Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 11 NON-INFEKSI

MODUL 1 TRAUMA DENTAL DAN MAKSILOFACIAL

KELOMPOK 2

Khemal Ilham Rinaldy 1310015102

Devi Sarfina 1310015105

Jumiati 1310015097

Dini Sylvana 1310015107

Shalahuddin Al Amin 1310015113

Madherisa Paulita 1310015099

Raisa Debrina Commas 1310015111

Suhastianti Shafira Utami 1310015100

Frediyuwana Dharmaswara 1310015114

TUTOR drg. Sylvia Agustin

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi kelompok kecil ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari
diskusi kelompok kecil (DKK) kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada :

1. drg. Sylvia Agustin selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami
dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 1 blok 11 ini.

2. Teman-teman kelompok 2 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya


sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat
menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 2.

3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


khususnya program studi kedokteran gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah kami
gunakan untuk menambah pengetahuan tentang modul kami ini, serta pihak-pihak lain
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah
dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar
laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian
hari.

Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil
diskusi kelompok kecil (DKK) ini.

Samarinda, Maret 2015

Hormat kami,

Tim penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. 2

Daftar Isi ...................................................................................................................... 3

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4

1.2 Tujuan .................................................................................................................... 4

1.3 Manfaat .................................................................................................................. 5

BAB II : Pembahasan

2.1 Step 1 : Identifikasi Istilah Asing ...........................................................................6

2.2 Step 2 : Identifikasi Masalah ..................................................................................6

2.3 Step 3 : Curah Pendapat .........................................................................................7

2.4 Step 4 : Peta Konsep ..............................................................................................9

2.5 Step 5 : Learning Objective ...................................................................................9

2.6 Step 6 : Belajar Mandiri..........................................................................................10

2.7 Step 7 : Sintesis.......................................................................................................10

BAB III : Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................27

3.2 Saran.......................................................................................................................27

Daftar Pustaka...............................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian
erutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002). Literatur lain menyebutkan
bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma (Mansjoer, 2000). Berdasarkan
definisi-definisi tersebut maka fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya
kontinuitas jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya disebabkan trauma.

Insidensi fraktur dentoalveolar sering terjadi di Indonesia, maka dari itu penting
untuk memahami berbagai hal mengenai fraktur dentoalveoar seperti definisi dari
traumatic injury, etiologi, indidensi, klasifikasi, tanda-tanda klinis,
perawatan/penanggulangan trauma ecara umum, perawatan segera, perawatan fraktur
mahkota/akar gigi, avulsi gigi dan perawatan, alat restorasi semi tetap, penanggulangan
gigi sulung yang terkena trauma, dan macam-macam alat stabilisasi untuk fraktur
mandibula.

1.2 Tujuan

Agar mahasiswa dapat mengetahui perbedaan trauma dan fraktur serta


klasifikasi, etiologi, diagnose, gambaran klinis, dan penatalaksanaannya.
BAB 2

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. SKENARIO MODUL

Seorang wanita usia 25 tahun diantar oleh keluarganya ke Unit Gawat Darurat
RSUD. A.Wahab Sjahranie dalam keadaan wajah bengkak dan berdarah, daerah
sekitar mulut mengalami luka abrasi dan terlihat kebiruan. Wanita tersebut
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh dokter di UGD menunjukkan, terdapat fraktur pada gigi anterior RA, bibir
mengalami luka laserasi. Pasien hanya mengeluhkan rasa sakit pada daerah rongga
mulut dn sekitarnya.

2.2. TUJUH LANGKAH PBL BERDASARKAN THE SEVEN JUMPS

a. IDENTIFIKASI ISTILAH

 Luka Abrasi : Luka Lecet yang diakibatkan karena pergesekan


permukaan kulit dengan benda kasar yang terbatas pada epidermis dan
tidak lebih dari lapisan dalam epidermis.
 Fraktur : Terputus atau patahnya kontinuitas struktur jaringan
keras karena trauma pada tulang yang utuh.
 Laserasi : Luka pada kulit karena dipotong atau disobek karena
trauma benda tumpul atau runcing yang mudah menimbulkan infeksi.
 Luka : Rusaknya struktur jaringan lunak karena proses
kerusakan patologis ekstrinstik dan intrinstik yang mengenai organ..
 Bengkak : Merupakan tanda peradangan karena pembesaran atau
protuberansi pada tubuh.
b. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa saja Etiologi dari Trauma ??


