Anda di halaman 1dari 16

 

Sejarah kemunduran islam


            Masa kemunduran Islam terjadi dari tahun 1250 hingga 1500 M. Pada zaman
ini seorang  bernama Jengiskhan dan keturunannya datang membawa penghancuran bagi dunia
islam. Jengiskan yang berasal dari Mongolia dan ia penganut agama Syamaniah, menyembah
bintang-bintang dan sujud kepada Matahari yang sedang terbit. Setelah menduduki peking pada
1212 M, ia mengalihkan serangannya ke arah barat. Satu demi satu Kerajaan islam jatuh ke
tangannya. Transoxania dan khawarizm dapat dikalahkan pada 1219 M. Demikian pula Kerajaan
Ghazna dapat dikalahkan (1243 M), Azarbaijan (1223 M), dan Kerajaan Saljuk di  Asia Kecil
(1243 M). Dari sini ia meneruskan serangannya ke Eropa  dan Rusia.
            Serangan ke Baghdad dilakukan oleh cucunya Hulagu Khan Khurasan di Persia terlebih
dahulu ia kalahkan dan Hasyasyasyin di Alamut ia hancurkan. Pada permulaan 1258 M, ia
sampai ke tepi Kota Baghdad. Perintah untuk menyerah ditolak oleh Khalifah al-Mu’tasim dan
Kota Baghdad dikepung. Akhirnya pada 10 Februari 1257 benteng kota
ini dapat ditembus dan Baghdad dihancurkan. Khalifah dan keluarga serta sebagian besar dari
penduduknya dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga bani Abbas dapat melarikan diri, dan di
antaranya ada yang menetap di Mesir.
Dari sini Hulagu meneruskan serangannya ke Suriah, dan dari Suriah ia ingin memasuki
Mesir. Tetapi di Ain jalut ( Goliath ) ia dikalahkan oleh Baybars, Jenderal Mamluk dari Mesir
(1260 M). Selanjutnya Timur Lenk, seorang yang berasal dari keturunan Jengis Khan dapat
menguasai Samarkand di tahun 1369 M. dari Samarkand ia mengadakan serangan ke sebelah
barat dan dapat menguasai daerah-daerah yang terletak antara Delhi dan Laut Marmara. Dinasti
Timur Lenk terlihat pada pembuhnuhan massal yang dilakukannya di kota-kota yang tidak
menyerah kepadanya. Di kota-kota yang telah ditundukkania dirika piramid dari tengkorak
rakyat yang dibunuh. Di Delhi misalnya, ia membunuh 80 orang dari penduduknya. Di Allepo
lebih dari 20.000 orang. Masjid-masjid dan madrasah ia hancurkan. Dimana saja ia datang, selalu
membawa kehancuran.[2]
Selain ditandai oleh adanya serangan, serbuan, penghancuran dari berbagai musuh yang
datang dari luar islam, pada periode ini juga ditandai oleh adanya perebutan kekuasaan diantara
sesama dinasti kecil dalam islam. Di Mesir, al-Ayyubi (1174 M). Dengan datangnya Salah al-
Din, Mesir masuk kembali ke dalam aliran sunni. Selain itu, Salah al-Din juga dikenal dalam
sejarah sejarah sebagai sultan yang banyak membela Islam dalam perang salib. Selanjutnya, pada
1250 M dinasti Ayyub jatuh ke tangan kekuasaan kaum Malmuk yang berasal dari budak-budak
yang kemudian mendapat kedudukan tinggi dalam pemerintahan Mesir. Sultan Malmuk inilah
yang dapat mengalahkan Hulagu di A’in jalut, dan ia dapat berkuasa di Mesir hingga 1517 M.
Merekalah yang dapat membebaskan Mesir dan Suriah dari peperangan Salib dan juga
membendung serangan-serangan kaum Mongol di bawah pimpinanan Hulagu dan Timur Lenk,
sehingga Mesir terlepas dari penghancuran seperti yang terjadi di dunia islam lain.
Selanjutnya, di India juga terjadi persaingan dan peperangan untuk memperebutkan
