Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan Indonesia sebagian besar mempunyai potensi yang dapat

dimanfaatkan sebagai tumbuhan industri, tumbuhan buah-buahan, tumbuhan rempah-

rempah dan tumbuhan obat-obatan (Aditya et al., 2016). Pemanfaatkan berbagai jenis

tumbuhan tersebut, masyarakat Indonesia pada umumnya mengacu kepada ilmu

etnobotani. Seiring dengan tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan,

penggunaan obat yang berasal dari tumbuhan atau pengobatan dengan cara tradisional

atau alami lebih digemari, karena relatif lebih murah dan minim efek samping

dibanding dengan menggunakan obat-obat modern atau obat-obatan dari bahan kimia.

Pemanfaatan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan penyakit

hingga saat ini masih sangat dibutuhkan dan dikembangkan, terutama dengan

mahalnya biaya pengobatan dan harga obat-obatan (Amzu et al., 2018).

Sebagian masyarakat Indonesia terutama masyarakat etnis menggantungkan

hidupnya pada sumberdaya alam sekitar tempat mereka hidup terutama dalam hal

pangan dan kesehatan. Bagi masyarakat kebutuhan pangan dan obat merupakan

kebutuhan yang esensial dan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk.

Kebutuhan akan pangan dan obat hampir sepenuhnya tergantung pada tumbuhan,

oleh karena itu sejak zaman prasejarah manusia telah melaksanakan pekerjaan seleksi

tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tumbuhan pangan (Hartanto et al., 2016).

1
Salah satu masyarakat yang masih mempertahankan adat dan tradisi dalam

penggunaan sumber daya alam khususnya tumbuhan sebagai obat adalah penduduk

Desa Sejahtera Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Pengetahuan dan pemanfaatan

tumbuhan pangan dan obat oleh masyarakat etnis diwariskan secara turun-temurun

dari generasi ke generasi, hal ini disebut sebagai suatu kearifan lokal. Menurut

Riswan (2016) kearifan lokal, dalam terminologi budaya, dapat di interpretasikan

sebagai pengetahuan lokal yang berasal dari budaya masyarakat yang unik,

mempunyai hubungan dengan alam dalam sejarah yang panjang, beradaptasi dengan

sistem ekologi setempat, bersifat dinamis dan selalu terbuka dengan tambahan

pengetahuan baru.

Pemanfaatan tumbuhan obat tersebut dilakukan oleh masyarakat Desa

Sejahtera khususnya masyarakat Dusun III hanya terbatas penyampaian dari orang

tua kepada anak dan atau cucu secara turun temurun dalam keluarga, sehingga

dikhawatirkan di tengah perkembangan arus modernisasi budaya saat ini, kearifan

lokal tersebut dapat secara perlahan tergerus oleh kebiasaan yang dapat menyebabkan

punahnya pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat. Pengetahuan yang

diwariskan secara turun-temurun juga menyebabkan ada sebagian tumbuhan obat

yang hanya diketahui dan dimanfaatkan oleh sebagian penduduk saja. Untuk itu,

perlu dilakukan kajian etnobotani tumbuhan obat sehingga dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan lebih lanjut.

2
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana etnobotani

tumbuhan obat pada etnis kaili di Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi?

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah mengidentifikasi

etnobotani tumbuhan obat pada etnis kaili Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo,

Kabupaten Sigi.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani dan Tumbuhan Obat

Istilah etnobotani pertama kali diusulkan oleh Harsberger pada tahun 1985.

Etnobotani menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah ilmu mengenai

pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari dan adat suku bangsa.

Etnobotani berasal dari dua suku kata Yunani yaitu Ethnos dan botani. Etno berasal

dari kata Ethnos yang berarti memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan

latar belakang yang sama baik dari adat istiadat, karakteristik bahasa dan sejarahnya.

Sedangkan botany adalah ilmu yang mengetahui tentang tumbuhan. Dengan demikian

etnobotani berarti kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan atau dapat

diartikan sebagai studi mengenai pemanfaatan tumbuhan pada budaya tertentu

(Rahayu, 2013).