2. Sebutkan Jenis dari Trauma ??
3. Bagaimana Gambaran Klinis dariTrauma Dental ??
4. Apa saja Pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien ??
5. Bagaimana cara Penatalaksaan dari Trauma pada pasien ??
6. Mengapa gigi yang fraktur pada skenario hanya terjadi pada rahang atas
pasien ?? Mengapa tidak rahang bawahnya juga ??
7. Apa saja Klasifikasi dari Fraktur Dental ??
8. Sebutkan macam-macam dari luka ??
9. Apa dampak luka laserasi pada bibir pasien ??

2.2.3 ANALISA MASALAH

1. Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai


jaringan keras dan lunak wajah. Penyebab trauma maksilofasial
bervariasi, mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh,
olah raga dan trauma akibat senjata api. Trauma pada wajah sering
mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan, perdarahan,
luka jaringan lunak, hilangnya dukungan terhadap fragmen tulang dan
rasa sakit.

Faktor predispoisi dari trauma maksilo fasial dapat dibagi menjadi


dua, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain
daya tahan untuk timbulnya fraktur, elastisitas, kepadatan tulang, dan
kapasitas absorpsi. Sedangkan faktor ekstrinsik tergantung pada
tekanan, besar dari tekanan, waktu dan arah tekanan.

Kelainan-kelainan atau penyakit tertentu dapat menyebabkan


tulang menjadi rapuh dan dapat menyebabkan fraktur spontan seperti
saat mengunyah ataupun berbicara, misalnya kista atau tumor jinak
pada rahang, osteomyelitis, osteopororsis, osteogenesis imperfekta,
atrofi tulang, metabolic bone disease. Selain itu post normal oklusi,
overjet yang melebihi 4mm, anatomi gigi serta riwayat medis juga
dapat mempengaruhi tulang untuk mudah terjadi fraktur.

2. Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah


dan jaringan sekitarnya. Trauma pada jaringan maksilofasial dapat
mencakup jaringan lunak dan jaringan keras.
i. Trauma Jaringan Lunak Wajah

Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh


karena trauma dari luar.Trauma pada jaringan lunak wajah dapat
diklasifikasikan berdasarkan :

1. Berdasarkan jenis luka dan penyebab

a. Ekskoriasi

b. Luka sayat (vulnus scissum), luka robek(vulnus laceratum) ,


luka tusuk (vulnus punctum)

c. Luka bakar (combustio)

d. Luka tembak (Vulnus Sclopetorum)

2. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan

a. Skin Avulsion & Skin Loss

3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi

a. Luka Bersih.
 Luka Sayat Elektif.
 Steril Potensial Terinfeksi.
 Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,
traktur elementarius, dan traktur genitourinarius.

b. Luka Bersih Tercemar.


 Luka sayat elektif.
 Potensial terinfeksi : Spillage minimal, Flora normal.
 Kontak dengan orofaring, traktus respiratorius, traktur
elementarius, dan traktur genitourinarius.
 Proses penyembuhan lebih lama.
c. Luka Tercemar.
 Potensi terinfeksi Spillage traktur elementarius, dan traktur
genitourinarius dan kandung empedu.
 Luka trauma baru : laserasi,fraktur terbuka dan luka
penetrasi.
d. Luka Kotor.
 Akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.
 Perforasi viscera,abses dan trauma lama.

B. Trauma Jaringan Keras Wajah

1. Berdasarkan Tipe Fraktur

a. Fraktur simple, merupakan fraktur sederhana, liniear yang


tertutup misalnya pada kondilus, koronoideus, korpus dan
mandibula yang tidak bergigi.
b. Fraktur kompoun, merupakan fraktur lebih luas dan terbuka
atau berhubungan dengan jaringan lunak.
c. Fraktur komunisi merupakan benturan langsung terhadap
mandibula dengan objek yang tajam seperti peluru yang
mengakibatkan tulang menjadi bagian bagian yang kecil atau
remuk.
d. Fraktur patologis merupakan keadaan tulang yang lemah oleh
karena adanya penyakit penyakit tulang, seperti
Osteomyelitis, tumor ganas, kista yang besar dan penyakit
tulang sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan.
a. Dibedakan berdasarkan kekhususan.

a. Fraktur blow-out (fraktur tulang dasar orbita).


b. Fraktur Le Fort I, Le Fort II, dan Le Fort III.
c. Fraktur segmental mandibula.

3. Fraktura sepertiga atas muka.

4. Fraktura sepertiga tengah muka.

a. Fraktura hidung (os nasale).


b. Fraktura maksila(os maxilla).
c. Fraktur zigomatikum(os zygomaticum dan arcus
zygomaticus).
d. Fraktur orbital (os orbita).

5. Fraktura sepertiga bawah muka.

a. Fraktura mandibula (os mandibula).


b. Gigi (dens).
c. Tulang alveolus (os alveolaris).

