KEPERWATAN ANAK
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
2
OLEH:
DONI ANDRIANTO
1810010
STIKes KEPANJEN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
3
Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk penanganan yang tepat di kemudian
hari ikterus neonatorum dapat ditangni dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan kern
ikterus.
BAB II
TINJAUAN KASUS
4
Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup
bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan)
yang berat. Menurut M. Sholeh Kosim, (2007)
2.2.2 Ciri-ciri bayi baru lahir
Menurut Djitowiyono (2010; h. 61) ciri-ciri bayi baru lahir adalah
a. Berat badan 2500 – 4000 gram.
b. Panjang badan 48 – 52 cm.
c. Lingkar dada 30 – 38 cm.
d. Lingkar kepala 33 – 35 cm.
e. Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit.
f. Pernafasan ± 60-40 kali/menit.
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup.
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna.
i. Kuku agak panjang dan lemas.
j. Genitalia : perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, laki – laki
testis
sudah turun, skrotum sudah ada.
k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l. Refleks morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.
m. Refleks graphs atau menggenggam sudah baik.
n. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan.
Sedangkan menurut Saifuddin (2006; h. 133) tujuan utama perawatan bayi segera
sesudah lahir, ialah :
a. Membersihkan jalan nafas
6
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak
langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai
berikut :
1) Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
2) Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
3) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan
yang dibungkus kasa steril.
4) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan
kain.
b. Memotong dan merawat tali pusat
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu
menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan.
Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan gunting steril dan diikat
dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru.
Sebelum memotong tali pusat, dipastikan bahwa tali pusat telah diklem dengan
baik, untuk mencegah terjadinya perdarahan, membungkus ujung potongan tali
pusat adalah kerja tambahan.
Menurut Kemenkes (2010; h. 34) untuk merawat tali pusat jangan
membungkus puntung atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke puntung tali
pusat. Mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan apabila
terdapat tanda infeksi, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat
basah atau lembab.
9
6) Memberikan pengobatan ketika bayi sedang sakit. Sejak bayi berusia satu
bulan sebaiknya diperiksakan ke dokter, tidak usah menunggu sampai masalah
medis timbul dan menjadi parah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memeriksakan keadaan perut bayi, karena terkadang bayi selama 3 bulan
pertama kehidupannya mengalami sakit perut yang hebat yang kemungkinan
disebabkan karena adanya udara dalam perut bayi. Selain itu dapat juga
melakukan pengecekan pada saluran pernapasan, karena dikhawatirkan dapat
terserang infeksi akur seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, rinitis
(peradangan pada hidung) atau otitis (infeksi telinga) sehingga memerlukan
konsultasi dokter.
b. Kebutuhan kasih sayang dan emosi (ASIH)
Pada tahun-tahun pertama kehidupannya (bahkan sejak dalam kandungan), anak
mutlak memerlukan ikatan yang erat, serasi dan selaras dengan ibunya untuk menjamin
tumbuh kembang fisik-mental dan psikososial. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (asih)
pada anak usia 0-3 bulan antara lain :
1) Memberikan rasa aman (emotional security) baik secara kontak fisik maupun psikis.
Ketika seorang bayi dibawa mendekat ke tubuh ibunya dan digendong dengan
lembut serta penuh cinta kasih dalam bahunya, bayi itu tentu saja lebih diam. Karena
bayi merasa lebih aman dalam dekapan ibunya. Selain itu tindakan ini membuat
sinyal unik tertentu semacam bentuk “komunikasi” antara ibu dengan anaknya.
Tangan ibunya meyakinkan si bayi tentang perasaan aman mengenai kehidupan
sebelumnya didalam rahim ibu dimana dia mendengarkan nyayian pengantar tidur
terus menerus oleh suara detak jantungnya, oleh hembusan nafasnya yang teratur
dan lembut gerakan tubuhnya.
2) Memberikan rasa kasih sayang dan perhatian. Rasa cinta kasih yang diterima bayi
akan membuat bayi yang sakit menjadi sembuh dan sebaliknya kurangnya rasa cinta
kasih akan membuat bayi yang sehat menjadi sakit. Cinta kasih dibutuhkan jauh
sebelum seorang bayi tumbuh besar. Kenyataannya adalah pada beberapa menit
pertama dan beberapa jam setelah lahir, intensitas kedekatan antara bayi baru lahir
di satu sisi, dengan ibu dan ayah di sisi lain, secara meyakinkan mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan perilaku anak tersebut.
3) Memberikan perlindungan sejak usia kehamilan hingga anak dewasa. Saat
mengetahui kehamilan, ibu harus memeriksa kehamilannya dan terus melakukannya
sepanjang ibu hamil.
