Anda di halaman 1dari 48

SKENARIO

TELINGA SAKIT
Seorang anak usia 3 tahun pilek batuk dan demam sudah 3 hari yang lalu. Kelulahan
telinganya kanan sakit, mengeluarkan sedikit cairan seperti air susu dan bercampur sedikit
warna merah seperti darah. Lalu dibawa ibunya ke UGD. Setelah liang telinga dibersihkan,
diperiksa gendang telinga tampak merah dan mengeluarkan cairan. Ibu pasien bertanya pada
dokter, apakah penyakit anaknya bisa sembuh.

1
KATA SULIT

Gendang telinga: Membrane timpani yang menerima gelombang suara.

PERTANYAAN

1. Apakah sakitnya bisa dikedua telinga?


2. Mengapa telinga pasien bisa sakit?
3. Apakah ada hubungan pilek, batuk, dan demam dengan sakit telinga?
4. Apakah ada hubungan usia dengan penyakit pasien?
5. Mengapa telinga pasien mengeluarkan cairan seperti susu?
6. Apakah diagnosisnya?
7. Bagaian telinga manakah yang mengalami gangguan?
8. Apakah pasien bisa sembuh? Tatalaksananya apa ?
9. Bagaimana cara mencegah penyakit tersebut?
10. Apakah pada kasus ini pasien masih bisa mendengar?

JAWABAN

1. Bisa, kalo tuba eustachii sebelahnya terkena infeksi juga.


2. Menyebabkan inflamasi pada telinga.
3. Pilek, batuk, dan demam yang belum sembuh menyebabkan infeksi ascenden
melewati tuba eustachii dan menyebabkan infeksi pada telinga.
4. Anak – anak memilik tuba esutachii yang pendek, datar, dan sempit. Tuba
eustachii anak – anak dekat dengan nasofaring sehingga mudah terkena
infeksi.
5. Jenis bakteri yang menyebabkan pengeluaran pus yang khas dan adanya
kerusakan membran timpani.
6. Otitis media akut.
7. Membran timpani.
8. Etiologi (pilek dan batuk) diobati terlebih dahulu, telinganya diobati dengan
antibiotik dan antiinflamasi.
9. Etiologi harus diobati, menjaga kebersihan telinga, dan meningkatkan daya
tahan tubuh.
10. Infeksi yang supuratif masih bisa mendengar.

2
HIPOTESIS

Otitis media akut disebabkan oleh ISPA yang ascenden melewati tuba eustachii,
sehingga menyebabkan infeksi telinga pada anak karena tuba esutachii yang belum
sempurna. Penyakit ini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, dapat diobati dengan pemberian antibiotik, antiinflamasi dan dicegah
dengan ISPA yang diobati dan menjaga kebersihan telinga. Penyaki ini dapat sembuh
apabila diobati sampai tuntas.

3
SASARAN BELAJAR

LI 1 Memahami dan menjelaskan Anatomi Telinga


LO 1.1 Makroskopis
LO 1.2 Mikroskopis

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut


LO 3.1 Definisi
LO 3.2 Etiologi
LO 3.3 Epidemiologi
LO 3.4 Klasifikasi
LO 3.5 Patofisiologi
LO 3.6 Manifestasi Klinis
LO 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO 3.8 Tatalaksana
LO 3.9 Komplikasi
LO 3.10 Prognosis
LO 3.11 Pencegahan dan Deteksi dini

LI 4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan Telinga dan Pendengaran


Sesuai Tuntunan Islam

4
LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI TELINGA

LO 1.1 MAKROSKOPIS

Telinga dapat dibagi menjadi telinga luar, tengah dan dalam.

 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari pinna atau aurikula yaitu daun kartilago yang menangkap
gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal (meatus), suatu
lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5cm yang merentang dari aurikula sampai
membran timpani. (Sloane, 2003)
Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian
luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Pada dua pertiga bagian dalamnya hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen.
(Soepardi, 2007)

5
 Telinga Tengah

Terletak di rongga berisi udara dalam bagian dalam bagian petrosus tulang temporal.
Batas-batas telinga tengah adalah sebagai berikut :
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani merupakan perbatasan
telinga tengah, berbentuk kerucut dan dilapisi kulit pada permukaan eksternal dan
membran mukosa permukaan internal. Membran ini memisahkan telinga luar dan telinga
tengah dan memiliki tegangan, ukuran dan ketebalan yang sesuai untuk menggetarkan
gelombang bunyi secara mekanis. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Sharpnell)
sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).

Tulang pendengaran di telinga tengah terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang
saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong
yang berhubungan dengan koklea. Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran
timpani ke fenestra vestibulii yang memisahkan telinga tengah dari telinga dalam.

6
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah. Tuba yang biasanya tertutup dapat terbuka saat
menguap, menelan atau mengunyah. Saluran ini berfungsi untuk menyeimbangkan
tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.

 Telinga Dalam
Berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah.
Telinga tengah terdiri dari dua bagian :
 Labirin tulang (ossea)
Merupakan ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang menyerupai cairan
serebrospinalis. Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi
menjadi tiga bagian :

7
1. Vestibula
- Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan venestra cochleae,
yang berhubungan dengan telinga tengah.
- Membran melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.

2. Saluran Semisirkularis
- Menonjol dari bagian posterior vestibula.
- Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal di
setiap sudut kanannya.
- Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua
saluran di atas.
- Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya.
- Skala vestibuli berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
- Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s membrane)
sedangkan skala media adalah membran basalis.
- Pada membran basalis terdapat organ corti.
- Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria.
- Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti
yang membentuk organ corti.

8
3. Koklea
- Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
- Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.
- Koklea mengandung reseptor pendengaran.

 Labirin membranosa
Merupakan serangkaian tuba berongga dan kantong yang terletak dalam labirin
tulang dan mengikuti kontur labirin tersebut. Bagian ini mengandung endolimfe,
cairan yang menyerupai cairan intraseluler.

9
1. Labirin membranosa dalam regia vestibula merupakan lokasi awal dua kantong,
utrikulus dan sakulus yang dihubungkan dengan duktus endolimfe sempit dan
pendek.
2. Duktus semisirkuler yang berisi endolimfe terletak dalam saluran semisirkular
pada labirin tulang yang mengandung perilimfe.
3. Setiap duktus semisirkuler, utrikulus dan sakulus mengandung reseptor untuk
ekuilibrium statis dan ekuilibrium dinamis.
4. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkuler sedangkan sakulus terhubung
dengan duktus koklear dalam koklea.

Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a.labirintin) yang bersal
dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a.basillaris. Setelah masuk meatus
akustikus internus dibagi menjadi 3 :
1. a. vestibularis anterior memperdarahi : Makula utrikuli, macula sakuli, Krista
ampularis, dan canalis semicircularis superior dan lateralis.
2. a. vestibulokoklearis memperdarahi : Makula sakuli, canalis semicircularis posterior,
dan inferior dari utrikulus.
3. a. koklearis memperdarahi : modiolus (organ corti, skala vestibuli, dan skala tympani)
Aliran vena pada telinga melalui 3 jalur :
1. Vena auditori interna
2. Vena akuaduktus koklearis
3. Vena akuaduktus vestibularis

Persarafan
N. vestibularis mengembang membentuk ganglion vestibulare. Cabang-cabang saraf
kemudian menembus ujung lateral meatus acusticus internus dan masuk ke dalam
labyrinthus membranaceus, untuk memasok utriculus, sacculus, dan ampullae ductus
semicircularis.
N. cochlearis bercabang-cabang, masuk ke foramina pada basis modiolus. Ganglion
sensoris saraf ini berbentuk ganglion spiral memanjang, terletak dalam canalis yang
mengelilingi modiolus, pada basis lamina spiralis. Cabang-cabang perifer saraf ini
berjalan dari ganglion ke organ corti.
M. Tensor tympani depersarafi oleh n.trigeminus berfungsi secara reflex meredam
getaran malleus lebih menegangkan membrana tympani.
M. Stapedius dipersyarafi dari n.facialis, yang terletak di belakang pyramis. Fungsi
adalah reflex meredam getaran stapes dengan menarik collumnya.

10
LO 1.2 MIKROSKOPIS

A. Telinga Luar
 Auricula
Suatu lempeng tulang rawan elastic yang kuning dengan ketebalan 0,5-1 mm, diliputi
suatu perikondrium yang banyak mengandung serat-serat elastic. Seluruh permukaannya
diliputi kulit tipis dengan lapisan subkutis yang sangat tipis. Ditemukan rambut, kelenjar
sebasea, dan kelenjar keringat.
 Meatus akustikus eksternus
Pada potongan melintang saluran ini bentuknya oval dan liangnya tetap terbuka karena
dindingnya kaku. Sepertiga bagian luar mempunyai dinding tulang rawan elastic yang
meneruskan diri menjadi tulang rawan aurikula, dan dua pertiga bagian dalam berdinding
tulang. Saluran ini dilapisi oleh kulit tipis tanpa jaringan subkutis.
Dalam liang telinga luar ditemukan serumen, suatu materi berwarna coklat, seperti lilin.
Serumen merupakan bagian gabungan sekret kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, yang
merupakan modifikasi dari kelenjar keringat yang besar, berjalan spiral dan salurannya
bermuara langsung ke permukaan kulit bersama kelenjar sebasea ke leher folikel rambut.
 Membran timpani
Membran timpani mempunyai sumbu tengah dua lapisan jaringan ikat, lapisan luar
mempunyai serat yang berjalan radial dan lapisan dalam seratnya berjalan sirkular.
Permukan luarnya dilapisi kulit yang sangat tipis dan permukaan dalamnya dilapisi epitel
yang kuboid. Bagian atas membran tak mengandung serat-serat kolagen dan disebut
bagian flasida.

B. Telinga Tengah
 Rongga Timpani
Epitel yang melapisi rongga timpani adalah epitel selapis gepeng atau kubis rendah, akan
tetapi di bagian anterior pada celah tuba auditiva, epitelnya selapis silindris bersilia.
Lamina propia tipis dan menyatu dengan periosteum.
Ketiga tulang pendengaran terdiri dari tulang kompakta tanpa rongga sumsum. Antara
ketiga tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes) terdapat dua sendi synovial.
Periosteum yang tipis menyatu dengan lamina propia tipis dibawah lapisan epitel selapis
gepeng.
 Tuba Eustachius
Menghubungkan timpani dengan nasofaarings, sepertiga posterior mempunyai dinding
tulang dan bagian dua pertiga anterior mempunyai dinding tulang rawan. Lumennya
gepeng, lapisan epitel bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel
goblet dekat farings. Lamina propia dengan farings mengadung kelenjar seromukosa.

C. Telinga Dalam
 Labyrinth Ossea
* Vestibulum
Merupakan ruangan yang berbentuk oval, letaknya sebelah medial dari cavum timpani.
Di sebelah posterior terdapat tiga buah cabalis semicicularis yang ujung-ujungnya
berhubungan dengan vestibulum. Di sebelah anteromedial berhubungan dengan cochlea.

* Canalis Semicircularis
Terdiri dari lateral, anterior, dan posterior. Setiap saluran mempunyai pelebaran yang
disebut ampulla. Sebuah krista ditemukan dalam setiap ampulla. Tiap krista terletak
menyilang sumbu panjang saluran dan dibentuk oleh sel-sel penyokong dan sel rambut.

11
* Cochlea
Disebut demikian karena bentunya seperti rumah siput atau keong. Poros yang dikitari
terdiri dari tulang yang berbentuk kerucut yang disebut modiolus. Di dalam modiolus
terdapat ganglion spiralis yang berjalan seperti spiral mengikuti canal cochlea. Dendrit
sel-sel bipolar ganglion spiralis membentuk sinaps dengan sel-sel rambut organ corti dan
neurit-neuritnya membentuk n.cochlearis.
Cochlea dibagi menjadi tiga buah saluran oleh lamina spiralis dan membrana vestibularis
(membrana reiisner) yaitu scala vestibuli, scala media, dan scala timpani.

 Labyrinth Membranosa
Didalam labirin tulang terdapat labirin membranosa, suatu system yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengadung endolimf. Bentuk
labirin membranosa serupa dengan labirin tulang, hanya saja vestibulum tidak hanya satu
sisi melainkan dua buah ruangan dan saluran-saluran penghubung.

Labyrinth vestibularis
* Utrikulus dan Sakulus
Mempunyai dinding dengan lapisan jaringan ikat halus yang mengandung sejumlah
fibroblast dan melanosit. Pada dinding lateral utriculus terdapat penebalan horizontal
berbentuk oval yang disebut macula. Pada dinding medial sakulus terdapat penebalan
vertikal yang disebut macula sakuli.
* Ductus semicircularis membranosa ketiga ujung pangkalnya melebar dan bergabung
disebut ampulla membranosa. Dasar ampulla membranosa datar dan atapnya hemisferis.
Pada dasar masing-masing ampulla membranosa terdapat crista ampullaris.
Makula dan crista ampullaris merupakan daerah khusus yang mengandung sel-sel reseptor
sensoris untuk keseimbangan. Di atas crista ampullaris terdapat bangunan berbentuk
kubah, dengan konsistensi seperti agar yang terdiri dari glycosaminoglycan disebut
cupula. Sel-sel rambut crista ampullasris terbenam di dalam cupula. Di atas macula
terdapat pula bangunan berbentuk membran yang tebalnya kurang lebih 22 mikron berupa
massa seperti gelatin yang kaya akan senyawa glycosaminoglycans. Di dalam membran
terdapat benda-benda kristal terdiri dari campuran protein dan kalsium karbonat disebut
otolith dan membrana ini disebut sebagai membrana otoith.