3. Gambaran Klinis Trauma Dental

a. Dislokasi,berupa perubahan posisi yg menyebabkan mal


oklusi terutama pada fraktur mandibula.
b. Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur.
c. Rasa nyeri pada sisi fraktur.
d. Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat
saluran napas.
e. Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat
menentukan lokasi daerah fraktur.
f. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat
pergeseran dari ujung tulang yang fraktur.
g. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan
daerah sekitar fraktur.
h. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat
pembengkakan
i. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila
fraktur terjadi di bawah nervus alveolaris.
j. Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau
ganda, penurunan pergerakan bola mata dan penurunan visus.

4. Pemeriksaan yang harus dilakukan

a. Anamnesa

 Penyebab pasien mengalami trauma :


 Dimana kejadiannya.
 Sudah berapa lama sejak saat kejadian sampai tiba di rumah
sakit.
 Apakah setelah kejadian pasien sadar atau tidak, jika tidak
sadar, berapa lama pasien tidak sadarkan diri.

b. Pemeriksaan fisik

 Inspeksi

Secara sistematis bergerak dari atas ke bawah :

a. Deformitas, memar, abrasi, laserasi, edema.

b. luka tembus.

c. Asimetris atau tidak.

d. Adanya Maloklusi / trismus, pertumbuhan gigi yang abnormal.


e. Otorrhea / Rhinorrhea

f. Telecanthus, Battle's sign, Raccoon's sign.

g. Cedera kelopak mata.

h. Ecchymosis, epistaksis

i. defisit pendengaran.

j. Perhatikan ekspresi wajah untuk rasa nyeri, serta rasa cemas.

 Palpasi

a. Lokasi nyeri dan durasi nyerinya.

b. Adanya Krepitasi.

c. Fraktur.

d. Deformitas, kelainan bentuk.

e. Trismus (tonik kontraksi rahang)

f. Edema.

g. Ketidakstabilan, atau keabnormalan bentuk dan gerakan yang


terbatas.

5. Penatalaksaan Trauma Dental


a. Kelompok perlukaan maksilofasial sekunder pada relative trauma
kecil, misalnya dipukul atau ditendang, dapat di terapi pada
intermediate atau area terapi biasa pada ruang gawat darurat.
b. Kelompok perlukaan maksilofasial berat sekunder kedalam trauma
tumpul berat, misalnya penurunan kondisi secara cepat dari
kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian, harus diterapi di
tempat perawatan kritis pada instalasi gawat darurat
c. Anamnesa
d. Pemeriksaan Intraoral dan Ekstra Oral
e. Pemeriksaan Penunjang dengan menggunakan Rotgen dan CT-
Scan

6. Overjet > 3 mm, overjet yang melebihi dari 3 mm merupakan posisi


dimana insisial gigi insisiv rahang bawah berkontak dengan gigi insisiv
rahang atas pada bagian dekat dengan cervical. Cervical terletak dekat
dengan tulang alveolar, sehingga bila terkena trauma yang terus menerus
dapat mempermudah untuk terjadinya fraktur. Selain itu juga karena pada
cervical komposisi enamelnya lebih sedikit, padahal enamel merupakan
komponen yang paling kuat pada gigi. Bila komposisi enamel sedikit,
maka bagian tersebut lebih rawan untuk terjadi fraktur jika diberi tekanan
terus menerus.

Fraktur yang terjadi pada mandibula dapat terjadi karena pencabutan


gigi impaksi dengan pembedahan yang tidak dilakukan secara hati-hati dan
dikeluarkan secara paksa.
7. Klasifikasi Fraktur Dental menurut WHO
a) Infraksi Mahkota

Fraktur sebagian atau pecahnya enamel tanpa kehilangan substansi


gigi lainnya.

b) Fraktur Mahkota

Fraktur yang mengenai enamel dan dentin tanpa mengenai pulpa.

c) Komplikasi Fraktur Mahkota

Fraktur mahkota yang tidak hanya mengenai enamel dan dentin,


namun juga pulpa.

d) Fraktur Mahkota-akar

Fraktur yang mengenai enamel, dentin dan sementum namun tidak


mengenai pulpa.

e) Komplikasi Fraktur Mahkota-akar

Fraktur yang melibatkan kerusakan enamel, dentin, sementum dan


pulpa.

f) Fraktur Akar , merupakan fraktur yang mengenai dentin, sementum


dan pulpa.
8. Luka sayat (vulnus scissum), luka robek(vulnus laceratum) , luka tusuk (vulnus
punctum), Luka bakar (combustio) dan Luka tembak (Vulnus Sclopetorum).