Etnobotani merupakan ilmu botani yang mempelajari tentang pemanfaatan

tumbuh-tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari dan adat suku bangsa (Oktaviana,

2018). Pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh etnis atau suku tersebut, dan

diwariskan secara turun temurun. Contonya yaitu sebagai obat-obatan, bahan pangan,

upacara adat dan lain-lain Etnobotani adalah cabang ilmu yang mendalami tentang

persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumber daya nabati dilingkungannya.

Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari masyarakat dalam mengatur system

pengetahuan anggotanya tentang tumbuhan dilingkungannya. Dengan demikian

4
masyarakat tidak hanya memanfaatkan tumbuhan sebagai keperluan ekonomi saja

ataupun keperluan spiritual namun juga dimanfaatkan baik sebagai sumber

pengobatan, sumber pangan dan lain-l ain. Disiplin ilmu lainnya yang berkaitan

dalam penelitian etnobotani adalah antara lain adalah linguistic, antropologi, sejarah,

pertanian, kedokteran, farmasi dan lingkungan. (Nurrani, 2015).

Menurut Waluju (2015) menjelaskan bahwa Etnobotani mempelajari

hubungan timbal balik antara manusia atau masyarakat dengan etnis tertentu dengan

tumbuhan yang ada di sekitarnya yaitu bagaimana cara mereka mendapatkan,

memanfaatkan, mengolah serta memelihara tumbuhan di lingkungan tempat

tinggalnya. Etnobotani merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

pemanfaatan tetumbuhan oleh masyarakat secara turun temurun dan dalam kurun

waktu yang lama.

Kontribusi dan peran etnobotani sangat luas dan beragam baik pada generasi

saat ini maupun generasi mendatang diantaranya, konservasi tumbuhan, inventori

botanik dan penilaian status konservasi tumbuhan, menjamin keberlanjutan

persediaan makanan, menjamin ketahanan pangan lokal hingga global, memperkuat

identitas etnik dan nasionalisme, pengakuan hak masyarakat lokal terhadap kekayaan

sumberdaya dan akses terhadapnya, berperan dalam penemuan obat-obatan baru dan

lain-lain (Takarasel, 2016).

Menurut Takarsel (2016), Pengetahuan tradisional tersebut sangat berguna

bagi perencanaan pembangunan nasional. Hal ini memberikan sumbangsih kepada

bangsa atas kekayaan intelektual bangsa sehingga harus dikelola dengan profesional

5
(Noorcahyati 2018). Menurut Noorcahyati (2018), pemanfaatan obat-obat tradisional

mayoritas dikonsumsi untuk upaya kesehatan preventif (48,98%), kesehatan promotif

(22,47%), dan untuk kesehatan kuratif (21,78%), serta selebihnya digunakan untuk

keluarga berencana, pemeliharaan dan peningkatan/perawatan kecantikan serta

penggunaan terkait seks. Berdasarkan sisi konsumsi tersebut terlihat bahwa

penyediaan obat tradisional sangat membantu masyarakat dalam upaya kesehatan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa studi tentang etnobotani tumbuhan obat yng dilakukan di Sulawesi

Tengah memberikan hasil yang sangat berguna untuk pembangunan ilmu

pengetahuan. Hasil diskusi dan wawancara yang telah dilaksanakan dilapangan

ditemukan 110 jenis tumbuhan obat yang terdiri dari 50 famili diantarnya family

Poaceae (7,27%), merupakan family yang terbanyak dijumpai, kemudian dari segi

habitus terdiri dari pohon sebanyak 31 jenis tumbuhan, perdu sebanyak 28 jenis

tumbuhan, habitus merambat sebanyak 4 jenis tumbuhan, habitus paku-pakuan

sebanyak 2 jenis tumbuhan, habitus bambu sebanyak 1 jenis tumbuhan, dan Epifit 1

jenis tumbuhan (Yant, 2020).