12
Crista ampularis (kiri), Makula (kanan)

Labyrinth Cochlearis
Dibentuk oleh ductus cochlearis membranosa (scala media) yang berbentuk spiral,
terdapat di sepanjang dinding lateral rumah siput di dalam cochlea. Potongan melintang
ductus cochlearis membranosa menyerupai segitiga dan dapat disebut menyerupai atap,
dinding luar (lateral), dan lantai. Atap memisahkan ductus cochlearis membranosa dari
scala vestibuli, berbentuk suatu membrana tipis disebut membrana vestibularis
(membrana Reissner). Suatu lembaran jaringtan ikat tipis, diliputi pada permukaan atas
atau permukaan vestibularnya oleh pelapis perilimf yaitu epitel selapis gepeng yang
terdiri dari sel-sel mesenkim.
Dinding luar dibentuk oleh stria vaskularis dan prominentia spiralis. Keduanya
melekat pada ligamentum spiralis. Lantai ductus membatasi ruangan scala media dengan
scala timpani, dibentuk oleh ujung perifer lamina spiralis ossea dan membrana basilaris.
Permukaaan bawah yang menghadap skala timpani diliputi oleh jaringan ikat fibrosa
mengandung pembuluh darah dan sel mesotel. Pada permukaannya terdapat struktur
khusus sensoris pendengaran yaitu organ corti. Ductus cochlearis membranosa ini berisi
cairan endolimf.

Koklea (potongan vertikal)

13
* Organ Corti
Terdiri dari sel penyokong dan sel rambut. Sel penyokong merupakan sel silindris
tinggi. Dalam organ corti terdapat suatu terowongan yang berjalan sepanjang koklea,
penampangnya segitiga dan dibatasi pada bagian basalnya yang membran basilaris dan
medial dan lateral oleh sel tiang dalam dan luar. Sel tiang dalam adalah sel berbentuk
kerucut yang ramping dan bagian basal yang lebar mengandung inti. Sel tiang luar lebih
panjang dibandingkan sel tiang dalam. Jumlah sel tiang dalam lebih banyak daripada
yang sel tiang luar.
Sel falangs luar dan sel falangs dalam, terletak pada membrana basal berdampingan
dengan sel-sel tiang. Sel-sel ini lebih kecil. Sel batas dalam dan sel batas luar (sel
hensen). Disebelah leteral sel hensen di atas membrana basilaris terdapat kelompok sel-
sel terdiri dari satu sampai dua lapis yaitu sel Claudius berupa sel silindri, dan sel
Boettcher berupa sel polyhedral. Kedua sel ini adalah sel penyokong juga namun tidak
termasuk organ corti.
Sel rambut bentuknya piriformis, dengan inti terletak dalam bagian basis yang lebar
dengan suatu “leher” apical yang ramping, mengandung 50-60 rambut stereosilia.
Permukaan organ corti diliputi oleh suatu membran pita materi gelatinosa yang disebut
membran tektoria.

Organ Corti

14
LI 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang


suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah
nertekanan tinggi karena komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara yang
berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan
molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu menghasilkan pola gangguan molekul
udara seperti itu adalah sumber suara.

Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya
air. Namun, perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien,
diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara
karena resistensi terhadap perubahan cairan yang lebih besar.

Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan,
kepekakan, loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).

o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi
getaran , semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang
suara dengan frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka
terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang
bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang
pendengaran, semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan
dinyatan dalam desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan
dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar –ambang pendengaran-.
Karena hubungan yang bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan
kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu
frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar.

Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara
menjadi getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi
cairan. Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan
ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan
kompensai terhadap berkurangnya energi suara terjadi secara alamiah sewaktu
gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga
liar dan telinga tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus
auditorius eksternus (saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga).
Pinna, suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang

15
suara dan menyalurkannya ke slauran telinga luar. Karena bentuknya, daun
telinga secra parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah
belakang, dan dengan demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara
datang dari arah depan atau belakang.
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau
kiri ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai
telinga yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada
gelombang tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat
sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih jauh, krena kepala berfungsi sebagai
sawar suara yang secara parsial mengganggu perambatan gelombang suara.
Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-
rambut halus. Kulit yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar
keringat termodifikasi yang menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu
sekersi lengket yang menangkap partikel-partikel asing yang halus. Rambut halus
dan serumen tersebut membantu mencegah partikel-partikel dari udara masuk ke
bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat menumpuk atau mencederai
membrana timpani dan menggangu pendengaran.
Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga
tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang
suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang
telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan
frekuensi gelombang suara.
Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar
membrana dapat bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian
luar gendang telinga terpajan ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui
saluran telinga. Bagian dalam gendang telinga yang berhadapan dengan rongga
telinga tengah juga terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba eustachius
(auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke faring. Tuba eustakius dalam
keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan gerakan menguap,
mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan tekanan udara di
dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer, sehingga
tekanan di kedua sisi membran setara.
Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya
sewaktu pesawat lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan
menimbulkan nyeri karena tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di
telinga tengah tidak berubah. Membuka tuba eustakius dengan menguap
memungkinkan tekanan di kedua sisi membrana timpani seimbang, sehingga
menghilangkan distorsi tekanan dan gendang telinga kembali ke posisinya
semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-kadang menyebar melalui
tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga
tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran suara
melintasi telinga tengah.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke
cairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang

16
terdiri dari tiga tulang yang dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan
stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama maleus melekat
ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes melekat ke jendela oval, pintu
masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai
respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak
dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari
membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran
yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga
dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula.
Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan
dengan sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara
untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran
timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningktan
tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela oval
(tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendnegaran
menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-
sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat dari
gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini
cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai
respons terhadap suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani
menegang dan pergerakan tulang-tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan
pergerakan struktur-struktur telinga tengah ini menghilangkan transmisi
gelombang suara keras ke telinga dalam untuk melindungi perangkat sensorik
yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif lambat,
timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan demekian,
refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang
berkepankangan, bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya
suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat
ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan
jendela oval menonjol ke dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di
kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen
bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke
luar ke dalam rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan.
Ketika stapes beregerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga
tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela

17
bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara,
tetapi hanay menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil “jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan
melalui membrana vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan
kemudian melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat
gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar masuk
bergantian.
Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan
melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke
bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ
corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik
turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel
reseptor terbeanam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner,
rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu
membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan
sluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara
bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan
hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui
sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf
auditorius(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris
bergerak ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka,
yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serta aferen. Sebaliknya,
kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut
mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu
membrana basilaris bergerak ke bawah).