9. Dampak luka laserasi pada pasien merasa nyeri pada saat menutup mulut dan
makan sehingga dapat mengganggu aktivitas mastikasi dan menganggu asupan
nutrisi pasien, menyebabkan pembuluh darah pecah dan terjadi pendarahan yang
akhirnya menyebabkan hematoma dan mengalami memar berwarna kebiruan.

2.2.4 KERANGKA KONSEP


TRAUMA

Jaringan Keras Jaringan Lunak

Fraktur Dental Luka

a. Etiologi Jenis-Jenis Luka


b. Klasifikasi
c. Gejala Klinis
d. Diagnosa
e. Penatalaksanaan

2.2.5 LEARNING OBJECT

1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang Fraktur Dental yang


terdiri dari : a. Etiologi dari Fraktur Dental

a. Gambaran Klinis yang terjadi pada Fraktur Dental


b. Diagnosa yang harus dilakukan pada Fraktur Dental
c. Klasifikasi dari Fraktur Dental
d. Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada Fraktur Dental

2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami tentang Jenis-jenis Luka.

2.2.6. BELAJAR MANDIRI


2.2.7. SINTESIS
1. ETIOLOGI
Menurut penelitian Peng pada tahun 2007, kebanyakan penyebab fraktur
dental adalah benturan atau trauma terhadap gigi yang menimbulkan
disrupsi atau kerusakan email, dentin, atau keduanya. Disamping itu, faktor
lain yang ditambahkan oleh American Dental Association (ADA) yaitu
kebiasaan buruk, kehilangan sebagian besar struktur gigi, paparan email
gigi terhadap suhu ekstrim, tambalan pada gigi, gigi pasca rawatan
endodontik dan kesalahan dokter gigi.

 Trauma

Dalam satu penelitian yang dilaku oleh Schwartz, katakan selama masa
remaja, cedera olahraga merupakan kasus yang umum namun pada usia
dewasa, kasus seperti cedera olahraga, kecelakaan sepeda motor,
kecelakaan industri, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan
penyebab potensial trauma. Olahraga yang melibatkan kontak fisik
merupakan penyebab umum fraktur dental, seperti sepakbola dan bola
basket. Olahraga tanpa kontak fisik seperti berkuda terdapat menyebabkan
fraktur dental. Benturan atau trauma, baik berupa pukulan langsung
terhadap gigi atau berupa pukulan tidak langsung terhadap mandibula,
dapat menyebabkan pecahnya tonjolan-tonjolan gigi, terutama gigi-gigi
posterior. Selain itu, tekanan oklusal yang berlebihan terutama terhadap
tumpatan yang luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung oleh dentin dapat
pula menyebabkan fraktur.Keparahan fraktur bisa hanya sekedar retak saja,
pecahnya prosesus, atau sampai lepasnya gigi yang tidak bisa diselamatkan
lagi. Trauma secara langsung kebanyakan mengenai gigi anterior, dan
karena arah pukulan mengenai permukaan labial, garis retakannya
menyebar ke belakang dan biasanya menyebab fraktur horizontal atau
miring. Pada fraktur yang lain, tekanan hampir selalu mengenai permukaan
oklusal, sehingga fraktur pada umumnya vertikal.

 Kebiasaan Buruk

Kebiasaan buruk yang sering menjejaskan kualitas gigi. Sebagai contoh,


banyak orang menggunakan gigi mereka sebagai alat pembuka botol dan
kemasan plastik atau mencabut label harga pada baju. Kebiasaan ini dapat
menyebabkan efek traumatis pada gigi, melemahkan tepi gigi bahkan bisa
menyebabkan maloklusi.13 Menggigit pensil atau pulpen juga merupakan
kebiasaan yang paling sering dilakukan oleh banyak orang. Sama halnya
dengan mengunyah es batu, menggigit benda keras bisa menyebabkan
email gigi mengalami penipisan dan fraktur. Apalagi, dilanjut dengan
kebiasaan mengunyah batu es terutama sehabis meminum minuman dingin.
Bentuknya yang keras dan temperatur dingin dari batu es, sebenarnya dapat
mengikis email dan menyebabkan fraktur gigi.

 Kehilangan Sebagian Besar Struktur Gigi

Kehilangan bagian email dan dentin gigi umumnya disebabkan oleh kondisi
karies yang meluas. Gigi yang mengalami karies yang meluas akan
mengurang kekuatan gigi untuk menahan daya untuk kegiatan harian
terutama mengunyah yang menyebabkan gigi lebih rentan fraktur. Karies
pada gigi yang meluas pada garis servikal menambah resiko fraktur berjadi.

 Suhu Ekstrim

Orang yang mepaparkan email gigi kepada suhu ekstrim seperti makan
makanan panas kemudian minum air es. Perlakuan ini melemahkan email
gigi dan memudahkan terjadi fraktur gigi.