Studi lain yang dilakukan pada masyarakat Bugis di kawasan pesisir desa

lempe, Dampelas memeperlihatkan masyarakat Bugis di lokasi penelitian yang masih

mmanfaatkan tumbuhan-tumbuhan sebagai pengobatan untuk menyembuhkan

berbagai penyakit seperti batuk kering, TBC yang diobati dengan cara penggunaan

6
beberapa daun pegangan dan di tambahkan air hangat kemudian perasan airnya

ditambahkan gula merah diminum dua gelas sehari. Sedangkan sebagai bahan

pembersih luka akibat tersayat benda tajam mereka menggunakan daun lantana

camara. Sedangkan sebagai obat infeksi mata digunakan daun maiyana, patikan kebo,

pucuk daun kelor (Moringa oleifera) dan Daucus carota (Murahmi dkk, 2016).

Nurlaila dkk (2017) yang berjudul Etnobotani tumbuhan yang digunakan

dalam pengobatan tradiosonal di kecamatan Sinjai Selatan Kabupaten Sinjai Sulawesi

Selatan dengan tujuan menginventarisasi jenis tumbuhan obat, cara memperoleh dan

pengelolahan obat oleh masyarakat lokal atau sanro. Jenis tumbuhan yang digunakan

oleh sanro atau dukun yang memiliki keahlian dalam melakukan praktek pengobatan

tradiosonal nonmedis pada masyarkat suku buis, jenis tumbuhan yang digunakan

dalam pengobatan tradiosonal sebanyak 43 jenis. Cara tumbuhan yang digunakan

untuk pengobatan yaitu obat dimakan secara mentah, obat yang diminum bahan

diremas lalu diminum atau direbus,untuk penggunaan luar cukup ditempel,

dioleskan/dilulurkan pada bagian yang sakit/luka. Tumbuhan obat dikelompkkan

menjadi tiga berdasarkan cara memperolehnya yaitu tumbuhan liar sebanyak 33

tumbuhan (76,74%), tumuhan yang sengaja dipelihara sebanyak 7 tumbuhan

(16,27%) dan yang dibeli sebanyak 3 tumbuhan (6,97%).

Berdasarkan hasil penelitian lapangan jenis tumbuhan obat dan

pemanfaatanya di sekitar Desa Kayu Tanam Kecamatan Mandor Kabupaten Landak

dapat disimpulkan sebagai berikut: Ditemukan 50 spesies tanaman yang

7
dikelompokkan dalam 34 famili yang dipergunakan untuk mengobati 37 jenis macam

penyakit, yang sering dimanfaatkan pleh masyarakat sebagai obat, dimana cara

pengelolahaanya masih secara tradiosonal yaitu hanya berdasarkan kebiasaan dan

pengalaman saja. Dari 50 jenis tumbuhan obat ternyata yang paling banyak

digunakan/dimanfaatkan adalah: Berdasarkan habitusnya yang, jenis tanaman yang

paling banyak digunakan sebagai tanaman obat adalah jenis herba 22 jenis (44%).

Bagian tanaman yang paling banyak digunakan sebagai obat yaitu bagian daun dari

dengan merebus ditemukan pada 21 spesies (42%). Berdasarkan hasi peneliian

ternyata satu jenis tumbuhan bisa mengobati lebih dari satu macam/jenis penyakit

(Efremila dkk, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian dari judul Potensi Tumbuhan Pada Obat

Kawasan Hutan Desa Di Desa Namo Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi tumbuahan

obat yang penyebaranya hampir merata untuk tingkat pohon adalah (Pterospermum

celebicium Mi L.), tiang adalah huka (Gnetum gnemon L.), pancang adalah huka

(Gnetum gnemon L.), serta semai dan tumbuhan bawah adalah harao (Areca vestiaria

Giseke.). tumbuhan obat yang memiliki INP tertinggi tingkat pohon adalah ntorode

(Pterospermum celebicum L.) dengan INP 97,64, tiang adalah huka (Gnetum gnemon

L.) dengan INP 84,64%, pancang adalah huka (Gnetum gnemon L.) dengan INP

72,69% serta semai dan tumbuhan bawah adalah haro (Areca vestiaria Giseke.)

dengan INP 23,08% (Dedi, 2015).

