Anda di halaman 1dari 25

BAB 7.

DEMOKRASI DAN DEMOKRATISASI DI INDONESIA

7.1 Demokrasi

7.1.1 Pengertian Nilai dan Paham Demokrasi

Demokrasi (secara bahasa/etimologis) berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan
cratos/cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi demos-cratos/cratein atau demokrasi
berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat, dan rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan.

Konsep Demokrasi lahir dari Yunani Kuno yg dipraktikan dalam kehidupan bernegara antara abad ke-4
SM hingga abad ke-6 SM. Demokrasi yang dipraktikan pada waktu itu adalah demokrasi langsung (direct
democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung
oleh seluruh rakyat atau warga negara. Hal ini dapat dilakukan karena Yunani waktu itu berupa negara
kota (polis) yang penduduknya terbatas sekitar 300.000 orang. Meskipun seluruh warga terlibat, tetapi
masih ada pembatasan, yaitu misalnya para anak-anak, wanita dan budak tidak berhak berpartisipasi
dalam pemerintahan.

Bila ditinjau di Yunani pada saat itu, bahwa “rakyat ikut secara langsung”. Maka keikutsertaan yang
secara langsung tersebut, pemerintahan pada waktu itu merupakan pemerintahan dengan demokrasi
secara langsung.

Dengan adanya perubahan perkembangan zaman dan jumlah penduduk yang semakin bertambah, maka
keadaan demokrasi secara langsung seperti yang dicontohkan mulai sulit dilaksanakan karena :

a. Tidak ada tempat yg dapat menampung seluruh warga negara yang jumlahnya cukup banyak.

b. Sulit untuk melaksanakan musyawarah dengan baik karena jumlah penduduk yang banyak.

c. Sulit memungut suara, sehingga hasil mufakat secara bulat tidak tercapai.

d. Masalah yang dihadapi negara semakin kompleks dan rumit, sehingga membutuhkan orang
yang secara khusus ahli berkecimpung dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Untuk menghindari kesulitan tersebut, dan agar rakyat tetap memegang kedaulatan tertinggi, maka
dibentuk badan perwakilan rakyat. Badan ini yang menjalankan demokrasi, namun kedaulatan tetap
ditangan rakyat. Dari hal ini mulai dikenal “demokrasi tidak langsung” atau “demokrasi perwakilan”.

Demokrasi atas dasar penyaluran rakyat ada dua macam :

a. Demokrasi Langsung
Paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk
menentukan kebijaksanaan umum dan Undang-undang.

b. Demokrasi tidak langsung

Paham demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem perwakilan. Demokrasi tidak langsung ini biasanya
dilaksanakan melalui pemilihan umum (Pemilu).

Untuk negara-negara modern, penerapan demokrasi tidak langsung dilakukan dengan alasan:

1) Penduduk semakin bertambah sehingga pelaksanaan musyawarah tdk memungkinkan diadakan


pada suatu tempat.

2) Masalah yang dihadapi semakin kompleks, karena kebutuhan dan tantangan hidup semakin
banyak.

3) Tidak semua warga negara tertarik mengurus masalah pemerintahan sehingga cukup diserahkan
pada orang yang berminat dan yg memiliki keahlian di bidang pemerintahan negara.

7.1.2 Pengertian Demokrasi

Secara terminologi, Beberapa ahli politik memberikan definisi dari sudut pandang yang berbeda,
berikut ini beberapa definisi tentang demokrasi.

a) Menurut Harris Soche

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dari rakyat, karena kekuasaan pemerintah melekat pada rakyat,
dan hak rakyat utk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari paksaan orang lain atau
badan yang diserahi untuk memerintah.

b) Menurut Henry B. Mayo

Sistem politik Demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan demi terjaminnya kebebasan politik.

c) Menurut International Commission for Jurist


Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan politik dilakukan oleh
warga negara melalui wakilnya yang dipilih oleh mereka dan bertanggung jawab kepada mereka dengan
melalui proses pemilihan yang bebas.

d) Menurut C.F. Strong

Demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana mayoritas masyarakat politik ikut serta atas dasar
sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya
kepada mayoritas tersebut.

e) Menurut Samuel Hutington

Sistem politik yang demokratis adalah sejauh para pembuat keputusan kolektif yang kuat dipilih melalui
Pemilu yang adil, jujur, dan berkala. Dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh
suara dan semua penduduk dewasa berhak memberikan suara.

Pengertian demokrasi yang paling populer dikemukakan oleh Abraham Lincoln pada tahun 1863 yang
mengatakan demokrasi adalah pemeritahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (goverment of the
people, by the people, for the people).

Pemerintahan dari rakyat berarti pemerintahan negara ini mendapat mandat dari rakyat untuk
menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat adalah pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam
negara demokrasi. Pemerintah mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Seorang pemimpin seperti presiden, gubernur, bupati, kepala desa, pemimpin politik yang telah dipilih
oleh rakyat, berarti telah mendapat mandat secara sah dari rakyat. Pemerintahan yang dijalankan
adalah pemerintah demokrasi sebab berasal dari mandat rakyat.

Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara dijalankan oleh rakyat. Dalam praktiknya yang
menjalankan penyelenggaraan negara adalah Pemerintah. Pemerintah sebagai wakil rakyat dipilih oleh
rakyat, mendapat mandat dari rakyat dan diawasi oleh rakyat. Dalam negara demokrasi, wakil rakyat
yang menentukan pemerintahan sekaligus mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Rakyat secara
tidak langsung melalui wakilnya membentuk pemerintahan dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Inilah yang disebut dengan demokrasi tidak langsung.

Pemerintahan untuk rakyat berarti pemerintahan menghasilkan dan menjalankan kebijakan untuk
kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Apabila kebijakan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan
sekelompok orang dan tidak berdasarkan kepentingan rakyat maka pemerintahan itu bukan
pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu dalam negara demokrasi, pemerintah harus berusaha
sebaik mungkin agar kebijakan yang dikeluarkan adalah berasal dari aspirasi rakyat dan untuk
kepentingan rakyat, agar kebijakan itu aspiratif dan untuk kepentingan rakyat. Pemerintah harus
bertanggung jawab kepada rakyat dan diawasi oleh rakyat.
Dalam negara demokrasi, kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat. Rakyat pemegang
kekuasaan tertinggi. Pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertingi
disebut pemerintahan demokrasi. Pemerintahan demokrasi adalah sistem pemerintahan yang
berkedaulatan rakyat.

