Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“Sirosis Hepatis”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. Dhandy Surya R (21120007P)


2. Febi try mentari (21120010P)
3. Fiola desta safitri (21120011P)
4. Sisilia Atami (21120024P)
5. Widya (21120025P)

DOSEN PEMBIMBING : Yulius Tiranda,M.Kep.Ph.D

INSTITUSI ILMU KESEHATAN & TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat
membuat makalah keperawatan medikal bedah dan teori keperawatan tersebut,
tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul “Sirosis Hepatis” yang ditulis untuk memenuhi


tugas makalah keperawatan medical bedah dan teori keperawatan. Pada
kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan
dan dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa Makalah ini jauh dari kata “sempurna”, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan
Makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Makalah ini dapat memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umunya,
semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin

Palembang, November 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................
2.1 ..........................................................................................................
2.2 ..........................................................................................................
2.3 ..........................................................................................................
2.4 ..........................................................................................................
2.5 ..........................................................................................................
2.6 ..........................................................................................................
2.7 ..........................................................................................................
2.8 ..........................................................................................................
2.9 ..........................................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................

3.1 Kesimpulan..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam
tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi
kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika
pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila
diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang datang berobat
ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang
30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain,
sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur
rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar
40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat
alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti
kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi,
penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis
hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan yang terjadi.
Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma
hepatikum. 

4
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar
masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien
dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien,
membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan
penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai
perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan
penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang komprehensif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep penyakit Sirosis hepatis ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien Sirosis hepatis?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Menjelaskan tentang konsep penyakit Sirosis Hati  mulai dari pengertian, tanda
gejala, etiologi, serta patofisiologinya.
2. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien
dengan Sirosis Hati , mulai dari pengkajian hingga evaluasi.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sirosis hepatis adalah proses akhir dari perjalanan penyakit hepatitis
kronis. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan
metabolis, seperti ikterus, edema, koagulopati, hipertensi portal, spleno-
megali, varises gastroesofagus, ensefalopati hepatis, dan asites. (Udaya
Gendo, 2006)
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati (Arif Mansjoer, dkk 2009). Sirosis didefinisikan
sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan
struktur hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan.
Sirosis hepatis dapat terdiri atas sirosis hepatis ringan hingga parah.
Sirosis hepatis ringan dapat memperbaiki fungsi hati dengan sendirinya,
sehingga hati dapat bekerja secara normal kembali. Sedangkan pada sirosis
hepatis parah, jaringan parut yang terlalu banyak telah membuat fungsi hati
tidak dapat berfungsi dengan normal. Beberapa penyebab sirosis hepatis
adalah virus, obat-obatan tertentu, ataupun penyakit autoimun hati. Cara
penyembuhan terbaik bagi sirosis hepatis adalah dengan melakukan
pencangkokan hati.

2.2 Etiologi
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis belum diketahui secara pasti, akan
tetapi faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi
penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut Campara (2002) terjadinya

6
Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-
antitripsin.
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari
Sirosis Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif
kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati
yang kronis. Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita
hepatitis virus B akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan
laboratories ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih
dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih
dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).

2. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara
akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan
kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan
hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan
terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata,
dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah
penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).
3. Hemokromatosi
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
a. sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari
Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis
c. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan

7
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang
menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi
besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit
Wilson).
d. Kolestasis, Atresia bilier
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab
sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang
disebut Biliary atresia.

2.3 Klasifikasi
Alkoholisme dan malnutrisi adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis
Laennec. Sisrosis pascanekrotik akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling
sering dijumpai. Ada tiga jenis sirosis hati, yaitu: 
1. Sirosis portal Laennec disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada
tahap awal sirosis ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap
akhir, hepar mengecil dan nodular. Pada sirosis tipe ini yang paling sering
ditemukan di negara Barat.
2. Sirosis poscanekrotik. Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena
hepatotoksin biasanya berasal dar hepatitis virus akut yang sebelumnya
terjadi. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi empedu
yang kronis dan infeksi (kolangitis), insidensnya lebih rendah dari pada
insidens sirosis Laennec dan sirosis poscanekrotik.