kekuasaan, sehingga India senantiasa menghadapi perubahan kekuasaan. Dinasti yang timbul
kemudian dijatuhkan oleh dinasti lainnya. Kekuasaan dinasti Ghaznawi misalnya dipatahkan
oleh pengikut Ghaur Khan, yang juga berasal dari salah satu suku bangsa Turki. Mereka masuk
ke India di tahun 1175 M, dan bertahan hingga 1206 M. India kemudian jatuh ke tangan
Qutbuddin Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri dinasti Malmuk India (1206-1290 M),
kemudian ke tangan Dinasti Khalji (1296-1316 M), selanjutnya Dinasti Tughluq (1320-1413 M),
dan dinasti-dinasti lain, sehingga Babur datang di permulaan abad XVI dan membentuk Kerajaan
Mughal di India. Sementara itu di Spanyoljuga terjadi peperangan antara dinasti-dinast islam
yang ada di sana dengan raja-raja Kristen. Didalam peperangan ini, raja-raja Kristen dapat
memakai politik adu domba antara dinasti Islam tersebut. Sebaliknya, raja-raja Kristen
mengadakan persatuan sehingga satu demi satu dinasti –dinasti Islam dapat dikalahkan. Cordova
misalnya, jatuh pada 1238 M, Serville jatuh pada 1248 M, dan akhirnya Granada jatuh pada 1941
M. Orang-orang Islam dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol.
Pada 1609 M dapat dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol.
Pada Masa Kemunduran  I ini,  juga terjadi kehancuran khalifah secara formil. Islam
tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lambang persatuan dan ini
berlaku hingga Kerajaan Utsmani  mengangkat khalifah yang baru di Istanbul di abad keenam
belas. Sementara itu perbedaan antara kaum Sunni dan kaum Syiah  menjadi tambah nyata
kelihatan. Demikian pula antara Arab dan Persia. Dunia Islam terbagi dalam dua bagian; bagian
Arab yang terdiri atas Semenanjung Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir, Afrika Utara, dan
Sudan dengan Mesir sebagai pusatnya; dan bagian Persia yang terdiri atas Balkan,Turki, Persia,
Turkistan, dan India Persia sebagai Pusatnya.
Pada Periode Kemunduran I ini juga pengaruh tarekat-tarekat bertambah mendalam dan
bertambah luas di dunia Islam. Pendapat yang ditimbulkan di zaman disintegrasi yang
mengatakan, bahwa pintu ijtihad telah tertutup diterima secara umum di zaman ini. Sementara itu
antara mazhab yang empat terdapat suasana damai dan di madrasah-madrasah diajarkan mazhab
yang empat. Perhatian pada ilmu pengetahuan non-keagamaan sedikit sekali. Tetapi sebaliknya
Islam mendapat pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama ini belum pernah dimasuki
Islam.
Dengan demikian, pada Masa Kemunduran I ini, umat Islam bukan saja mengalami
kehancuran dalam bidang politik dan daulat Islamiyah, melainkan juga kehancuran dalam bidang
kebudayaan, peradaban, dan ilmu pengetahuan. Islam yang pada zaman kemunduran I ini adalah
Islam yang dikotomis antara urusan dunia dan akhirat, ilmu agama dan umum, ulama dan
ilmuan, dan Islam yang telah kehilangan spritualitas dan energisitasnya. Islam pada masa itu
tinggal abunya, sedangkan apinya sudah padam. Jika di berbagai wilayah Islam dapat meluaskan
pengaruhnya, maka islam yang meluas ini adalah Islam yang bersifat dogmatis, ritual, dan
formalitas.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemunduran Islam


