Anda di halaman 1dari 4

RESUME HASIL LITERATUR ARTIKEL

” TRIASE LAPANGAN DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN BENCANA


GEMPA BERKEKUATAN MAGNITUDO 7,4 SEKALIGUS TSUNAMI KOTA PALU DI
KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH PADA 28 SEPTEMBER 2018 “

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NURUL ILMI

NIM : PO713201181040

TINGKAT : 3.A

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

PRODI DIII KEPERAWATAN MAKASSAR

TAHUN 2020/2021
” TRIASE LAPANGAN DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN BENCANA
GEMPA BERKEKUATAN MAGNITUDO 7,4 SEKALIGUS TSUNAMI KOTA PALU DI
KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH PADA 28 SEPTEMBER 2018 “

Satu tahun yang lalu masyarakat Indonesia berduka. Pada tanggal 29 Juli 2018 pukul 06.47
WITA, Pulau Lombok diguncang gempa berkekuatan 6,4 skala Richter. Dua bulan kemudian,
tepatnya tanggal 28 September Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah,
dilanda gempa berkekuatan magnitudo 7,4 sekaligus tsunami.

Salah satu penyebab seringnya terjadi bencana di Indonesia adalah karena letak geografis
Indonesia sendiri, antara lain:

1. Indonesia terletak di daerah cincin api, yaitu daerah yang memiliki banyak gunung api
yang aktif.

2. Indonesia terletak di daerah pertemuan 3 lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng


IndoAustralia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Selain letak geografis, hal-hal yang
dapat mengakibatkan bencana adalah efek rumah kaca yang dapat mempengaruhi siklus
musim penghujan dan musim kemarau. Efek rumah kaca disebabkan karena perluasan lahan
dan kebakaran hutan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pembelajaran Manajemen Bencana
sangat diperlukan agar setiap orang bisa berperan aktif untuk merencanakan kesiapan dalam
menghadapi bencana.

Triage adalah hal yang paling dasar yang seharusnya dimiliki anggota tim penanganan
bencana. Triage merupakan suatu teknik penilaian dan mengklasifikasikan tingkat kegawatan
korban bencana. Triage dibagi menjadi dua, yaitu Triage lapangan dan Triage dalam Rumah
Sakit (RS). Untuk triage dalam Rumah Sakit biasanya dilakukan oleh perawat atau dokter
instalasi gawat darurat dan mengenai triage lapangan, harusnya seorang first responder (yang
pertama kali menangani bencana) menguasai triage. Pentingnya triage untuk memilih siapa
yang harus ditangani lebih awal dan siapa yang terakhir. Dalam konsep sebagai penolong,
bahwa semua korban bencana pastinya tak akan bisa kita selamatkan, pasti ada yang tidak
bisa tertolong karena tingkat keparahannya, namun tim penolong perlu menolong yang bisa
di tolong dengan segera sehingga mampu menyelamatkan yang survive.

● TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA DAN PENYELAMATAN KORBAN


BENCANA

Menolong korban bencana didahului dengan sistem triase (pemilihan). Salah satu sistem
triase yang dipelajari di sini adalah START (Simple Triage And Rapid Treatment). Yang
dilakukan pada pelaksanaan sistem ini adalah memilih/mengelompokkan korban bencana
sesuai dengan tingkat keparahan luka yang dialami. Korban yang masih bisa berjalan
diarahkan ke suatu titik kumpul, sehingga tersisa korban-korban yang tidak bisa berjalan.
Setelah itu diamati sistem pernapasan pada korban-korban yang tidak bisa berjalan. Jika
sudah tidak bernapas, dilabeli hitam. Apabila korban masih bernapas namun napas dan
kesadarannya tidak baik, dilabeli merah. Apabila korban yang bernapas dan kesadarannya
baik masih bisa mengikuti instruksi yang diberikan akan dilabeli kuning.

