Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENELITIAN

Gambaran Waktu Dispensing Obat di Depo Farmasi

Rawat Jalan Lantai 1 RSUP Fatmawati

Periode Mei 2012

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :

Yusuf Satrio Nugroho

P2.31.39.0.09.060

Jurusan Farmasi

Poltekkes Kemenkes Jakarta II

2012
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Belakangan ini masalah kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi

masyarakat. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, menjadikan masyarakat

semakin mengerti akan kualitas kesehatan. Hal ini menjadikan penyedia jasa

pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit untuk meningkatkan kualitas

pelayanan yang lebih baik, tidak hanya pelayanan yang bersifat penyembuhan

penyakit, tetapi juga mencakup pelayanan yang bersifat pencegahan (preventif)

untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan kepuasan bagi konsumen

selaku pengguna jasa kesehatan[5].

Rumah Sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat

menyelengarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan di Rumah Sakit

tak terlepas dari pelayanan dibagian farmasi yang mengatur semua kebutuhan

obat dan alat kesehatan untuk rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan dari

farmasi juga meliputi sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang utuh dan

berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan

terjangkau bagi semua lapisan masyarakat[7].


Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan suatu bagian / unit / divisi

yang menangani pelayanan farmasi. Oleh karena itu Instalasi Farmasi Rumah

Sakit merupakan salah satu pusat pendapatan dari Rumah Sakit. Besarnya omzet

obat dapat mencapai 50-60% dari anggaran Rumah Sakit[5]. Banyaknya

permintaan obat oleh pasien rawat jalan dan rawat inap dari poli-poli maupun

bagian lain dari Rumah Sakit yang membutuhkan tentunya akan meningkatkan

waktu pelayanan, waktu tunggu pembeli, dan meningkatkan jumlah orang yang

membeli obat. Dampak dari hal tersebut berupa timbulnya antrian yang panjang.

Tentunya dengan antrian yang panjang, lama-kelamaan menyebabkan orang

enggan menebus resep di depo farmasi Rumah Sakit. Padahal depo farmasi

Rumah Sakit mempunyai pengaruh dan kontribusi cukup besar terhadap

Rumah Sakit. Semua hal diatas menuntut pasien dan masyarakat akan

p e n i n g k a t a n mutu pelayanan farmasi, faktor kunci yang perlu diperhatikan

dalam pelayanan pada pasien meliputi: pelayanan yang cepat dan ramah disertai

jaminan tersedianya obat. mutu pelayanan dianggap baik jika memenuhi

kecepatan dan ketepatan pelayanan, yaitu kesesuaian antara resep yang

diserahkan dengan sediaan yang diterima pasien atau keluarganya.

Dalam penelitian Wongkar L (2000) ia menemukan bahwa waktu pelayanan

resep untuk obat jadi di Apotek Kimia Farma Pontianak sebesar 12,05 menit

dan untuk resep racikan sebesar 27,96 menit, serta pelayanan resep rata-rata

tanpa membedakan obat paten dan obat racikan adalah sebesar 17,18 menit.

Dalam penelitian Ritung M (2003) ia mengatakan bahwa waktu pelayanan resep


racikan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSIA Hermina Bekasi adalah 24,14

menit. Peneliti lain, Yulia Y (1996) mengatakan bahwa untuk menyelesaikan satu

lembar resep di Instalasi Farmasi RSU PMI Bogor tanpa membedakan obat jadi

dan racikan adalah sebesar 42,78 menit. Selain itu Widasari E (2009)

mengatakan bahwa rata–rata pelayanan resep untuk obat jadi di Rumah Sakit tugu

ibu tahun 2009 adalah 14,04 menit dan rata–rata pelayanan resep obat jadi adalah

sebesar 27,40 menit. Oleh karena itu, menurut Jeffries S.B dan Greenberg J

(1990), seperti yang dikutip oleh Ritung M (2003), masalah waktu penyediaan

obat adalah masalah kefarmasian yang telah lama terjadi dan sering dialami.

Sehingga dengan perbaikan waktu tunggu yang lebih singkat maka dapat

mempengaruhi citra layanan Rumah Sakit secara langsung[4][6][10][11].