a. Krisis politik
   Pemimpin tidak mengamalkan ajaran agama
Para ahli sejarah mengajukan hipotesis bahwa kemunduran Islam disebabkan karena gaya
hidup para penguasa yang gemar hidup bermewah-mewah dan berorientasi duniawi saja. Pola
hidup serakah, iri hati, ambisi kekuasaan dan tidak mementingkan kehidupan rohani dan ukhrawi
menjadi gaya hidup para penguasa. Penguasa Islam telah menggunakan tangan besi dalam
pemimpin. Ajaran Islam hanya dalam kehidupan nyata. Yang paling ironis saat itu adalah agar
pemimpin ditaati secara mutlak, tidak boleh dibantah dan harus dihormati, mereka mengklaim
dirinya sebagai wakil Tuhan di bumi meskipun tidak adil.[3]

  Serangan tentara Mongol dan runtuhnya Abbasiyah


Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba
disalah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim yang berkuasa saat itu tidak berdaya dan
tidak mampu membendung kekuatan tentara Hulagho Khan. Kota baghdad dihancurkan rata
dengan tanah, dan Hulagho Khan menancapkan kekuasaan-Nya di Baghdad selama dua tahun,
sebelum melanjutkan serangannya ke Syiria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
Khlifah Abbasiyah disana, tetapi juga merupakan awal dari massa kemunduran politik dan
peradaban islam. Khalifah sebagai simbol pemersatu umat Islam di dunia mulai hilang. Kejadian
yang sangat tragis yaitu ketika hancurnya perpustakaan terbesar di dunia saat itu, Baitul Hikmah,
yang menyimpan banyak dokumen sejarah dan buku berharga dalam berbagai disiplin ilmu. 
Saat tentara Mongol masuk ke Baghdad, para penduduk berusaha kabur, namun berhasil
decegat dan dibantai tanpa ampun. Martin Sicker menyebutkan bahwa hampir 90.000 orang
mungkin dibantai. Beberapa perkiraan lainnya jauh lebih tinggi. Wassaf mengklaim bahwa
korban jiwa mencapai 100-an ribu orang. IanFrazier dari The New Yorker mengatakan bahwa
perkiraan korban jiwa bervariasi dari 200.000 hingga 1000.000 orang. Akibat kekejamannya ini
Hulagu harus memindahkan perkemahannya ke luar dari kota karena bau busuk yang sangat
menyengat didalam kota. Jumlah penduduk Baghdad jauh berkurang dan kota itu menjadi
reruntuhan selama beberapa abad berikutnya dan hanya secara perlahan pulih dan memperoleh
sedikit dari kejayaan lamanya. Pasukan Mongol menjarah dan kemudian menghancurkan masjid,
istana, perpustakaan, dan rumah sakit. Bangunan-bangunan besar yang merupakan karya
beberapa generasi dibakar sampai habis. Khalifah dipaksa menonton ketika penduduknya
dibantai dan harta bendanya dirampas. Menurut sebagian besar sumber, Khalifah dibunuh
dengan cara di injak-injak oleh kuda. Pasukan Mongol menggulung Khalifah dalam sebuah
karpet, lalu mereka menunggang kuda diatas badannya, karena mereka percaya bahwa bumi akan
marah jika ada darah penguasa yang ditumpahkan.

  Terjadi disintegarasi umat Islam


Benih perpeacahan dan disintegrasi sesunguhnya telah muncul di tubuh umat islam
sejak periode akhir pemerintahan Abbasiyah. Hal ini ditandai dengan konflik antara Sunni dan
Syi’ah semakin menajam. Setelah Abbasiyah hancur, esklasi konflik semakin memuncak secara
akibat perbedaan perbedaan paham agama dalam aspek ideologis, teologis dan berujung pada
konflik geografis. Umat Islam mengalami perpecahan menjadi nation-state kecil akibat kuatnya
disentegrasi.
Secara umum, di zaman akhir Abbasiyah, wilayah teritorial Islam terbagi dua
yaitu: pertama,  bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Suriah, Iraq, Palestina, Mesir dan Afrika
Utara dengan Mesir sebagai pusatnya. Kedua, bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil,
Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusatnya. Secara rill, daerah-daerah itu berada
dibawah kekuasaan gubernur –gubernur bersangkutan. Hubungan denga Khalifah hanya ditandai
dengan pembayaran upeti. Akibatnya Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk,
tidak saling percaya dikalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga
para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada
politik dan eksepansi. Selain itu, penyebab utama banyak daerah yang memerdekakan diri adalah
terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh
bangsa Persia dan Turki. Akibatnya beberapa propinsi di Persia, Turki, Kurdi, dan lainnya mulai
lepas dari genggaman penguasa Banni Abbas.[5]