10
4) Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi
menimbulkan kepercayaan pada bayi terhadap lingkungannya. Saat bayi berumur 0-
3 bulan, dia seperti keluar dari cangkangnya. Dengan pengasuhan yang didalamnya
terkandung kasih sayang yang tulus dia akan menunjukkan rasa senangnya dengan
jelas saat diangkat, ditimang, dipeluk atau diajak bicara. Setiap bayi yang
mendapatkan kasih sayang yang tulusdan adanya orang tua disamping bayi
didekatnya maka ia merasa diterima dan senang dengan keluarga yang ada
disekitarnya, sehingga dapat timbul rasa percaya terhadap lingkungannya.
c. Kebutuhan Stimulasi (ASAH)
Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi-balita, setiap
hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya,
dilakukan oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu). Stimulasi harus dilakukan
dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan bayi/balitanya.
Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-terburu, memaksakan kehendak pengasuh,
tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/balita, atau bayi-balita sedang mengantuk,
bosan atau ingin bermain yang lain. Berbagai parameter stimulasi perlu dipertimbangkan
termasuk jumlah, tipe, waktu, pola, kualitas stimulasi serta faktor risiko yang ada. Bebagai
macam stimulasi yang dianjurkan pada bayi adalah :
1) Stimulasi Visual (gerakan, warna, bentuk).
2) Stimulasi Auditori (menyanyi, musik, suara ibu).
3) Stimulasi Taktil (pijat, posisi, fleksi ekstensi).
Cara berinteraksi pada bayi usia 0-3 bulan:
1) Penglihatan
a) Menarik perhatian bayi, dekatkan wajah ibu.
b) Pertahankan kontak mata yang lama.
c) Ubah ekspresi wajah untuk mempertahankan interaksi visual, menggunakan
senyuman, ekspresi kaget, gerakan lidah.
d) Tirukan ekspresi wajah bayi.
e) Gerakan benda berwarna terang untuk membantu pemfokusan bayi dan
mengikutinya.
f) Atur posisi bayi sehingga ia dapat melihat ke orangtua.
2) Pendengaran
11
a) Gunakan suara anda untuk berbagai cara berkomunikasi dengan bayi (bernyanyi,
bergumam, berkotek, memanggil mama, bercakap).
b) Berusaha agar bayi menggerakkan matanya dan kepalanya kearah suara anda.
c) Gunakan benda untuk menimbulkan suara (kerincingan, bel, musik).
3) Perabaan
a) Menggendong dan mengatur posisi.
b) Sentuhan, tepukan, urut/pijat bayi dengan cara menenangkan dan berirama.
c) Manfaatkan refleks bayi untuk interaksi (refleks isap, refleks memegang).
d) Pegang dan timang bayi.
e) Ayunkan bayi ketika diam, dan hibur dengan menggoyang ketika rewel.
2.3 Ikterus
2.3.1 Definisi
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada seklera, selaput
lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. (Marmi, 2012; h. 276).
12
2.3.3 Klasifikasi ikterus
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah keadaan transisional normal yang
mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif
pada kadar bilirubin tak-terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga. Ikterus
fisiologis tidak pernah tampak sebelum 24 jam kehidupan, biasanya menghilang
pada usia satu minggu dan kadar bilirubin tidak pernah melebihi 200-215µmol/L
(12-13mg/dl). (Fraser, 2009; h. 840).
Ikterus fisiologis adalah suatu kenaikan dan penurunan kadar bilirubin
serum(tidak langsung) dalam kisaran (4 hingga 12 mg/dL), pada keempat setelah
kelahiran dan memuncak pada hari ketiga hingga kelima. Ikterik fisiologis biasa
terjadi pada bayi term dan sebagai hasil dari ketidakmaturan hepatik pada
neonates. (Ladewig, 2006; h. 199).
Kadar bilirubin total puncak (terkonjugasi dan tidak) dapat mencapai 12
hingga 15 mg/dl, dibanding dengan kadar normal yang kurang dari 6 mg/dl pada
bayi cukup bulan. Kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih dari 15 mg/dl
patut diwaspadai. (Corwin, Elizabeth J, 2009; hl. 661)
Secara keseluruhan, 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin
indirek lebih besar dari 12,9 mg/dl dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang
lebih besar dari 15 mg/dl. Faktor risiko untuk mengalami hiperbilirubinemia
indirek meliputi : diabetes pada ibu, ras, prematuritas, obat-obatan (vitamin K3,
novobiosin), tempat yang tinggi, polistemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi-21,
memar kulit, sefalhematom, induksi, oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat
badan (dehidrasi atau kehabisan kalori), pembentukan tinja lambat, dan ada
saudara yang mengalami ikterus fisiologis. Bayi-bayi tanpa variabel ini jarang
mempunyai kadar bilirubin indirek diatas 12mg/dl, sedangkan bayi yang
mempunyai banyak risiko lebih mungkin mempunyai kadar bilirubin lebih tinggi.
