Adapun faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah yang dianalisis
dalam penelitian ini ialah umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga yang
hipertensi yang tidak dapat diubah berdasarkan umur, lebih banyak responden
berada pada rentang umur 18-30 tahun yakni sebanyak 47 orang (53,4%) daripada
responden yang berada pada rentang umur 31-45 tahun yakni sebanyak 41 orang
(46,6%). Berdasarkan hal tersebut bahwa dalam penelitian ini lebih banyak
yang berumur antara 31-45 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 47
orang responden yang berada pada rentang umur 18-30 tahun, ada 22 orang
tidak mengalami hipertensi. Kemudian dari 41 orang responden yang berada pada
rentang umur 31-45 tahun, ada 32 orang responden (78%) yang mengalami
51
52
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa bahwa ada hubungan umur dengan
kejadian hipertensi pada kelompok umur 18-45 tahun di wilayah kerja Puskesmas
berada pada rentang usia 31-45 tahun lebih banyak yang mengalami hipertensi
dibandingkan dengan responden yang berada pada rentang usia 18-30 tahun,
dalam artian bahwa semakin tua umur responden semakin berisiko untuk terkena
hipertensi.
Tingginya kejadian hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, yang mana hal
ini disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga jalan
aliran darah menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih
kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik. Menurut WHO
tetapi dengan laju lebih rendah daripada tekanan darah diastolikn. Peningkatan
tekanan nadi dan peningkatan tekanan darah sistolik menjadi hal yang biasa
meningkat tekanan darah, hal ini merupakan metabolisme alami tubuh yang
menyebabkan jantung memompa darah lebih cepat dan menjadikan tekanan darah
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Putri (2016) yang
responden (66,7%) yang mengalami hipertensi ialah responden yang berada pada
rentang usia diatas 30 tahun. Sejalan dengan hasil penelitian Kartikasari (2012)
responden yang memiliki usia diatas 30 tahun lebih berisiko 2,18 kali lebih tinggi
untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan responden yang berusia kurang dari
30 tahun. Karena umur merupakan faktor risiko hipertensi yang tidak dapat
diubah, oleh karena itu bagi responden baik itu responden yang mengalami
faktor risiko hipertensi yang dapat diubah atau diminimalisir yakni dengan
menjaga berat badan tubuh tetap ideal, tidak merokok, mengurangi konsumsi
hipertensi yang tidak dapat diubah menurut jenis kelamin, lebih banyak responden
Berdasarkan hal tersebut bahwa dalam penelitian ini lebih banyak responden yang
yang berjenis kelamin laki-laki, ada 34 orang responden (79,1%) yang mengalami
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan jenis kelamin dengan
kejadian hipertensi pada pada kelompok umur 18-45 tahun di wilayah kerja
dalam artian bahwa pada kelompok umur 18-45 tahun laki-laki lebih berisiko
responden perempuan lebih banyak dalam penelitian ini namun yang memiliki
dengan wanita dengan rasio sekitar 2,29 lebih tinggi untuk peningkatan tekanan
darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
yang dilakukan pria lebih berat dibandingkan dengan wanita. Pria cenderung lebih
banyak melakukan aktivitas yang lebih banyak dan lebih berat dibandingkan
dengan wanita, aktivitas yang berat akan meningkatkan tekanan darah sehingga
terjadinya hipertensi.
Sama halnya yang seperti yang peneliti amati di lokasi penelitian, bahwa
keluarga atau tulang punggung keluarga dalam mencari mata pencaharian untuk
laki-laki yang peneliti teliti memiliki pekerjaan sebagai petani di ladang yang
fisik yang berat. Aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan terjadinya
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Putri (2016) yang
menjelaskan bahwa ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi, pada
usia produkti yakni 18-45 tahun responden yang berjenis kelain laki-laki lebih
berisiko 2,46 kali lebih tinggi untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan
faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah, oleh karena itu responden baik
untuk mengontrol faktor risiko hipertensi yang dapat diubah atau diminimalisir
yakni dengan menjaga berat badan tubuh tetap ideal, tidak merokok, mengurangi
hipertensi yang tidak dapat diubah menurut riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, lebih banyak responden yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa dalam penelitian ini lebih banyak
responden yang tidak memiliki riwayat keluarga yang pernah menderita hipertensi
menderita hipertensi.
hipertensi.