2.4 Patofisiologi
Hati pada awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh    lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat pembesaran
hati yang cepat sehingga menyebabkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsule glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut ukuran hati
akan mengecil setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan.

8
Apabila dapat dipalpasi maka permukaan hati akan teraba benjol-benjol
(Smeltzer, 2002).
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode
nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di
sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel  hati tersebut secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut. Akhirnya jumlah jaringan
parut melebihi jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau
jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regeneasi  dapat
menonjol dari bagian-bagian yang berkonstruksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail
appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-
kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih (Smeltzer, 2002).
Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi,
berkelok-kelok dan biasanya  dijumpai pada sub mukosa bagian bawah,
namun varises ini dapat terjadi pada bagian lebih tinggi atau meluas sampai
ke lambung. Keadaaan semacam ini hampir selalu disebabkan oleh hipertensi
portal yang terjadi obstruksi pada saluran vena porta, pada hati yang
mengalami serosis. Peningkatan obstrukisi pada vena porta menyebabkan
darah vena dari traktus intestinal dan     limpa akan mencari jalan keluar
melalui kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium kanan). Akibat yang
ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah  pembuluh darah
pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung bagian atas.
Pembuluh-pembuluh kolateral ini tidak bersifat elastis tapi bersifat rapuh,
berkelok-kelok dan mudah mengalami perdarahan. Penyebab varises lainya
yang lebih jarang ditemukan adalah kelainan sirkulasi dalam vena linealis
atau vena kava superior dan trombosis vena hepatika.
Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan
kematian dan menyebabkan syok haemorargik yang menyebabkan penurunan
perfusi serebral, hepatik serta ginjal. Selanjutnya akan terjadi peningkatan
beban nitrogen akibat perdarahan kedalam traktus gastrointestinal dan
kenaikan kadar amonia serum yang meningkatkan resiko encefalopati.

9
Kemungkinan terjadinya perdarahan pada varises esofagus harus dicurigai
jika ada hematemisis dan melena, khususnya pada klien yang biasa
mengkonsumsi minuman keras.
Vena yang mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala
kecuali jika ada  peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau
struktur yang menyangga menjadi tipis, sehingga kemungkinan akan timbul
haemorargik masif. Faktor-faktor yang menimbulkan perdarahan bisa jadi
dari mengangkat barang berat,    mengejan pada saat defekasi, bersin, batuk
atau muntah, esofagitis, atau iritasi pembuluh darah akibat makan makanan
yang tidak dikunyah dengan baik atau minum cairan yang merangsang.
Salisilat dan setiap obat yang dapat menimbulkan erosi mukosa, serta
mengganggu replikasi sel dapat pula menyebabkan perdarahan.(Smeltzer,
2002).

2.4 Manifestasi Klinis


Terdapat beberapa gejala pada sirosis hati, seperti :
1. kelelahan
2. hilang nafsu makan.
3. mual-mual.
4. badan lemah.
5. kehilangan berat badan.
6. nyeri lambung .
7. air kencing berwarna gelap.
8. kadang-kadang hati teraba keras.
9. gangguan pencernaan.
Selain gejala-gejala yang sudah disebutkan terdapat pula beberapa tanda
klinis yang    terjadi pada penderita sirosis hepatis, yaitu :
1. Pembesaran Hati ( hepatomegali ).
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga

10
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang
setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
2. Obstruksi Portal dan Asites.
3. Varises Gastroinstestinal.

