Anda di halaman 1dari 3

Nama: Rizki Agustina

NIM: 2319020
Kelas: BSI D

Si Kembar Meong, Koko dan Kiki

Di sebuah gubuk tua, ada dua ekor meong sedang bolak-balik di pintu gubuk tua.
Mereka si kembar, Koko dan Kiki. Meski mereka kembar, keduanya berjenis kelamin
berbeda. Koko si meong jantan dan Kiki si meong betina.
Hari itu, matahari cukup terik. Panasnya menembus dinding gubuk yang sudah lama
tak berpenghuni. Meong Koko dan Kiki sedang menunggu Ibu mereka pulang yang sedang
mencari makanana untuk Koko dan Kiki. Namun, Ibu meong tak kunjung pulang. Si kembar
meong, Koko dan Kiki sudah lapar.
“Dimana, Ibu, Ya?” tanya Kiki. Ia kini duduk di depan pintu. Kakinya sudah lelah
mondar-mandir dari depan pintu ke dalam gubuk. “Sepertinya Ibu belum mendapatkan
makanan,” jawab Koko. Meong Koko menghampiri adik kembarnya dan dirangkul
adiknya,“Sabar, ya, Dek,” ucap Koko, “Ibu pasti pulang, ayok kita tidur dulu”
Koko tahu adik kembarnya sudah sangat lapar. Di tengah rasa lapar yang melilit perut
mereka. Si kembar meong berusaha untuk tidur. Namun, Koko tidak bisa tertidur. Ia teringat
Ibunya. Hari mulai sore, Kiki masih terlelap tidur. Sementara itu, Koko semakin khawatir.
Tidak biasanya Ibu meong terlambat pulang. “Aku harus keluar mencari makanan dan
mencari Ibu, sebelum Kiki bangun” guman Koko.
Koko pun bangun dan berjalan perlahan-lahan. Ia tidak ingin bunyi langkahnya
membangunkan Kiki. Ketika akan meniggalkan pintu, Kiki terbangun. “Kak Koko, mau
kemana?” tanya Kiki saat melihat Koko sudah berada di depan pintu. Koko segera berbalik
menghampiri adiknya. Di elus adiknya dengan lembut. “ Kakak, akan keluar kamu pasti
sudah lapat kan?” tanya Koko. “Ibu melarang kita untuk keluar rumah, di luar banyak orang
jahat” balas Kiki.
Ibu meong selalu melarang kedua anak kembarnya meninggalkan gubuk tua yang
menjadi rumah mereka. Rumah meong itu tidak jauh dari keramaian lalu lintas manusia. Ibu
meong selalu khawatir jika mereka bertemu dengan kendaraan manusia. Kata Ibu meong,
banyak kendaraan di sana yang bisa mematahkan tulang mungil mereka.
“Tapi, kita sudah lapar. Ibu pergi sudah cukup lama. Dan ini tidak seperti biasanya,
“balas Koko. Kiki hanya terdiam. Ia bingung harus berkata apalagi. Ibu melarang mereka
berkeliaran jauh di luar rumah, tetapi ia juga sudah sangat lapar. Tubuhnya yang begitu
gemoy tak bisa lagi ia gerakkan, tenaganya sudah hampir habis sejak tadi pagi ia belum
makan. “ Sudahlah jangan khawatir. Kakak juga akan mencari Ibu di luar.” Kata Koko lagi. “
aku bagaimana, Kak?” Tanya Kiki. “Tinggallah di sini, jika Ibu pulang, ia tidak perlu
khawatir. Kakak akan segera pulang.”
Koko pun beranjak dari tempat adik kembarnya berbarig. Koko yang tak pernah
keluar jauh rumah sebenarnya juga takut. Namun, ia teringat adik dan Ibu membutuhkannya.
Ia keluar mencari makanan dan Ibu. Ia benar-benar khawatir dengan Ibu. Lagi pula ia meong
jantan, meong yang kuat.
Setelah jauh berjalan dengan kaki empatnya. Koko mulai kelelahan, ia beristirahat
sejenak di bawah kursi halte. Ia memikirkan bagaimana menemukan makanan untuknya dan
adiknya Kiki. Sebentar lagi hari akan malam. “ Bagaimana jika aku menyebrangi jalan itu,”
imbuhnya.
Koko belum pernah menyebrangi jalan itu. Ia hanya mendengar cerita dari Ibu meong.
Ibu meong melintasinya setiap hari, mencai makanan untuk si kembar meong, Koko dan
Kiki. Ingin sekali rasanya Koko menyebrangi jalan itu. Namun, rasa takut menghampirinya. “
bagaimana jika ia tertabrak kendaraan manusia?” “bagaimana jika Ibu tahu, ia menyebrangi
jalan?” bagaimana ia bisa sampai ke ujung jalan itu?” Koko dikelilingi berbagai pertanyaan
di kepalanya.
Saat kaki kanan depan yang kadang juga menjadi tangannya akan menyentuh bibir
jalan besar, koko membatalkan langkahnya. Koko belum cukup berani menyebrang jalan.
Kendaraan manusia melaju tanpa henti. “Sebaiknya, aku tidak menyebrangi jalan ini. Nanti
ketika Ibu pulang aku akan membujuknya mengajariku cara menyebrangi jalan ini” guman
Koko.
Lalu Koko melanjutkan mencari makanan di trotoar di sekitar jalan besar, tetapi Koko
tidak menemukan makanan apapun, tetapi Koko menghirup aroma ikan goreng di seberang
jalan. Koko sudah tidak tahan lagi dengan rasa laparnya, hingga pada akhirnya Koko
memberanikan diri untuk menyebrang jalan, alhasil Koko menyebrangi jalan tanpa melihat
kanan dan kiri, hingga ada sebuah sepeda dari arah kanan melaju sangat kencang tanpa
melihat si Koko yang sedang menyebrang. Alhasil kaki Koko tertabrak oleh pengendara
sepeda itu dan tak jauh dari jalan itu terlihat Ibu meong sambil membawa makanan. Koko
pun menjerit “meong....meong....meong....meong........” karena kesakitan. Ibu meong pun
mengenali suara itu dan segera menghampiri suara itu. Dan ternyata itu Koko anak si Ibu
meong yang sedang kesakitan karena kakinya terlindas ban sepeda. Lalu Ibu meong
mengendong Koko yang sedang kesakitan dan di bawanya ke gubuk tuanya.
Sesampainya di rumah terlihat Kiki yang sedang kelaparan, namun seketika Kiki
melihat sang Kakak yang sedang kesakitan rasa lapar itu pun langsung hilang. “Ibu, Kakak
kenapa?” tanya Kiki. “Kakakmu terlindas ban sepeda waktu menyebrang jalan nak,” jawab
Ibu meong. Koko pun masih kesakitan dan terus menjerit meong....meong....meong.

Pesan Moral: Sebagai anak kita harus mematuhi dan mendengarkan nasihat dari Ibu karena
Ibu lebih tahu dari pada kita.

Anda mungkin juga menyukai