 Tambalan

Salah satu kebiasaan yang terjadi fraktur adalah ketika gigi mempunyai
tambalan yang besar. Kekuatan gigi yang rendah disebabkan oleh bahan
tambalan gigi yang tidak sama kuat dibandingkan dengan email atau dentin,
dapat menimbulkan resiko gigi menjadi fraktur.

 Gigi Pasca Rawatan Endodontik


Pelemahan struktur mekanik gigi terjadi waktu akses persiapan rongga,
sedangkan pembersihan dan pembentukan saluran akar meningkatkan
kemungkinan gigi fraktur.

Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar dan diisikan dengan gutta
perca atau pasak akan mempunyai resiko fraktur yang sangat tinggi
dibandingkan dengan gigi yang asli. Waktu gigi dipreparasi untuk diisi
akan menyebabkan struktur gigi menjadi lemah dan lebih mudah fraktur.
Penggunaan sekrup dan post adalah aspek lain dari fraktur akar gigi karena
efek tolak-menolak (wedging). Post runcing dan berulir lazimnya
menghasilkan kejadian fraktur akar tertinggi, diikuti dengan post meruncing
dan sejajar.

 Kesalahan Dokter Gigi

Sebelum melakukan pencabutan gigi, mungkin dokter gagal melakukan


diagnosis yang tepat. Haruslah dokter gigi melakukan anamnesis terhadap
pasien supaya mengetahui riwayat medis pasien dan dapat memberikan
rawatan yang betul. Pemeriksaan radiografi dilakukan supaya diagnosis
lebih tepat.Sikap seseorang dokter juga sangat penting bila memberikan
diagnosis dan rawatan kepada pasien. Dokter harus sabar dan penuh
semangat untuk memberikan rawatan yang terbaik kepada pasien. Keadaan
seperti pemilihan instrumen waktu ekstraksi gigi, tang yang diguna harus
sesuai dengan gigi yang diekstraksi supaya mengurangi kecelakaan waktu
aplikasi daya.

2. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala dari fraktur antara lain nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertanbah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme tulang yang menyertai fraktur untuk
meminimalkan gerakan antara fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa), bukan tetap
rigid seperti normalnya.Pergeseran frakmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlahat maupun teraba). Ekstremitas
yang bisa diketaui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat
fraktur. Frakmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 –
5 cm (1 – 2).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derki tulang
yang dinamakan krepitasi/krepitus yang teraba akibat gesekan antara
frakmen satu dengan yang lain.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linier atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain)
- Biasanya bila pulpa tidak terbuka tetapi dentin telah terbuka akan
mengakibatkan hipersensitive terutama akibat rangsangan dingin,
panas, dan manis. Karena kamar pupa besar, tanduk pulpa masih
luas, dan tubulus dentin mengandung banyak jaringan serta cairan
yang rentan terhadap stimuli noksisius (stimulus nyeri)
- Dipengaruhi oleh umur dan tingkat kerusakan pulpa. Kalau sudah
sampai pulpa tanpa stimulus pun sudah sakit. Konstan sakitnya.
- Kalo fraktur masih di email biasanya tidak merasakan sakit apa-apa.
- Rasa sakit tajam pada saat mengunyah atau oklusi merupakan tanda
awal gigi fraktur. Dipertimbangkan juga adanya lesi karies, restorasi
yang rusak, facet pada gigi atau restorasi, inflamasi gusi, kerusakan
tulang, sinus tract dan terlihatnya garis fraktur.Secara klinis fraktur
biasanya terjadi pada ridge marginal dan meluas ke fisure.
Gambaran klinis

- Biasanya ada luksasi


- Terlihat adanya garis fraktur
- Biasanya gusi inflamasi
- Terjadi diskolorisasi (bila sdh parah) terjadi nekrosis
- Terjadi perforasi radix
- Fraktur terjadi ridge marginal dan meluas ke fissure
Gambar 1. Fraktur terbatas pada email dengan hilangnya struktur gigi.

Gambar 2. Fraktur terbatas pada email dan dentin dengan hilangnya struktur gigi
Gambar 3. Fraktur yang melibatkan email dan dentin dengan hilangnya
struktur gigi dan eksposur pulpa.

Gambar 4. Fraktur terbatas pada akar gigi yang melibatkan sementum, dentin,
dan pulpa

 Foto rontgen penting sebelum membuat diagnosis pada pasien, dan


dari foto tersebut kita dapat melihat batas fraktur sampai mana. Dari
foto tersebut, lokasi yang mengalami fraktur akan muncul gambaran
garis yang radiolusen.