Gambar 9. Transmisi gelombang suara

18
Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi
gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan
maju mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-
rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian)
saluran di sel reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di
reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentykan potensial
aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan
menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang


bergetar, diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo
getaran. Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi
gelombang suara yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana
basilaris, yang menyempit dan kaku di ujung helikotremanya.

Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara


maksimum pada frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan
getaran puncak di titik-titik tertentu sepanjang membrana. Ujung sempit paling
dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung
lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada
rendah. Nada-nada antara berada di sepanjang membrana basilaris dari frekuensi
tinggi ke rendah.

Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada

Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut


keluar dari koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan
korteks pendengaran melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus
genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan pendangaran
untuk kewaspadaan. Talamus menyortir dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak
seperti jalur penglihatan, sinyal pendengaran dari kedua telinga dislaurkan ke
kedua lobus temporalis karena serat-sertanya bersilangan secara parsial di batang
otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran tidak mengganggu pendengaran
di kedua telinga.

Fungsi akustik
Meskipun banyak yang menyatakan bahwa telinga luar tidak berperan secara
signifikan dalam pendengaran, beberapa literatur menyatakan bahwa struktur telinga
luar membantu dalam proses pendengaran ini. Pada manusia, terdapat amplifikasi dari
lapangan luar menuju gendang telinga dari sekitar 5 hingga 20 dB pada kisaran
frekuensi 1.5 – 7 kHz.
Mekanisme peningkatan ini dinyatakan dipengaruhi dua mekanisme yaitu resonansi
dari konkha sekitar 5 kHz dan resonansi dari kanalis eksterna sekitar 2.5 kHz. Pada
frekuensi yang lebih tinggi, sekitar 6 kHz, bentuk dari fungsi transfer ini berubah

19
secara sistematis sesuai dengan perubahan lokasi asal suara, baik vertikal maupun
horizontal, terutama untuk frekuensi di atas 6 kHz.
Telinga luar berperan sebagai suatu antena akustik. Pinna (bersama dengan
kepala) memfokuskan gelombang suara, konka dan kanalis eksterna sebagai
resonator. Baik level tekanan suara maupun fase dari gelombang akustik berganti saat
menjalar dari sebuah ruang menuju gendang telinga melewati telinga luar. Perubahan
ini bervariasi dalam hal frekuensi suara maupun setiap arah dari gelombang suara
yang datang tersebut. Dapat dituliskan dalam kurva berikut ini.

Gambar 5. Contoh. Amplitudo dan fase gelombang berubah (fungsi transfer) dari
nada murni, output (merah) versus input (biru). Sinyal ini diperkuat dua kali lipat = 6
dB; dalam hal ini fase-nya digeser menjadi – p/2 (sudut 90 derajat, atau seperempat
lingkaran penuh).

Pengaruh dari pinna (p) dan kanalis eksterna (c) pada amplitudo sinyal saat mencapai
gendang telinga (kasus: 45 derajat pada bidang horizontal). Pada 3000 Hx, amplifikasi
akhir (t) adalah 20 db (10 kali lipat).

20
Gambar 6. Acoustic amplification of the external ear
 
Telinga luar berfungsi sebagai amplifier langsung dari suara. Dinyatakan bahwa
struktur yang kompleks dari pinna dan kanalis eksterna merupakan komponen
signifikan bagi seseorang untuk dapat mengenali dan melokalisasi sumber suara pada
suatu ruangan.

Gambar 7. Telinga luar dan lokalisasi suara

Fungsi non-akustik
Fungsi proteksi dari telinga luar ini sangat tergantung dari struktur
anatomisnya. Kedalaman dari kanalis akustikus eksterna serta bentuk dan dindingnya
memberikan proteksi dari membrana timpani serta telinga tengah di belakangnya dari
trauma secara langsung. Kanalisnya sendiri memiliki fungsi ‘self-cleaning’ yang akan
selalu melindungi jalan suara bersih dari debris.
Dua pertiga bagian dalam dari kanalis eksterna dilapisi oleh epitel skuamosa
yang sangat spesial karena tidak mengandung folikel rambut dan tidak
berdeskuamisasi. Kulit pada bagian ini sangatlah unik, memiliki aktivitas yang
disebut migrasi lateral. Proses ini bermula dari membrana timpani dimana akan
berlanjut sekitar 100 nm per hari. Aktivitas ‘conveyor belt’ ini akan menjaga agar
kanalis tetap bersih, hal ini sangat penting untuk efisiensi dari konduksi udara.
Sepertiga kulit luar dari kanal identik dengan kulit lainnya pada tubuh manusia.

21
Gambar 8. Telinga luar, tengah, dan dalam\

Wax atau serumen dibentuk dari glandula serumen pada bagian luar dari kanalis
eksterna. Wax ini akan menghalangi materi-materi tertentu untuk memasuki telinga
dan juga memiliki permukaan yang berfungsi imunoprotektif. Serumen ini hanya
perlu dibuang/disingkirkan jika sudah sampai menyumbat. Sistem limfatik dari telinga
luar mengalir ke retroaurikluer, parotis, retrofaringeal dan nodul servikal dalam atas,
kelenjar-kelenjar ini dapat membesar dan melunak jika terjadi infeksi atau neoplasma
dari telinga luar.