Prinsip utama demokrasi menurut Maswadi Rauf (1997) :

1) Kebebasan/persamaan (freedom equality)

Kebebasan dan persamaan adalah pondasi demokrasi. Kebebasan untuk mencapai kemajuan tanpa
adanya pembatasan dari penguasa. Ide kebebasan muncul akibat adanya pembatasan kekuasaan dari
penguasa politik. Demokrasi adalah sistem politik yang melindungi kebebasan warganya sekaligus
memberi tugas pemerintah untuk menjamin kebebasan tersebut. Demokrasi pada dasarnya merupakan
pelembagaan dari demokrasi. Sebagai komponen demokrasi, tipe kebebasan dalam Demokrasi, menurut
Tower (1987:51) adalah :

1. Kebebasan untuk memilih (Right to Vote)

2. Kebebasan untuk berbicara (Freedom of Speech)

3. Kebebasan untuk Pers (Freedom of Speech)

4. Kebebasan untuk Berkumpul (Freedom of Assembly)

5. Kebebasan untuk Bertindak/Bergerak (Freedom of Movement).

Persamaan merupakan sarana penting untuk kemajuan setiap orang. Prinsip Persamaan artinya setiap
orang dianggap sama tidak dibeda-bedakan dalam memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri
sesuai dengan potensinya. Demokrasi berasumsi bahwa semua orang sama derajatnya dan memiliki hak
yang sama, sehingga harus diperlakukan sama pula dalam pemerintahan.

Tipe persamaan dalam demokrasi adalah :

1. Persamaan dalam bidang politik (political Equality)

2. Persamaan dalam bidang hukum (Equality before the Law)

3. Persamaan dalam bidang ekonomi (Economic Equality)

4. Persamaan dalam bidang memperoleh kesempatan (Equality opportunity).


2) Kedaulatan rakyat (people’s sovereignty)

Konsep kedaulatan rakyat, pada hakikatnya Kebijakan yang dibuat adalah kehendak rakyat dan untuk
kepentingan rakyat. Mekanisme ini mencapai dua hal, pertama, kecil kemungkinan terjadi
penyalahgunaan kekuasaan dan kedua, terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas-tugas
pemerintahan. Perwujudan lain konsep kedaulatan adalah pengawasan oleh rakyat. Pengawasan
dilakukan karena demokrasi tidak mempercayai kebaikan hati penguasa. Betapa pun niat baik penguasa,
jika mereka menafikan kontrol/kendali rakyat maka ada dua kemungkinan buruk, pertama, kebijakan
mereka tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat dan kedua, yang lebih buruk kebijakan itu korup dan
hanya melayani kepentingan penguasa.

7.1.3 Demokrasi Sebagai Bentuk Pemerintahan

Pada masa lalu demokrasi hanya dipahami sebagai bentuk pemerintahan, tetapi sekarang ini demokrasi
dipahami lebih luas sebagai bentuk pemerintahan dan politik. Konsep demokrasi sebagai bentuk
pemerintahan berasal dari para filsuf Yunani. Secara klasik, menurut Plato pembagian bentuk
pemerintahan dibedakan :

1. Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi
dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.

2. Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seorang pemimpin tertinggi dan
dijalankan untuk kepentingan pribadi.

3. Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang yang memimpin
dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.

4. Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok dan dijalankan untuk
kelompok itu sendiri.

5. Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat, dijalankan dan untuk
kepentingan rakyat.

6. Mobokrasi,yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat yang tidak tahu apa2, rakyat
yang tdk berpendidikan, tidak paham pemerintahan, akhirnya pemerintahan yang dijalankan tidak
berhasil untuk kepentingan rakyat banyak.

Bentuk Pemerintahan monarki, aristokrasi dan demokrasi dikatakan pemerintahan yang baik, sedangkan
bentuk tirani, oligarki dan mobokrasi adalah bentuk pemerintahan yang buruk.

Bentuk pemerintahan diatas sudah tidak digunakan lagi oleh banyak negara. Bentuk pemerintahan yang
dianut pada saat ini adalah bentuk pemerintahan menurut Nicollo Machiavelli, yaitu :
1. Monarki adalah bentuk pemrintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin negara umumnya
bergelar raja, ratu, kaisar atau sultan.

2. Republik adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang presiden atau perdana
menteri.

Pembagian dua bentuk pemerintahan didasarkan cara pengangkatan pemimpin negara. Apabila
penunjukkan pemimpin berdasarkan keturunan atau pewarisan, bentuk pemerintahannya monarki. Dan
penunjukkan pemimpin negara berdasarkan pemilihan, bentuk pemerinatahannya adalah republik.

Bentuk pemerintahan kerajaan misalnya Inggris, Malaysia, Jepang, Arab Saudi dan Thailand. Bentuk
Republik misalnya Amerika Serikat, India. Perancis, dan Korea Selatan.

7.1.4 Demokrasi Sebagai Sistem Politik

Pada masa sekarang demokrasi dipahami tidak semata sebagai suatu bentuk pemerintahan tetapi
sebagai sistem politik. Sistem politik cakupannya lebih luas dari sekedar bentuk pemerintahan. Beberapa
ahli telah mendefinisikan demokrasi sebagai sistem politik, Misalnya :

a. Henry B Mayo, menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang
menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan yang berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik
dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

b. Samuel Huntington, menyatakan bahwa sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat
keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur,
dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir
semua penduduk dewasa berhak memberikan suara.

Sistem politik dewasa ini dibedakan menjadi dua (Huntington, 2001), yaitu sistem politik demokrasi dan
sistem politik non-demokrasi. Sistem politik otoriter, totaliter, sistem ditaktor, rezim militer, rezim satu
partai, monarki absolut, dan sistem komunis adalah sistem politik non-demokrasi. Sedangkan sistem
politik demokrasi adalah sistem pemerintahan dalam suatu negara yang menjalankan prinsip-prinsip
demokrasi. Sistem politik kediktatoran/otoritarian. Umumnya dianggap bahwa prinsip-prinsip
kediktatoran/otoritarian adalah lawan dari prinsip-prinsip demokrasi.

Negara baik bentuk kerajaan maupun bentuk republik dapat saja merupakan negara demokrasi atau
negara kediktatoran, tergantung dari prinsip-prinsip yang dijalankan dalam penyelenggaraan negara.
Dengan demikian, ada negara kerajaan yang demokratis dan negara kerajaan yang bersifat otoriter.
Demikian pula ada negara Republik yang demokratis dan negara Republik yang sifatnya diktator atau
otoriter.

Menurut Sukarna dalam bukunya “Demokrasi VS Kediktatoran” (1981), mengemukakan prinsip-prinsip


otoritarian atau kediktatoran. Adapun prinsip-prinsip dari sistem politik demokrasi adalah :

1. Pembagian kekuasaan; eksekutif, legislatif, dan yudikatif berada pada badan yang berbeda,

2. Pemerintahan konstitusional,

3. Pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law),

4. Pemilu yang bebas,

5. Partai politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya,

6. Pers yang bebas,

7. Perlindungan HAM,

8. Peradilan yang bebas dan tidak memihak,

9. Kebijakan pemerintah dibuat oleh badan perwakilan politik tanpa paksaan dari lembaga
manapun,

10. Mekanisme politik yang berubah antara kehidupan politik masyarakat dengan kehidupan politik
pemerintah,

11. Penyelesaian secara damai bukan dengan kompromi,

12. Konstitusi/UUD yang demokratis.

13. Pengawasan terhadap administrasi negara,

14. Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu,

15. Prinsip persetujuan.

Sedangkan kebalikan dari prinsip demokrasi adalah prinsip kediktatoran yang berlaku pada sistem
otoriter atau totaliter. Prinsip-prinsip ini dapat disebut sebagai prinsip non-demokrasi :

1. Pemusatan kekuasaan, yaitu legislatif, yudikatif, eksekutif menjadi satu. Ketiga kekuasaan itu
dipegang dan dijalankan oleh satu lembaga.