8
Neta (2011) dengan judul etnobotani tumbuhan obat oleh masyarakat Suku

Using di Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi tumbuhan obat yang digunakan

sebagai obat oleh masyarakat Suku Using di Kecamatan Glagah Kabupaten

Banyuwangi diperoleh 55 spesies tumbuhan. Berdasarkan presentase penggunaan

tumbuhan sebagai obat oleh masyarakat Suku Using spesies yang sering digunakan

oleh masyarakat sebagai bahan baku pengobatan tradiosonal adalah kunyit 42% dari

suku Zingiberaceae dan sirih 32% dari suku Piperaceae. Organ tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Using di Kecamatan Glagah yaitu: daun sebesar

32%, rimping sebesar 27%, bunga sebesar 13%, batang sebesar 9%, akar 6% dan

getah 7%).

2.3 Manfaat Tumbuhan Obat

Manfaat kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan terus

berkembang pesat, namun penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat tradiosanal oleh

masyarakat terus meningkatkan dan perkembanganya semakin maju. Hal ini dapat

dilihat terutama drngan semakin banyaknya obat tradiosonal yang beredar di

masyarakat yang diolah oleh industri industri. Menurut Sada et al., (2015), ada

beberapa manfaat tumbuhan obat, yaitu :

1. Menjaga kesehatan. Fakta kemampuan obat tradiosonal (herbal) dalam

menunjang kesehatan telah terbukti secara empirik, penggunaanyapun terdiri

dari berbagi lapisan, mulai anak anak, remaja dan orang lanjut usia.

9
2. Memperbaiki status gizi masyarakat. Banyaktumbuhan apotik hidup yang

dapat dimanfaatkan untuk perbaikan dan peningkatan gizi, seperti: kacang,

sawo dan belimbing wuluh, sayuran, buah buahan sehingga kebutuhab

vitamin akan terpenuhi.

3. Menghijaukan lingkungan. Meningkatkan penanaman apotik hidup salah satu

cara untuk penghijauan lingkungan tempat tinggal.

4. Meningkantkan pendapatan masyarakat. Penjualan hasil tumbuhan akan

menambah penghasilan keluarga.

Tumbuhan obat yang ditanam di pekarangan rumah penduduk mamiliki

banyak manfaat¸selain dapat dijadikan sebagai obat, tumbuhan tersebut dapat

dimanfaatkan untuk menambah pendapatan keluarga, dengan demikian disamping

dijadikan sebagai penyembuhan penyakit, tumbuhan obat juga dapat meningkatkan

pendapatan keluarga (Sada et al., 2015).

Tumbuhan obat adalah semua jenis tumbuhan baik yang sudah ataupun belum

di budidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan obat juga

merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah

digunakan sejak lama danmemberikan dampak farmakologi. Pengobatan tradisioanl

secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian

pemanfaatan sumber daya alam hayati, khususnya tumbuhan obat (Zuhud et al.,

2013).

10
Tumbuhan berkhasiat obat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :

(Sari et al., 2015).

a. Tumbuhan obat tradisional, merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau

dipercaya masyarakat memiliki khasiat obat yang telah digunakan sebagai

bahan baku obat tradisional.

b. Tumbuhan obat modern, merupakan spesies, tumbuhan yang secara ilmiah

telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat

obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

c. Tumbuhan obat potensional, merupakan spesies yang diduga mengandung

atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat tetapi belum

dibuktikan penggunaannya secara ilmiah dan medis sebagai obat.

Indonesia umumnya memiliki adat istiadat dan budaya yang sangat beragam.

Keanekaragaman etniknya menyebabkan beberapa masyarakat masih menggunakan

obat tradisional dengan memanfaatkan alam sekitarnya terutama yang hidup di

pedalaman dan terasing. Penggu naan obat tradisional tersebut, pada prinsipnya

bertujuan untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran, pencegahan penyakit,

obat pengganti atau pendamping obat medik dan memulihkan kesehatan (Setyowati

et al., 2017).