22
LI 3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN OTITIS MEDIA AKUT

LO 3.1 Definisi OMA


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut ialah
peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan
terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

LO 3.2 Etiologi OMA

Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga
merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering.Kuman penyebab OMA
adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae
(27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%),
Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah
karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba
Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan
efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya
(Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR)
dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat
diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa
hal.
a. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
b. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek
sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
c. Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan
dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa.
Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid
yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu
adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar
ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

23
LO 3.3 Epidemiologi
Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah satu dari berbagai penyakit yang
umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara dengan ekonomi
rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian yang cukup bervariasi pada tiap-
tiap negara. Penyakit ini juga telah menimbulkan beban lain yang cukup berarti,
diantaranya waktu dan biaya. Ramakrishnan menemukan bahwa OMA merupakan
penyakit infeksi yang paling sering terjadi di Amerika Serikat. Salah satu laporan
Center for Disease Control and Prevention (CDC) dalam salah satu programnya yaitu
CDC’s Active Bacterial Core Surveillance (ABCs) di Amerika Serikat tahun 1999
menunjukkan kasus OMA terjadi sebanyak enam juta kasus per tahun. Meropol, dkk
juga mendapati 45-62% indikasi pemberian antibiotik pada anak-anak di Amerika
Serikat disebabkan OMA (Meropol dkk, 2008). Oleh karena pemakaian antibiotik
yang tinggi, beban negara tersebut yang digunakan untuk kasus OMA tergolong
signifikan, melebihi 3,8 triliun dolar setiap tahun. Sementara itu di Kanada, tepatnya
di Quebec, biaya penanganan OMA diperkirakan menghabiskan dana lebih dari
sepuluh juta dolar setiap tahunnya dan tenaga medis menghabiskan waktu kira-kira
4,9 jam untuk keseluruhan penanganan OMA.Faktor usia merupakan salah satu faktor
resiko yang cukup berkaitan dengan terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum
banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian
terjadi karena faktor anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat
usia anak-anak, tuba Eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal
dengan drainase yang minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah
yang membuat kecenderungan terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan
lebih ekstrim dibandingkan usia dewasa. Berdasarkan realita yang ada, Donaldson
menyatakan bahwa anak-anak berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana
frekuensinya akan berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang
usia 18-20 bulan. Pada usia yang lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami
OMA dengan persentase kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia
empat tahun dan awal usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA
menurun dengan signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki
kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode eksaserbasi
akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa yang tidak
pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun mengalami Infeksi
Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya infeksi virus juga
mengalami OMA.

LO 3.4 Klasifikasi

Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.
Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa,
otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar,
2007).

24
LO LO 3.5 Patofisiologi

Patofisiologi OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi


saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada
mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba
Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga
tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan
aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur
proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat
obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan
ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis
media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah
terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah,
kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus
saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan
akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat
meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum
pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses
inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-
tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan
yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya
yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul

25
edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian
besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari
tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor
ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.

26
Stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu :

a. Stadium Oklusi

Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan
negative telinga tengah, akibat absorpsi udara.Membrane timpani kadang tampak normal atau
berwarna keruh pucat.Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.Stadium ini
sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

b. Stadium Hiperemis (stadium pre-supurasi)

Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh membrane
timpani, membrane timpani tampak hiperemis disertai edem.Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

27
c. Stadium Supurasi

Ditandai dengan adanya edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulent di cavum timpani sehingga membrane timpani
tampak menonjol (bulging) kearah liang telinga luar.Pada keadaan ini pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri ditelinga bertambah hebat.Apabila tekanan
nanah di cavum timpani tidak berkurang maka terjadi iskemi akibat tekanan pada kapiler-
kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena vena kecil dan nekrosis mukosa serta
submucosa.Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek
dan berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak dilakukan insisi
membrane timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membrane
timpani akan ruotur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi,
luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture maka lubang tempat
rupture (perforasi) tidak mudah menutup kembali.

d.

d. Stadium Perforasi

Akibat seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan
anak dapat tertidur nyenyak.Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.

28
e. Stadium Resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan
akhirnya kering. Pada stadium ini membrane timpani berangsur normal, perforasi
membrane timpani kembali menutup dan secret purulent tidak ada lagi.Bila daya
tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun
tanpa pengobatan.OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan secret
yang keluar terus menerus atau hilang timbul.OMA dapat menimbulkan gejala sisa
(sequele) berupa otitis media serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa
terjadinya perforasi.

LO 3.6 Manifestasi Klinik OMA

Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.Pada
anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri dalam telinga,
keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya.Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5 deratat celcius (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba
tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan kadang anak memegang telinga yang
sakit. Bila terjadi rupture membrane timpani maka secret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

a. Sakit telinga yang berat dan menetap.


b. Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .
c. Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºC
d. Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
e. Demam
f. Anoreksia
g. Limfadenopati servikal anterior

LO 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding OMA

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.


1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga
3.  Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya s
alah satu di antara tanda berikut:
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun
telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam,

29
sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali
keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA
tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi
dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali
dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop
biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang
anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah
usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan
gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa
pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.
Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.
Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi
Nyeri telinga, demam, rewel + -
Efusi telinga tengah + +
Gendang telinga suram + +/-
Gendang yang menggembung +/- -
Gerakan gendang berkurang + +
Berkurangnya pendengaran + +

Tes pendengaran yang dapat dilakukan secara sederhana adalah:


I.     Tes bisik
II.   Tes garpu tala (biasa disingkat TGT)
III. Tes Audiometri

I.     Tes Bisik


A.   Syarat:
-   Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft
board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
-   Penderita (yang diperiksa)
o Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
o Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
o Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
o Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
-   Pemeriksa
o Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
o Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal
penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.

30
B.   Teknik Pemeriksaan
- Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut
pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih
belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita
dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana
penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.

C.   Hasil tes


Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara
kualitatif (jenis ketulian)

KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARAN BISIK
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
Tuli ringan 4m tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak
(frekuensi rendah), seperti huruf m – n
–w

II.      TES GARPU TALA (TGT)


Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1.     Tes batas atas dan batas bawah
2.     Tes Rinne
3.     Tes Weber
4.     Tes Scwabach

1.     TES BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH


-       Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui
hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas normal.
-       Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat dimulai
dari frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya,
dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung
kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan jari/kuku, didengarkan lebih dulu
oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intrensitas bunyi yang
terendah bagi orang normal / nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan pada
penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1 – 2 cm dalam
posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.
-       Interpretasi:
o Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
o Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
o Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)

31
o Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat
mendeteksi pada frekuensi mana penderita tidak mendengar

2.     TES RINNE


-       Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga
penderita.
-       Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada
planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar,
kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih
mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar
disebut Rinne negatif.
-       Interpretasi:
o Normal : Rinne positif
o Tuli konduksi : Rinne negatif
o Tuli sendori neural : Rinne positif

3.     TES WEBER


-       Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
-       Cara:
o Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu,
atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
o Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau
mendengar lebih keras.
o Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut.
Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada
lateralisasi. 