(Behrman, Richard E, dkk, 2000; hl. 611)
b. Ikterus Patologi
Ikterus patologis ditandai dengan kulit kekuning-kuningan dan peningkatan kadar
bilirubin serum diatas 12,9 mg/dL pada bayi aterm dan 15 mg/dL pada bayi preterm
dalam 24 jam setelah kelahiran . (Ladewig, 2006; h. 199).
13
Ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Menurut
Surasmi (2006), ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap
sebagai hiperbilirubinemia ialah :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5) Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, asfissia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
c. Kern ikterus
Kern ikterus ialah ensefalopati billirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (billirubin indirek lebih dari 20 mg%)
dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan saraf spastis yang terjadi
secara kronik. (Surasmi, 2010; h. 57).
d. Ikterus hemolitik
Hal ini dapat disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO,
golongan darah lain, kelainan eritrosit congenital, atau defisiensi enzim G-6-PD.
(Kosim, 2008; h. 845).
e. Ikterus Obstruktif
Obstruktifa dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar.
Akibat obstruktifa itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung. Bila kadar
bilirubin langsung melebihi 1 mg% maka kita harus curiga akan hal-hal yang
menyebabkan obstruksi misalnya sepsis, hepatitis neonatorum pielonefritis atau
obtruksi saluran empedu. Dalam menghadapi kasus seperti ini penting sekali
diperiksa kadar bilirubin serum, tidak langsung dan langsung selanjutnya apakah
terdapat bilirubin air kencing dan tinja. (Marmi, 2012; h. 283).
2.3.4 Etiologi
Menurut Marmi (2012; h. 278) etiologi pada BBL dapat berdiri sendiri maupun
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi sebagai
berikut :
14
a. Produksi yang berlebihan lebih dari pada kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya misalnya hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
c. Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut kehepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat obatan misalnya salisilat, sulfatfurazole.
d. Gangguan dalam sekresi.
e. Obstruksi saluran pencernaan.
f. Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI).
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah akibat kesenjangan antara pemecahan sel
darah merah dan kemampuan bayi untuk mentranspor, mengonjugasi, dan
mengekskresi bilirubin tak-terkonjugasi. (Fraser, 2009; h. 840).
Etiologi yang melatarbelakangi ikterus patologis adalah beberapa gangguan pada
produksi, transport, konjugasi, atau ekskresi bilirubin. (Fraser, 2009; h. 844).
2.3.5 Patofisiologi
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduuksi
nonenzimatik dalam system retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin,
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein. Bilirubin
yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin
difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase
menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasai melalui
ginjal. Denan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membaran
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi
pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
difisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam
hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
aliran darah hepatik. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
15
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnaediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2
sampai ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika
pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dapat
menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian
ASI dihentikan, kadar billirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai
normal dalam beberapa hari.
Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan
formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat. Sesudahnya
pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang
tinggi seperti sebelumnya. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin
dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis
muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir. (Suriadi, 2006; h. 133).
d. Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan umum,
apnea, suhu yang labil, sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit
utama disamping keadaan hiperbilirubinemianya. (Depkes RI, 2007; h. 8-
15).
2.3.8 Penanganan
Bidan dan perawat dapat memberi nasehat mengenai penanganan ikterus
fisiologis dan memberitahu gejala dini ikterus patologi pada para ibu sebelum
memulangkan bayi. Hal ini mengingat kemungkinan karena 60% bayi baru lahir
menderita kuning/ikterus. Hal-hal yang perlu dijelaskan pada ibu, diantaranya:
17
a. Pada saat ibu hamil, ibu jangan meminum jamu atau ramuan yang sering
diketahui mengakibatkan kuning pada bayi.
b. Bayi mendapatkan kalori dan cairan yang cukup.
c. Ruang bayi mendapatkan sinar matahari yang cukup.
d. Anjurkan pada ibu untuk menyusui bayi sesering mungkin.
e. Jemur bayi dipagi hari tanpa baju antara pukul 07.30-09.00 selama 20-30
menit sampai bayi berumur 10-14 hari.
f. Meskipun sudah banyak menyusu dan sudah dijemur, namun bayi masih
tampak kuning, apalagi bila disertai gejala malas minum atau iritabel,
anjurkan bayi segera dibawa kedokter atau rumah sakit.
g. Bayi yang kuning pada hari pertama, harus dirujuk ke rumah sakit.
h. Terapi sinar biasanya diberikan bila kadar bilirubin diatas 12mg%.
i. Transfusi tukar biasanya dilakukan bila kadar bilirubin indirek diatas 20mg
%. (Maryunani, 2008; h. 163).