2. Pemerintahan tidak berdasarkan konstitusi, tetapi dijalankan berdasarkan kekuasaan.


Konstitusinya memeberi kekuasaan yang besar pada negara atau pemerintah.
3. Pembentukan pemerintahan tdk berdasarkan musyawarah, tetapi melalui dekrit.

4. Rule of Law atau prinsip negara kekuasaan yang ditandai dengan supermasi kekuasaan dan
Ketidaksamaan di depan hukum.

5. Pemilu tidak demokartis. Pemilu dijalankan hanya untuk memperkuat keabsahan penguasa atau
pemerintah negara.

6. Terdapat satu partai yaitu partai pemerintah atau ada beberapa partai tetapi ada sebuah partai
yang memonopoli kekuasaan.

7. Manajemen kepemimpinan tertutup dan tidak bertanggungjawab.

8. Tidak mengakui hak minoritas warga negara.

9. Tidak bebas berpendapat, berbicara dan kebebasan pers. Kalaupun ada pers sangat dibatasi.

10. Tidak ada perilindungan HAM, bahkan sering terjadi pelanggaran HAM.

11. Badan peradilan tidak bebas dan bisa diintervensi oleh penguasa.

12. Tidak ada kontrol terhadap administrasi pemerintah dan birokrasi. Birokrasi pemerintah sangat
besar dan menjangkau ke seluruh wilayah kehidupan masyarakat.

13. Penyelesaian perpecahan dengan cara kekerasan dan paksaan.

14. Mekanisme kehidupan politik dan sosial tidak dapat berubah dan bersifat sama.

15. Tidak jaminan terhadap hak-hak dan kebebasan individu dalam batas tertentu, misalnya
kebebasan berbicara, beragama, bebas dari rasa takut.

16. Prinsip dogmatisme dan banyak berlaku doktrin.

7.1.5 Demokrasi Sebagai Sikap Hidup

Perkembangan baru menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk
pemerintahan dan sistem politik, tetapi demokrasi dipahami sebagai sikap hidup atau pandangan hidup
demokratis. Pemerintah atau sistem politik demokrasi tidak datang, tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya. Demokrasi membutuhkan usaha nyata dari setiap warga maupun penyelenggara negara
untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga mendukung pemerintahan atau sistem politik demokrasi.
Perilaku yang mendukung tersebut tentu saja merupakan perilaku yang demokratis.

Perilaku demokratis terkait dengan nilai-nilai demokrasi. Perilaku yang senantiasa bersandar pada nilai-
nilai demokrasi akan membentuk budaya atau kultur demokrasi. Pemerintahan demokratis
membutuhkan kultur demokrasi untuk membuatnya performed (eksis dan tegak). Perilaku demokrasi
ada dalam manusia itu sendiri, baik selaku warga negara maupun pejabat negara.
7.2 Demokratisasi

Disamping kata demokrasi, dikenal juga istilah demokratisasi. Demokratisasi adalah penerapan kaidah-
kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada setiap kegiatan politik kenegaraan. Tujuannya adalah
terbentuknya kehidupan politik yang bercirikan demokrasi. Demokratisasi merujuk pada proses
perubahan menuju pada sistem pemerintahan yang lebih demokratis.

Demokratisasi melalui beberapa tahapan, yaitu :

a. Tahap pertama adalah pergantian dari penguasa nondemokrasi ke penguasa demokrasi;

b. Tahap kedua adalah pembentukan lembaga-lembaga dan tertib politik demokrasi;

c. Tahap ketiga adalah konsolidasi demokrasi

d. Tahap keempat adalah praktik demokrasi sebagai budaya politik bernegara.

Samuel Huntington (2001) menyatakan bahwa proses demokratisasi melalui tiga tahapan, yaitu
pengakhiran rezim nondemokratis, pengukuhan rezim demokratis, dan pengkonsolidasian sistem yang
demokratis.

Demokratisasi juga berarti proses menegakkan nilai-nilai demokrasi sehingga sistem politik demokratis
dapat terbentuk secara bertahap. Nilai-nilai demokrasi dianggap baik dan positif bagi setiap warga.
Setiap warga menginginkan tegaknya demokrasi di negaranya. Nilai atau kultur demokrasi penting untuk
tegaknya demokrasi disuatu negara.

7.2.1 Nilai (Kultur) Demokrasi

Henry B. Mayo dalam Miriam Budiarjo (1990) menyebutkan adanya delapan nilai demokrasi, yaitu :

1. Menyelesaikan pertikaian secara damai,

2. Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam masyarakat,

3. Pergantian penguasa dengan teratur,

4. Penggunaan paksaan sedikit mungkin,

5. Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman,

6. Menegakkan keadilan,

7. Memajukan ilmu pengetahuan,


8. Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan.

Zamroni (2001) menyebutkan adanya kultur atau nilai demokrasi antara lain :

1. Toleransi,

2. Kebebasan mengemukakan pendapat,

3. Menghormati perbedaan pendapat,

4. Memahami keanekaragaman dalam masyarakat,

5. Terbuka dan komunikasi,

6. Menjunjung nilai kemanusiaan,

7. Percaya diri,

8. Tidak menggantungkan pada orang lain,

9. Saling menghargai,

10. Kebersamaan, dan

11. Keseimbangan.

Nurcholis Madjid dalam tim ICCE UIN Jakarta (2003) menyatakan adanya 7 (tujuh) norma atau
pandangan hidup demokratis, sebagai berikut:

1. Kesadaran akan pluralism.

2. Prinsip musyawarah.

3. Adanya pertimbangan moral.

4. Pemufakatan yang jujur dan adil.

5. Pemenuhan segi-segi ekonomi.

6. Kerjasama antarwarga.

7. Pandangan hidup demokrasi sebagai unsure yang menyatu dengan sistem pendidikan.
Nilai-nilai demokrasi merupakan nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan yang
demokratis. Nilai-nilai tersebut antara lain: kebebasan (berpendapat,berkelompok, berpartisipasi),
menghormati orang/kelompok lain, kesetaraan, kerja sama, persaingan, dan kepercayaan (Asykuri Ibn
Chamim dkk, 2003).

Nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi seperti yang diungkapkan di atas menjadi sikap dan budaya
demokrasi yang perlu dimiliki warga negara. Nilai-nilai demokrasi merupakan nilai yang diperlukan untuk
mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai yang dikembangkan dan dibiasakan dalam
kehidupan warga akan menjadi budaya demokrasi.

Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Demokrasi perlu ditanamkan dan diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.