RSUD Fatmawati merupakan Rumah Sakit tipe A yang melayani dan

menampung rujukan dari puskesmas. RSUD Fatmawati merasakan persoalan

yang sama dengan Rumah Sakit lain yaitu persaingan ketat. Persaingan yang

terjadi tidak hanya dari sisi teknologi pemeriksaan, akan tetapi persaingan yang

lebih berat yaitu persaingan dalam pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pihak

Rumah Sakit selaku penyedia jasa dituntut memberikan pelayanan yang lebih

baik disbanding Rumah Sakit lain untuk mencapai kepuasan pasien di Rumah

Sakit. Salah satu aspek yang perlu ditingkatkan adalah aspek pelayanan di bidang

farmasi. Selain itu masalah pengukuran waktu merupakan hal yang harus

dilakukan setiap periode karena menyangkut pelayanan prima dan standart

pelayanan minimal yang harus terpenuhi.


Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis terdorong untuk menganalisis

waktu pelayanan resep pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati

periode M ei 2012 dari mulai penerimaan resep sampai dengan resep

diserahkan kepada pasien atau keluarga pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengangkat rumusan masalah

“Apa saja hal – hal yang mempengaruhi kecepatan pelayanan farmasi di Rumah

Sakit Fatmawati periode mei 2012?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hal – hal yang mempengaruhi kecepatan pelayanan farmasi di

Rumah Sakit Fatmawati periode Mei 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan antara jenis resep terhadap kecepatan pelayanan

farmasi di Rumah Sakit Fatmawati periode Mei 2012.

b. Mengetahui hubungan antara status pasien terhadap kecepatan pelayanan

farmasi di Rumah Sakit Fatmawati periode Mei 2012.

c. Mengetahui hubungan antara spesialis penyakit terhadap kecepatan

pelayanan farmasi di Rumah Sakit Fatmawati periode Mei 2012.


d. Mengetahui hubungan antara jumlah item obat terhadap kecepatan

pelayanan farmasi di Rumah Sakit Fatmawati periode Mei 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk Penulis

1. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

2. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam hal – hal yang

mempengaruhi kecepatan pelayanan farmasi di Rumah Sakit Fatmawati

periode Mei 2012.

1.4.2 Untuk Akademik

1. Sebagai bahan tambahan kepustakaan, khususnya di bidang profil Rumah

Sakit

2. Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

1.4.3 Untuk Rumah Sakit Fatmawati

1. Sebagai bahan evaluasi rutin untuk menjaga mutu dari pelayanan Rumah

Sakit.
Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Dispensing

Dalam buku Siregar C (2003) ia mendefinisikan proses dispensing obat adalah

proses yang mencakup berbagai kegiatan, yang dilakukan oleh seorang apoteker,

mulai dari penerimaan resep / order atau permintaan obat bebas bagi PRT dan

PRJ /ambulatori dengan memastikan penyerahan obat yang tepat pada penderita

tersebut serta kemampuannya mengkonsumsi sendiri dengan baik. Dispensing

termasuk semua kegiatan yang terjadi antara waktu resep / order diterima dan

obat atau suplai lain yang ditulis disampaikan pada penderita[5].

Sedangkan dalam buku yang sama ia menyebutkan proses dispensing yang

baik adalah suatu proses praktik yang memastikan bahwa suatu bentuk yang

efektif dari obat yang benar, dihantarkan pada penderita yang benar, dalam dosis

dan kuantitas tertulis, dengan instruksi yang jelas, dan dalam suatu kemasan yang

memelihara potensi obat.

Berikut ini adalah tahapan kegiatan utama dalam proses dispensing, antara lain :

1. Tahap pertama yaitu menerima dan memvalidasi order/resep

2. Tahapan kedua yaitu mengkaji order/resep untuk kelengkapan

3. Tahapan ketiga yaitu mengerti dan menginterpretasi order / resep

4. Tahapan keempat yaitu menapis profil pengobatan penderita


5. Tahapan kelima yaitu menyiapkan, membuat, atau meracik sediaan

obat.

6. Tahapan keenam yaitu menyampaikan atau mendistribusikan obat

kepada penderita [6].

2.2 Mutu

Menurut Juran J.M 1988 seperti yang di kutip oleh Wijono D (2008)

mengemukakan mutu merupakan perwujudan atau gambaran hasil yang

mempertemukan kebutuhan dari pelanggan dan oleh karena itu member kepuasan.