BAB III
TINJAUAN KASUS
BAYI DENGAN IKTERUS NEONATORUM
DI RSUD KANJURUHAN
3.1 PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian :
Jam Pengkajian :
Oleh :
Ruang :
A.DATA SUBJEKTIF
Identistas Bayi
18
Nama Bayi :
Umur bayi :
Tanggal lahir :
Jenis Kelamin :
Berat badan :
Panjang badan :
Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Nama Ayah :
Umur : Umur :
Agama : Agama :
Pendidikan : Pendidikan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat :
B. ANAMESA
1. Riwayat penyakit kehamilan
c. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik Umum
19
Keadaan umum :
Kesadaran :
Suhu :
Pernafasan :
Berat badan lahir : gram
Berat badan sekarang : gram
20
3.2 INTERVENSI
Tanggal/ jam :
1. Beritahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga/Ibu dan keluarga mengerti
tentang keadaan bayinya
2. Berikan KIE ibu untuk memberikan ASI/Agar bayi mendapatkan cukup ASI dari
ibunya dan bilirubin dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine.
3. Berikan KIE ibu untuk menjemur dibawah sinar matahari bayinya setiap pagi
hari/Agar kuning pada bayi bias menghilang
4. Anjurkan ibu untuk memenuhi gizinya/Supaya ASI melimpah
5. Anjurkan ibu untuk datang kontrol/Agar ibu mengerti akan keadaan bayinya
3.4 IMPLEMENTASI
Tanggal/ jam :
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa keadaan bayinya
masih dalam keadaan normal
2. Memberikan KIE ibu untuk memberikan ASI yaitu dengan cara setiap kali bayi
menginginkan ASI tanpa tambahan makanan dan cairan lainya, dan memberikan
ASI tidak juga harus menunggu bayi lapar sehingga sesering mungkin memberian
ASI pada bayi.
3. Memberikan KIE ibu untuk menjemur dibawah sinar matahari bayinya setiap pagi
hari yaitu dengan cara menjemur bayi selama setengah jam dengan posisi yang
berbeda, hindari bayi melihat langsung sinar matahari karena akan merusak
matanya dan lakukan antara jam 07.00 sampai 09.00 karena waktu ini sangat
efektif mengurangi kuning pada bayi.
4. Menganjurkan ibu untuk memenuhi gizinya yaitu dengan cara mengkonsumsi susu
dan makanan beragam yang mengandung kalsium, vitamin, sayur, kacang hijau,
kedelai), dan memperbanyak minum air putih minimal 8 gelas perharinya.
5. Menanjurkan ibu untuk datang kontrol 1 minggu yang akan datang atau bila ada
tanda-tanda bahaya
3.5 EVALUASI
Tanggal/ jam :
S :
O :
A :
21
P :
BAB IV
PEMBAHASAN
perawatanDalam bab ini penulis membahas tentang asuhan keP pada By. dengan
ikterus neonatorum. Untuk mempermudah pembahasan tersebut, penulis membagi dalam
7 tahap, yaitu : Pengkajian, interpretasi data, identifikasi diagnosa dan masalah potensial,
identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi, rencana manajemen,
pelaksanaan serta evalusi.
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori atau
menggunakan rumus kramer dengan tanda-tanda ikterus yang terdapat pada bayi
diantaranya : kuning daerah leher dan kepala, serta kuning pada badan bagian.
2. Interpretasi Data
Pada tahap interpretasi dat penulis tidak menemukan kesenjangan antara data obyektif
dengan teori mengenai ikterus neonatorum.
3. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Tahap identifikasi diagnosa dan maslah potensial pasien atau bayi tersebut tidak
memerlukan terapi lebih lanjut , serta mencegah akan masalah potensial yang mungkin
terjadi yaitu kern ikterus.
4. Identifikasi Kebutuhan akan tindakan segera / kolaborasi
Pada tahap ini penulis tidak memerlukan kesenjangan antara teori dengan kasus dan
identifikasi kebutuhan segera.
5. Rencana Manajemen
Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek karena
apa saja yang direncanakan di langkah ini sesuai dengan konsep asuhan kebidanan.
6. Pelaksanaan
Pada tahap ini menjelaskan tentang keadaan dan hasil pemeriksaan kepada ibu dan
keluarga. Konseling tentang kebutuhan yang menyangkut kesehatan bayi dan ibunya.
Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan atau hambatan yang sangat berarti.
7. Evaluasi
penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek.
22
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada neonatus dengan interus
neonatorum penulis menarik kesimpulan bahwa pengumpulan data atau informasi
sangatlah penting untuk menegakan diagnosa atas penyebab dari kelainan yang di
alami pasien dalam hal ini faktor congenital (bawaan) atau gangguan fungsi organ dari
pasien dengan ikterus neonatorum.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2002 . Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
23
Mochtar, Rustam. 1996. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC
24