yang menderita hipertensi dengan kejadian hipertensi pada pada kelompok umur
dalam artian bahwa responden yang memiliki riwayat keluarga yang menderita
terutama hipertensi primer atau esensial. Bila kedua orang tuanya menderita
hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang
tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
Menurut Palmer (2015), tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang
tuanya adalah penderita hipertensi Hal ini menunjukkan bahwa gen yang
penyakit keturunan, jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka
menderita hipertensi lebih banyak merupakan orang tua yakni sebanyak 18 orang
(48,6%), kemudian orang tua dan saudara kandung yakni sebanyak 10 orang
(27,1%) dan hanya dari saudara kandung yang mengalami hipertensi yakni hanya
yang mengalami hipertensi ialah orang tua responden yang menurunkan risiko
merupakan faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah, oleh karena itu
hipertensi disarankan untuk mengontrol faktor risiko hipertensi yang dapat diubah
atau diminimalisir yakni dengan menjaga berat badan tubuh tetap ideal, tidak
terjadinya hipertensi.
60
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Putri (2016) yang
riwayat keluarga yang menderita hipertensi. Hasil penelitian Ginting (2015) yang
hipertensi memiliki risiko 5,33 kali lebih besar untuk menderita hipertensi
menderita hipertensi.
Adapun faktor risiko hipertensi yang dapat diubah yang dianalisis dalam
alkohol, tingkat konsumsi makanan asin dan tingkat konsumsi makanan berlemak
yang dinilai berhubungan dengan kejadian hipertensi pada kelompok umur 18-45
Tapanuli Utara.
hipertensi yang dapat diubah menurut obesitas, lebih banyak responden yang tidak
dalam penelitian ini diketahui bahwa lebih banyak responden yang tidak
indeks masa tubuh (IMT) dengan mengukur tinggi badan dan berat badan
dari 25 kg/m2 dan dikategorikan tidak obesitas jika responden mendapatkan nilai
IMT kurang dari atau sama dengan 25 kg/m2 (Depkes RI, 2006). Berdasarkan
hasil pengukuran tersebut diketahui bahwa dari 88 orang responden yang diteliti
obesitas, ada 21 orang responden (91,3%) yang mengalami hipertensi dan hanya 2
responden yang tidak obesitas, ada 33 orang responden (50,8%) yang mengalami
kejadian hipertensi pada pada kelompok umur 18-45 tahun di wilayah kerja
dengan responden yang tidak obesitas, dalam artian bahwa responden yang
berlebihan, banyak mengandung lemak, protein dan karbohidrat yang tidak sesuai
bertambahnya usia namun tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik atau
penurunan jumlah makanan sehingga kalori yang berlebih akan diubah menjadi
Menurut Rahajeng dan Sulistiyowati (2013) berat badan dan indeks masa
tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Berat badan yang berlebihan akan membuat seseorang susah bergerak
dengan bebas, jantungnya harus bekerja lebih keras untuk memompa darah agar
bisa menggerakan beban berlebihan dari tubuh. Oleh karena itu obesitas termasuk
salah satu faktor yang meningkatkan risiko hipertensi dan serangan jantung. Daya
63
pompa jantung dan sirkulasi volume jantung darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.
Prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risik untuk menderita
hipertensi pada orang orang gemuk ialah 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
mempengaruhi tekanan darah dan juga kejadiab hipertensi. Kurang lebih 46%
pasien dengan nilai IMT 27 adalah penderita hipertensi. Peningkatan 15% berat
dibandingkan dengan mereka yang mempunyai berat badan normal, orang yang
overweight atau obesitas dengan kelebihan berat badan sebesar 20% mempunyai
resiko delapan kali lipat lebih besar terhadap hipertensi. Sedangkan menurut
WHO (2011) kelebihan bobot dari berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan
risiko mendapat hipertensi. Jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh obesitas
mmHg dan tekanan darah diastolik 1-3 mmHg untuk setiap kenaikan 10 kg bobot
berat badan, dalam artian bahwa semakin bertambah berat badan maka semakin
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fadhillah (2015) yang
menjelaskan bahwa dari 96 orang responden yang diteliti terdapat 27 orang yang
Ginting (2015) menjelaskan bahwa responden yang obesitas memiliki risiko 5,22
kali lebih besar untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan responden yang
64
tidak obesitas. Oleh karena itu penting untuk menjaga indek masa tubuh ideal
yang tidak berlebihan atau sesuai dengan kebutuhan tubuh dan meningkatkan
hipertensi yang dapat diubah menurut perilaku merokok, lebih banyak responden
