BLOK 11 NON-INFEKSI
KELOMPOK 2
Jumiati 1310015097
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi kelompok kecil ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari
diskusi kelompok kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. drg. Sylvia Agustin selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami
dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 1 blok 11 ini.
Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah
dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar
laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian
hari.
Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil
diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Hormat kami,
Tim penyusun
DAFTAR ISI
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Pembahasan
3.2 Saran.......................................................................................................................27
Daftar Pustaka...............................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian
erutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002). Literatur lain menyebutkan
bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma (Mansjoer, 2000). Berdasarkan
definisi-definisi tersebut maka fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya
kontinuitas jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya disebabkan trauma.
Insidensi fraktur dentoalveolar sering terjadi di Indonesia, maka dari itu penting
untuk memahami berbagai hal mengenai fraktur dentoalveoar seperti definisi dari
traumatic injury, etiologi, indidensi, klasifikasi, tanda-tanda klinis,
perawatan/penanggulangan trauma ecara umum, perawatan segera, perawatan fraktur
mahkota/akar gigi, avulsi gigi dan perawatan, alat restorasi semi tetap, penanggulangan
gigi sulung yang terkena trauma, dan macam-macam alat stabilisasi untuk fraktur
mandibula.
1.2 Tujuan
Seorang wanita usia 25 tahun diantar oleh keluarganya ke Unit Gawat Darurat
RSUD. A.Wahab Sjahranie dalam keadaan wajah bengkak dan berdarah, daerah
sekitar mulut mengalami luka abrasi dan terlihat kebiruan. Wanita tersebut
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh dokter di UGD menunjukkan, terdapat fraktur pada gigi anterior RA, bibir
mengalami luka laserasi. Pasien hanya mengeluhkan rasa sakit pada daerah rongga
mulut dn sekitarnya.
a. IDENTIFIKASI ISTILAH
a. Ekskoriasi
a. Luka Bersih.
Luka Sayat Elektif.
Steril Potensial Terinfeksi.
Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,
traktur elementarius, dan traktur genitourinarius.
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
b. luka tembus.
h. Ecchymosis, epistaksis
i. defisit pendengaran.
Palpasi
b. Adanya Krepitasi.
c. Fraktur.
f. Edema.
b) Fraktur Mahkota
d) Fraktur Mahkota-akar
9. Dampak luka laserasi pada pasien merasa nyeri pada saat menutup mulut dan
makan sehingga dapat mengganggu aktivitas mastikasi dan menganggu asupan
nutrisi pasien, menyebabkan pembuluh darah pecah dan terjadi pendarahan yang
akhirnya menyebabkan hematoma dan mengalami memar berwarna kebiruan.
Trauma
Dalam satu penelitian yang dilaku oleh Schwartz, katakan selama masa
remaja, cedera olahraga merupakan kasus yang umum namun pada usia
dewasa, kasus seperti cedera olahraga, kecelakaan sepeda motor,
kecelakaan industri, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan
penyebab potensial trauma. Olahraga yang melibatkan kontak fisik
merupakan penyebab umum fraktur dental, seperti sepakbola dan bola
basket. Olahraga tanpa kontak fisik seperti berkuda terdapat menyebabkan
fraktur dental. Benturan atau trauma, baik berupa pukulan langsung
terhadap gigi atau berupa pukulan tidak langsung terhadap mandibula,
dapat menyebabkan pecahnya tonjolan-tonjolan gigi, terutama gigi-gigi
posterior. Selain itu, tekanan oklusal yang berlebihan terutama terhadap
tumpatan yang luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung oleh dentin dapat
pula menyebabkan fraktur.Keparahan fraktur bisa hanya sekedar retak saja,
pecahnya prosesus, atau sampai lepasnya gigi yang tidak bisa diselamatkan
lagi. Trauma secara langsung kebanyakan mengenai gigi anterior, dan
karena arah pukulan mengenai permukaan labial, garis retakannya
menyebar ke belakang dan biasanya menyebab fraktur horizontal atau
miring. Pada fraktur yang lain, tekanan hampir selalu mengenai permukaan
oklusal, sehingga fraktur pada umumnya vertikal.
Kebiasaan Buruk
Kehilangan bagian email dan dentin gigi umumnya disebabkan oleh kondisi
karies yang meluas. Gigi yang mengalami karies yang meluas akan
mengurang kekuatan gigi untuk menahan daya untuk kegiatan harian
terutama mengunyah yang menyebabkan gigi lebih rentan fraktur. Karies
pada gigi yang meluas pada garis servikal menambah resiko fraktur berjadi.