Selain itu Wijono D (2008) juga mengutip hal yang di kemukakan oleh

Feigenbaum tentang mutu yaitu mutu produk atau jasa dapat di definisikan

sebagai sifat sifat gabungan secara keseluruhan dari pemasaran, keahlian teknik,

hasil pabrik dan pemeliharaan di mana produk dan jasa pelayanan dalam

penggunaannya akan bertemu dengan harapan dari pelanggan[7].

2.2.1 Tujuan penigkatan mutu pelayanan

Di dunia bidang jasa pelayanan, mutu merupakan suatu hal yang sangat

menentukan keberhasilan pemasaran dan secara komersial karena :

a. Persaingan dunia usaha makin ketat dan adanya tekanan yang berat.

b. Selera konsumen yang semakin meningkat

c. Tiadanya mutu yang baik pada dasarnya merupakan pemborosan yang

tersembunyi
d. Mutu terjamin kelangsungan hidup industry dan usaha

e. Para manajer dan pekerja makin pula menghargai mutu hasil kerjanya karena

mereka akan mendapatkan kepuasan kerja[8].

2.3 Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality Assurance in Health Care)

Menjaga mutu (quality assurance / QA) sering diartikan spula sebagai,

menjamin mutu atau memastikan mutu. Seperti yang disebutkan dalam kata

tersebut to assure (= to conviende, to make sure or certain, to ensure, to secure)

yang berarti meyakinkan orang, mengusahakan sebaik – baiknya, mengamankan

atau menjaga. Penerjemahannya sering dirancukan dalam bahasa belanda

“assuranrie”, yang padan inggrisnya adalah Ansurance = menjamin, sedemikian

dimaksudkan dalam perusahaan asuransi. Perlu di bedakan arti dua kata tersebut.

Beberapa definisi Quality assurance :

1. Dr. Avendis Donabedian, seorang ahli dalam QA pelayanan kesehatan

memberikan beberapa definisi tentang QA dari aspek pelayanan kesehatan

sebagai berikut :

a. Menjaga mutu temasuk kegiatan – kegiatan yang secara periodic atau

kontinyu menggambarkan keadaan di mana pelayanan disediakan.

Pelayanannya sendiri dimonitor dan hasil pelayanannya diikuti (jejaknya).

Dengan demikian kekeurangan – kekuranagan dapat di catat, sebab –

sebab dari kekurangan – kekurangan itu detemukan, dan dibuatkan koreksi


yang diperlukan. Menghasilkan perbaikan pelayanan kesehatan. Qa dalam

hal ini adaalah proses / siklus.

b. “QA adalah semua penataan – penataan dan kegiatan – kegiatan yang

dimaksud untuk menjaga keselamatan, memelihara dan meningkatkan

mutu pelayanan”.

2. Dr. Heather Palmer (1983) dari universitas Harvard mendefinisikan QA

adalah “suatu proses pengukuran mutu, menganalisa kekurangan yang

ditemuakn dan membuat kegiatan untuk meningkatkan penampilan yang

diikuti dengan pengukuran muku kembali untuk menentukan apakah

peningkatan telah dicapai”.

Ia adalah suatu kegiatan yang sistematik, suatu siklus kegiatan yang

mempergunakan standart pengukuran.

3. Menurut joint commission on accreditation of hospital (JCAH) badan yang

menyelengarakan akreditasi di amerika, “QA adalah suatu program berlanjut

yang disusun secara objektif dan sistematik, memantau dan menilai mutu dan

kewajaran asuhan (perawatan) terhadap pasien, menggunakan kesempatan

untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah yang

terungkap”.

4. Definisi QA menurut ISO 8402 adalah “semua kegiatan sistematik dan

direncanakan yang diperlukan untuk memberikan kepercayaan yang memadai

sehingga produk dan pelayanannya memuaskan sesuai dengan syarat – syarat

kualitas”.
5. ANSI/ASQS (a.3-1978) mendefinisikan : “semua kegiatan yang direncanakan

yang diperlukan untuk memberikan kepercayaan yang memadai sehingga

produk atau pelayanannya memuaskan sesuai dengan kebutuhan”.