-       Interpretasi:
o Normal : tidak ada lateralisasi
o Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
o Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari
satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
o    Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
o    Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
o    Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
o    Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
o    Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri

4.     TES SCHWABACH


-       Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
-       Cara:

32
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar,
secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih
mendengar maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar,
terdapat dua kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita
dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak
lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka seceptnya
garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar
berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach
penderita memendek.
-       Interpretasi:
o Normal : Schwabach normal
o Tuli konduksi : Schwabach memanjang
o Tuli sensori neural : Schwabach memendek

Contoh Kasus (penulisan hasil tes pendengaran) :


                                                        Kanan                                                     Kiri
Tes bisik                                         5 m                                                          4 m
Tes garpu tala                                Batas bawah naik                                  Batas atas turun
                                                        +  4096                        -
                                                        +  2048                        -
                                                        + 1024                        -
                                                        +  512                          +
                                                        -   256                          +
                                                        -   128                          +

Tes Rinne (R)                                  negatif                                                    positif


Tes Weber (W)                               lateralisasi kanan 
Tes Schwabach (S)                       memanjang                                            memendek

Kesimpulan : Tuli konduksi kanan, tuli perseptif (tuli sensori neural) kiri

III. Tes Audiometri


Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat
ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.

a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi

33
seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan
bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :

1) Audiometri nada murni


Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang
dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500,
1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB).
Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang
ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk
menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang
pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran
tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat
mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia
sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada
muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi
20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran


Kehilangan Klasifikasi
dalam Desibel

0-15 Pendengaran normal


>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada


stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-
beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas.
Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air
kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone
gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran
oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

2) Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan
kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang
telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran.
Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya
disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang
dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur,

34
kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa
pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau
pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui
audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata
yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya.
Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari
tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu
diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar,
sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan
benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan
pendengaran yaitu :

a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang


dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur
atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b. Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi
(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur
atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan
dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan
audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja
pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang


jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak
dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
 ü Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
 ü Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
 ü Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
 ü Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih


memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar
(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga
bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus
pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi
tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu
penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan
konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum
dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak
(ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang
gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.

35
VI. Tes Otoskopia

Tujuan:Memeriksa Meatus Akustikus Externus dan Membran Timpani dengan meneranginya


memakai cahaya lampu.
Alat:
1. Lampu kepala Van Hasselt
(dengan listrik)
2. Otoskop (dengan baterai)
3. Speculum telinga
4.Alat penghisap
5.Hak tajam
6.Pemilin kapas
7.Forsep telinga
8.Balon politzer
9. Semprit telinga

Pelaksanaan
a. cara memakai lampu kepala

 pasang lampu kepala sehingga tabung lampu berada diantara kedua mata
 letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm di depan mata kanan
 mata kiri ditutup
 proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya dan saling
bersinggungan
 diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm

b. cara duduk

 penderita dududk di depan pemeriksa


 lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri pemeriksa
 kepala dipegang dengan ujung jari
 waktu memeriksa telinga yang kontra lateral, hanya posisi kepala penderita yang
diubah
 kaki, lutu penderita dan pemeriksa tetap pada keadaan semula

36
c. cara memegang telinga

 kanan:
aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III,IV,V pada planum mastoid
aurikulum ditarik kea rah posterosuperior untuk meluruskan Meatus Akustikus
Externus

 kiri:
aurikulum dipegang dengan jari I dan II.
Jari III,IV dan V di depan aurikulum. Aurikulum ditarik kea rah posterosuperior

d. cara memegang otoskop

 pilih speculum telinga yang sesuai dengan besar lumen Meatus Akustikus
Externus
 nyalakan lampu otoskop
 masukkan speculum telinga pada MAE
e. cara memilin kapas

 ambil kapas sedikit, letakkan pada pemilin kapas dengan ujung pemilin berada
di dalam tepi kapas
 pilin perlahan-lahan searah dengan jarum jam
 untuk melepasnya, ambil sedikit kapas, putar berlawanan dengan arah jarum
jam

37
LO 3.8 Penatalaksanaan OMA
Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu :

a. Stadium oklusi
Tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius.Sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin
0,5% dalam larutan fidiologik untuk anak < 12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam
larutan fisiolofik untuk anak yang berumur > 12 tahun atau dewasa. Selain itu,
sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotic.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
diberikan antibiotic, obat tetes hidung, dan analgesic. Bila membrane timpani
sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.Antibiotic yang diberikan
ialah penisilin atau eritromisin.Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosoprin.Untuk terapi awal diberikan penisilin
IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.Antibiotic diberikan minimal
selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4×50-100 mg/kgBB, amoksisilin
4×40 mg/kgBB/hari, atau eritromisin 4×40 mg/kgBB/hari.
c. Stadium supurasi
Selain antibiotic, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membrane timpani masih utuh.Selain itu, analgesic juga perlu diberikan agar nyeri
dapat berkurang.
d. Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic yang
adekuat sampai 3 minggu.
e. Stadium resolusi
Biasanya akan tampak secret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan
antibiotic sampai 3 minggu, namun bila masih keluar secret diduga telah terjadi
mastoiditis.

38
Table Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA
Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan
Kurang dari 6 bulan antibiotik Antibiotic
6 bulan sampai 2 tahun antibiotik Antibiotic jika gejala
berat,observasi jika gejala
ringan
2 tahun ke atas Antibiotic jika gejala observasi
berat,observasi jika gejala
ringan

Aturan pemberian obat tetes hidung :

- Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12
tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun
dan orang dewasa.
- Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga
tekanan negatif dalam telinga tengah akan hilang.

Aturan pemberian obat antibiotik :

a. Stadium oklusi
Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media yang
disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa).
b. Stadium hiperemis (pre supurasi)
Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari.Golongan
eritromisin dapat kita gunakan jika terjadi alergi penisilin.Penisilin intramuskuler
(IM) sebagai terapi awal untuk mencapai konsentrasi adekuat dalam darah.Hal ini
untuk mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
dan kekambuhan. Berikan ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4
dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam 3 dosis pada pasien anak.
c. Stadium resolusi
Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi.Tidak
terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga
tengah.Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah kita
berikan antibiotik selama 3 minggu.

Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase
sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat
dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik.

39
Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah
adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah.
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA
seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.
Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap
dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau
timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap
terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan
pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat
komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.
Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti
otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan disbanding dengan
plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA
rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis,
tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah
didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi
jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
Aturan pemberian obat cuci telinga :

- Bahan : Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari.


- Efek : Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan
perforasi membran  timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari.