2.5 GambaranRadiologi
Gambar 8a. Fraktur email ; b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa ; c.
Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa ; d. Fraktur akar.

3. KLASIFIKASI

Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat trauma gigi


anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah
klasifikasi menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi yang
direkomendasikan dari World Healt h Organizat ion (WHO) dalam
Application of International Classification of Diseases to Dentistry and
Stomatology.

Ellis dan Davey menyusun klasifikai trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :

Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan


email.

Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan
dentin tetapi belum melibatkan pulpa.

Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan


menyebabkan terbukanya pulpa.
Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital
dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.

Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.

Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung.

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization


(WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to
Dentistry and Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang
meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak
rongga mulut yaitu sebagai berikut :

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa

1. Retak mahkota (enamel infraction), yaitu suatu fraktur yang tidak


sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah
horizontal atau vertikal.

2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture),


yaitu fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown
fracture) yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email
saja.

3. Fraktur email-dent in (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur


pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa
melibatkan pulpa.

4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture), yaitu


fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.

II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar
1. Fraktur mahkota-akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin,
dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa
disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root
fracture) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan
pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks
(uncomplicated crown-root fracture).

2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa
tanpa melibatkan lapisan email.

3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang


melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial
atau lingual dari dinding soket.

4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus


alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.

5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus


mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan
atau tanpa melibatkan soket gigi.

Kerusakan pada jaringan periodontal

III. Kerusakan pada jaringan periodontal

1. Concusion, yaitu trauma yang mengenai ajringan pendukung gigi yang


menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa
adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

2. Subluxation, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi


gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

3. Luksasi ekstrusi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian gigi


ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat
lebih panjang.

4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena


pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini
menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.
Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota
bergerak ke arah palatal.

5. Luksasi intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana


dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi
intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.

6. Laserasi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi ke


luar dari soket.

IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut

1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang


disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka
terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan


benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah
submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan


karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan
yang berdarah atau lecet.

Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung


dan injuri pada mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya
Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan Keras Gigi, secara garis besar
fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai berikut:

a. Fraktur Spontan

Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan


pengunyahan. Pada hal ini elemen-elemen email gigi mengalami atrisi
dan aus karena adanya gesekan pada saat mengunyah. Keadaan ini bisa
menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan lebih sering
terjadi pada gigi molar satu bawah.
b. Fraktur Traumatik

Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat


tiba- tiba. Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah
umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab
fraktur yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau
karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami fraktur, fraktur
traumatrik dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

i. Fraktur Mahkota Fraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang


terjadi pada bagian email

hingga ke bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian


elemen. Dalam hal ini, yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah
jenis fraktur Ellis 1 dan Ellis 2. Fraktur mahkota juga dapat dibagi
menjadi:

a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang
terjadi tidak membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis
retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak biasa mencapai dentin hingga
pulpa.

b. Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi


pada sebagian email, dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi
anterior dan patah pada bagian sudut mesial maupun sudut distal.
Biasanya jenis fraktur ini tidak menimbulkan rasa sakit, namun apabila
fraktur terjadi hingga mencapai dentin, maka rasa sakit akan terasa
terutama pada saat makan maupun karena perubahan suhu. Rasa sakit
pada saat mengunyah juga bisa terjadi karena jaringan periodontal juga
mengalami kerusakan.

c. Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian


besar mahkota dan tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan
mengalami pendarahan kapiler. Rasa sakit biasanya timbul pada saat
mengunyah dan jika terjadi perubahan suhu. Sekitar 4% penderita
fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini.

ii. Fraktur Akar

Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur
dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mengetahui
kondisi gigi yang mengalami fraktur.

a. Fraktur Mahkota Akar

Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah
pengikatan gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa
sering terlibat dalam hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular
sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah biasanya
ditahan pada tempatnya oleh serabut periodontal, sehingga retak pada
mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien
seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah ketika
digunakan untuk menggigit.

b. Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari
alveolus apabila terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh
sempurna memiliki resiko patah.

Andreasen (1981) juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi


berdasarkan gejala pada gambaran klinis, seperti:

a. Perubahan warna email menjadi lebih putih atau kuning hingga


kecokelatan.

b. Perubahan warna email yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih


putih atau kuning hingga kecokelatan.

c. Dilaserasi mahkota.

