Anda di halaman 1dari 16

1

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang terkait

langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktifitas

manusia.GRK merupakan suatu istilah untuk kelompok gas yang menjaga suhu

permukaan bumi agar tetap hangat.Istilah GRK digunakan karena system kerjanya

seperti rumah kaca yaitu menahan panas matahari di dalam rumah kaca agar suhu

tetap hangat (CIFOR, 2009).

Pemanasan global menjadi salah satu fenomena yang mendapat perhatian

serius dari berbagai pihak. Hal ini dikarenakan pemanasan global akan sangat

berdampak sangat besar terhadap perubahan iklim dunia. Di lain pihak, sumber

daya hutan yang diharapkan menjadi pengendali pemanasan global, kondisinya

semakin mengkhawatirkan. Menurut data Kementerian Kehutanan Republik

Indonesia laju kerusakan hutan Indonesia berkisar antara 1,08 – 3,51 juta ha per

tahun periode tahun1985 – 2005 dan mencapai puncaknya pada rentang waktu

tahun 1997 - 2000 (3,51 juta ha per tahun) (Indrarto,Indrarto GB, P Murharjanti, J

Khatarina, I Pulungan, F Ivalerina, J Rahman, MN Prana, IAP Resosudarmo dan

E Muharron, 2012).

Tingginya ancaman terhadap hutan Indonesia, perlu dilakukan upaya

konservasi secara terus-menerus. Oleh karena itu, meningkatkan nilai hutan

melalui pemanfaatan jasa lingkungan menjadi salah satu cara mengendalikan

pemanasan global.Pendugaan potensi cadangan karbon merupakan jasa

lingkungan dalam menyerap CO2 dan menyimpannya dalam bentuk karbon (C).
2

Penggunaan teknologi penginderaan jauh telah mengalami perkembangan

dalam dunia kehutanan, dengan penggunaan satelit sebagai wahana dalam

pengambilan data. Penginderaan jauh dirasa cukup memadai dalam memberikan

informasi yang dibutuhkan secara cepat dan lengkap dengan tingkat ketelitian

yang memadai.Teknik remote sensing untuk pendugaan cadangan karbon dapat

dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit, misalnya Landsat 8.

Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama

kali menja di satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1). Satelit landsat 8

memiliki sensor On board Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared

Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Di antara kanal-kanal

tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada

TIRS (USGS,2014). Dibandingkan versi-versi sebelumnya, Landsat 8 memiliki

beberapa keunggulan khususnya terkait spesifikasi band-band yang dimiliki

maupun panjang rentang spectrum gelombang elektromagnetik yang ditangkap.

Dengan begitu citra Landsat 8 diharapkan dapat meningkatkan kemampuan citra

dalam pendugaan potensi cadangan karbon hutan alam di wilayah Desa Sedoa

Kec.Lore Utara Kab.Poso.

Kawasan hutan alam memiliki cadangan karbon yang cukup besar dengan

banyaknya keanekaragaman jenis pohon yang tinggi, tetapi perhitungan cadangan

karbon dengan menggunakan citra satelit pada tegakan hutan alam jarang

dilakukan. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui seberapa

besar potensi karbon yang tersimpan, maka dilakukan pendekatan pendugaan

melalui pemanfaatan penginderaan jauh dan pengukuran di lapangan. Dengan


3

tujuan mendapatkan informasi dan data mengenai kandungan karbon yang

tersimpan di kawasan hutan alam Desa Sedoa, Kec. Lore Utara, Kab. Poso

sehingga diperoleh pula peta sebaran nilai cadangan karbon tersebut.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diperoleh rumusan

masalah, bagaimana pendugaan cadangan karbon menggunakan citra landsat 8

pada tegakan hutan alam di Desa Sedoa, Kec. Lore Utara, Kab. Poso.

I.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar

kandungan karbon menggunakan citra landsat 8 pada tegakan hutan alam di Desa

Sedoa, Kec. Lore Utara, Kab. Poso.

Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang sebaran kandungan karbonpada tegakan hutan alam di Desa Sedoa, Kec.