Demokrasi yang semula merupakan bentuk pemerintahan dan sistem politik berkembang sebagai suatu
pandangan atau budaya hidup, yaitu pandangan hidup demokratis. Pendapat bahwa demokrasi sudah
merupakan pola kehidupan, antara lain :

a. John Dewey dalam Zamroni (2001), demokrasi adalah pandangan hidup, yang mencerminkan
dari perlunya partisipasi dari warga negara dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan
bersama.

b. Padmo Wahyono dalam Alfian Dan Oetojo Usman (1990), demokrasi adalah pola kehidupan
berkelompok yang sesuai dengan keinginan dan pandangan hidup oarng-orang yang berkeompok
tersebut.

c. Tim UIN Jakarta (2003), demokrasi sebagai pandangan hidup dalam sendi kehidupan bernegara,
baik oleh rakyat maupun pemerintah.

7.2.2 Lembaga (Struktur) Demokrasi

Disamping adanya nilai-nilai demokrasi, untuk terwujudnya sistem politik demokrasi dibutuhkan
lembaga-lembaga demokrasi yang menopang sistem politik tersebut. Menurut Miriam Budiarjo (1997),
untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan lembaga-lembaga, antara lain :

a. Pemerintahan yang bertanggung jawab.

b. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan dan kepentingan dalam masyarakat
yang dipilih melalui Pemilu yang bebas dan rahasia. Dewan ini melakukan pengawasan terhadap
pemerintah.
c. Suatu organisasi politik yang mencakup lebih dari satu partai (sistem dwipartai, multipartai).
Partai menyelenggarakan hubungan yang kontinu dengan masyarakat.

d. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat.

e. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak asasi manusia dan mempertahankan keadilan.

Dengan demikian untuk berhasilnya demokrasi dalam suatu negara terdapat dua hal penting sebagai
berikut :

a. Tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai demokrasi yang menjadi sikap dan pola hidup
masyarakat dan penyelenggara negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Terbentuk dan berjalannya lembaga-lembaga demokrasi dalam sistem politik dan


pemerintahan.

Dua hal penting itu (nilai kultur dan lembaga/struktur demokrasi) saling berkaitan dan saling
menentukan. Nilai-nilai demokrasi yang telah tumbuh dalam kehidupan masyarakat harus disalurkan ke
dalam lembaga-lembaga demokrasi agar terwujud sistem pemerintahan yang demokratis. Adanya
lembaga-lembaga demokrasi juga didasari oleh nilai demokrasi. Suatu negara yang telah memiliki
lembaga-lembaga demokrasi tetapi masyarakatnya masih jauh dari sikap dan sifat demokratis maka
lembaga-lembaga itu tidak mampu berjalan dengan baik.

Pengalaman demokratisasi di negara-negara Barat menunjukkan bahwa pembentukan lembaga


demokrasi didahului dengan berkembangnya nilai-nilai demokrasi di masyarakatnya. Melalui proses
yang berlangsung lama, masyarakat Barat dengan didasari nilai demokrasi, kemudian membangun
lembaga-lembaga demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Jadi, suatu negara dikatakan negara demokrasi apabila memenuhi dua kriteria, yaitu :

a) Pemerintahan demokrasi yang berwujud pada adanya institusi (struktur) demokrasi;

b) Masyarakat demokratis yang berwujud pada adanya budaya (kultur) demokrasi.

Dapat disimpulkan, bahwa demokrasi tidak hanya memerlukan institusi, hukum, ataupun lembaga-
lembaga negara lainnya. Demokrasi sejati memerlukan sikap dan perilaku hidup demokratis
masyarakatnya. Demokrasi ternyata memerlukan syarat hidupnya, yaitu warga negara yang memiliki
dan menegakkan nilai-nilai demokrasi. Kondisi ini membutuhkan waktu lama, berat, dan sulit. Oleh
karena itu, secara substantif berdimensi jangka panjang untuk mewujudkan masyarakat demokratis,
maka Pendidikan demokrasi mutlak diperlukan yang dimuatkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
7.2.3 Ciri-Ciri Demokratisasi

Menurut Maswadi Rauf (1997), Demokratisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berlangsung secara evolusioner

Demokratisasi berlangsung dalam waktu yang lama. Berjalan secara perlahan, bertahap, dan bagian
demi bagian. Mengembangkan nilai demokrasi dan membentuk lembaga-lembaga demokrasi tidak
dapat dilakukan dengan cepat.

2. Proses perubahan secara persuasif bukan koersif

Demokratisasi dilakukan bukan dengan paksaan, kekerasan, atau tekanan. Proses menuju demokrasi
dilakukan dengan musyawarah dengan melibatkan setiap warga negara. Perbedaan pandangan
diselesaikan dengan baik tanpa kekerasan. Sikap pemaksaan, pembakaran, dan perusakan bukanlah
cara-cara yang demokratis.

3. Proses yang tidak pernah selesai

Demokratisasi merupakan proses yang berlangsung terus-menerus. Demokrasi adalah suatu yang ideal
yang sulit untuk dicapai. Negara yang benar-benar demokrasi tidak ada, tetapi negara sedapat mungkin
mendekati kriteria demokrasi. Bahkan bisa jadi suatu negara demokrasi dapat jatuh menjadi otoriter.

7.3 Penerapan Demokrrasi di Indonesia

7.3.1 Demokrasi Pancasila

Ideologi yang berkembang di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah
ideologi nasional, yaitu nilai yang dianggap baik, sesuai, adil dan menguntungkan bangsa. Sebagai
ideologi Nasional, Pancasila berfungsi sebagai :

a. Cita-cita masyarakat yang menjadi pedoman dalam membuat dan menilai keputusan politik.

b. Alat pemersatu masyarakat yang mampu menjadi sumber nilai bagi penyelesaian konflik yang
terjadi.
Nilai-nilai dari setiap sila pada Pancasila, sesuai dengan ajaran demokrasi bukan ajaran yang lain. Jadi,
Pancasila sangat cocok untuk menjadi dasar dan mendukung demokrasi di Indonesia. Nilai-nilai luhur
Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan pilar-pilar demokrasi modern.

Nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila tersebut adalah :

1. Kedaulatan rakyat

Hal ini berdasarkan bunyi pada pembukaan UUD 1945 alinea IV, yaitu “...yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat....”. Kedaulatan rakyat adalah esensi dari
demokrasi.

2. Republik

Hal ini berdasarkan pada pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “... yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia....”. Republik berarti res publica, yaitu negara untuk kepentingan
umum.

3. Negara Berdasarkan hukum

Hal ini berdasarkan pada kalimat “....Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasrkan kemerdekaan perdamaian abadi, dan
keadilan sosial...”. Negara hukum Indonesia menganut hukum arti luas dan materiil.

4. Pemerintahan yang konstitusional

Berdasar pada kalimat “....maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indonesia....”. UUD negara Indonesia 1945 adalah konstitusi negara.

5. Sistem perwakilan

Berdasarkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.

6. Prinsip Musyawarah

Berdasrkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.

