merokok di ruangan ini.
– Maaf, Bapak ibu yang membawa HP mohon
keikhlasannya untuk tidak mengatifkan HP-nya selama
perkulian ini.
• Menggunakan kalimat tidak langsung dalam
menyuruh.
Contoh:
– Ruangan kelas ini terasa panas sekali.
– (Maksudnya menyuruh untuk menyalakan AC
pendingin ruangan)
Lebih Lanjut dapat dipelajari melalui Buku Acuan
Latihan
• Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut
dengan bahasa yang baik, benar, dan
santun serta menggunakan logika
penalaran yang benar pula.
1. Bagaimanakah sikap Anda ketika menghadapi
semakin pesatnya kosakata atau istilah asing
yang menjamur dalam khazanah bahasa
Indonesia?
2. Coba cari dan temukanlah sepuluh kosakata
atau istilah asing di sekitar lingkungan hidup
kita sehari-hari. Setelah Anda temukan, cobalah
cari padanannya dalam bahasa Indonesia.
View publication stats

3. Cobalah mencari lima kalimat dalam Bahasa


Indonesia. Setelah Anda temukan, cobalah amati
bahasa Indonesia yang Anda temukan itu sudah
memenuhi kriteria bahasa Indonesia yang baik dan
benar? Sebagai ukurannya adalah lima kriteria atau
kaidah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar,
yaitu dari aspek: (1) tata bunyi, (2) tata istilah dan
kosakata, (3) tata kalimat, (4) tata tulis (ejaan), dan
(5) tata makna (semantik).
4. Lima kalimat yang Anda temukan itu juga perlu
diamati logika penalaran berbahasanya. Apakah
sudah benar sesuai dengan penalaran?
5. Mengapa kita harus menggunakan bahasa Indonesia
yang baik, benar, dan santun? Cobalah berikan
contoh lima kalimat dalam bahasa Indonesia yang
menunjukkan berbahasa Indonesia dengan baik,
benar, dan santun.

Anda mungkin juga menyukai