 Perang Salib
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di
Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk
merebut Tanah Suci dari kekekuasaan kaum Muslim dan mendirikan Gereja, juga kerajaan Latin
di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam
peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.
Perang salib berlangsung dalam kurun waktu hamper dua abad (200 tahun), yaitu antara
tahun 1095-1291, dengan 8 periode peperangan. Namun Stoddard mengatakan perang Salib tidak
berlangsung dua abad atau lebih, melainkan berlangsung selama enam abad (600 tahun), dan
baru berakhir secara pasti di perbentengan Wina tahun 1683.[6]
Perang salib berpengaruh luas terhadap politik, ekonomi  dan social, bahkan terasa masih
berpengaruh sampai masa kini. Walaupun umat Islam berhasil memperthankan daerah-daerahnya
dari tentara salib, namun kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Wilayah-wilayah umat
Islam terpecah belah dan ingin memerdekakan diri dari kekuasaan Islam di Abbasiyah.
Dalam konteks hubungan antaragama, perang salib meninggalkan trauma yang mendalam
antara Islam dan Kristen sampai sekarang. Akibatnya Negara-negar barat masih membenci
Islam.

 Persaingan antar bangsa


Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani
Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti
Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Stryzewska, ada dua sebab dinasti
Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama,  sulit bagi orang-
orang Persia daripada orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka
merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan
adanya ‘ashabiyyah kesukuan. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di
atas ashabiyyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia, tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah
dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu, bangsa Arab beranggapan
bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka
menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam.
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi
bebrbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syiria, Irak, Persia, Turki, dan India.
Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang
merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping
fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan
gerakkan syu’ubiyah.
 Fanatisme kebangsaan ini tampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara
itu,  para khalifah menjalankan sistem perbudakkan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki
dijadikan pegawai tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Banni Abbas,
mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakkan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa
Persia dan Turki. Karena jumlahnya dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa
negara adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuatan
khalifah.
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak
awal khilafah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi,karena para khilafah adalah oang –orang kuat yang
mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah Al-Mutawakkil,
seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu
kekuatan Banni Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada ditangan orang-orang
Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan
selanjutya beralih kepada dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.
   Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan
kemunduran dibidang politik. Pada periode pertama, pemerintah Banni Abbas merupakan
pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal
penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-kharaja,
semacam pajak hasil bumi.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun, sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin
menyempintnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu
perekonomian rakyat, diperingannya pajak, dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang
memerdekakan diri dan dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan, pengeluaran membengkak
antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis
pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit.
Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah,
kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

   Konflik keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang
Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong  sebagian mereka mempropagandakan
ajaran Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dkenal dengan
gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Manshur berusaha keras
memberantasnya. Al-Mahdi bahkan merasa perlu mendirikan jewatan khusus untuk mengawasi
kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan
tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan
golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti, polemik tentang
ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak.
Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat ini mulai tersudut, pendukungnya banyak  berlindung dibalik ajaran Syi’ah,
sehingga banyak aliran Syi;ah yang dipandang Ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang  oleh
penganut Syi’ah sendiri. Aliran Syi’ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang
berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya, sering terjadi konflik yang kadang-
kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil misalnya, memerintahkan agar makam
Hussein di Karbela dihancurkan. Namun, anaknya Al-Muntashir (861-862 M), kembali
memperkenankan orang Syi’ah menziarahi makamnya Husein tersebut.  Syi’ah perah berkuasa di
dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di
Maroko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi’ah yang memerdekakan diri
dari Baghdad yang Sunni.
Kehadiran golongan Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah
oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh Al-ma’mun, khalifa
ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadiakan Mu’tazilah sebagai mazhab resmi
negara dan melakukan mihnah. Pada masa Al-Mutawakkil (847-861), aliran Mu’tazilah di
batalkan sebagai aliran negara dan golongan salaf kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut
hanbali itu (salaf) terhadap Mu’tazilah yang rasional telah menyempitkan horizon intelektual.
Aliran Mu’tazilah bangkit kembali pada masa dinasti Buwaih. Namun, pada masa dinasti
Seljuk yang menganut aliran Asy’ariyah, pengikiran golongan Mu’tazilah mulai dilakukan
secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran Asy’ariyah tumbuh subur dan berjaya.
Pikiran-pikiran Al-Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah.
Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan
kreativitas intelektual Islam, konon sampai sekarang.
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan :“ Agama
Muhammad Saw. Seperti juga agama Isa as., terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan
dari dalam perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya
dalam suatu yang kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih
besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan  mengenai hal-hal yang masih
dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia telah menyebabkan
kekacauan yang rumit dalam Islam. Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat
salah. Menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga.
                