7. Prinsip Ketuhanan.

Demokrasi di Indonesia harus dapat dipertanggungjawabkan, kebawah kepada rakyat dan ke atas
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan.

7.3.2 Perkembangan Demokrasi Indonesia


Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut dan setua dengan usia Republik
Indonesia itu sendiri. Lahirnya konsep demokrasi dalam sejarah modern Indonesia dapat ditelusuri pada
sidang-sidang BPUPKI Mei-Juli 1945. Pemikiran mengenai demokrasi telah ada pada para pemimpin
bangsa sebelumnya, namun pada momen tersebut pemikiran mengenai demokrasi semakin mengkristal
dan menjadi wacana publik. Kesamaan pandangan dan konsensus politik dalam sidang BPUPKI bahwa
kenegaraan Indonesia harus berdasarkan kerakyatan/kedaulatan rakyat atau demokrasi. Para
pendiri/the founding fathers bangsa bersepakat bahwa negara Indonesia merdeka haruslah negara
demokrasi.

Namun terdapat perbedaan pandangan mengenai penerapan demokrasi dalam pemerintahan negara.
Pada momen siding itu diperdebatkan apakah hak-hak demokratis warga negara perlu dijamin dalam
undang-undang dasar atau tidak. Pandangan pertama diwakili oleh Soepomo dan Soekarno yang
menentang dimasukannya hak-hak tersebut dalam konstitusi. Pandangan kedua diwakili Moh. Hatta dan
Moh. Yamin yang memandang perlunya pencantuman hak-hak warga dalam undang-undang dasar.

Paradigma kenegaraan Soepomo yang disampaikan pada tanggal 31 Mei 1945 terkenal dengan ide
integralistik bangsa Indonesia. Menurutnya, politik pembangunan negara harus sesuai dengan struktur
sosial masyarakat Indonesia. Bentuk negara harus mengungkapkan semangat kebathinan bangsa
Indonesia yaitu hasrat dan persatuan (Suseno, 1997). Negara merupakan kesatuan integral dengan
masyarakatnya. Individu dan golongan dalam masyarakat menyatu dan mengabdi pada negara. Negara
bersifat mengayomi segenap kepentingan masyarakat. Tidak perlu adanya jaminan hak-hak rakyat oleh
negara karena secara otomatis telah terjamin dalam negara yang integral. Dengan paham ini, ditolak
alam pikiran individualism. Individualisme adalah asing, demokrasi Barat.

Pandangan Hatta mengenai demokrasi dalam tulisannya di tahun 1932 dengan judul Demokrasi Kita,
yang setuju dengan istilah kerakyatan. Hatta menganggap dan percaya bahwa demokrasi/kerakyatan
dan kebangsaan sangat cocok untuk keperluan pergerakan Indonesia di masa dating (Hatta, 1953).
Kerakyatan sama dengan kedaulatan rakyat, namun berbeda dengan kedaulatan individu di negara-
negara Barat. Menurutnya, demokrasi di negara Barat hanya terbatas pada bidang politik, sedangkan
kedaulatan rakyat Indonesia juga memuat bidang sosial dan ekonomi. Masyarakat Indonesia tidak
bersifat individu, tetapi kolektive/rasa bersama dalam bidang politik, sosial, ekonomi. Dengan
pandangan ini, Hatta mengusulkan agar hak-hak warga negara termuat dalam undang-undang dasar
karena merupakan perwjudan dari demokrasi politik. Dengan tercantumnya hak-hak tersebut maka
terhindar dari timbulnya negara kekuasaan.

Pelaksanaan demokrasi tidak lepas dari periodesasi demokrasi yang pernah dan berlaku dalam sejarah
Indonesia. Menurut Miriam Budiarjo (1997) dipandang dari sudut perkembangan sejarah, demokrasi
Indonesia sampai masa Orde Baru dapat dibagi dalam 3 (tiga) masa yaitu :

a. Masa Republik I, yang dinamakan masa demokrasi parlementer.

b. Masa Republik II, yaitu masa demokrasi terpimpin.

c. Masa Republik III, yaitu masa demokrasi Pancasila yang menonjolkan sistem presidensiil.
Dalam sejarah ketatanegaraan Negara Republik Indonesia, perkembangan dan pelaksanaan demokrasi
dapat dibagi dalam beberapa periode :

a) Periode 1945-1959 :

Masa demokrasi parlementer atau demokrasi liberal (1950-1959) dimana peranan parlemen serta
partai-partai sangat menonjol.

b) Periode 1959-1965 :

Masa demokarasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari UUD 1945. Masa ini
ditandai oleh dominasi Presiden, terbatasnya peran partai politik, akibat perkembangan pengaruh
komunis.

c) Periode 1966-1998 :

Masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan
sistem presidensil. Landasan formalnya adalah Pancasila, UUD 1945 dan TAP MPR/MPRS dalam rangka
meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi semasa demokrasi terpimpin.

d) Periode 1999-sekarang

Masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha
mengembalikan perimbangan kekuatan anatar lembaga negara, legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Pada masa reformasi ini, masyarakat memiliki kesempatan yang luas dan bebas untuk melaksanakan
demokrasi di berbagai bidang. Demokrasi saat ini menjadi harapan banyak orang sehingga sering disebut
euforia demokrasi.

Pada masa transisi dan reformasi ini juga banyak terjadi pertentangan, perbedaan pendapat yang kerap
menimbulkan kerusuhan dan konflik antarbangsa sendiri. Tahun 1998-1999 dianggap tahun yang penuh
gejolak dan kerusuhan. Beberapa kasus kerusuhan tersebut antara lain :

a. Kerusuhan di Aceh;

b. Kerusuhan dan pertentangan di wilayah Timor Timur;

c. Konflik Ambon, Maluku, Kalimantan Tengah, dan lain-lain.

Demokrasi yang diperjuangkan di era transisi ternyata membutuhkan pengorbanan dan menimbulkan
kerusuhan dimana-mana. Hal ini tentu saja dapat memperlemah stabilitas politik dan nasional
Indonesia. Dari pengalaman di atas ternyata membangun demokrasi tidak hanya dengan menciptakan
lembag-lembaga demokrasi dan memberi iklim kebebasan, tetapi juga harus ditunjang dengan sikap
hidup demokratis para penyelenggara negara maupun warga negara. Tanpa sikap hidup demokratis dan
berpegang pada nilai-nilai demokrasi maka demokrasi yang diperjuangkan justru mengundang
timbulnya anarki dan kerusuhan.

Setelah pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu 2004, bangsa Indonesia memulai penyelenggaraan
kehidupan ketatanegaraan. Diharapkan penyelenggaraan bernegara secara demokratis dapat dijalankan
sebagai sarana mencapai kesejahteraan dan keadilan rakyat.