Lore Utara, Kab. Poso.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Hutan Konservasi dan Cadangan Karbon

Penelitian tentang hutan alam dalam kaitannya dengan hutan konservasi

telah banyak dilakukan namun sedikit yang melakukan penelitian tentang

pemanfaatan hutan alam dalam penyerapan karbon.Pengertian hutan konservasi

menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan adalah sebagai

berikut: Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok

pengawetan keeanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Yuniarti

dan Adia, 2011).

Komunitas tumbuhan atau vegetasi mempunyai peranan penting dalam

ekosistem. Kehadiran vegetasi pada suatu kawasan akan memberikan dampak

positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala lebih luas. Vegetasi berperan

penting dalam ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbodioksida

dan oksigen dalam udara.Secara umum vegetasi memberikan dampak positif

terhadap ekosistem, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan

komposisi vegetasi yang tumbuh pada setiap kawasan (Faradlina Mufti, 2012).

Meningkatnya kerusakan hutan berupa kebakaran hutan, degradasi,

deforestasi, dan industri telah menyebabkan tingginya tingkat emisi karbon di

atmosfer.Oleh karena itu, umtuk menurunkan tingkat emisi karbon di atmosfer,

salah satu jawabannya yaitu dengan meningkatkan keberadaan hutan dan areal

bervegetasi.Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada

permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati

(nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah.Perubahan wujud


5

karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian

besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O2

(oksigen) dan menjadi CO2 (karbon dioksida). Ketika satu hektar hutan

menghilang (pohon-pohonnya mati), maka biomasa pohon-pohon tersebut cepat

atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Dan

ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan

unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika

tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun

lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai

biomasa (cadangan karbon).Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur

CO2 dapat dikurangi, karena kandungan CO2 di udara otomatis menjadi

berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika

tanamantanaman tersebut mati (Kauffman and Donato, 2012).

II.2 Penginderaan Jauh Sebagai Alat Bantu Dalam Pendugaan Cadangan

Karbon

Informasi mengenai potensi biomassa dan karbon tumbuhan dapat

diperoleh dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan pengukuran di

lapangan (ground check). Adanya perkembangan teknologi penginderaan jauh

(remote sensing) dan satelit yang ada cukup memadai untuk memantau kondisi

terkini tentang sumber daya alam.Penginderaan jauh memiliki kemampuan untuk

memberikan informasi secara lengkap, cepat dan relatif akurat serta dapat

mempermudah pekerjaan lapang dengan biaya relatif murah.Pemanfaatan


6

penginderaan jauh juga dapat digunakan untuk pemetaan biomassa dan stok

karbon hutan.

Landsat 8 adalah sebuah satelit observasi bumi Amerika yang diluncurkan

pada tanggal 11 Februari 2013. Ini adalah satelit kedelapan dalam program

Landsat; ketujuh untuk berhasil mencapai orbit. Awalnya disebut Landsat data

Continuity Mission (LDCM), itu adalah sebuah kolaborasi antara NASA dan

Geological Survey Amerika Serikat (USGS). NASA Godddard Space Flight

Center yang menyediakan pengembangan, rekayasa sistem misi dan akusisi

kendaraan peluncuran sementara USGS disediakan untuk pengembangan sistem

darat dan akan melakukan opersi misi terus-menerus (Rocchio, 2014 dalam

Akhbar, 2014).

Dibandingkan versi-versi sebelumnya, landsat 8 memiliki beberapa

keunggulan khususnya terkait spesifikasi band-band yang dimiliki maupun

panjang rentang spektrum gelombangelektromagnetik yang

ditangkap.Sebagaimana telah diketahui, warna objek pada citra tersusun atas 3

warna dasar, yaitu Red, Green dan Blue (RGB).Dengan makin banyaknya band

sebagai penyusun RGB komposit, maka warna-warna objek menjadi lebih

bervariasi (Campbell, 2010).