6. JIZ 8101 mendefinisikan : “kegiatan yang direncanakan yang diperluakn

untuk memberikan kepercayaan yang memadai sehingga produk atau

pelayanannya memuaskan sesuai dengan kebutuhan”.

7. Dr. K. Ishikawa mengatakan, “QA dimaksudkan untuk menjamin mutu

dimana konsumen dapat membeli dan menggunakan dengan kepercayaan dan

kepuasan dan masih dapat digunakan untuk jangka panjang”. [Siregar ]

8. Drs. Rueles dan Frenk dari mexico memberikan definisi QA adalah “suatu

proses sistematik untuk menutup gap antara kinera yang ada dan outcome

yang diharapkan”.

9. Lori Di Prete Brown, mengemukakan bahwa “intinya, Quality Assurance

adalah suatu susunan kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan untuk menyusun

standar – standar dan untuk memonitor dan menigkatkan kinerja sehingga

pelayanan yang diselengarakan sedapat mungkin adalah efektif dan selamat”.

10. Dr. Donalt Berwick, ahli CQI dari US, ”menjelaskan bahwa pendekatan QA

adalah “suatu pendekatan pengorganisasian secara terintegrasi untuk

mempertemukan kebutuhan pasien dan harapan pasien dengan manajemen

serta staf pada waktu proses peningkatan dan pelayanan dengan mengunakan

teknik kuantitatif dan piranti analitis”[9].


2.3.1 Tujuan QA di Rumah sakit

QA di rumah sakit mempunyai tujuan untuk :

1. Menjaga mutu proses pelayanan kesehatan, agar sesuai dengan standar

operatif prosedur pelayanan kesehatan, meningkatkan kepatuhan petugas agar

dalam melakukan pelayanan senantiasa berpegang pada standar pelayanan

yang seharusnya.

2. Menjaga agar pelayanan kesehatan mutunya tetap terjamin sesuai dengan

harapan dan memberikan kepuasan kepada pelanggan atau pasien.

3. Melihat kekurangan yang ada dalam proses pelayanan dan berusaha

memperbaiki.

4. Meningkatkan mutu struktur, proses dan outcome.

5. The American Hospital Association mengemukakan bahwa tujuan QA adalah

“upaya untuk identifikasi dan memecahkan masalah dalam pemberian

pelayanan kepada pasien dan mencari atau memanfaatkan peluang yang ada

untuk meningkatkan mutu pelayanan secara terpadu”[9].

2.4 Pelayanan Farmasi Yang Baik

Salah satu misi dari praktik farmasi adalah menyediakan obat-obatan, produk

perawatan kesehatan lainnya, memberi pelayanan serta membantu penderita dan

masyarakat, dan mengupayakan penggunaan yang terbaik dari sediaan serta

produk tersebut.
Pelayanan farmasi yang luas mencakup keterlibatan dalam berbagai kegiatan

untuk memastikan kesehatan yang baik dan menghindari kesakitan dalam

populasi. Apabila pengobatan keseehatan yang sakit diperlukan mutu dari tiap

proses penggunaan obat penderita harus dipastikan untuk mencapai menfaat terapi

maksimal dan menghindari efek samping yang tak menguntungkan. Hal ini

mensyaratkan apoteker menerima tanggung jawab bersama dengan profesional

lain dan dengan penderita untuk mencapai hasil terapi.

Istilah “pharmacetical care” telah diditetapkan sebagai suatu filosofi praktik,

dengan penderita dan masyarakat sebagai pewaris utama dari kepedulian

apoteker. Konsep terutama menjadi relevan terhadap kelompok khusus populasi,

seperti lanjut usia, ibu dan anak, penderita kesakitan kronik, serta komunitas

keseluruhan (misalnya, berkenaan dengan penggunaan biaya). Oleh karena

konsep dasar “pharmaceutical care” dan “praktik farmasi yang baik” sebagian

besar adalah identik, dapat dikatakan bahwa “praktik farmasi yang baik” adalah

cara untuk menerapkan harmaceutical care” [5].

2.4.1 Persyaratan Pelayanan Farmasi Yang Baik (PFB)

Beberapa persyaratan PFB yang dirumuskan oleh WHO sebagai berikut :

1. PFB mensyaratkan bahwa perhatian pertama dari seorang apoteker haruslah

kesejahteraan / keselamatan penderita di rumah sakit.