7.4 Sistem Politik Demokrasi di Indonesia

7.4.1 Landasan Sistem Politik Demokrasi di Indonesia

Berdasarkan pembagian sistem politik, ada dua perbedaan, yaitu sistem politik demokrasi dan sistem
politik nondemokrasi (Samuel Huntington, 2001). Sistem politik demokrasi didasarkan pada nilai, prinsip,
prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Sistem politik demokrasi diyakini mampu menjamin hak
kebebasan warga negara, membatasi kekuasaan pemerintahan dan memberikan keadilan. Banyak
negara menghendaki sistem politiknya demokrasi.

Indonesia sejak awal berdiri sudah menjadikan demokrasi sebagai pilihan sistem politiknya. Cita-cita
demokrasi sudah menjadi cita-cita para pendiri negara (Frans Magnis Suseno, 1997). Namun
perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut demokrasi, sesuai dengan konteks
zamannya.

Landasan negara Indonesia sebagai negara demokrasi terdapat dalam :

1. Pembukaan UUD 1945 pada alinea IV “....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu UUD Negara RI yang terbentuk dalam suatu susunan Negara RI yang berkedaulatan
rakyat...”.

2. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan
menurut ketentuan UUD.

Isi dan mekanisme sistem politik demokrasi Indonesia dirumuskan pada bagian pasal-pasal UUD 1945,
yang dinyatakan dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan
menurut ketentuan UUD. Pasal ini jelas menerangkan bahwa isi demokrasi Indonesia, baik politik,
ekonomi, dan sosial dijabarkan pada ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945.

7.4.2 Sendi-Sendi Pokok Sistem Politik Demokrasi Indonesia

Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia sebagai berikut :

a. Ide Kedaulatan Rakyat


Bahwa yang berdaulat di negara demokrasi adalah rakyat. Ide ini menjadi gagasan pokok dari demokrasi.
Tercermin pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan
menurut ketentuan UUD”.

b. Negara Berdasar atas Hukum

Negara demokrasi adalah juga negara hukum. Negara Hukum Indonesia menganut hukum dalam arti
materil (luas) untuk mencapai tujuan nasional. Tercermin pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi
“Negara Indonesia adalah negara hukum”.

c. Bentuk Republik

Negara dibentuk untuk memperjuangkan realisasi kepentingan umum (Republika). Negara Indonesia
berbentuk Republik yang memperjuangkan kepentingan umum. Tercermin pada Pasal 1 ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.

d. Pemerintahan berdasarkan konstitusi

Penyelenggaraan pemerintah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan berlandaskan


konstitusi atau Undang-undang Dasar yang demokratis. Tercermin pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945,
bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”.

e. Pemerintahan yang bertanggungjawab

Pemerintah selaku penyelenggara negara merupakan pemerintah yang bertanggung jawab atas segala
tindakannya. Berdasarkan demokrasi Pancasila, pemerintah ke bawah bertanggung jawab kepada rakyat
dan bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.

f. Sistem Perwakilan

Pada dasarnya, pemerintahan menjalakan amanat rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan.


Demokrasi yang dijalankan adalah demokrasi perwakilan atau tidak langsung. Para wakil rakyat dipilih
melalui Pemilu.

g. Sistem Pemerintahan Presidensiil

Presiden adalah penyelenggara negara tertinggi. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala
Pemerintahan.

7.4.3 Mekanisme dalam Sistem Politik Demokrasi Indonesia

Pokok-pokok dalam sistem politik Indonesia sebagai berikut :

a. Merupakan bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Disamping adanya
pemerintah pusat terdapat pemerintah daerah yang memiliki hak otonom.
b. Bentuk pemerintahan Republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensil.

c. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil Presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 5 tahun.

d. Kabinet atau menteri diangkat oleh Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Presiden
tidak betanggung jawab kepada MPR maupun DPR. Disamping kabinet, Presiden dibantu oleh suatu
dewan pertimbangan.

e. Parlemen terdiri dari dua (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil yang dipilih rakyat melaui Pemilu dengan
sistem proporsional terbuka. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui dengan sistem distrik berwakil
banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang
anggotanya juga dipilih melalui Pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi
jalannya pemerintahan.

f. Pemilu diselenggarakan untuk memilih Presiden dan wakil Presiden, anggota DPR, anggota DPD,
anggota DPRD Propinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah.

g. Sistem Multipartai. Banyak sekali partai politik yang bermunculan di Indonesia terlebih setelah
berakhir Orde Baru. Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik. Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai politik.

h. Kekuasaan Yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya yaitu
Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi.

i. Lembaga negara lainnya adalah Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Yudisial, Ombustman,
KPK.

7.4.4 Masa Depan Demokrasi

“Demokrasi bisa ditindas untuk sementara karena kesalahannya sendiri, tetapi setelah ia mengalami
cobaan yang pahit, ia akan muncul dengan penuh keinsafan.” Demikian menurut Muhammad Hatta
(1966) atas keyakinannya, bahwa demokrasi memiliki masa depan dan pasti akan hidup. Dewasa ini
demokrasi telah dijadikan tolak ukur keabsahan politik semua bangsa di dunia. Setiap negara mengakui
diri sebagai negara demokrasi dengan sedapat mungkin menunjukkan atribut-atribut demokrasi yang
dipakai. Dapat dilihat pada penghujung abad ke-20 gelombang paham demokrasi mewabah ke seluruh
dunia.

Demokrastisasi telah menjadi isu global seiring dengan isu hak asasi manusia dan persoalan lingkungan
hidup. Semua berharap akan masa depan demokrasi. Bagi banyak negara berkembang, tuntutan yang
tergesa-gesa dalam melaksanakan demokrasi banyak yang mengalami kegagalan. Praktik politiknya
ternyata menyimpang dan jauh dari cita-cita demokrasi. Proses demokrasi pada pemerintahan transisi
dapat berubah menjadi bencana bagi negara tersebut. Negara maju dan negara demokratis percaya
bahwa menuju demokrasi akan membawa stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bagi bangsa
berkembang. Namun ternyata pengalaman pemerintahan transisi di negara-negara Afrika dan Amerika
Latin menimbulkan konflik dan perang saudara yang berkepanjangan. Oleh karena itu ada lima (5)
kondisi yang diperlukan bagi kelancaran demokratisasi di negara-negara berkembang (David Betham
dan Kevin Boyle, 2000), yaitu :

a. Penguatan struktur ekonomi berbasis keadilan, sehingga terwujud prinsip kesederajatan.

b. Tersedianya kebutuhan dasar bagi kepentingan warga negara, seperti pangan, kesehatan, dan
pendidikan.

c. Kemapanan kesatuan dan identitas nasional sehingga tahan terhadap perbedaan sosial politik
warga negara.

d. Pengetahuan yang luas, berpendidikan, dewasa, sikap toleransi warga negara.

e. Rezim yang terbuka dan bertanggungjawab dalam menggunakan sumber publik.

f. Pengakuan negara-negara demokratis terhadap praktik demokrasi.