7

Tabel 1. Komposit Band yang digunakan 6, 5 dan 4 (Vegetation Analysis)

Panjang
Band Kegunaan untuk pemetaan
Gelombang
Band 4 – red 0,64 – 0,67 Mendiskriminasikan lereng vegetasi
Band 5 – Near 0,85 – 0,88 Menekankan konten biomassa dan
Infrared (NIR) garis pantai
Band 6 – Short-wave 1,57 – 1,65 Mendiskriminasikan kadar air tanah
Infrared (SWIR) 1 dan vegetasi, menembus awan tipis
Sumber : USGS, 2014
Semakin baik teknologi yang dipakai dalam satelit Landsat, tentu saja

menjadikan data satelit Landsat banyak digunakan oleh manusia.Satelit landsat

banyak digunakan manusia dalam banyak hal, diantaranya adalah untuk kegiatan

pemetaan tanah, pemetaan penggunaan lahan, pemetaan geologi, pemetaan

permukaan laut, dan lain sebagainya (Sugiarto dan D. Putro, 2013).

Indek vegetasi merupakan kombinasi matematis antara bend red dan bend

NIR yang telah lama digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan dan kondisi

vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). Nilai NDVI mempunyai rentang anatara -1

(minus) hingga 1 (positif). Nilai yang mewakili vegetasi berada pada rentang 0.1

hingga 0,7, jika nilai NDVI di atas nilai ini menunjukkan tingkat kesehatan dari

tutupan vegetasi yang lebih baik (Prahasta, 2008 dalam Wass, 2010).

Tinggi rendahnya suatu kerapatan vegetasi dapat diketahui dengan

menggunakan teknik NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), yang

merupakan sebuah transformasi citra penajaman spektral untuk menganalisa hal-

hal yang berkaitan dengan vegetasi (Putra dan Erwin, 2011).

Tabel 2. Kisaran Tingkat Kerapatan NDVI


8

II.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sebagai Alat Bantu Dalam

Pemetaan Pendugaan Cadangan Karbon

Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem informasi yang dirancang

untuk data yang mengacu pada posisinya terhadap bumi (geo) yang dinyatakan

dengan koordinat geografis. Seperti halnya peta, dimana bisa dirancang sesuai

dengan keperluan spesifik atau kebutuhan pengguna, sehingga semakin baik atau

informasi bisa kita sajikan kepada pengguna (Akhbar dan B.E, Somba, 2003)

Menurut Akhbar dan B.E, Somba (2003), SIG merupakan sistem

kompleks yang terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain

ditingkat fungsional dan jaringan,

Teknologi yang ada pada saat ini telah berkembang di berbagai bidang,

khususnya di bidang komputer grafik, basis data, teknologi informasi dan

teknologi satelit penginderaan jarak jauh.Kondisi seperti ini menjadikan

kebutuhan mengenai penyimpanan, analisa dan penyajian data yang berstruktur

kompleks dengan jumlah besar semakin mendesak.Dengan demikian, untuk

mengelola data yang kompleks ini, diperlukan suatu sistem informasi yang secara

terintegrasi mampu mengolah baik data spasial maupun data atribut secara efektif

dan efisien serta mampu menjawab dengan baik pertanyaan spasial maupun

pertanyaan atribut secara simultan (Prahasta, 2005).


9

Sistem yang menawarkan solusi terintegritas ini adalah SIG (Sistem

Informasi Geografis).SIG menjadi produk yang dapat membantu menganalisa,

meningkatkan pemahaman, pembelajaran, pendidikan mengenai ide dan konsep

lokasi, ruang, kependudukan, dan unsur geografis yang terdapat di atas

permukaan bumi (Eddy Prahasta, 2014).Oleh karena itu dengan adanya SIG

sebagai alat bantu, dapat memperkuat hasil analisa pendugaan cadangan karbon

yang sebagian analisa dilakukan dilapangan.

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat


10

Penelitian ini akan dilaksanakan selama tiga bulan, dari bulan Agustus

2019 sampai November 2019. Penelitian ini dilakukan dikawasan hutan alam

Desa Sedoa, Kec. Lore Utara, Kab. Poso.