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan


fibrotik yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih
rendah.
4. Edema.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin
tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka
tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya
sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi
vitaminK.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

1. Imaging examination : USG hati, kantung empedu, dan limpa. USG hati
dapat menggambarkan seberapa jauh kerusakannya.
2. Pemeriksaan patologis: Pemeriksaan patologis untuk tanda-tanda virus
hepatitis
3. Tes fungsi hati: Dengan tes fungsi hati, kita dapat memahami seberapa
jauh keparahan sirosis hatinya.
4. Four indicators of hepatic fibrosis: Fibrosis liver adalah penyakit yang
kronik. Pemeriksaan dini menggunakan four indicator of hepatic fibrosis
dapat membantu mendiagnosa lebih cepat ada tidaknya fibrosis liver.
5. Biopsi liver: Biopsi dapat menunjukan ada tidaknya sirosis pada hati.
6. Laparoscopy: Pemeriksaan langsung yang dapat dilakukan di organ hati,
limpa, organ pencernaan.

11
7. Pemeriksaan Laboratorium
1)        Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister,
hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
2)        Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan
billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
3)        Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang,
dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang
kurang dan menghadapi stress.
4)        Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE
turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan
menunjukkan prognosis jelek.
5)        Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan
garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L
menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.

2.6 Penatalaksanaan Medis


1. Penatalaksanaan Medis
a. Pencegahan Pendarahan
Pendarahan dapat terjadi akibat diperlukan produksi
protrombin dan kemampuan hati untuk mengsintesis zat-zat yang
diperlukan bagi pembekuan darah.
b. Tindakan Penjagaan
Perlindungan pasien dengan memasang penghalang sampai tempat
tidur, menekan setiap lokasi persuntiakn dan menghinadari cedera dari
benda-benda tajam. Perawat harus memahami kemungkinan melena
dan memerikasa feses untuk mengetahui jika terdapat darah yang
merupakan tanda pendarahan internal. Modifikasi diet dan penggunaan
preparat pelunak feses yang dapat membantu pasien. Pasien harus

12
dipantau dengan ketat untuk mendeteksi pendarahan gastrointestinal,
peralatan, tanda-tanda vital, cairan intravena dan obat-obatan.
c. Jika terjadi Hemoragi
Perawat membantu dokter dengan melakukan tindakan untuk
menghentikan pendarahan, memberikan terapi cairan serta komponen
darah dan obat-obatan. Hemoragi masih akibat pendarahan dari varises
esophagus atau lambung di pindahkan di unit intensif. Penderita sirosis
memerlukan penjelasan tentang kejadian yang telah dialami.
d. Pemantauan
Pekerjaan keperawatan yang esensian untuk mengenali kemunduran
diri pada status mental. Karena gangguan elektrolit dapat timbul
ensefalomati, kadar elektrolit serum harus dipantau dengan cermat jika
abnormal. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.
e. Selama dirawat di rumah sakit, pasien harus sudah dipersiapkan untuk
perawatan di rumah oleh perawatan melalui intruksi diet. Instruksi
yang paling penting adalah menghilangkan alkohol dari diet.
f. Kebersihan terapi tergantung pada upaya untuk meyakinkan pasien
tentang perlunya kepatuhan secara total pada rencana terapinya. Yang
mencakup istirahat, kemungkinan perubahan gaya hidup, diet yang
memadai dan pantang alkohol.

13
Konsep  Asuhan Keperawatan

1.        Pengkajian
a.    Identitas Klien
b.    Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama :  Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat juga dengan
atau tanpa gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul kelemahan badan, rasa cepat
payah yang makin menghebat, nafsu makan menurun, penurunan berat badan,
badan menguning (ikterus), demam ringan, sembab tungkai dan pembesaran perut
(asites).
c.    Riwayat Penyakit Masa lalu
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang
berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis
hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
pasien.
d.   Pemerikasaan fisik
1)        B1 (Breathing)
Dispnea, Wheezing, Penggunaan otot bantu pernafasan,  Ekspansi paru terbatas
disebabkan karena asites atau efusi pleura. Hipoksia. Napas berbau aseton.
2)        B2 (Blood)
Distensi vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat hipovolemia intra
vaskuler
3)        B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental,  bingung, , koma. (penurunan
kesadaran) salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke
jaringan kurang termasuk pada otak. Flapping tremor,
4)        B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5)        B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), nyeri tekan abdomen
kuadran kanan atas. Penurunan/tak adanya bising usus. Anoreksia, tidak toleran