FARMAKOLOGI

Chloramphenicol

Indikasi:

- Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan


salmonelosis lainnya.
- Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi
meningual), rickettsia,   lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-
negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.-
- KontraIndikasi:
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol.
Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan,
atau untuk mencegah infeksi ringan.

40
- Komposisi:
Tiap kapsul mengandung 250 mg kloramfenikol
- Cara Kerja: Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas
bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya
dengan menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S,
yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida.
Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif, termasuk
Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis,
Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia
pestis, Brucella dan Shigella.
- Dosis:
Dewasa, anak-anak, dan bayi berumur lebih dari 2 minggu :
50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 – 4.
Bayi prematur dan bayi berumur kurang dari 2 minggu :
25 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 4.
Efek Samping:
Diskrasia darah, gangguan saluran pencernaan, reaksi neurotoksik, reaksi
hipersensitif dan sindroma kelabu.
Interaksi Obat:
Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin, fenobarbital,
tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.

Paracetamol

- Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit
gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan
setelah vaksinasi.
- KontraIndikasi:
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat
dehidroganase.tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.
- Jenis: Tablet

Amoxicillin

- Indikasi :
Infeksi oleh bakteri penghasil beta laktamase, termasuk infeksi saluran napas,
otitis media, infeksi saluran kemih-genital dan infeksi abdominal, selulitis, gigitan
bintang, infeksi gigi yang berat, osteomielitis oleh Haemophilus influenza dan
profilaksis bedah.
- Kontraindikasi :Hipersensitivitas terhadap penisilin, jaundice, atau gangguan hati
berhubungan dengan riwayat penisilin atau amoxicillin asam klavulanat.
- Dosis :

41
Dewasa dan anak > 12 tahun : 250 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, digandakan pada
infeksi berat.
Anak < 1 tahun : 20mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi.
Anak 1-6 tahun : 125 mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
Anak 6-12 tahun : 250mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
- Cara kerja obat :
Amoxicillina merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas anti
bakteri spectrum luas yang bersifat bakterisid.Aktivitasnya mirip dengan
ampisilina, efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-
negatif yang pathogen.Bakteri pathogen yang positif terhadap amoxicillin adalah
Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumonia, N. gonorrhoeae, H.
infuenzae, E. coli, dan P. mirabilis.Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies
Shigella dan bakteri penghasil beta-laktamase.
- Efek Samping :
Mual & muntah, diare, ruam (hipersensitivitas), urtikaria, angioedema, anafilaksis,
anemia hemolitik.
- Interaksi Obat :Probenesid memperlambat ekskresi amoxicillin.

LO 3.9 Komplikasi OMA


Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulakn komplikasi.Baru setelah ada
antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK.Bila pengobatan OMA tidak tepat dan adekuat, maka OMA bisa memberikan
komplikasi atau perluasan ke mastoid.Komplikasi OMA menurut Mawson 1978, Youwer
1983 dan Paparella 1988 dapat dibagi menjadi:

A. Komplikasi Intra temporal

a. Otitis media supuratif kronik


Dapat terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang tidak
adekuat, daya tahantubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi. Secara klinis
ada 2 stadium yaoitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada liang telingadan
stadium nonaktif dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.
b. Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid dan
terjadi nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema, mastoidkapsul akan
terisi sel peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Dan infeksi dapat
melanjut menembus tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal.Pada
beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik dimana
didapat retensi pus di dalam selule mastoid yang disebut sebagai mastoid reservoir
dengan gejala utama otore profus.
Klinis : panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran bertambah,
sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.

42
c. Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik.Walau
demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.
d. Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan terjadi
penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada kelainan
kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis : gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung menjadi
berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan ini akan
sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh.
e. Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan dari
petrositis atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan
rotundum.Peradangan ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi
sirkularis.Klinis : mual, tumpah, vertigo dan kurang pendengaran tipe sensorineural.
f. Ketulian
g. Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung  6 minggu.Sekret mukoid yang
kental dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan
perleketan tulang pendengaran dengan dinding cavum timpani.

B. Komplikasi Intrakranial
a. Abses extradural
terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali tegmen
timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum, adn
celulae mastoid.Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil yang
terdapat pada mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis, dan
labirin.Klinis : otalgia, sakit kepala, tampak lemah.
b. Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan
arachnoid.Penyebaran kuman melalui pembuluh darah.Klinis : sakit kepala,
rangsang meningeal, kadang – kadang hemiplegi.
c. Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena – vena daerah
mastoid dan vena – vena kecil sekitar duramater ke substansia alba. Klinis : sakit
kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun, kejang, papil
edema.
d. Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah
ada.Pada anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang
telinga tengah dan fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani
yang tipis.Klinis : tampak sakit, gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala,
rangsang meningeal (+).
e. Otitic Hodrocephalus

43
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis :
sakit kepala terus – menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil
edem.

LO 3.10 Prognosis OMA


Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk
pendengaran dan kesembuhan, khususnya bila dilakukan paasentesis sebelum terjadi
perforasi spontan membran timpani.

LO 3.11 Pencegahan OMA

Beberapa cara untuk mencegah terjadinya otitis media akut perforasi antara lain:

- Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan


menghindari terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak – anak dapat
diberikan imunisasi terhadap2 bakteri yang sering menimbulkan infeksi pada
telinga tengah (Haemophilus influenzae and Streptococcus pneumoniae).
- Jangan mengorek – orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek
membran timpani.
- Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter untuk
meminimalisasi kerusakan telinga yang dapat terjadi.
- Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.
- Lindungi telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan memakai pelindung
telinga jika terdapat suara yang amat keras.
- Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.
- Lindungi telinga anda selama penerbangan.
- Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah
terjadinya perforasi membran timpani selama penerbangan.

Pernyataan WHO (Geneva, 2000) menyebutkan 50% gangguan pendengaran dapat


dicegah (preventable deafness). WHO merekomendasikan tiap negara menurunkan
preventable deafness sampai 50% pada 2010 (Better Hearing, 2010). Melalui program
Sound Hearing 2030, diharapkan pada tahun 2030 setiap penduduk Indonesia
mempunyai hak memiliki derajat kesehatan telinga dan pendengaran optimal/Better
Hearing for All (Purnami, 2009).

Di Indonesia sendiri untuk mendukung program Sound Hearing 2030 dibentuk


Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas
PGPKT) dibentuk oleh Departemen Kesehatan RI yang bertujuan agar masyarakat
umum di seluruh Indonesia berpartisipasi aktif dalam program ini agar apa yang
menjadi tujuan WHO dan pemerintah yaitu menurunkan angka ketulian sebesar 50%
tahun 2015 dan secara maksimal tahun 2030 agar terbentuk manusia Indonesia yang
mempunyai sumber daya dengan kualitas tinggi dapat tercapai (KNPGPKT, n.d.).