Suhu Ekstrim
Orang yang mepaparkan email gigi kepada suhu ekstrim seperti makan
makanan panas kemudian minum air es. Perlakuan ini melemahkan email
gigi dan memudahkan terjadi fraktur gigi.
Tambalan
Salah satu kebiasaan yang terjadi fraktur adalah ketika gigi mempunyai
tambalan yang besar. Kekuatan gigi yang rendah disebabkan oleh bahan
tambalan gigi yang tidak sama kuat dibandingkan dengan email atau dentin,
dapat menimbulkan resiko gigi menjadi fraktur.
Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar dan diisikan dengan gutta
perca atau pasak akan mempunyai resiko fraktur yang sangat tinggi
dibandingkan dengan gigi yang asli. Waktu gigi dipreparasi untuk diisi
akan menyebabkan struktur gigi menjadi lemah dan lebih mudah fraktur.
Penggunaan sekrup dan post adalah aspek lain dari fraktur akar gigi karena
efek tolak-menolak (wedging). Post runcing dan berulir lazimnya
menghasilkan kejadian fraktur akar tertinggi, diikuti dengan post meruncing
dan sejajar.
Tanda dan gejala dari fraktur antara lain nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertanbah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme tulang yang menyertai fraktur untuk
meminimalkan gerakan antara fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa), bukan tetap
rigid seperti normalnya.Pergeseran frakmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlahat maupun teraba). Ekstremitas
yang bisa diketaui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat
fraktur. Frakmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 –
5 cm (1 – 2).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derki tulang
yang dinamakan krepitasi/krepitus yang teraba akibat gesekan antara
frakmen satu dengan yang lain.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linier atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain)
- Biasanya bila pulpa tidak terbuka tetapi dentin telah terbuka akan
mengakibatkan hipersensitive terutama akibat rangsangan dingin,
panas, dan manis. Karena kamar pupa besar, tanduk pulpa masih
luas, dan tubulus dentin mengandung banyak jaringan serta cairan
yang rentan terhadap stimuli noksisius (stimulus nyeri)
- Dipengaruhi oleh umur dan tingkat kerusakan pulpa. Kalau sudah
sampai pulpa tanpa stimulus pun sudah sakit. Konstan sakitnya.
- Kalo fraktur masih di email biasanya tidak merasakan sakit apa-apa.
- Rasa sakit tajam pada saat mengunyah atau oklusi merupakan tanda
awal gigi fraktur. Dipertimbangkan juga adanya lesi karies, restorasi
yang rusak, facet pada gigi atau restorasi, inflamasi gusi, kerusakan
tulang, sinus tract dan terlihatnya garis fraktur.Secara klinis fraktur
biasanya terjadi pada ridge marginal dan meluas ke fisure.
Gambaran klinis
Gambar 2. Fraktur terbatas pada email dan dentin dengan hilangnya struktur gigi
Gambar 3. Fraktur yang melibatkan email dan dentin dengan hilangnya
struktur gigi dan eksposur pulpa.
Gambar 4. Fraktur terbatas pada akar gigi yang melibatkan sementum, dentin,
dan pulpa
2.5 GambaranRadiologi
Gambar 8a. Fraktur email ; b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa ; c.
Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa ; d. Fraktur akar.
3. KLASIFIKASI
Ellis dan Davey menyusun klasifikai trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan
dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung.
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar
1. Fraktur mahkota-akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin,
dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa
disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root
fracture) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan
pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks
(uncomplicated crown-root fracture).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa
tanpa melibatkan lapisan email.
a. Fraktur Spontan
a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang
terjadi tidak membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis
retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak biasa mencapai dentin hingga
pulpa.
Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur
dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mengetahui
kondisi gigi yang mengalami fraktur.
Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah
pengikatan gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa
sering terlibat dalam hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular
sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah biasanya
ditahan pada tempatnya oleh serabut periodontal, sehingga retak pada
mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien
seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah ketika
digunakan untuk menggigit.
b. Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari
alveolus apabila terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh
sempurna memiliki resiko patah.
c. Dilaserasi mahkota.
4. Malformasi gigi.
5. Dilaserasi akar.
6. Gangguan pada erupsi.
4. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Email
Yang dimaksud dengan fraktur email disini adalah fraktur tidak mengenai
jaringan gigi yang lebih dalam (dentin maupun pulpa) namun hanya sebatas
email. Perawatan yang dapat diberikan antara lain dengan menghaluskan
bagian email yang kasar akibat fraktur tersebut atau dengan memperbaiki
struktur gigi tersebut.