      
 Ancaman dari luar
Apa yang disebut diatas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu, ada pula faktor-faktor
eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang
salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak
korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Namun, diantara
komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan
Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib itu.
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu
Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh
orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang
Mongol yang anti-Islam itu diperkeras di kantong-kantong ahl al-kitab. Tentara Mongol, setelah
menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.

C. KERAJAAN-KERAJAAN YANG MENGALAMI KEHANCURAN


a. Kerajaan Mamalik di Mesir
Kata Mamalik adalah adalah bentuk jamak dari kota ”Mamluk” yang berarti budak.
Kerajaan atau Dinasti Mamalik didirikan oleh para budak yang berasal dari tawanan penguasa
Dinasti Ayyubiah. Mereka dididik dan dijadikan tentara untuk dijadikan pengawal kerajaan.
Pada masa Al Malik Al Salih, penguasa Ayyubiah terakhir, kaum Mamalik ini mendapat hak-hak
yang istimewa sebagai mana yang lainnya. Karena khawatir hak-haknya ini dirampas oleh
Turansyah (putra Al Malik Al Salih), setelah ia naik tahta, maka pada tahun 1250 M pimpinan
Mamalik, Aybak dan Baybars, membunuh Turansyah. Pemerintahan kemudian dikendalikan
oleh istri Al Malik Al Salih, Syajarah Al-Durr yang semula juga berasal dari kaum Mamalik.
Namun Syajarah Al Durr kemudian dibunuh oleh Aybak. Aybak semula mengangkat Musa
sebagai penguasa Ayyubiah secara formal, meskipun pengendalinya tetap Aybak, Musa akhirnya
dibunuh juga oleh Aybak dan dia menjadi penguasa resmi Dinasti Mamalik di Mesir.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Kemudian ia digantikan anaknya yang
masih muda, Ali (tahun 1259 M), Ali mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz.
Pada waktu Qutuz berkuasa, Baybars pulang ke Mesir setelah mengasingkan diri ke Syiria,
karena tidak senang dengan Aybak. Qutuz dan Baybars pernah bersama-sama memimpin
pasukan dalam melawan tentara Mongol di Ain Jalut tahun 1260 M dan berhasil mengusirnya.
Berkat kemenangan ini, Dinasti Mamalik dapat menguasai dinasti-dinasti kecil di sekitarnya.
Setelah Qutuz meninggal dunia,  Baybars diangkat menjadi Sultan Mamalik (1260-1277 M).
Dari 47 Sultan yang ada, Baybarslah yang merupakan Sultan Mamalik yang termasyhur.