4. Malformasi gigi.
5. Dilaserasi akar.
6. Gangguan pada erupsi.

4. PENATALAKSANAAN

Perawatan fraktur dental

Fraktur dental dibedakan menurut beberapa klasifikasinya. Klasifikasi


tersebut menjadi salah satu dasar perawatan terhadap fraktur dental,
perawatan tersebut dibagi menjadi :

1. Fraktur Email

Yang dimaksud dengan fraktur email disini adalah fraktur tidak mengenai
jaringan gigi yang lebih dalam (dentin maupun pulpa) namun hanya sebatas
email. Perawatan yang dapat diberikan antara lain dengan menghaluskan
bagian email yang kasar akibat fraktur tersebut atau dengan memperbaiki
struktur gigi tersebut.

2. Fraktur Makhota dengan Pulpa Masih Tertutup

Fraktur ini mengenai jaringan gigi yang lebih dalam, yaitu telah mengenai
email dan dentin, namun pulpa masih terlindungi. Perawatan yang bisa
dilakukan adalah dengan menggunakan material komposit untuk
mengembalikan struktur.

3. Fraktur Mahkota dengan Pulpa Terbuka

Fraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan complicated,
karena fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga pulpa.
Perawatannya pun agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua kasus di
atas. Hal lain yang harus diperhatikan saat menangani kasus ini adalah
maturasi gigi, ini penting untuk menentukan apakah apeks gigi sudah
menutup sempurna atau belum karena akan membedakan langkah
perawatan yang akan diberikan.
a. Gigi dengan apeks yang masih terbuka

Kondisi ini sangat tidak memungkinkan dilakukan pulpektomi, karena


dinding akar masih tipis, vitalitas gigi harus tetap dipertahankan demi
kelangsungan hidup gigi selanjutnya. Hal yang bisa dilakukan pada tahap
ini adalah dengan melakukan pulpotomi dangkal dengan formokresol.

b. Gigi dengan apeks yang sudah menutup sempurna

Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pulpektomi


disertai dengan perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar biasanya
dilakukan jika fraktur yang terjadi sudah mencapai daerah margin ginggiva
dan diperlukan pembuatan mahkota pasak dan inti. Perawatan saluran akar
tentunya akan sangat membantu sebagai tahap persiapan.

Lain halnya jika fraktur dengan pulpa terbuka ini terjadi pada gigi sulung.
Ada dua hal yang diindikasikan yakni pencabutan dan pulpotomi. Semua
ini bergantung pada usia pasien, jika setengah bagian apeks sudah resorpsi
maka pencabutan adalah indikasi utama. Namun, jika akar belum
mengalami resorpsi bisa dilakukan perawatan saluran akar dengan pasta
OSE yang bisa diresorpsi, mahkota yang fraktur kemudian bisa direstorasi
menggunakan komposit.

4. Fraktur Akar

Fraktur pada akar tidak selalu memerlukan perawatan saluran akar, hal
terpenting yang harus dilakukan adalah dengan menempatkan kembali
segmen koronal dan distabilkan dengan splint selama kurang lebih 12
minggu. Kemudian pasien diminta datang untuk melakukan pemeriksaan
apakah fraktur sudah membaik serta mengetahui kevitalan pulpa.
Avulsi Gigi dan Perawatan

Avulsi adalah berpindahnya gigi secara menyeluruh dari soketnya


(Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery)

Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat terjadinya


trauma:

(1). Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada
soketnya sesegera mungkin.

(2). Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau
bila tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.

(3). Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin.

Cara-cara replantasi gigi di ruang praktek:

(1). Lakukan anestesi lokal.

(2). Bilas gigi perlahan-lahan dengan NaCl fisiologis menggunakan


syringe.
(3). Soket diirigasi menggunakan cairan NaCl fisiologis.

(4). Letakkan gigi perlahan-lahan dengan tekanan jari.

(5). Apabila fragmen tulang alveolar menghalangi replantasi maka lepaskan


kembali gigi dan tempatkan pada NaCl fisiologis. Kembalikan tulang pada
posisinya dan ulangi kembali replantasi.

(6). Pembuatan foto rontgen dilakukan untuk memeriksa apakah posisi


sudah benar.

(7). Stabilisasi gigi dengan menggunakan splint.

(8). Berikan antibiotika selama 4-5 hari.

(9). Berikan profilaksis tetanus bila gigi yang avulsi telah berkontak dengan
sesuatu.

(10). Pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin


0,1% sehari 2 kali selama 1 minggu.

(11). Lepaskan splint setelah 1-2 minggu.

(12). Perawatan saluran akar dipertimbangkan bila tampak adanya kelainan


pada pulpa.

Gambar == avulsi gigi

Pertimbangan perawatan saluran akar pada gigi yang mengalami avulsi:

(1). Perawatan saluran akar dapat dilakukan setelah 7-10 hari kemudian
atau setelah splint dilepas.

(2). Saluran akar diisi pasta kalsium hidroksida untuk sementara.