Fraktur ini mengenai jaringan gigi yang lebih dalam, yaitu telah mengenai
email dan dentin, namun pulpa masih terlindungi. Perawatan yang bisa
dilakukan adalah dengan menggunakan material komposit untuk
mengembalikan struktur.
Fraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan complicated,
karena fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga pulpa.
Perawatannya pun agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua kasus di
atas. Hal lain yang harus diperhatikan saat menangani kasus ini adalah
maturasi gigi, ini penting untuk menentukan apakah apeks gigi sudah
menutup sempurna atau belum karena akan membedakan langkah
perawatan yang akan diberikan.
a. Gigi dengan apeks yang masih terbuka
Lain halnya jika fraktur dengan pulpa terbuka ini terjadi pada gigi sulung.
Ada dua hal yang diindikasikan yakni pencabutan dan pulpotomi. Semua
ini bergantung pada usia pasien, jika setengah bagian apeks sudah resorpsi
maka pencabutan adalah indikasi utama. Namun, jika akar belum
mengalami resorpsi bisa dilakukan perawatan saluran akar dengan pasta
OSE yang bisa diresorpsi, mahkota yang fraktur kemudian bisa direstorasi
menggunakan komposit.
4. Fraktur Akar
Fraktur pada akar tidak selalu memerlukan perawatan saluran akar, hal
terpenting yang harus dilakukan adalah dengan menempatkan kembali
segmen koronal dan distabilkan dengan splint selama kurang lebih 12
minggu. Kemudian pasien diminta datang untuk melakukan pemeriksaan
apakah fraktur sudah membaik serta mengetahui kevitalan pulpa.
Avulsi Gigi dan Perawatan
(1). Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada
soketnya sesegera mungkin.
(2). Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau
bila tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.
(9). Berikan profilaksis tetanus bila gigi yang avulsi telah berkontak dengan
sesuatu.
(1). Perawatan saluran akar dapat dilakukan setelah 7-10 hari kemudian
atau setelah splint dilepas.
(3). Pada gigi dengan foramen apikal yang masih terbuka kemungkinan
akan terjadi revaskularisasi pada pulpa sehingga perawatan saluran akar
hendaknya ditangguhkan.
(4). Apabila pada foto rontgen terlihat tanda-tanda nekrosis pulpa dan
adanya gambaran radiolusen di daerah apikal dengan atau tanpa disertai
resorpsi akar eksternal maka perawatan saluran akar harus segera
dilakukan.
(5). Pada gigi dengan apeks belum tertutup dianjurkan untuk dilakukan
pembuatan foto rontgen setiap 2 minggu sekali sampai terlihat pulpa tidak
nekrosis dan penutupan apeks terjadi.
5. JENIS-JENIS LUKA
KESIMPULAN
Traumatic injury adalah injury yang dapat bersifat fisik (badan) atau emosional
yangdihasilkan oleh luka luka fisik atau mental, atau shock. Traumatic dental injury
ataudental trauma merupakan injury yang terjadi pada mulut, termasuk gigi, bibir,
gusi,lidah, dan tulang rahang. Traumatic Dental Injury terjadi oleh benturan yang
dapatmenyebabkan energi mekanis yang cukup untuk menghasilkan suatu
injuri/luka.Peristiwa TDI terjadi karena aktivitas yang menyebabkan kejadian TDI
seperti
jatuh, benturan, aktivitas fisik diwaktu senggang, kecelakaan lalu lintas, permaian yang
kasar, kekerasan, penggunaan gigi yang tidak sesuai, serta menggigit benda
keras.Insidensi fraktur adalah sekitar 5%, Ellis melaporkan suatu insidensi 4,2%,
danGrundy melaporkan suatu insidensi sebesar 5,1%. Hal itu berarti apabila terdapat
100orang, maka 5 diantaranya mengalami fraktur dentoalveolar. Anak laki-
lakimempunyai sekitar 2 sampai 3 kali lebih banyak gigi yang patah daripada
anak perempuan.Klasifikasi fraktur oleh Ellis terbagi dalam 9 klas, sedangkan WHO
membagi dalamluka jaringan keras gigi dan pulpa, luka terhadap jaringan periodontal,
luka terhadaptulang pendukung, dan luka pada gingival atau mukosa.
DAFTAR PUSTAKA
http://media.unpad.ac.id/thesis/160110/2007/160110070075_2_9049.pdf