Pendapat lain menyatakan, diperlukan 5 (lima) kondisi yang mendukung pembangunan demokrasi yang
stabil (Soerensen, 2003), yaitu :

a. Para pemimpin tidak menggunakan instrument kekerasan, yaitu polisi dan militer untuk meraih
dan mempertahankan kekuasaan.

b. Terdapatnya organisasi masyarakat pluralis yang modern dan dinamis.

c. Potensi konflik dalam pluralism sub-kultural dipertahankan pada level yang masih dapat
ditoleransi.

d. Diantara penduduk, khususnya lapisan aktif, terdapat budaya politik dan sistem keyakinan yang
mendukung ide dan lembaga demokrasi.

e. Dampak dari pengaruh dan kontrol oleh negara asing dapat menghambat atau mendukung
secara positif.

Masa depan demokrasi Indonesia telah mendapat pijakan kuat atas keberhasilan Orde Baru dalam
memajukan pendidikan dan kesehatan warga negara. Tingkat pendidikan yang tinggi semakin banyak
dapat membawa harapan dan memberi basis bagi berkembangnya nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
Harapan lain, kuatnya peranan media massa dalam proses pendidikan politik dan kontrol negara. Kondisi
tersebut cukup berarti bagi berkembangnya nilai-nilai dan tradisi demokrasi, sebagai landasan
berjalannya lembaga-lembaga demokrasi di tingkat masyarakat maupun negara.
Pelembagaan nilai demokrasi membutuhkan waktu lama sehingga perlu pendidikan demokrasi secara
kontinu. Pembentukan lembaga politik demokratis dapat dilakukan secara terus menerus. Institusi
demokrasi masa Orde Baru dapat sebagai pelengkap, dilanjutkan, dan diberdayakan berdasarkan
fungsinya dalam sistem politik demokratis.

7.4.5 Hubungan Demokrasi dan HAM

Berdasarkan Konteks sejarah, pada dasarnya perjuangan mewujudkan demokrasi juga merupakan
sejarah perjuangan menegakkan hak asasi manusia di dunia. Oleh karena itu, dewasa ini isu mengenai
demokrasi akan selalu berhubungan dengan isu mengenai hak asasi manusia. Demokrasi dan hak asasi
manusia adalah dua isu atau bahkan gerakan global yang tak terelakkan.

Perjuangan menegakkan demokrasi merupakan upaya umat manusia dalam rangka menjamin dan
melindungi hak asasi manusia. Demokrasi diyakini sebagai system politik yang dapat member
penghargaan atas hak dasar manusia dan selanjutnya menjamin perlindungan dan penegakan atas hak-
hak dasar tersebut. Unsur pokok dari demokrasi tiada lain adalah perwujudan dari pengakuan akan hak
asasi manusia.

Demokrasi memiliki dua unsur utama, yaitu kontrol rakyat atas proses pembuatan keputusan politis dan
kesamaan hak-hak/kesetaraan politis dalam menjalankan kendali (Beetham & Boyle, 2000). Dalam
pandangan yang hampir sama, demokrasi mencakup dua konsep pokok yaitu kebebasan/persamaan
(freedom/equality) dan kedaulatan rakyat (People’s sovereignty), (Mawasdi Rauf, 1997). Unsur pokok
dalam pemerintahan demokrasi ada dua, yaitu :

1) Pengakuan atas hak asasi manusia;

2) Partisipasi rakyat dalam pemerintahan.

Kebebasan dan persamaan adalah pondasi demokrasi. Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai
kemajuan dengan memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa adanya pembatasan dari
penguasa. Jadi, bagian tak terpisahkan dari ide kebebasan adalah pembatasan kekuasaan-kekuasaan
penguasa politik. Demokrasi adalah system politik yang melindungi kebebasan warganya sekaligus
memberi tugas pemerintah untuk menjamin kebebasan tersebut. Persamaan merupakan sarana penting
untuk kemajuan setiap orang. Dengan prinsip persamaan, setiap orang dianggap sama, tanpa dibeda-
bedakan dan memperoleh akses dan kesempatan sama untuk mengembangkan diri sesuai dengan
potensinya. Adanya kebebasan dan persamaan adalah karena adanya pengakuan atas hak asasi
manusia.

Uraian di atas semakin menguatkan bahwa demokrasi akan senantiasa berhubungan dengan hak asasi
manusia. Adanya isu dan gerakan global demokrasi dan hak asasi manusia pada negara-negara di dunia
berimplikasi sebagai berikut :
1) Keinginan dari masing-masing Negara untuk dikatakan sebagai Negara demokrasi dengan cara
menyusun pemerintahan demokrasi dan meratifikasi berbagai konvensi Internasional tentang hak asasi
manusia.

2) Hak asasi manusia dan demokrasi menjadi semacam persyaratan bagi Negara-negara dalam
menjalin hubungan Internasional maupun dalam hal bantuan Internasional. Dengan dalih pelanggaran
atas demokrasi dan hak asasi manusia, suatu Negara dapat memutus atau menghentikan bantuan
kepada Negara lain.

3) Pelanggaran atas demokrasi dan hak asasi manusia di suatu wilayah sudah bukan lagi
merupakan urusan intern Negara yang bersangkutan. Negara dan organisasi Internasional merasa
berhak untuk menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia di Negara tersebut. Bahkan, suatu Negara
dapat diajukan ke pengadilan Internasional bilamana melakukan penindasan terhadap hak-hak dasar
warga negaranya.

Dalam pelaksanaan demokrasi terdapat 5 (lima) prinsip sebagai berikut :

1. Setiap warga negara berhak mendapatkan hak dan kewajiban yang sama.

2. Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama.

3. Setiap warga negara berhak mendapatkan pencerahan yang sama.

4. Setiap warga negara berhak mengikuti agenda pemerintahan yang sama.

5. Inclusiveness artinya setiap warga negara harus dewasa dan sehat.

7.5 PENDIDIKAN DEMOKRASI

Sistem politik demokrasi suatu negara berkaitan dengan dua hal yaitu institusi (struktur) demokrasi dan
perilaku (kultur) demokrasi. Menurut analisis Gabriel Almond dan Sidney Verba, bahwa kematangan
budaya politik akan tercapai bila ada keserasian antara struktur dengan kultur, maka membangun
masyarakat demokratis berarti usaha menciptakan keserasian antara struktur yang demokratis dengan
kultur demokratis. Masyarakat demokratis akan terwujud bila di negara tersebut terdapat institusi
demokrasi dan berjalannya perilaku demokrasi.

Institusi atau struktur demokrasi, berarti tersedianya lembaga politik demokrasi di suatu negara.
Dikatakan sebagai Negara demokrasi, berarti didalamnya terdapat lembaga-lembaga politik demokrasi,
yaitu pemerintahan yang terbuka dan bertanggungjawab, parlemen, lembaga pemilu, organisasi politik,
lembaga swadaya masyarakat, dan media massa. Membangun institusi demokrasi berarti menciptakan
dan menegakan lembaga-lembaga politik tersebut dalam negara.