yang menjadi perokok pasif yakni sebanyak 41 orang (46,6%) daripada responden
yang menjadi perokok aktif yakni sebanyak 33 orang (37,5%) dan responden yang
tidak merokok yakni hanya sebanyak 14 orang (15,9%). Berdasarkan hal tersebut,
dari penelitian yang dilakukan bahwa responden dalam penelitian lebih banyak
menjadi perokok baik perokok aktif maupun perokok pasif karena ada orang
Kemudian dari 41 orang responden yang menjadi perokok pasif, ada 28 orang
tidak mengalami hipertensi, serta dari 14 orang responden yang tidak merokok,
hanya ada 2 orang responden (14,3%) yang mengalami hipertensi dan 12 orang
dengan kejadian hipertensi pada pada kelompok umur 18-45 tahun di wilayah
Responden yang menjadi perokok aktif dan perokok pasif lebih banyak yang
artian bahwa responden yang menjadi perokok lebih berisiko untuk mengalami
aktif dalam penelitian ini sebagian besar yakni sebanyak 19 orang (57,5%)
orang responden (24,2%) menghisap 1-5 batang rokok setiap harinya, bahkan
sebanyak 6 orang responden (18,3%) menghisap lebih dari 12 batang rokok setiap
66
harinya. Semakin banyak batang rokok yang dihisap tentu akan meningkatkan
Selain perokok aktif yang menghisap asap rokok langsung dari batang
rokok, perokok pasif yang menghisap batang rokok karena berada didekat orang
yang merokok juga memiliki risiko untuk terkena hipertensi dan penyakit lain
yang disebabkan oleh kandungan bahan kimia berbahaya yang berupa nikotin dan
karbon monoksida yang terdapat dalam asap rokok. Hasil penelitian ini
orang (43,9%), kemudian orang tua yakni sebanyak 13 orang (31,7%), dan
karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak lapisan pembuluh darah dan mengakibatkan proses tekanan darah
darah arteri yang kemudian menyebabkan kerusakan organ yang lebih parah
dalam tubuh.
Menurut Kaplan (2013) kandungan bahan kimia dalam rokok termasuk tar.
Karbon monoksida dan nikotin secara akut dapat meningkatkan tekanan darah,
terutama pada perokok aktif yang mengalami kecanduan untuk merokok. Sejalan
darah secara temporer, yakni tekanan darah sistolik yang naik sekitar 10 mmHg
dan tekanan darah diastolik naik sekitar 8 mmHg. Kenaikan tekanan darah itu
terjadi saat sedang merokok dan sesaat setelah merokok selesai. Tekanan darah
akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok.
menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fadhillah (2015) yang
menjelaskan bahwa dari 96 orang responden yang diteliti terdapat 36 orang yang
hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
menjadi perokok memiliki risiko 2,21 kali lebih besar untuk terkena hipertensi
dibandingkan dengan responden yang bukan perokok. Oleh karena itu penting
untuk menjaga kesehatan tubuh dengan mengurangi konsumsi rokok atau bahkan
untuk tidak merokok sama sekali, bahwa selain hipertensi merokok juga dapat
sudah jelas tertera dalam setiap bungkus rokok yang tertulis peringatan bahwa
kehamilan dan janin, dilengkapi dengan contoh gambar penyakit yang berbahaya
menggunakan formulir food recall 24 jam dan food frequency yang kemudian
mengonsumsi alkohol lebih dari 10 gram alkohol (hasil konversi dari ml) setiap
harinya dan dinyatakan rendah jika responden mengonsumsi alkohol kurang dari
10 gram alkohol (hasil konversi dari ml). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut
alkohol dengan kategori rendah, ada 33 orang responden (53,2%) yang mengalami
dengan kejadian hipertensi pada pada kelompok umur 18-45 tahun di wilayah
Responden yang mengonsumsi alkohol dengan kategori tinggi lebih banyak yang
kategori rendah.
semakin tinggi tekanan darah, sehingga peluang terkena hipertensi semakin tinggi.
fungsi saraf pusat maupun tepi, apabila saraf simpatis terganggu maka pengaturan
mengandung alkohol diminum sedikitnya dua kali per hari, tekanan darah sistolik
naik kira-kira 1,0 mmHg dan tekanan darah diastolik kira-kira 0,5 mmHg per satu
kali minum. Peminum alkohol harian ternyata mempunyai tekanan darah sistolik
dan tekanan lebih tinggi berturut-turut 6,6 mmHg dan 4,7 mmHg dibandingkan
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fadhillah (2015) yang
menjelaskan bahwa dari 96 orang responden yang diteliti terdapat 25 orang yang
hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kali lebih besar untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan responden yang
tidak mengonsumsi alkohol. Oleh karena itu penting untuk menjaga kesehatan
seperti gangguan hati termasuk hepatitis dan sirosis. Selain hal tersebut, konsumsi
alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pencernaan, kadar asam urat yang
tinggi, kanker, anemia, penyakit jantung, epilepsi, gangguan pada mata, disfungsi
2018).