Indonesia diperkirakan memiliki 100.000 jenis pengobatan tradisional yang

tersebar lebih dari 65.000 desa. Pengobatan tradisional adalah dengan menggunakan

cara, obat-obat atau ramuan tradisional. Upaya pengobatan tradisional dimanfaatkan

dan diakui keberadaanya dimasyarakat sampai saat ini. Oleh karena itu, pengobatan

11
tradisional perlu dibina, ditingkatkan, dikembangkan dan diawasi agar dapat

dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya sehingga tidak merungikan

masyarakat. (Noorhidayah et al., 2006)

Obat tradisional sebagai obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun

temurun berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan dan kebiasaan

setempat, baik bersifat magic (Spontan, kebetulan) maupun pengetahuan tradisioanl.

Bagian organtumbuhan yang dimanfaatkan untuk pengobatan adalah akar (radix),

rimpang (rhizome), batang (caulis), buah (fructus), daun (folia) dan bunga (flos)

(Mariani et al., 2017).

2.3 Hubungan Masyarakat Dengan Tumbuhan Obat

Hubungan masyarakat yang bergantung terhadap sumberdaya alam sebagai

kebutuhan pokok seperti pangan dan obat, sehingga didokumentasikan dalam

pengetahuan tradisional bentuk pengolahan spesies tumbuhan pangan dan tumbuhan

obat untuk kebutuhan utama masyarakat tradisional sebagai memenuhi kebutuhan

pola makanan sehat dan penggunaan obat alami yang lebih baik dan praktis

dibandingkan masyarakat yang hidup di daerah perkotaan. Masyarakat memanfaatkan

spesies tumbuhan pangan sebagai kebutuhan pokok dan tumbuhan obat dalam

penanggulangan masalah kesehatan jauh sebelum pelayanan kesehatan dan olahan

pangan modren (Hartanto et al., 2016).

12
Keinginan masyarakat untuk kembali ke alam menjadi faktor berkembangnya

tumbuhan obat sebagai pengganti alternatif pengobatan medis yang berbahan kimia.

Keinginan masyarakat tersebut perlu dibimbing dan didukung oleh sarana prasarana

yang dapat mengembangkan pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan obat baik

dari segi spesies tumbuhan, manfaat, pengolahan, hingga menghasilkan pendapatan.

Hal tersebut juga agar terhindar dari ancaman kerusakan hutan dan lingkungan serta

ketidakberlanjutannya pengetahuan lokal. Menurut Zuhud et al., (2013), terdapat

1260 spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan tropika Indonesia.

Terdapat perubahan pola konsumsi pangan dan obatobatan tradisional ternyata

berdampak terhadap pola kesehatan masyarakat dan dipengaruhi gaya hidup modren

sehingga memilih makanan cepat saji dan obat kimia tanpa memperhatikan

kandungan gizi makanan dan efek samping penggunaan obat kimia. Menurut

Adriyanti et al., (2014), perbedaan kehidupan masyarakat satu dengan lainnya

disebabkan oleh beberapa faktor sepeti struktur masyarakat, tempat tinggal, dan

lingkungan. Faktor ekonomi juga mempengaruhi kebutuhan masyarakat sehingga

memilih kebutuhan hidup dari alam seperti bahan pangan, obat obatan, dan sandang.

Menurut Krismawati et al., (2017) ketergantungan atau hubungan masyarakat

Indonesia sudah mengenal obat dari jaman dahulu, khususnya obat yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan yakni obat tradisional. Obat tradisional berdasarkan sumber

pembuatnya dapat dikelompokkan sebagai obat tradisional buatan sendiri, buatan

penjual jamu dan buatan pabrik (Zuhud et al,. 2013). Konsumsi jamu di Indonesia

13
merupakan suatu budaya untuk kesehatan dan kebugaran. Obat-obat tradisional

bermanfaat bagi kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah

dijangkau oleh masyarakat, baik dari aspek harga maupun ketersediaannya (Rahayu,

2013).