2. PFB mensyaratkan bahwa inti dari kegiatan IFRS adalah penyediaan obat-

obatan dan produk perawwatan kesehatan lainnya dengan mutu terjamin,


informasi, dan nasehat yang tepat bagi penderita dan pemantauan efek dari

penggunaannya.

3. PFB mensyaratkan bahwa suatu bagian terpadu dari kontribusi apoteker

adalah penyempurnaan penulisan order/ resep yang rasional dan ekonomis

serta ketepatan penggunaan obat.

4. PFB mensyaratkan bahwa tujuan tiap unsur dari pelayanan farmasi adalah

relevan dengan individu, secara jelas ditetapkan dan secara efektif

dikomunikasikan kepada semua yang terlibat [5].

2.7 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Dependen
1 Waktu Dispensing Waktu yang di perlukan Observasi Stopwatch 1. Cepat Menit

seorang petugas farmasi (≤Standar)

untukmenyelesaikan 2. Lama

order/resep mulai dari (>Standar)

menyerahkan hingga pasien

mengerti dan dapat

mengkonsumsinya sendiri

dengan baik
Independen
2 Jenis resep Resep yang di terima berupa

racikan, paten maupun

campuran keduanya.
3 Jumlah item obat Item obat yang ditertulis di

dalam resp pasien


4 Status pasien Pembayaran dari pasien

yang berupa tunai dan

jaminan dari pemerintah

atau perusahaan yang

bekerja sama dengan RS

Fatmawati.
5 Spesialit penyakit Jenis penyakit yang di derita

oleh pasien, akut atau

kronis.

BAB III

Metodologi Penelitian
3.1 Desain penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang


dilakukan adalah dengan pendekatan cross sectional dimana penulis melakukan
penelitian untuk selutuh jenis resep, jimlah item, spesialite penyakit, dan status pasien
yang dimaksudkan untuk melihat hubungan antara variabel terikat (dependen) dan
variabel bebas (independen) yang dilakukan secara serentak dalam waktu yang
bersamaan dengan mempertimbangkan keterbatasan biaya dan waktu. Menurut murti
(1997) seperti yang di kutip oleh Nisma G (2003) pemilihan rancangan ini didasarkan
karena kemudahan pelaksanaannya, ekonomis dari segi biaya dan waktu sedangkan
hasil dapat diperoleh dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra, N., 2002, Analisis Pelaksanaan Sistim Billing Pasien Dengan

Jaminan Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Pusat Pertamina, FKM-UI,

Depok.

2. Kementrian Kesehatan RI, 2010, Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, 1, Kementrian Kesehatan RI,

Jakarta.

3. Nisman, G., 2003, Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja

Apoteker Dalam Pelayanan Resep di Apotek Propinsi Nangroe Aceh

Darussalam Tahun 2003, FKM-UI, Depok.

4. Ritung, M., 2003, Lama Waktu Pelayanan Resep Raciikan Khusus Hari

Sabtu di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSIA Hermina Bekasi Tahun 2003,

FKM-UI, Depok.
5. Siregar, C., Amalia, L., 2003,Farmasi Rumah Sakit Teori & Penerapannya,

ECG, Jakarta.

6. Widiawati, E., 2009, Analisis Waktu Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tugu Ibu Depok Tahun 2009, FKM-UI,

Depok.

7. Wijono, D., 2008, Manajemen Mutu Rumah Sakit dan Kepuasan Pasien

Prinsip dan Praktik, CV. Duta Prima Airlangga, Surabaya.

8. Wijono, D., 2007, Evaluasi Program Kesehatan dan Rumah Sakit, CV. Duta

Prima Airlangga, Surabaya.

9. Wijono, D., 1999, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan teori, strategi dan

Aplikasi Vol 1, CV. Duta Prima Airlangga, Surabaya.

10. Wongkar, L. 2000, Analisis Waktu Pelayanan Pengambilan Obat di Apotek

Kimia Farma Kota Pontianak Tahun 2000, FKM-UI, Depok.

11. Yulia, Y., 1996, Analisis Alokasi Waktu Kerja Dan Hubungannya Dengan

Kualitas Pelayanan Resep di Instalasi Farmasi RSU PMI Bogor, FKM-UI,

Depok.

Anda mungkin juga menyukai