Metode START dikembangkan untuk pertolongan pertama yang bertugas memilah


pasien pada korban musibah misal/bencana dengan waktu 30 detik atau kurang berdasarkan
tiga pemeriksaan primer yaitu: Respirasi, Perfusi (mengecek nadi radialis, dan status mental.
Tugas utama penolong tirage adalah untuk memeriksa pasien secepat mungkin dan memilah
atau memprioritaskan pasien berdasarkan berat ringannya cedera. Pasien akan diberi label
sehingga akan mudah dikenali oleh penolong lain saat tiba di tempat kejadian. Algoritma ini
mengklasifikasikan korban berdasarkan: 1. Korban kritis/immediate diberi label
merah/kegawatan yang mengancam nyawa (prioritas 1). Untuk mendeskripsikan pasien perlu
dilakukan transfortasi segera kerumah sakit .Kriteria pengkajian adalah sebagai berikut . a.
Respirasi > 30 x/menit; b.Tidak ada nadi radialis; c.Tidak sadar / penurunan tekanan darah; 2.
Delay / tunda diberi label kuning/kegawatan yang tidak mengancam nyawa dalam waktu
dekat (perioritas 2). Untuk mendeskripsikan cedera yang tidak mengancam nyawa dan dapat
menunggu pada periode tertentu untuk penatalaksanaan dan trasfortasi dengan criteria
sebagai berikut: a. Respirasi < 30 x/menit; b. Nadi teraba; c. Status mental normal; Korban
terluka yang masih bisa berjalan diberi label hijau / tidak terdapat kegawatan/penanganan
dapat ditunda perioritas 3. Penolong pertama di tempat kejadian akan memeberikan instruksi
verbal untuk ke lokasi yang aman dan mengkaji korban dari trauma, serta mengirim ke rumah
sakit. Meninggal diberi label hitam/tidak memerlukan penanganan. Bedasarkan algortima
tersebut di kembangkan kedalam sistem atau apalikasi triage dimana dengan sistem ini dapat
membantu dalam proses penanganan korban/ pemilahan korban berdasarkan tingkat ke
daruratannya.

Cara mengangkat korban pun dibedakan menjadi dua, yaitu dalam keadaan emergency dan
non emergency.

1.Emergency

Dalam keadaan emergency, pemindahan dan pengangkatan korban dapat dilakukan dengan
beberapa cara menarik korban sebagai berikut:

1. Tarikan selimut: letakkan kain di bawah tubuh korban, ikat baik-baik sehingga kita bisa
menarik kain tersebut sekaligus memindahkan posisi korban.

2. Tarikan bahu: letakkan kedua tangan pada bahu korban, kemudian tarik menjauh dari
sumber bencana.

3. Tarikan baju: tarikan yang dilakukan ketika tidak bisa menjangkau bahu korban, namun
bisa menjangkau baju yang sedang dikenakan korban. Tarik baju korban sehingga korban
menjauh dari lokasi bencana.

4. Tarikan firefighter carry: korban yang semula terbaring diangkat sedemikian rupa
sehingga ikut berjalan bersama si penolong.
2. Dalam keadaan non-emergency, pemindahan dan pengangkatan korban dapat dilakukan
dengan lebih hati-hati sehingga trauma yang dialami tidak menjadi lebih parah. Teknik yang
digunakan adalah sebagai berikut:

1. Extrimity lift: tindakan mengangkat korban bencana yang dilakukan oleh 2 orang. Orang
pertama menjangkau bahu korban sedangkan yang lain mengangkat lutut korban, kemudian
secara bersama-sama memindahkan korban ke tempat yang lebih aman.

2. Direct ground lift: dilakukan oleh 3 orang yang berusaha mengangkat korban sehingga
tulangtulang belakang dan tulang-tulang panjangnya tidak terlalu banyak bergerak dan
traumanya tidak bertambah parah.

3. Long spine board: menggotong korban menggunakan papan atau apa saja yang bentuknya
panjang sehingga kestabilan tubuh korban dapat lebih terjamin.

● Sedangkan untuk menghentikan pendarahan bisa menggunakan 3 cara sebagai berikut:

1. Balut tekan bagian yang terluka

2. Tekan daerah yang lebih hulu daripada daerah yang terluka

3. Angkat bagian yang terluka lebih tinggi dari jantung sehingga pendarahan dapat berkurang.

Sumber :

- https://www.jawapos.com/features/humaniora/02/10/2018/sigap-bantu-korban-
gempa-palu-tim-rscm-lakukan-disaster-triage/

- http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/8768da6098d6b5453a7209f1b81b9797.pdf

- https://osf.io/7st83/download/?format=pdf

- http://bpbd.karanganyarkab.go.id/wp-
content/uploads/2018/10/2018_10_11_Penanganan_gempa_tsunami_Sulawesi.pdf
- https://warstek.com/2019/10/26/manajemen-dan-mitigasi-bencana/

Anda mungkin juga menyukai