Pemanfaatan tumbuhan obat meningkat seiring dengan tingginya minat

masyarakat dalam memanfaatkan simplisia. Saat ini banyak petani yang menjual

tumbuhan obat dalam bentuk segar (Rahayu, 2013). Jika diolah dalam bentuk lain

misalnya simplisia tentunya akan menaikan nilai tambah. Ketergantungan atau

hubungan manusia terhadap keanekaragaman hayati terutama tumbuh-tumbuhan

untuk kehidupannya tercermin pada masyarakat Desa Sejahtera, dimana tingkat

keanekaragaman hayati di sekitar lingkungan relatif masih tinggi. Oleh karena itu

penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat seberapa besar ketergantungan

masyarakat terhadap pemanfaatan tumbuhan obat.

Hutan dikelola oleh manusia supaya terjadi hubungan antara lingkungan

dengan manusia untuk mencapai kelestarian lingkungan. Disisi lain tingginya

ketergantungan masyarakat terhadap hutan mengakibatkan tingginya

aktivitasaktivitas masyarakat dalam hutan (Nurrani, 2015). Oleh karena itu

ketergantungan masyarakat terhadap pemanfaatan tumbuhan obat semakin

meningkat. Hal ini terjadi karena seiring berkembangnya isu back to nature yang

dapat dimanfaatkan oleh para petani Indonesia sebagai peluang bisnis tumbuhan obat

14
(Riswan, 2016). Menurut Amzu et al., (2018) karakteristik individu sangat mendasari

tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi yang lainnya.

15
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan mulai bulan Juli sampai

Agustus 2020, yang bertempat di Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat perekam (tape

recorder), kamera digital, buku catatan, dan alat tulis menulis.

Bahan yang digunakan adalah semua bahan yang spesies tumbuhan obat yang

terdapat di desa sejahtera, responden dan kuesioner penelitian.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan

pendekatan deskriptif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data kualitatif berbagai berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang yang berperilaku yang dapat diamati (Sugiyono, 2014). Jadi peristiwa atau

keberadaan dan status yang akan digambarkan peneliti yaitu Pemanfaatan tumbuhan

obat oleh masyarakat di Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi,

Sulawesi Tengah.

3.4 Pengumpulan Data

16
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data

sekunder. Data primer terdiri atas etnobotani tumbuhan obat masyarakat desa

sejahtera dalam etnis suku kaili, data diperoleh melalui pengamatan langsung di

lapangan, serta hasil wawancara mendalam.

Sedangkan data sekunder di peroleh dari aparat desa terkait serta hasil kajian

pustaka. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi (kondisi demografi, sosial

ekonomi, dan budaya masyarakat), serta data-data lainya yang dapat menunjang

penelitian.

3.5 Prosedur Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai :

a. Observasi adalah kunjungan lapangan yang bertujuan untuk mengetahui

secara langsung keadaan fisik dan lingkungan social budaya serta karakteristik

masyarakat dan aksibilitasi pada lokasi penelitian. Observasi dilakukan

dengan mengambil data dan sampel dilapangan secara luas atau lengkap untuk

mendapatkan data yang valid, pengamatan difokuskan pada etnobotani pada

tumbuhan obat, seperti pengelolaan atau pemanfaatan tumbuhan obat,

hubungan masyarakat dengan tumbuhan obat, serta jenis-jenis tumbuhan obat

yang masyarakat manfaatkan.

b. Wawancara yaitu metode pengumpulan data melalui wawancara, teknik

menggali data secara mendalam kepada orang-orang yang dianggap

mengetahui dan mengerti terhadap masalah yang diteliti wawancara yang

dilakukan peneliti bertujuan untuk mencari tahu segala hal yang berkaitan

17
dengan penelitian ini. Metode wawancara yang digunakan untuk memperkuat

dan memperjelas data yang diperoleh yaitu tentang Profil Desa Sejahtera,

Dalam pengumpulan data menggunakan Kuisioner dan wawancara mendalam.

c. Penentuan subjek penelitian atau responden dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara Purposive Sampling. Purposive Sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang di tentukan dengan mennyesuaikan tujuan

penelitian atau pertimbanngan tertentu dengan memperhatikan ciri-ciri dan

karakteristik populasi (Arikunto, 2010).

d. Menentukan data jumlah penduduk di Desa Sejahtera sebanyak 1.669 jiwa.