b. Kerajaan Usmani di Turki


Kerajaan Usmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dibawah pimpinan Ertogrul, bangsa ini mengabdikan diri
kepada Sultan Alaudin II, seorang Sultan dari Turki Seljuk yang sedang berperang melawan
Bizantium. Atas bantuan mereka Sultan Alaudin mendapat kemenangan atas Bizantium. Atas
jasa baik mereka, sultan kemudian menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan
dengan Bizantium yang selanjutnya dijadikan daerah kekuasaan mereka.
Tahun 1289 M Ertogrul meninggal dunia dan digantikan oleh putranya, usman. Usman ini
yang kemudian dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah hingga tahun
1326 M. Ia banyak membantu sultan Alaudin II dalam melaawan Bizantium. Setelah Sultan
meninggal, Usman menyatakan diri merdeka dan berkuasa penuh di daerah-daerah yang
didukinya. Sejak inilah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri dan Usman diangkat sebagai
pemimpin pertamanya.
Setelah Utsman I mengumumkan berdirinya Kerajaan Turki Usmani pada tahun 1300 M,
setapak demi setapak,wilayah kerajaan diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium
dan menaklukkan Kota Broissa pada tahun 1317 M. Pada tahun 1326 M, Kota Broissa dijadikan
sebagai ibukota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (1326 M-1359 M),Kerajaan Turki
Usmani menaklukkan Izmir ( Smirna ) tahun 1327 M, Tawasyanli (1330 M), Iskanderun (1338
M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M).
Usman yang biasa dikenal sebagai Usman I berusaha memperluas daerah kekuasaan
Kerajaan Usmani. Usaha ini dilanjutkan oleh Orkhan (1326-1359). Murad I (1359-1389) dan
Bayazid I (1389-1403). Ekspansi ini sempat terhenti beberapa lama karena serangan Timur Lenk
ke Ankara.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia pada tahun 1405 M, Mongol terpecah dan dikuasai
oleh anak-anaknya yang saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Kerajaan Turki Usmani
untuk melepaskan diri dari kerajaan Mongol. Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasan terjadi,
akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang
pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan
dalam negeri. Usaha ini diteruskan oleh Murrad II ( 1421-1451 M ) sehingga Kerajaan Turki
Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II yang bergelar Muhammad Al-
Fatih ( 1451-1481 M ).
Prestasi utama Sultan Muhammad Al-Fatih adalah keberhasilannya menaklukkan
Konstantinopel pada tahun 1453 M. Terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan
terkuat Kerajaan Bizantium memudahkan arus ekspansi Kerajaan Turki Usmani ke Benua Eropa.
Akan tetapi, ketika Sultan Salim I ( 1512-1520 M ) naik tahta ia mengalihkan perhatian ke arah
timur dengan menaklukkan Persia, Suriah dan Mesir. Usaha Sultan Salim I ini dilanjutkan oleh
Sultan Sulaiman al-Qanuni ( 1520-1566 M ). Ia tidak mengarahkan ekpansinya ke salah satu arah
timur dan barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani menjadi objeknya.
Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrade,Pulau Rodes, Tunis, Budapest, dan Yaman di
Asia,Mesir, Libia,Tunisia, Aljazair di Afrika,Bulgaria, Yunani, Yugoslavia,Albania, Hongaria,
dan Rumania di Eropa.
Kemajuan dan perkembangan ekspansi Kerajaan Turki Usmani diikuti kemajuan-kemajuan
dalam bidang-bidang kehidupan. Bidang-bidang ini adalah militer,pemerintahan, ilmu
pengetahuan, budaya dan agama.
1.    Bidang Militer
Untuk pertama kali , kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan
teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa.Pembaruan yang dilakukan Orkhan adalah
disamping memindahkan pimpinan-pimpinan militer juga merombak prajurit-prajurit dalam
keanggotaan.Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota. Bahkan anak-anak Kristen
yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
Progam ini berhasil membentuk pasukan baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah.
Pasukan inilah yang membuat Kerajaan Turki Usmani memiliki mesin perang yang sangat kuat
dan memberikan dorongan yang sangat besar dalam penaklukkan negeri-negeri nonmuslim.

2. Bidang Pemerintahan
Dalam struktur pemerintahan, sultan merupakan penguasa tertinggi. Ia dibantu oleh Sadr Al-
Azam ( perdana menteri )yang membawahi Pasya ( gubernur ). Gubernur mengepalai daerah
tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-’Alawiyah ( bupati )
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara. Sultan Sulaiman I menyusun sebuah kitab
undang-undang ( Qanun ).Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur yang menjadi dasar
hukum di Kerajaan Turki Usmani hingga datangnya reformasi pada abad ke-19. Berkat jasanya
tersebut, Sultan Sulaiman I mendapat gelar al-Qanuni.