44
LI.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENJAGA TELINGA MENURUT
AJARAN ISLAM

Ketahuilah mata kita, Allah ciptakan untuk dapat melihat kebenaran. Telinga kita,
Allah ciptakan untuk dapat mendengarkan kebenaran. Dan akal kita, Allah ciptakan untuk
memikirkan dan memahami penjelasan dari apa yang kita lihat maupun kita dengar.

Apabila seseorang melihat kebenaran dengan matanya, mendengar kebenaran


dengan telinganya, kemudian ia tahu dan paham (dengan menggunakan akalnya) bahwa hal
tersebut adalah kebenaran, akan tetapi hatinya malah mendustakan. Maka pantas kita sebut
orang ini buta, tuli dan bodoh. Sekalipun matanya, telinganya dan akalnya berfungsi tapi
karena hatinya tidak membenarkan apa yang dipersaksikan mata, telinga dan akalnya, maka
sia-sialah fungsi dari ketiga hal tersebut.

Oleh karenanya, orang yang demikian lebih jelek dari pada binatang ternak. Benar,
binatang ternak punya mata, telinga, akal (yang sangat terbatas). Maka tidak salah jika
perbuatan mereka tidak dikontrol. Tapi manusia? mereka memiliki akal yang sempurna untuk
memikirkan, hati untuk memutuskan, mengapa tidak mempergunakannya?! benarlah
firmannya:

َ َ‫أَ ْم تَحْ َسبُ أَ َّن أَ ْكثَ َرهُ ْم يَ ْس َمعُونَ أَوْ يَ ْعقِلُونَ إِ ْن هُ ْم إِاَّل َكاأْل َ ْن َع ِام بَلْ هُ ْم أ‬
‫ضلُّ َسبِياًل‬

“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka* itu mendengar atau memahami.
mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu).” (al-furqaan: 44)

*yaitu orang kafir secara khusus dan orang sesat secara umum, Mengapa?

Allah berfirman:

‫لَهُ ْم قُلُوبٌ اَّل يَ ْفقَهُونَ بِهَا‬

“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (kebenaran)”

ِ ‫َولَهُ ْم أَ ْعي ٌُن اَّل يُب‬


‫ْصرُونَ بِهَا‬

“Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (kebenaran,
dan tanda-tanda kekuasaan allah lainnya),:

‫ان اَّل يَ ْس َمعُونَ بِهَا‬


ٌ ‫َولَهُ ْم آ َذ‬

“Dan mereka mempunyai  telinga  (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan


(kebenaran).”

45
َ ِ‫ضلُّ أُو ٰلَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْالغَافِلُون‬ َ ِ‫أُو ٰلَئ‬
َ َ‫ك َكاأْل َ ْن َع ِام بَلْ هُ ْم أ‬

“Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang-
orang yang lalai.” (al-a’raaf: 179)

dalam ayat lain allah berfirman:

ِ ‫ْص‘ا ُرهُ ْم َواَل أَ ْفئِ‘ َدتُهُم ِّمن َش‘ ْي ٍء ِإ ْذ َك‘‘انُوا يَجْ َح‘ ُدونَ بِآيَ‘‘ا‬
ِ ‫ت هَّللا‬ َ ‫ْصارًا َوأَ ْفئِ َدةً فَ َما أَ ْغن َٰى َع ْنهُ ْم َس‘ ْم ُعهُ ْم َواَل أَب‬
َ ‫َو َج َع ْلنَا لَهُ ْم َس ْمعًا َوأَب‬
َ‫ق بِ ِهم َّما َكانُوا بِ ِه يَ ْستَه ِْزئُون‬
َ ‫َو َحا‬

“Dan kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi
pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka,
karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang
dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya.” (al-ahqaf: 26)

Allah berfirman:

َ ‫َوهَّللا ُ أَ ْخ َر َج ُكم ِّمن بُطُو ِن أُ َّمهَاتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُمونَ َش ْيئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواأْل َ ْب‬
َ‫صا َر َواأْل َ ْفئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬

“Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.” (an-nahl: 78)

Allah berfirman:

َ‫صا َر َواأْل َ ْفئِ َدةَ ۚ قَلِياًل َّما تَ ْش ُكرُون‬


َ ‫َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواأْل َ ْب‬

“Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-nya dan dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur.” (as sajdah: 9)

Allah berfirman:

َ‫ار َواأْل َ ْفئِ َدةَ قَلِياًل َّما تَ ْش ُكرُون‬


َ ‫ص‬َ ‫قُلْ هُ َو الَّ ِذي أَن َشأ َ ُك ْم َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواأْل َ ْب‬

katakanlah: “Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati”. (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (al-mulk: 23)

Janganlah gunakan matamu dalam hal-hal yang baathil (seperti melihat aurat,
membaca buku yang penuh dengan kesesatan, kekufuran dan kebid’ahan), sehingga
menghalangimu untuk melihat kebenaran yang sedemikian terangnya.

Jangan gunakan juga telingamu dalam hal-hal yang baathil (seperti mendengarkan


ghibah, mendengarkan musik, mendengarkan ceramah-ceramah kesesatan, kekufuran,
kesyirikan maupun kebid’ahan). Sehingga menghalangimu untuk mendengarkan kebenaran
yang sedemikian jelasnya.

46
Jangan gunakan akalmu dalam perkara yang baathil, yang mana justru akan
menjadikannya tidak berfungsi lagi. Akan tetapi gunakanlah akalmu untuk memikirkan dan
memahami kebenaran. Janganlah engkau melebihkan akal dari kapasitasnya yaitu
mendahulukannya daripada syari’at, sehingga engkau menjadikan akal sebagai hakim,
sehingga engkau lebih merasa puas dengan ketetapan akalmu, daripada ketetapan allah dan
rasulnya Jangan pula jadikan hawa nafsumu menguasai hatimu, sehingga menjadikan hatimu
menolak kebenaran yang telah jelas bagimu, hingga menyebabkan dirimu pun binasa.
Beruntunglah mereka yang mempergunakan akal, telinga, mata dan hati mereka.

47
DAFTAR PUSTAKA
Eroschencko, Victor P. 2010. Atlas histologi diFiore : dengan Korelasi Fungsional. Jakarta :
EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdf
Soepardi, Efiaty Arsyad. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher, Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Sherwood, Laralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

48

Anda mungkin juga menyukai