Dalam pengambilan sampel yang diambil adalah Dusun III dimana jumlah

kepala keluarga sebanyak 120 kepala keluarga yang berada di sekitar kawasan

hutan. Dalam pengambilan populasi penelitian berpedoman pada (Arikunto,

2010) yang menyatakan bahwa apabila populasi kurang dari 100 maka

populasi sebaiknya diambil keseluruhannya. Akan tetapi, apabila populasi

lebih dari 100 maka populasi dapat diambil 15% atau 25% atau lebih.

Berdasarkan uraian di atas maka populasi diambil sebesar 30 KK (25%).

Responden tersebut terdiri atas kepala Desa (1 orang), tokoh masyarakat (2

orang) dan masyarakat biasa yang telah ikut dalam pemanfaatan Tumbuhan

Obat (27 orang). Sehingga dapat mewakili dari keseluruhan tingkat

masyarakat di Desa Sejahtera.

3.6 Analisis Data

18
Setelah data terkumpul maka perlu dilakukan pengolahan data dengan cara

memilih data sesuai dengan sumber data. Adapun data dari hasil observasi disatukan

sendiri, demikian pula dengan data dari hasil wawancara. Kemudian, baik data

observasi, dan data wawancara diseleksi kembali sesuai dengan kebutuhan. Data

tersebut akan dianalisis secara kualitatif yakni, mengolah data dan informasi sesuai

dengan kenyataan yang didapatkan di lokasi penelitian. Analisis yang dimaksud

adalah analisis deskriptif, yaitu analisis yang dipakai untuk mendapatkan gambaran

rinci tentang objek penelitian.

3.7 Konsep Operasional

a. Etnobotani merupakan ilmu botani yang mempelajari tentang pemanfaatan

tumbuh-tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari dan adat suku bangsa

pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh etnis atau suku tersebut, dan

diwariskan secara turun temurun.

b. Tumbuhan Obat adalah semua jenis tumbuhan baik yang sudah ataupun belum

di budidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan obat

juga merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan tradisional

yang telah digunakan sejak lama danmemberikan dampak farmakologi.

c. Tumbuhan obat tradisional, merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau

dipercaya masyarakat memiliki khasiat obat yang telah digunakan sebagai

bahan baku obat tradisional.

19
d. Tumbuhan obat modern, merupakan spesies, tumbuhan yang secara ilmiah

telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat

obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

e. Tumbuhan obat potensional, merupakan spesies yang diduga mengandung

atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat tetapi belum

dibuktikan penggunaannya secara ilmiah dan medis sebagai obat.

f. Hubungan masyarakat dengan tumbuhan obat yang bergantung terhadap

sumberdaya alam sebagai kebutuhan pokok seperti pangan dan obat, sehingga

didokumentasikan dalam pengetahuan tradisional bentuk pengolahan spesies

tumbuhan pangan dan tumbuhan obat untuk kebutuhan utama masyarakat

tradisional sebagai memenuhi kebutuhan pola makanan sehat dan penggunaan

obat alami yang lebih baik dan praktis dibandingkan masyarakat yang hidup

di daerah perkotaan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aditya M, Alamanda TP. 2016. Khasiat gambir untuk mengobati jerawat. Jurnal
Kedokteran Universitas Lampung. 5 (3): 173-177.

Adriyanti DT, Rudjiman, Indriyanto, Wiyono, Fauzie L, Nuranida I, Saraswati R,


Dwiasmoro S. 2014. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia Jilid
III. Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Amzu E, Sofyan K, Prasetyo LB, Kartodihardjo H. 2018. Sikap masyarakat dan


konservasi: suatu analisis kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) sebagai
stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasional Meru
Betiri. Media konservasi. 12: 22-32.

Arikunto, S, 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, rinekacipta Jakarta.

Dedi, T, 2015 Potensi tumbuhan obat pada kawasan hutan desa di desa namo
kecamatan kulawi kabupaten sigi. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas
Tadulako.

Efremila, Evy W. Lolyta S. 2015. Studi Etnobotani Tumbuhan Obat oleh etnis Suku
Dayak di Desa Kayu Tanam Kecsmstsn Mandor Kabupaten Landak 3 (2):
234-246.

Hartanto S, Fitmawati, Sofiyanti N. 2016. Studi etnobotani famili zingiberaceae


dalam kehidupan masyarakat lokal di Kecamatan Pangean Kabupaten
Kuantan Singingi Riau. Jurnal Biosaintifika. 6 (2): 123-131.

Krismawati A, Sabran M. 2017. Pengelolaan sumberdaya genetik tanaman obat


spesifik Kalimantan Tengah. Buletin Plasma Nutfah. 12 (1): 1-8.

Mariani R, Qowiyyah A, Fitriyanti L. 2017. Studi etnofarmakognosietnofarmakologi


tumbuhan sebagai obat di Kampung Naga Kecamatan Salawu Kabupaten
Tasikmalaya. Jurnal farmasi galenika. 2(1): 30-35.

Muharmi, A. S. Anam dan R. Pitopag. 2015. Etnobotani masyarakat bugis di Desa


Lempe Kecamatan Dampal Selatan Kabupaten Tolitoli. Sulawesi Tengah.
Biocelebes. 10, (1) : 07-14

21
Neta. 2011. Etnobotani tumbuhan obat oleh masyarakat suku using di kecamatan
glagah kabupaten banyuwangi. Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang.

Noocahyati. 2018. Asosiasi akar kuning (fibraurea tinctoria lour.) dengan tumbuhan
berpotensi obat di samboja, kalimantan timur. Jurnal Hutan Tropis. 4 (3):
232-239

Noorhidayah, Sidiyasa K, Hajar I. 2006. Potensi dan keanekaragaman tumbuhan obat


di Hutan Kalimantan dan upaya konservasinya. Jurnal analisis kebijakan
kehutanan. 3 (2): 95-107.

Nurlaila S., B. Farhatul W., Nurkhalis A. G., 2017. Etnobotani Tumbuhan Yang
Digunakan Dalam Pengobatan Tradiosonal di Kecamatan Sinjai Selatan
Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Biology
for Life Gowa

Nurrani L,. 2015. Kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat
di sekitar Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Provinsi Maluku Utara.
Jurnal penelitian dan sosial ekonomi kehutanan. 12 (3): 163-175.

Oktaviana LM. 2018. Pemanfaatan tradisional tumbuhan obat oleh masyarakat di


sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Tilu Jawa Barat [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahayu S. 2013. Pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat oleh masyarakat Kampung
Sinarwangi di sekitar Hutan Gunung Salak Kabupaten Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Riswan S. 2016. Pelestarian pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan obat hutan


tropika indonesia. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan IPB Dan Lembaga Alam Tropika Indonesia

Sada JT, Tanjung RHR. 2015. Keragaman tumbuhan obat tradisional di Kampung
Nansfori Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori-Papua. Jurnal biologi
Papua. 2 (2): 39-46.

Sari ID, Yuniar Y, Siahaan S, Riswati, Syaripuddin M. 2015. Tradisi masyarakat


dalam penanaman dan pemanfaatan tumbuhan obat lekat di Pekarangan.
Jurnal kefarmasian Indonesia. 5(2): 123-129.

Setyowati FM, Riswan S, Susuarti S. 2017. Etnobotani masyarakat dayak ngaju


didaerah timpah Kalimantan tengah. Jurnal Teknik Lingkungan. 6(3):
502510.

22
Sugiyono, 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung.

Takarasel. 2016. Etnobotani. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5 (2).

Walujo EB. 2015. Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan


Manusia dengan Tumbuhan dan Lingkungannya. Jurnal Biologi Indonesia.
7 (2): 375-391.

Yant, 2010. Studi Etnobotani Pada Masyarakat Adat Kaili Ledo Di Desa
Raranggonau Kabupaten Sigi. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas
Tadulako.

Zuhud EA, Ekarelawan M, Riswan S. 2013. Hutan tropika Indonesia sebagai sumber
keanaekaragaman plasma nutfah tumbuhan obat. Jurnal pelestarian
Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia.
1 (1).

23

Anda mungkin juga menyukai