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Global Position System

(GPS) digunakan untuk pengambilan titik koordinat, pita ukur digunakan untuk

mengukur diameter pohon, tali plastik digunakan untuk membuat plot, kompas

memberi petunjuk arah mata angin, parang digunakan untuk membersihkan area

saat pembuatan plot, kamera digital digunakan untuk pengambilan dokumentasi,

alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengukuran,software ArcGis 10.4

digunakan untuk pengolahan data.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat 8 16

September 2018 Path 114 Row 61, Peta Tutupan Lahan, Peta Administrasi, dan

studi literatur yang relevan dengan penelitian.

III.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non

destructive dengan menggunakan persamaan allometrik dan pendekatan metode

NDVI untuk menganalisis tingkat kerapatan vegetasi menggunakan citra landsat

8.Secara ringkas tahapan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengelolaan Citra

Landsat 8 Peta Wilayah Hutan


(Terkoreksi) Alam Desa Sedoa

Digital number band NIR dan Klasifikasi Visual


RED
11

NDVI Penutupan Lahan

Penentuan jumlah plot


dan sampel

Survey lapangan Diameter pohon

Biomassa Persamaan Allometrik

Pendugaan cadangan
karbon Uji korelasi

Peta sebaran cadangan


karbon

Gambar 1. Kerangka alur penelitian

III.3.1 Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan data terdapat dua data yang digunakan, yaitu :

1. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dengan cara

pengambilan langsung di lokasi penelitian. Data primer yang diperoleh


12

dengan mengambil titik koordinat menggunakan GPS (Global Positioning

System).

2. Data sekunder merupakan data yang diperlukan sebagai penunjang dari

data primer yang dikumpulkan dari data sebelumnya. Data sekunder yang

dikumpulkan adalah Peta kawasan hutan alam wilayah Desa Sedoa dan

Citra Landsat 8 (digunakan untuk melihat kerapatan vegetasi dengan

perhitungan metode NDVI). Data penunjang lainnya yaitu berupa hasil-

hasil penelitian terkait baik yang berada di perpustakaan Fakultas

Kehutanan maupun melalui akses internet.

III.3.2 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini agar diperolehnya hasil

cadangan karbon di kawasan hutan alam Desa Sedoa, Kec. Lore Utara, Kab. Poso

dan peta sebaran cadangan karbon.

Nilai cadangan karbon di kawasan hutan alam Desa Sedoa, Kec. Lore

Utara, Kab. Poso dapat diperoleh melalui tahapan melihat area yang akan diambil

sampelnya dengan petunjuk peta tutupan lahan, kemudian dilakukan pengecekan

di lapangan dengan pembuatan plot-plot pengukuran sampel. Dari data hasil

pengukuran pada setiap plot selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus allometrik

untuk menghitung biomassa pohon. Setelah itu dilakukan perhitungan cadangan

karbon.

Peta sebaran cadangan karbon dapat diperoleh melalui tahapan

perhitungan nilai NDVI pada citra, kemudian dibuat persamaan regresi linear

sederhana untuk mengetahui korelasi antara nilai cadangan karbon yang telah

Peta Sebaran Tutupan


Vegetasi
13

dihitung sebelumnya dengan nilai NDVI pada citra. Setelah itu dilakukan

perhitungan cadangan karbon berdasarkan persamaan regresi yang terbentuk, dan

akan diperoleh peta sebaran cadangan karbon berdasarkan nilai NDVI.

1. Pembuatan Plot

Plot ini dibuat Penentuan plot sampel di lapangan dibuat secara acak

terstratifikasi (stratified random sampling). Stratifikasi dilakukan untuk membagi

tutupan lahan berupa hutan kedalam 3 kelompok kelas kerapatan berdasarkan

rentang nilai indeks vegetasi, kemudian peletakan plot di setiap tingkat kerapatan

dilakukan secara acak berdasarkan aksesibilitas, kedekatan jarak antara plot. Plot

sampel dibuat dengan ukuran 30 m x 30 m (Solicha et al, 2010), selanjutnya

diameter (diameter setinggi dada ), seluruh vegetasi (diameter ≥ 4,5 cm) yang

terdapat dalam plot sampel diukur.

Setelah dilakukan pembuatan plot maka selanjutnya dapat dilakukan

pengambilan data sampel dengan langkah sebagai berikut:

a. Diukur diameter (DBH) atau lingkar batang pohon yang ada di dalam

plot.

b. Dihitung biomassa pohon menggunakan persamaan allometrik terpilih

berikut ini.

Wardah (2008) :

Y = 0,0439 D2,7587

Keterangan:

Y : Biomassa total (kg)

D : Diameter
14

c. Dijumlahkan data biomassa semua tegakan yang diperoleh pada suatu

lahan, baik yang berukuran besar maupun kecil, sehingga diperoleh

total biomassa tanaman per lahan (kg/luasan lahan).

2. Pendugaan Cadangan Karbon

a. Kandungan karbon dalam vegetasi hutan dapat diduga dari biomassa

hutan, dengan persamaan:

Y = W * 0.5 (Brown, S dan G. Gaston. 1996).

Keterangan :

Y : Kandungan karbon diatas permukaan tanah (ton/ha)

W : Total biomassa per hektar (ton/ha)

b. Diambil beberapa titik dengan menggunakan GPS pada hutan alam

untuk pengambilan titik plot.

c. Data dari GPS tersebut diolah ke dalam software ArcGis 10.4 untuk

diketahui penyebarannya dan didukung dengan citra landsat 8 yang

bertujuan untuk melihat tutupan lahan dan pada hutan alam.

d. Data dari Citra selanjutnya akan diolah ke dalam software ArcGis 10.4

untuk dilakukan pengklasifikasian terhadap citra tersebut (Metode

NDVI)

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI):

NDVI = Band NIR - Band R


Band NIR + Band R

Keterangan:

NIR : Infra-merah dekat

R : Merah
15

NDVI berkisar antara -1 sampai 1

NDVI : -1 berarti air (makin negatif makin dalam)

NDVI : 0 berarti tanah gundul

NDVI : 1 berarti hijau (lebat)

Band NIR : TM4, TM5 (Landsat-TM)

Band R : TM1, TM2, TM3 (Landsat-TM)

e. Ditentukan hubungan/korelasi antara nilai karbon dengan nilai NDVI

dengan membuat suatu persamaan Regresi Linear sederhana yaitu,

yang dapat diperoleh dari rumus Walpole (1992):

y = a + bx

Keterangan:

x : Nilai NDVI

y : Nilai karbon

f. Diperoleh peta penyebaran cadangan karbon pada tegakan hutan alam.

3.4 Konsep Operasional

Penelitian pendugaan cadangan karbon hutan alam menggunakan landsat 8

yang dilakukan di kawasan hutan alam wilayah Desa Sedoa Kec. Lore Utara Kab.

Poso, dengan konsep oprasional yaitu sebagai berikut :

1. Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang terkait

langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktifitas

manusia. GRK merupakan suatu istilah untuk kelompok gas yang menjaga

suhu permukaan bumi agar tetap hangat. Istilah GRK digunakan karena
16

system kerjanya seperti rumah kaca yaitu menahan panas matahari di

dalam rumah kaca agar suhu tetap hangat.

2. Landsat 8 adalah sebuah satelit observasi bumi Amerika yang diluncurkan

pada tanggal 11 Februari 2013. Ini adalah satelit kedelapan dalam program

Landsat; ketujuh untuk berhasil mencapai orbit. Awalnya disebut Landsat

data Continuity Mission (LDCM), itu adalah sebuah kolaborasi antara

NASA dan Geological Survey Amerika Serikat

3. Indek vegetasi merupakan kombinasi matematis antara bend red dan bend

NIR yang telah lama digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan dan

kondisi vegetasi

4. Peta sebaran cadangan karbon dapat diperoleh melalui tahapan

perhitungan nilai NDVI pada citra, kemudian dibuat persamaan regresi

linear sederhana untuk mengetahui korelasi antara nilai cadangan karbon

yang telah dihitung sebelumnya dengan nilai NDVI pada citra

Anda mungkin juga menyukai