3. Bidang Budaya
Kebudayaan di wilayah Turki Usmani merupakan perpaduan berbagai macam kebudayaan,
di antaranya kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka banyak
mengambilajran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi
pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium. Ajaran-ajaran prinsip-prinsip
ekonomi, sosial, kemasyarakatan,keilmuan dan huruf mereka terima dari bangsa Arab.

4. Bidang Ilmu Pengetahuan


Sebagai bangsa yang berdarah militer, Kerajaan Turki Usmani lebih banyak mengfokuskan
kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran.Dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tidak begitu
menonjol. Oleh karena itu, dalam khasanah intelektual Islam, kita tidak menemukan ilmuwan
terkemuka dari Kerajaan Turki Usmani. Meskipun demikian, mereka banyak berkiprah dalam
pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti
Masjid al-Muhammadi atau Masid Jami’ Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman,
dan Masjid Abu Ayyub al-Ansari. Masjid-masjid tersebut dihiasi kaligrafi yang indah. Salah satu
masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang berasal dari sebuah
gereja bernama Aya Sofia.
Sulaiman al-Qannuni juga membangun masjid, sekolah,rumah sakit, gedung,makam,
jembatan,saluran air, vila, dan pemandian umum di berbagai kota. Menurut sebuah sumber 235
buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinasi Sinan, seorang arsitek dari Anatolia.

5. Bidang Agama
Agama mempunyai peranan besar di bidang sosial dan polotik   dalam tradisi masyarakat
Turki. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama. Kerajaan sendiri sangat terikat
dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itu, ulama
memiliki tempat tersendiri serta berperan besar dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi atas segala
permasalahan yang dihadapi msyarakat. Tanpa legitimasi mufti, keputusan hukum kerajaan tidak
dapat berjalan.
Pemerintah Kerajaan Turki Usmani berlangsung selama tujuh abad. Kerajaan ini mulai
lemah setelah berakhirnya kekuasaan Sultan Sulaiman al-Qanuni. Penyebab mundurnya
Kerajaan Turki Usmani adalah :
a)      Pada umumnya sultan yang menggantikan tidak mempunyai wibawa dan lemah dalam
memimpin negara.
b)      Banyaknya keluarga  sultan hidup dalam kemewahan sehingga memboroskan keuangan
negara. Kondisi ini menyebabkan beberapa wilayah Kerajaan Turki Usmani satu per satu lepas.
Aljazair dan Tunisia direbut Prancis tahun 1830 M, Afrika Utara direbut Italia tahun 1911 M,
dan Mesir direbut Inggris tahun 1917 M.
c)      Makin majunya negara-negara Eropa akibat adanya revolusi industri di Inggris, selain itu peran
Turki Usmani sebagai penghubung perdagangan antara Barat dan Timur melemah, dengan
ditemukannya Tanjung Harapan.

