Febreani, S.H, et al. (2016). Pengelolaan Sediaan Obat pada Logistik Farmasi Rumah Sakit Umum Tipe B di Jawa Timur. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. Vol.4 No. 2. Pengelolaan persediaan obat yang beredar di Rumah Sakit harus dilakukan dengan sistem satu pintu oleh Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Kepala Instalasi Farmasi dengan pendidikan terakhir yakni sarjana apoteker. Logistik farmasi rumah melaksanakan kegiatan pengelolaan sediaan obat berupa perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan pengarsipan (pencatatan dan pelaporan). Komunikasi yang baik dari berbagai pihak yang terkait dalam melakukan pengelolaan obat dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan kegiatan tersebut (Rosmania and Supriyanto, 2015). Pelaksanaan yang tidak baik dari kegiatan tersebut dapat mempengaruhi efektifitas kegiatan pengelolaan persediaan obat Rumah Sakit. Efektifitas dan efisiensi dari kegiatan pengelolaan persediaan obat mempengaruhi kejadian stagnant dan stockout obat. Logistik farmasi RS memerlukan pengkajian dalam menerapkan metode perhitungan jumlah obat yang direncanakan untuk periode selanjutnya serta mengkaji ulang terhadap kegiatan pengadaan obat tanpa menyerahkan surat pesanan sebelum obat tersebut datang. Instalasi farmasi mengeluarkan beberapa ketentuan yakni menetapkan batas untuk jumlah pengadaan obat diluar perencanaan obat yang telah disusun dan jadwal kegiatan untuk melakukan kunjungan pengontrollan ke penyimpanan obat yang diluar ruang logistik. 2. Manfaat dari hasil penelitian tersebut. Diharapkan mampu memberikan rekomendasi perbaikan pengelolaan sediaan farmasi obat yang mana dapat meningkatkan efisiensi dan menurunkan cost rumah sakit. 3. Keterkaitan dengan tempat bapak/ibu bertugas. Perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RS X pada dasamya sudah sesuai dengan prinsip dasar manajemen pengelolaan obat yaitu perencanaan menggunakan metode komsumsi dengan melihat kebutuhan pemakaian sebelumnya, namun belum maksimal karena perencanaan belum menggunakan suatu system atau analisis VEN, metode ABC, belum menghitung stok maksimum dan minimum, dan belum menghitung lead time. Kurangnya pengetahuan tentang perencanaan obat karena belum pernah mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan perencanaan obat. Penganggaran persediaan obat yang ada di RS X menggunakan anggaran BLUD. Alokasi dana untuk anggaran belanja obat masih sangat kurang sehingga ketersedian obat dari perencanaan tidak terpenuhi. Metode pembelian obat dilakukan dengan cara pembelian langsung dan e- purchasing, jangka waktu pembayaran selama 1 (satu) bulan, frekuensi pembelian obat sebulan sekali tapi dalam keadaan tertentu pembelian obat bisa sekali dalam seminggu. Penyimpanan Obat Sistem penyimpanan obat yang dilaksanakan di RS X menggunakan system sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Penyimpanan di gudang farmasi RS X belum sesuai dengan standar dimana obat yang sudah kadaluarsa di simpan pada satu ruangan dengan obat yang belum kadaluarsa. Selain itu ada beberapa kendala atau masalah yang ditemukan dalam proses penyimpanan antara lain dan terjadinya penumpukkan kardus yang berisi obat- obatan hal ini disebabkan oleh kondisi gudang tempat penyimpanan obat terbatas. Waktu tunggu untuk pendistribusian obat ke pasien mulai dari pasien menyerahkan resep sampai pada penyerahan obat menggunakan waktu cukup lama hal ini disebabkan karena kurangnya tenaga farmasi khususnya di farmasi rawat jalan. Pendistribusian obat ke pasien rawat jalan dengan cara individual prescribing sedangkan pasien rawat inap menggunakan cara One Daily Dispensing (ODD).