Perilaku atau kultur demokrasi, berarti berlakunya nilai-nilai demokrasi di masyarakat. Masyarakat yang
demokratis adalah masyarakat yang perilaku hidup keseharian dan kenegaraannya dilandasi oleh nilai-
nilai demokrasi. Seperti pendapat Henry B. Mayo, nilai-nilai demokrasi meliputi : damai dan sukarela,
adil, menghargai perbedaan, menghormati kebebasan, memahami keanekaragaman, teratur, paksaan
yang minimal dan memajukan ilmu. Membangun kultur demokrasi berarti menegakkan nilai-nilai
demokrasi pada masyarakat.

Membangun kultur demokrasi lebih sulit daripada membangun struktur demokrasi. Indonesia secara
struktur sebagai negara demokrasi dengan adanya lembaga-lembaga politik demokrasi. Namun
demokrasi sekarang ini cenderung pada sikap kebebasan yang liar, kekerasan, bentrokan fisik, konflik
antar ras dan agama, brutalitas, ancaman bom, teror, rasa tidak aman, dan sebagainya. Hal ini karena
kultur demokrasi belum tegak di masyarakat. Hal yang terjadi bahwa negara telah memiliki institusi
demokrasi sedangkan masyarakat belum sepenuhnya berperilaku demokratis. Institusi demokrasi yang
tidak didukung perilaku demokratis amat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi.

Demokrasi sejati memerlukan sikap dan perilaku hidup demokratis masyarakatnya. Demokrasi
memerlukan syarat hidup, yaitu warga negara memiliki dan menegakkan nilai-nilai demokrasi. Kondisi
ini membutuhkan waktu lama, berat, dan sulit. Oleh karena itu, secara substantif berdimensi jangka
panjang untuk mewujudkan masyarakat demokratis, maka pendidikan demokrasi mutlak diperlukan.
Pendidikan demokrasi adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agara diterima dan dijalankan oleh warga
negara. Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat berperilaku dan bertindak
demokratis, melalui aktivitas ditanamkan pada generasi muda dengan pengetahuan, kesadaran dan
nilai-nilai demokrasi. Pengetahuan dan kesadaran akan nilai demokrasi meliputi tiga (3) hal, Pertama,
kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat,
demokrasi adalah pilihan terbaik diantara yang buruk tentang pola hidup bernegara. Kedua, demokrasi
adalah sebuah proses pembelajaran yang lama dan tidak sekedar meniru dari masyarakat lain. Ketiga,
kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentrasformasikan nilai-nilai demokrasi pada
masyarakat (Zamroni, 2001).

Pendidikan demokrasi akan menghasilkan masyarakat yang mendukung sistem politik yang demokratis.
Sistem politik demokrasi hanya akan langgeng apabila didukung oleh masyarakat demokratis, yaitu
masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi serta berpartisipasi aktif mendukung
kelangsungan pemerintahan demokrasi di negaranya. Oleh karena itu setiap pemerintahan demokrasi
akan melaksanakan sosialisasi nilai-nilai demokrasi kepada generasi muda. Kelangsungan pemerintah
demokrasi bersandar pada pengetahuan dan kesadaran demokrasi warga negaranya. Warga negara
yang berpendidikan dan memiliki kesadaran politik tinggi sangat diharapkan oleh negara demokrasi. Hal
ini bertolak belakang dengan negara otoriter atau diktator yang takut dan merasa terancam oleh
warganya yang berpendidikan.

Sosialisasi nilai-nilai demokrasi dilakukan secara terencana, terprogram, terorganisasi secara baik
melalui khususnya pendidikan formal. Sekolah berperan penting dalam melaksanakan pendidikan
demokrasi kepada generasi muda. Sistem persekolahan berperan penting untuk kelangsungan sistem
politik demokrasi melalui penanaman pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi.
Pendidikan demokrasi di sekolah berisi kurikulum pendidikan demokrasi. Pendidikan demokrasi dapat
diintegrasikan ke dalam berbagai bidang studi yang lain. Pendidikan untuk menjadikan warga negara
yang demokratis dan bertanggungjawab adalah pendidikan demokrasi. Sekarang ini banyak kalangan
menghendaki Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah maupun mata kuliah di
perguruan tinggi yang mengemban misi sebagai pendidikan demokrasi. Secara teoritis, pendidikan
kewarganegaraan adalah ciri dari pemerintahan yang demokratis. Organisasi ahli hukum Internasional
dalam konferensinya di Bangkok 1965 mengemukakan bahwa syarat dasar untuk terselenggaranya
pemerintah yang demokratis ialah (Miriam Budiarjo,1977) :

a. Perlindungan konstitusional, artinya konstitusi menjamin hak individu, menetukan cara untuk
memperoleh perlindungan atas hak yang dijamin;

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;

c. Pemilihan umum yang bebas;

d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;

e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;

f. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).

Namun berdasarkan praktik pendidikan selama ini, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia ternyata
tidak hanya mengemban misi sebagai pendidikan demokrasi. Pendidikan Kewarganegaraan mengemban
misi, sebagai berikut :

a. Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) bertugas membina dan mengembangkan


pengetahuan dan kemampuan peserta didik berkenaan dengan peranan, tugas, hak, kewajiban, dan
tanggungjawab sebagai warga negara dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Misalnya pendidikan
kewarganegaraan dimunculkan dalam pelajaran Civics (kurikulum 1957/1962), Pendidikan
Kemasyarakatan yang merupakan Integrasi Sejarah, Ilmu Bumi, dan Kewarganegaraan (kurikulum 1964),
Pendidikan Kewargaan Negara yang merupakan perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civics
(kurikulum1968/1969) dan PPKn (1994).

b. Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan karakter, bertugas membina dan
mengembangkan nilai-nilai bangsa yang dianggap baik sehingga terbentuk warga negara yang
berkarakter baik. Contoh : Pendidikan Kewarganegaraan dimuatkan dalam pelajaran PMP (1975/1984),
pelajaran PPKn (kurikulum 1994). Di perguruan tinggi diberikan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Filsafat Pancasila.

c. Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan bela negara bertugas membentuk peserta


didik agar menjaga kelangsungan negara dari berbagai ancaman. Contoh, diberikannya mata kuliah
Kewiraan di perguruan tinggi.
d. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi (politik), mengemban tugas
menyiapkan peserta didik menjadi warga negara yang demokratis untuk mendukung tegaknya
demokrasi negara. Dengan pendidikan kewarganegaraan, aka nada sosialisasi, diseminasi dan
penyebarluasan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.

Selama ini, pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi masih kurang mendapatkan
porsi dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Oleh karena itu, kita harus sepakat bahwa
pendidikan demokrasi itu penting bagi tumbuhnya civic culture bagi keberhasilan, pengembangan, dan
pemeliharaan pemerintahan demokrasi sesuai rumusan Civitas Internasional 1995 maka pendidikan
kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi mutlak untuk dijalankan dan diperluas di Indonesia.

Materi Pendidikan demokrasi perlu ditekankan pada empat hal agar benar berfungsi, yaitu asal usul
sejarah demokrasi dan perkembangan demokrasi, sejarah demokrasi di Indonesia, jiwa demokrasi
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan masa depan demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai