ICU
Disusun Oleh:
Putu Gede Suda Satriya Wibawa
42190323
Pembimbing Klinik :
dr. Yos Kresno Wardana, M.Sc, Sp.An
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. S
Nomor RM : 00537xxx
Tanggal lahir : 1 Juli 1949
Usia : 71 Tahun
Alamat : Purwasaba 3/2, Banjarnegara
Tanggal MRS : 8 Juli 2020
ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri Perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan pasien rujukan RS PKU. Saat sampai Rumah Sakit Emanuel pasien mengeluh
nyeri di seluruh bagian perut yang bermula sejak 5 jam SMRS. Demam (-), muual (-), muntah (-)
PEMERIKSAAN FISIK
IGD (8 Juli, dokter jaga) ICU (9 Juli)
KU Sedang, tampak sakit Sedang
Kesadaran Compos Mentis Somnolen
GCS E4V5M6 E2VetM3
Pupil 2/2 2/2
Refleks +/+ +/+
1
Tanda Vital
TD 138/74 mmHg 110/70 mmHg
HR 64x/min 65x/min
RR/SpO2 18x/min, 100% 22x/min, 100%
Suhu 36,9°C 36,6°C
Jalan Spontan, adekuat ET SPONT (O2 5 lpm)
Napas
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-), jejas (-)
Palpasi : Pengembangan dada simetris
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1-S2 tunggal reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : dalam batas normal
Auskultasi : peristaltik (+) menurun
2
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan abdomen
Ekstremitas
CRT : <2 detik
Kondisi akral : hangat, edema kaki dan tangan (+)
3
Basofil % 0.1 0-1 %
KIMIA KLINIK
Foto Abdomen
Kesan :
Tampak pre-peritoneal fat line dextra mengabur
Tampak opasitas pada regio lumbar sinistra disertai kalsifikasi pada paravertebral sinistra
setinggi VL 2-4
Tampak gambaran udara bebas di lokasi teratas pada posisi LLD
4
Foto thorax
Kesan : infiltrate pada perihilar bilateral, efusi pleura sinistra minimal dan besar cor normal
EKG
Kesan : Sinus Rytm
DIAGNOSIS KERJA
Perforasi Gaster
TATALAKSANA
- Inj. Ceftriaxon 2x2 amp
5
REFLEKSI KASUS
I. Perasaan
A. Ruang Operasi
Pasien yang saya observasi di ICU merupakan pasien yang saya ikuti sejak pasien
akan dioperasi. Sejak awal, sebelum operasi saya melihat pasien dalam keadaan compos
mentis namun tampak kesakitan. Saat dilakukan nya operasi pasien dianestesi dengan
anestesi regional dan juga diberikan sedasi (sedacum). Sesaat sebelum operasi saya melihat
kekhawatiran tampak jelas dari pihak keluarga pasien terutama dari sang istri. Mereka
tampak sangat berharap agar operasi berhasil, terbukti dari beberapa kali keluarga pasien
menanyakan apakah operasi akan berhasil atau tidak. Dari kejadian ini saya melihat
pentingnya suatu komunikasi antar dokter dan pasien. Sebagai seorang dokter dituntut
untuk mempunyai cara berkomunikasi yang sederhana dan mudah dipahami oleh pasien,
sehingga informasi yang dokter berikan dapat di terima dengan baik oleh pasien. Pada
kejadian ini saya mempelajari cara berkomunikasi efektif saat dokter Yos mengedukasi
pasien tentang resiko dari operasi.
Pada saat operasi Operasi berjalan lancar dan pasien terdiagnosis perforasi gaster
dan dilakukan laparotomy. Pasien diberikan bantuan oksigen untuk menjaga hemodinamik
pasien agar tetap baik. Pasien juga dipasang NGT dan kateter. Setelah operasi selesai,
pasien lalu dimasukan kamar ICU.
B. Ruang ICU
Saat dilakukan pengkajian di ICU kondisi pasien stabil, bernapas spontan tanpa
penggunaan ventilator. Pasien juga masih menggunakan nasal kanul, NGT dan kateter.
Saat pasien mulai tersadar saya melakukan anamnesis hingga pemeriksaan fisik. Dari
kajian yang dilakukan pasien sudah sejak lama mengidap gastritis. Pasien mengaku sudah
memiliki gastritis sejak 5 tahun yang lalu, dan apabila penyakit nya kambuh pasien selalu
mengonsumsi obat warung (promaag). Pasien juga sangat suka minum jamu karena pasien
merasa setelah minum jamu badan terasa lebih segar dan mengurangi rasa sakit. Pasien
merupakan seorang perokok dan suka minum kopi. Pada saat melakukan anamnesis, saya
menyadari penting bagi seorang dokter memahami budaya dimana dokter tersebut
bertugas. Saya sebagai orang luar jawa sangat kesulitan berkomunikasi dengan pasien yang
6
hanya mampu berbahasa jawa. Dari kejadian ini juga saya belajar penting nya kita
bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, karena pada saat saya melakukan anamnesis
saya sangat dibantu oleh perawat ICU terutama dalam hal edukasi pada pasien.
Saya juga merasakan penting nya support keluarga bagi pasien. Saya melihat pasien
begitu senang saat operasi berhasil dan ingin cepat-cepat bertemu dengan pasien. Pasien
juga selalu menanyakan keberadaan istri pasien dan mengapa tidak bisa bertemu keluarga.
Pasien dirawat selama 1 hari di ICU kemudian dipindahkan ke bangsal.
II. ANALISIS
Penyebab dari terjadinya perforasi gaster dapat disebabkan oleh banyak faktor. Pada
kasus ini kemungkinan disebabkan karena riwayat gastritis kronis dari pasien dan ditambah
gaya hidup pasien buruk. Pasien setiap hari nya merokok satu bungkus per hari dan juga
gemar meminum kopi. Pasien juga sering membeli obat sendiri apabila penyakitnya
kambuh tanpa menggunakan resep dokter. Gaya hidup yang buruk sering menjadi pemicu
atau sebagai factor yang memperparah terjadinya suatu penyakit. Gaya hidup seseorang
erat kaitannya dengan pengetahuan pasien terhadap kesehatan. Semakin rendah
pengetahuan/pendidikan pasien kemungkinan untuk memiliki gaya hidup yang buruk juga
akan semakin tinggi. Hal ini lah yang terjadi terhadap pasien. Pasien merupakan seorang
petani yang memiliki pendidikan yang rendah sehingga kesadaran pasien terhadap
penyakitnya juga rendah. Pasien gemar meminum jamu dan membeli obat tanpa resep
dokter demi alasan kesehatan. Swamedikasi bukan sesuatu yang salah, tetapi pada orang
yang sudah tua atau terlalu muda (bayi, anak-anak), lebih baik untuk mengonsulkan diri ke
dokter terlebih dulu agar mendapatkan terapi yang tepat sesuai kondisi pasien.
III. EVALUASI
Setelah saya mengalami kejadian tersebut, saya ingin merefleksikan diri saya, jika
menjadi dokter tidak mudah dan harus melewati proses yang panjang. Seorang dokter tidak
hanya harus memiliki skill yang baik tapi juga harus dapat berkomunikasi efektif dengan
pasien. Sebagai dokter juga seharusnya dapat membangun hubungan emosional yang baik
dengan pasien melalui cara berempati atau mempelajari budaya pasien. Dengan demikian
kita sebagai dokter akan lebih mudah dalam mengedukasi pasien.
7
Sebagai dokter yang kelak akan bertugas di puskesmas saya juga harus bertanggungjawab
terhadap upaya promotif kesehatan. Upaya promotif juga merupakan salah satu cara untuk
mencegah suatu penyakit. Upaya ini menjadi penting karena kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan yang masih rendah, terutama masyarakat yang tinggal di daerah
pedesaan atau tertinggal.
IV. KESIMPULAN
Sebagai seorang dokter, kita wajib memiliki keterampilan komunikasi yang baik guna
memudahkan kita dalam mengedukasi pasien. Sebagai dokter juga sudah seharusnya
melakukan upaya promotif kesehatan dengan memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat, karena dengan edukasi yang tepat akan meningkatkan kualitas hidup pasien.
8