71
asin, lebih banyak responden yang mengonsumsi makanan asin dalam kategori
makanan asin dalam kategori tinggi yakni sebanyak 33 orang (37,5%). Peneliti
recall 24 jam dan food frequency yang kemudian datanya dianalisis menggunakan
aplikasi nutrisurvey dengan ketentuan bahwa tingkat konsumsi makanan asin dari
gram setiap harinya dan dinyatakan rendah jika responden mengonsumsi natrium
responden (37,5%) yang mengonsumsi makanan asin dengan kategori tinggi yakni
(87,9%) yang mengalami hipertensi dan hanya 4 orang responden (12,1%) tidak
makanan asin dengan kategori rendah, ada 25 orang responden (45,5%) yang
hipertensi.
72
asin dengan kejadian hipertensi pada pada kelompok umur 18-45 tahun di wilayah
Responden yang mengonsumsi makanan asin dengan kategori tinggi lebih banyak
makanan asin dengan kategori rendah, dalam artian bahwa responden yang
Menurut Fauzi (2014) garam merupakan faktor yang sangat penting dalam
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah yang meningkat. Menurut Susilo
73
yang sering dikonsumsi oleh responden ialah berupa ikan asin, telor asin, dan
asinan buah, bahkan ada responden yang menyukai atau memiliki hobi untuk
makanan yang dikonsumsi, hal ini tentu menyebabkan tingkat konsumsi garam
natrium setiap harinya. Responden dengan tingkat konsumsi garam yang tinggi
mengaku bahwa makanan yang rasanya lebih asin rasanya lebih enak
tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan
garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fadhillah (2015) yang
menjelaskan bahwa dari 96 orang responden yang diteliti terdapat 55 orang yang
mengalami hipertensi, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara tingkat konsumsi garam dengan kejadian hipertensi bahwa
risiko 3,51 kali lebih besar untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan
responden yang mengonsumsi makanan asin dengan kategori rendah. Oleh karena
lainnya seperti penyakit ginjal, serangan jantung dan stroke. Selain itu konsumsi
menggunakan formulir food recall 24 jam dan food frequency yang kemudian
responden mengonsumsi lemak lebih dari 67 gram setiap harinya dan dinyatakan
rendah jika responden mengonsumsi natrium kurang dari 67 gram setiap harinya.
berlemak dengan kategori tinggi yakni mengonsumsi lemak lebih dari 67 gram
setiap harinya.
(76%) yang mengalami hipertensi dan hanya 12 orang responden (24%) tidak
makanan berlemak dengan kategori rendah, ada 16 orang responden (42,1%) yang
hipertensi.
berlemak dengan kejadian hipertensi pada pada kelompok umur 18-45 tahun di
76
makanan tinggi lemak daripada makanan tinggi serat dapat menyebabkan obesitas
yang juga berdampak pada peningkatan tekanan darah dan penyakit degeneratif
(Depkes RI, 2006). Sejalan dengan pendapat Fauzi (2014) bahwa makanan yang
Peningkatan asupan kalori dari makanan yang berlemak juga berhubungan dengan
darah.
berlemak yang sering dikonsumsi oleh responden ialah berupa daging gulai,
daging panggang, ayam gulai, ayam bakar, redang, sop buntut, gulai kambing dan
gorengan, setiap porsi dari setiap jenis makanan berlemak ini tentu menyebabkan
yakni kurang dari 67 gram lemak setiap harinya. Responden dengan tingkat
77
berlemak rasanya lebih enak dan lebih menggugah selera untuk dimakan, terlebih
makanan harian yang disediakan biasanya memang makanan yang berlemak, yang
tentu saja jenis makanan berlemak ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fadhillah (2015) yang
menjelaskan bahwa dari 96 orang responden yang diteliti terdapat 83 orang yang
(56,6%) mengalami hipertensi, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada
mengonsumsi makanan berlemak dengan kategori tinggi memiliki risiko 2,61 kali
mengonsumsi makanan berlemak dengan kategori rendah. Oleh karena itu penting
gangguan pembuluh darah, serangan jantung dan stroke. Selain itu konsumsi