14
terhadap makanan/tak dapat mencerna. Mual/muntah, penurunan berat badan atau
peningkatan karena cairan.  
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya
cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya
kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati, fetor
hepatitis, Shifting dullness (+), fluid wave (+), hematemesis, melena
6)        B6 (Bone)
Letargi, penurunan massa otot/tonus  (atropi otot). Kulit kering, turgor buruk,
ikterik, pruritus,. edema umum pada jaringan., perhatikan adanya spinder nevi
pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh
bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema Palmaris

2.        Diagnosa Keperawatan


a.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah
b.   Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme
regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
c.   Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan
cairan intra abdomen (asites)
d.  Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status
metabolic. adanya edema, asites.

3.        Intervensi Keperawatan


DP 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia, mual,
muntah
a.    Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
b.    Kriteria Hasil:
1)       Menunjukkan peningkatan berat badan (keseimbangan pemeriksaan nutrisi)
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.  
2)       Nafsu makan meningkat.
c.    Intervensi dan Rasional :

15
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur masukan diet harian 1. Memberikan informasi tentang
dengan jumlah kalori. kebutuhan
2. Timbang sesuai indikasi. pemasukan/defisiensi.
Bandingkan perubahan status 2. Lipatan kulit trisep berguna
cairan, riwayat berat badan, dalam mengkaji perubahan
ukuran kulit trisep. massa otot dan simpanan
3. Bantu dan dorong pasien lemak subcutan.
untuk makan, jelaskan alasan 3. Diet yang tepat penting untuk
tipe diet. Bantu pasien makan penyembuhan. Pasien
bila pasien mudah lelah, atau mungkin makan lebih baik bila
biarkan orang terdekat keluarga terlibat dan makanan
membantu pasien. yang disukai sebanyak
Pertimbangkan pilihan mungkin.
makanan yang disukai 4. Meningkatkan rasa makanan
4. Berikan tambahan garam bila dan membantu meningkatkan
diizinkan; hindari yang selera makan; amonia
mengandung amonium. potensial resiko ensefalopati.
5. Berikan makanan halus, 5. Perdarahan dari varises
hindari makanan kasar sesuai esofagus dapat terjadi pada
indikasi. siriosis berat.

1. Berikan perawatan mulut sering 1. Pasien cenderung mengalami


dan sebelum makan. luka atau perdarahan gusi dan
2. Tingkatkan periode tidur tanpa rasa tak enak pada mulut
gangguan, khususnya sebelum dimana menambah anoreksia.
makan. 2. Penyimpanan energi
3. Awasi pemeriksaan laboratorium, menurunkan kebutuhan
contoh glukosa serum, albumin, metabolik pada hati dan
total protein, amonia. meningkatkan regenerasi
4. Pertahankan status puasa bila seluler.
diindikasikan 3. Peningkatan kadar amonia
5. Kolaborasi ahli diit untuk perlu pembatasan masukan
memberikan diet tinggi dalam protein untuk mencegah
kalori dan karbohidrat sederhana, komplikasi serius.
rendah lemak, dan tinggi protein 4. untuk menurunkan kebutuhan
sedang; batasi natrium dan cairan pada hati dan produksi
bila perlu. Berikan tambahan amonia/urea GI.
cairan sesuai indikasi 5. Untuk menurunkan edema dan
6. Berikan obat sesuai indikasi, untuk meningkatkan
misal: tambahan vitamin, tiamin, regenerasi sel hati.
besi, asam fosfat,

12.    11.     

