Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

“PERBANDINGAN PERMENKES No.75 DENGAN No.43 TAHUN 2019


TENTANG PUSKESMAS”

DOSEN PEMBIMBING :

YANNURDIN
SKM.M.Sc

OLEH KELOMPOK 1 :

ANNISA AULIA FITRI


AYU PUTRI ANA
BAYU FASHA JOEDISTIRA
GANDY AMRIAN
ISRA HAYATI JHONEL P
NABILA DHIANI PUTRI
SITI MAY SARAH

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TP 2019/2020

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................................

A. Latar belakang.......................................................................................................................

B. Rumusan masalah..................................................................................................................

C. Tujuan masalah .....................................................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN...............................................................................................................................

A. PERBANDINGAN PERKEMKES NO.75 DAN NO.43 TAHUN 2019 TENTANG


PROGRAM PROMKES......................................................................................................

B. SYARAT MINIMAL KETENAGAAN DI PUSKESMAS................................................

BAB III

PENUTUP........................................................................................................................................

A. Kesimpulan..........................................................................................................................

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah Swt. Yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok seminar untuk mata kuliah Hukum dan Perundang-undangan
Kesehatan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan.

Padang, 24 April 2020

Tim penyusun

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur sangat penting bagi kemajuan suatu negara. Setiap
negara berupaya memberikan perhatian utama pada pelayanan kesehatan, mulai dari penyediaan
tenaga kesehatan yang profesional hingga fasilitas kesehatan yang modern. Negara juga
membuat dan memberlakukan peraturan-peraturan di bidang kesehatan (hukum kesehatan)
sebagai pedoman yuridis dalam pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat. Hukum
kesehatan pada pokoknya mengatur tentang hak, kewajiban, fungsi, dan tanggung jawab para
pihak terkait (stakeholders) dalam bidang kesehatan. Hukum kesehatan memberikan kepastian
dan perlindungan hukum kepada pemberi dan penerim jasa layanan kesehatan.

Namun, dalam praktiknya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan,
khususnya dokter, kepada pasien cukup sering menimbulkan masalah hukum dalam hubungan
antara dokter dan pasien. Masalah hukum itu antara lain disebabkan oleh apa yang disebut
dengan malapraktik kedokteran. Dokter, tenaga kesehatan lainnya, dan rumah sakit dituding
telah merugikan pasien akibat kesalahan praktik kedokteran yang dilakukan terhadap pasien.
Maka profesi kedokteran menjadi tersudut. Profesi dokter pun menjadi profesi yang berisiko
hukum karena kesalahan tindakan medisnya dapat menimbulkan gugatan perdata dan/atau
tuntutan pidana. Hal ini menimbulkan kegamangan bagi para dokter dalam menjalankan
profesinya memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.

Hubungan konfliktual antara dokter/rumah sakit dan pasien juga terjadi akibat adanya
keluhan atau kekecewaan secara terbuka oleh pasien terhadap layanan dari dokter/rumah sakit,
terutama pasien yang mengalami kerugian atas layanan kesehatan dari dokter/rumah sakit
tersebut. Keluhan atau kekecewaan pasien ini dianggap oleh dokter/rumah sakit sebagai bentuk
pencemaran nama baik. Hubungan konfliktual ini pun sampai ke hadapan persidangan di
pengadilan. Pihak pasien yang dijatuhi vonis pidana oleh pengadilan kemudian menilai pihak
dokter/rumah sakit telah melakukan kriminalisasi terhadap pasien.

Kondisi faktual seperti di atas, yang berulang terjadi dalam sejumlah kasus, menunjukkan
bahwa baik pihak dokter/rumah sakit maupun pihak pasien sama-sama potensial terjerembab
kedalam masalah hukum. Niat mulia dokter/rumah sakit untuk memberikan layanan kesehatan
kepada pasien yang membutuhkan justru dapat menyeret dokter/rumah sakit ke gugatan perdata
dan/atau tuntutan pidana jika terjadi malapraktik kedokteran. Harapan pasien untuk mendapatkan
layanan kesehatan yang prima dari dokter/rumah sakit juga dapat menyeret pasien ke masalah
hukum jika si pasien mengekspos kekecewaannya atas layanan kesehatan yang diberikan oleh
dokter/rumah sakit.