(3). Pada gigi dengan foramen apikal yang masih terbuka kemungkinan
akan terjadi revaskularisasi pada pulpa sehingga perawatan saluran akar
hendaknya ditangguhkan.

(4). Apabila pada foto rontgen terlihat tanda-tanda nekrosis pulpa dan
adanya gambaran radiolusen di daerah apikal dengan atau tanpa disertai
resorpsi akar eksternal maka perawatan saluran akar harus segera
dilakukan.

(5). Pada gigi dengan apeks belum tertutup dianjurkan untuk dilakukan
pembuatan foto rontgen setiap 2 minggu sekali sampai terlihat pulpa tidak
nekrosis dan penutupan apeks terjadi.

5. JENIS-JENIS LUKA

Menurut tipenya luka dibedakan menjadi 4 tipe luka yaitu :


1. Clean Wound/Luka Bersih
  Clean wound atau luka bersih adalah luka yang dibuat oleh karena
tindakan operasi dengan tehnik steril , pada daerah body wall dan non
contaminated deep tissue ( tiroid,
kelenjar, pembuluh darah, otak, tulang).
2. Clean Contaminated Wound
  Merupakan luka yang terjadi karena benda tajam, bersih dan rapi,
lingkungan tidak steril atau operasi yang mengenai daerah small bowel
dan bronchial.
3. Contaminated Wound
   Luka ini tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor, dan operasi
pada saluran terinfeksi (large bowel/rektum, infeksi broncial, infeksi
perkemihan)
4. Infected Wound
  Jenis luka ini diikuti oleh adanya infeksi, kerusakan jaringan, serta
kurangnya vaskularisasi pada jaringan luka.

JENIS LUKA MENURUT PENYEBAB


Tipe luka (vulnus) adalah :
• Vulnus Laceratum (Laserasi)
   Jenis luka ini disebabkan oleh karena
benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata,
perdarahan sedikit, dan meningkatkan resiko infeksi.
• Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
  Penyebab  luka karena kecelakaan atau jatuh  yang menyebabkan lecet
pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang terkena
hanya daerah kulit.
• Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
  Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam
kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam
mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut vulnus
penetrosum(luka tembus).
• Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
  Penyebab : benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup,
akibat dari kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada
pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma) bila kecil
maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur
dapat menyebabkan akibat yang serius
• Vulnus Insivum (Luka Sayat)
  Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum
merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif,
tepi luka tajam dan licin.
• Vulnus  Schlopetorum
   Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka  tampak
kehitam-hitaman, dan bisa tidak teratur.
• Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
   Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi
besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.
• Vulnus Perforatum
   Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka  jebol. Penyebab oleh
karena panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati
selaput serosa/epithel organ jaringan.
• Vulnus Amputatum
  Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat,
gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang
dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi.
• Vulnus Combustion (Luka Bakar)
   Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun  kimia  Jaringan
kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula
– carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia. 
BAB 3

KESIMPULAN

Traumatic injury adalah injury yang dapat bersifat fisik (badan) atau emosional
yangdihasilkan oleh luka luka fisik atau mental, atau shock. Traumatic dental injury
ataudental trauma merupakan injury yang terjadi pada mulut, termasuk gigi, bibir,
gusi,lidah, dan tulang rahang. Traumatic Dental Injury terjadi oleh benturan yang
dapatmenyebabkan energi mekanis yang cukup untuk menghasilkan suatu
injuri/luka.Peristiwa TDI terjadi karena aktivitas yang menyebabkan kejadian TDI
seperti
jatuh, benturan, aktivitas fisik diwaktu senggang, kecelakaan lalu lintas, permaian yang
kasar, kekerasan, penggunaan gigi yang tidak sesuai, serta menggigit benda
keras.Insidensi fraktur adalah sekitar 5%, Ellis melaporkan suatu insidensi 4,2%,
danGrundy melaporkan suatu insidensi sebesar 5,1%. Hal itu berarti apabila terdapat
100orang, maka 5 diantaranya mengalami fraktur dentoalveolar. Anak laki-
lakimempunyai sekitar 2 sampai 3 kali lebih banyak gigi yang patah daripada
anak perempuan.Klasifikasi fraktur oleh Ellis terbagi dalam 9 klas, sedangkan WHO
membagi dalamluka jaringan keras gigi dan pulpa, luka terhadap jaringan periodontal,
luka terhadaptulang pendukung, dan luka pada gingival atau mukosa.
DAFTAR PUSTAKA

Riyanti, Eriesca., Sp.KGA. Penatalaksanaan Trauma Gigi Pada Anak–


pustakaunpad.ac.id

http://media.unpad.ac.id/thesis/160110/2007/160110070075_2_9049.pdf

Anda mungkin juga menyukai