16
DP 2 :  Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan
mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
a.    Tujuan: pemulihan balance cairan dan elektrolit adekuat
b.    Kriteria Hasil: tidak terjadi kelebihan cairan, Tanda-tanda vital stabil, Asupan dan
haluaran  seimbang, Edema bekurang, Tonus otot membaik, CRT <2 detik
c.    Intervensi dan Rasional :

INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur masukan dan haluaran, 1. Menunjukkan status volume
catat keseimbangan positif. sirkulasi, terjadinya/perbaikan
Timbang berat badan tiap perpindahan cairan, dan
hari dan catat peningkatan respon terhadap terapi.
lebih dari 0,5 kg/hari Peningkatan berat badan
2. Auskultasi paru, catat sering menunjukkan retensi
penurunan /tak adanya bunyi cairan lanjut.
napas dan terjadinya bunyi 2. Peningkatan kongesti
tambahan. pulmonal dapat
3. Ukur lingkar abdomen per mengakibatkan konsolidasi,
hari gangguan pertukaran gas, dan
4. Awasi albumin serum dan komplikasi, contoh: edema
elektrolit (kalium & natrium). paru.
5. Batasi natrium dan cairan 3. Menunjukkan akumulasi
sesuai indikasi. cairan (asites) diakibatkan
6. Kolaboraasi pemberian oleh kehilangan protein
albumin bebas garam/plasma plasma/cairan kedalam area
ekspander sesuai indikasi. peritoneal.
7. Kolaborasi pemberian obat 4. Penurunan albumin serum
sesuai indikasi: misal diuretik mempengaruhi tekanan
(spironolakton/aldscton; osmotik koloid plasma,
furosemid/ lasix. mengakibatkan pembentukan
edema. Penurunan aliran darah
ginjal menyertai peningkatan
ADH dan kadar aldosteron
dan penggunaan diuretik dapat
menyebabkan berbagai
perpindahan/ketidak
seimbangan elektrolit.
5. untuk meminimalkan retensi
cairan dalam area
ekstravaskuler. Pembatasan
cairan perlu untuk
memperbaiki/mencegah
hiponatremi.
6. untuk meningkatkan tekanan
osmotik koloid dalam

17
INTERVENSI RASIONAL
kompartemen vaskuler,
sehingga meningkatkan
volume sirkulasi efektif dan
penurunan terjadinya asites
7. Digunakan untuk mengontrol
edema dan asites. Mengambat
efek aldosteron, meningkatkan
eksresi air sambil menghemat
kalium, bila terapi konservatif
dengan tirah baring dan
pembatasan natrium tidak
mengatasi.
DP3 :  Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan
pengumpulan cairan intra abdomen (asites).
a.    Tujuan: perbaikan status pernafasan
b.    Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pernapasan efektif, Pasien akan bebas
dispnea dan sianosis, dengan nilai BGA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
c.    Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi frekuensi, kedalaman, dan 1. Pernapasan dangkal cepat/dispnea
upaya pernapasan mungkin ada sehubungan dengan
2. Auskultasi bunyi napas, catat hipoksia dan atau akumulasi cairan
krekels, mengi, ronkhi. dalam abdomen.
3. Selidiki perubahan tingkat 2. Menunjukkan terjadinya
kesadaran. komplikasi,
4. Pertahankan kepala tempat tidur 3. Perubahan mental dapat
tinggi. Posisi miring menunjukkan hipoksemia dan
5. Ubah posisi dengan sering, gagal pernapasan, yang sering
dorong napas dalam, latihan dan disertai koma hepatic
batuk. 4. Memudahkan pernapasan dengan
6. Awasi seri BGA, nadi oksimetri, menurunkan tekanan pada
ukur kapasitas vital, foto dada. diafragma dan meminimalkan
7. Berikan tambahan oksigen sesuai ukuran aspirasi secret
indikasi. 5. Membantu ekspansi paru dan
8. Siapkan untuk/bantu untuk memobilisasi secret
prosedur, contoh: parasintesis. 6. Menyatakan perubahan status
pernapasan, terjadinya komplikasi
paru.
7. untuk mengobati/mencegah
hipoksia. Bila pernapasan
/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi
mekanik sesuai kebutuhan
8. Kadang-kadang dilakukan untuk
membuang cairan asites bila