B. Rumusan Masalah

1. Perbandingan Permenkes no. 75 dengan nomor 43 tahun 2019 tentang program promkes.

2. Syarat minimal ketenagaan dipuskesmaa antara no. 75 dengan no. 43 tahun 2019.

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui perbandingan Permenkes no. 75 dengan no. 43 tahun 2019 tentang program
promkes.

2. Untuk mengetahui dipuskesmas antara Permenkes no. 75 dengan no. 43 tahun 2019.

BAB II

PEMBAHASAN
A. PERBANDINGAN PERMENKES NO.75 DAN NO.43 TAHUN 2019 TENTANG
PROGRAM PROMKES
1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75
TAHUN 2014 TENTANGPUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
Pasal 36

(1) Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan


upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. (2) Upaya kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan.

Pasal 36
(1) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan.
(2) Upaya kesehatan masyarakat esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. pelayanan gizi;
e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
(3) Upaya kesehatan masyarakat esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar
pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan.
(4) Upaya kesehatan masyarakat pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya
yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan,
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan
potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.
(5) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dapat dilakukan oleh
Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

2. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43


TAHUN 2019 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat.
2. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
3. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok,
dan masyarakat.
4. Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
5. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.

Kegiatan Upaya Promosi Kesehatan


B. SYARAT MINIMAL KETENAGAAN DI PUSKESMAS
1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75
TAHUN 2014 TENTANGPUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
Pasal 16
(1) Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga non
kesehatan.
(2) Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan
mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk
dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan
pembagian waktu kerja.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri
atas:
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian.
(4) Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat
mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan
kegiatan operasional lain di Puskesmas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan jumlah minimal Tenaga Kesehatan dan
tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 17
(1) Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak
pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan
memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
(2) Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin
praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43


TAHUN 2019 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
Pasal 17
(1) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) meliputi
dokter dan/atau dokter layanan primer.
(2) Selain dokter dan/atau dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Puskesmas harus memiliki:
a. dokter gigi;
b. Tenaga Kesehatan lainnya;dan
c. tenaga nonkesehatan.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
paling sedikit terdiri atas:
a. perawat;
b. bidan;
c. tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;
d. tenaga sanitasi lingkungan;
e. nutrisionis;
f. tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian;dan
g. ahli teknologi laboratorium medik.
(4) Dalam kondisi tertentu, Puskesmas dapat menambah jenis tenaga kesehatan
lainnya meliputi terapis gigi dan mulut, epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, perekam medis dan informasi kesehatan, dan tenaga kesehatan lain
sesuai dengan kebutuhan.
(5) Dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas untuk
memberikan Pelayanan Kesehatan di wilayah kerjanya.
(6) Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus
mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan
kegiatan operasional lain di Puskesmas.
(7) Dalam hal jumlah dan jenis dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi,
dan Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah
memenuhi kebutuhan ideal, dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi,
dan Tenaga Kesehatan lainnya dapat diberikan tugas lain.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Kesehatan merupakan salah satu unsur sangat penting bagi kemajuan suatu Negara.
Setiap Negara berupaya memberikan perhatian utama pada pelayanan kesehatan,mulai dari
penyediaan tenaga kesehatan yang professional hingga fasilitas kesehatan yang modern. Negara
juga membuat dan memberlakukan peraturan-peraturan di bidang kesehatan (hokum kesehatan)
sebagai pedoman yuridis dalam pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat. Hubungan
konfliktual antara dokter/rumah sakit dan pasien juga terjadi akibat adanya keluhan atau
kekecewaan secara terbuka oleh pasien terhadap layanan dari dokter/rumah sakit,terutama pasien
yang mengalami kerugian atas layanan kesehatan dari dokter/rumah sakit tersebut. Keluhan atau
kekecewaan pasien ini dianggap oleh dokter/rumah sakit sebagai bentuk pencemaran nama baik.
Hubungan konfliktual ini pun sampai ke hadapan persidangan di pengadilan. Pihak pasien yang
dijatuhi vonis pidana oleh pengadilan kemudian menilai pihak dokter/rumah sakit telah
melakukan kriminalisasi terhadap pasien.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.dinkes.kotabogor.go.id/asset/images/web/files/pmk-nomor-43-tahun-2019-tentang-
puskesmas.pdf

http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/permen-kesehatan-nomor-75-tahun-2014-
tentang-pusat-kesehatan-masyarakat.pdf

Anda mungkin juga menyukai