18
INTERVENSI RASIONAL
keadaan pernapasan tidak mebaik
dengan tindakan

DP 4 : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan


sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.
a.    Kriteria Hasil : mempertahankan integritas kulit, Pasien akan mengidentifikasi
faktor resiko dan menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan kulit.
b.    Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Lihat permukaan kulit/titik tekan 1. Asites dapat meregangkan kulit
secara rutin. Pijat penonjolan sampai pada titik robekan pada
tulang atau area yang tertekan sirosis berat
terus menerus. Gunakan losion 2. menurunkan tekanan pada
minyak. jaringan edema untuk
2. Ubah posisi pada jadwal teratur, memperbaiki sirkulasi.
saat di kursi/tempat tidur, bantu 3. Meningkatkan aliran balik vena
dengan latihan rentang gerak dan menurunkan edema pada
aktif/pasif. ekstrimitas.
3. Tinggikan ekstrimitas bawah. 4. Kelembaban meningkatkan
4. Pertahankan sprei kering dan pruritus dan meningkatkan
bebas lipatan. resiko kerusakan kulit
5. Gunting kuku jari hingga pendek; 5. Mencegah pasien dari cedera
berikan sarung tangan bila tambahan pada kulit khususnya
diindikasikan. bila tidur.
6. Berikan perawatan perineal 6. Mencegah ekskoriasi kulit dari
setelah berkemih dan defekasi garam empedu
7. Gunakan kasur bertekanan 7. Menurunkan tekanan kulit,
tertentu, kasur karton telur, kasur meningkatkan sirkulasi dan
air, kulit domba, sesuai indikasi. menurunkan resiko
iskemia/kerusakan jaringan.

4.        Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Dengan
kata lain implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah ditentukan
untuk mengatasi masalah klien. (Haryanto, 2007 ; 81).

19
5.        Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah suatu proses menilai diagnosis keperawatan keluarga yang


teratasi, teratasi sebagian, atau timbul masalah baru. Melalui Melalui kegiatan
evaluasi, kita dapat menilai pencapaian tujuan yang diharapkan dan tujuan yang
telah dicapai oleh keluarga. Bila tercapai sebagian atau timbul masalah
keperawatan baru, kita perlu melakukan pengkajian lebih lanjut, memodifikasi
rencana atau mengganti dengan rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan
keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan
pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara
subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.     O adalah
keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat dengan menggunakan
pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan. A merupakan
analisa perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif keluarga yang
dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada
tujuan pada rencana keperawatan keluarga. P adalah perencanaan selanjutnya
setelah perawat melakukan analisis.
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat
yaitu evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara
bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, sesuai dengan kontrak pelaksaan
dan evaluasi sumatif  yang bertujuan menilai secara keseluruhan terhadap
pencapaian diagnosis keperawatan apakah rencana diteruskan sebagian,
diteruskan dengan perubahan intervensi, atau dihentikan. (Sudiharto, 2007 ; 49).

20
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur
rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar
40 – 49 tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi,
dan regenerasi sel – sel hati sehingga susunan parenkim hati terganggu (rusak).
Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui secara jelas, namun terdapat
factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan riwayat penyakit hepatitis,
alkoholik, malnutrisi, dll.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah maupun
pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan.
Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan prognosisnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aru Sudoyo.2016.“Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Pustaka.” Jakarta :


Penerbitan IPD FKUI.

Baradero, 2008. Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta EGC
Barbara Engram. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
.Jakarta:EGC

Doenges, Marilynn E, Mary. (2001).  Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
(EGC).
   
Gendo, Udayana. (2006). Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran Cina.
Yogyakarta : Kanisius.

Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Mansjoer,Arif,dkk.2009. “KapitaSelektaKedokteran.jilid1 edisi III.” Jakarta :


FKUI
Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.         

Setiya, Yulis. (2010). Handout Materi Sirosis Hepatis.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah 2.


(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku    Kedokteran (EGC). 

Soeparman. (2014). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Soemoharjo, 2008. Hepatitis Virus B. ed2. Jakarta : EG

Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC

Sujono H., 2012, Hepatologi. Penerbit Bandar Maju, Bandung.

22

Anda mungkin juga menyukai