c. Kerajaan Mugal di India
Peranan umat Islam India dalam penyebarluasan agama Islam dapat dilihat dalam empat
periode yaitu sebelum kerajaan Mugal (705-1526 M), periode Mugal (1526-1858 M), periode
masa penjajahan Inggris (1858-1947 M), dan periode negara India sekuler (1974-sekarang).
Kerajaan Mugal didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur, keturunan Jengiz Khan
bangsa Mongol pada tahun 1526 M. kerajaan Mugal berpusat di Delhi (India).
Kerajaan Mugal diperintah secara silih berganti oleh 15 raja (sultan). Sultan pertama
kerajaan Mugal adalah Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530 M) dan Sultan terakhirnya
adalah Sultan Bahadur Syah II (1837-1858 M). Kerajaan Mugal mencapai puncak kejayaannya
tatkala diperintah oleh Akbar Syah II (1556-1605 M), Jahangir atau Nuruddin Muhammad
Jahangir (1605-1627 M), Sultan Jihan (1627-1658 M) dan Aurangzeb atau Alamgir I (1658-
1707M).
Pada masa pemerintahan Akbar, kerajaan Mugal mencapai keemasannya. Akbar
menerapkan polotik sulakhul ( toleransi universal ), yaitu politik yang menekankan kesamaan
derajat rakyat India. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
Mantapnya stabilitas politik pada masa pemerintahan Akbar membawa kemajuan dalam
berbagai bidang, seperti ekonomi,pertanian, seni dan budaya. Dalam bidang ekonomi kerajaan
Mugal mengembangkan pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Meskipun demikian ,
sumber keuangan negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian.
Hasil pertanian Kerajaan Mugal yang terpenting adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-
sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila dan bahan-bahan celupan.
Di samping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian juga di ekspor ke
Eropa, Arab, Afrika, dan Asia Tenggara. Sementara itu, hasil kerajinan seperti pakaian tenun dan
kain diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi, Jahangir mengijinkan
Ingris ( 1611 M ) dan Belanda ( 1617 M ) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang.
Karya seni terbesar yang dicapai Kerajaan Mugal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan
mengagumkan. Sebagai contoh adalah Istana Fathpur Sikri yang dibangun Akbar di Kota Sikri
serta Taj Mahal yang dibangun Syeh Jehan.
Setelah Aurangzeb meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh raja-raja yang lemah. Di pihak
lain, pada pertengahan abad ke-18 M, Inggris sudah melakukan penjajahan di India. Pada tahun
1761 M, Inggris mulai menguasai sebagian wilayah kerajaan Mugal. Pada tahun 1858 M,
Bahadur Syah II diusir Inggris dari istananya dan berakhirnya kekuasaan Bahadur Syah II
menandai berakhirnya Kerajaan Mugal.

d. Kerajaan Safawi di Persia ( sekarang Iran )


Kerajaan Safawi semula berasal dari sebuah gerakan tarekat yang diberi nama tarekat
Safawiyah. Tarekat ini berdiri di sebuah kota di Azerbaijan yang bernama Ardabil. Nama
Safawiyah diambil dari nama pendiri tarekat yaitu Safi Al Din ( 1252-1334 M ).
Kerajaan Safawi didirikan oleh Syah Ismail Syafawi ( Ismail I ) pada tahun 1501 M di
Tabriz. Beliau berkuasa pada tahun 1501 – 1524 M yang wilayah kekuasaannya di sebelah barat
berbatasan dengan kerajaan Usmani ( Ottoman ) di Turki dan di sebelah timur berbatasan dengan
kerajaan Islam Mogul di India.
Setelah pemerintahan Syah Ismail Safawi berakhir. Silih berganti sultan-sultan Kerajaan
Safawi melanjutkan pemerintahannya hingga sebanyak 17 sultan.
Kerajaan Safawi mencapai puncak kejayaannya tatkala diperintah oleh Syah Abbas (1858 –
1628 M). Beliau berjasa mempersatukan seluruh Persia, mengusir Portugis dan kepulauan
Hormuz, dan nama pelabuhan Gumran diubah menjadi Bandar Abbas ( sampai sekarang ).
Setelah Syah Abbas berakhir dan digantikan oleh sultan-sultan berikutnya, kedudukan
kerajaan Safawi menjadi lemah. Kelemahan kerajaan Safawi antara lain disebabkan adanya
perebutan kekuasaan.
Selanjutnya Persia diperintah oleh Dinasti Zand (1759 – 1794), Dinasti Qajar (1794 – 125),
Dinasti Pahlevi (1925 – 1979). Kemudian sejak tanggal 11 Februari 179, melalui revolusi Islam
yang dipimpin oleh ulama terkenal Ayatullah Komeini ( 1900 1989 M ). Sistem kerajaan yang
ribuan tahun berkuasa, dihapus dan diganti dengan sistem republik (demokrasi) dengan nama
“Jumhuri ye Eslami-ye Iran” ( Republik Islam Iran ) dan dengan presiden pertamanya Abdul
Hassan Bani Sadr.
Pada waktu kerajaan-kerajaan Islam dan umat Islam di berbagai wilayah dari benua Asia
dan Afrika dalam keadaan lemah, sebaliknya di wilayah Eropa justru dalam keadaan kuat dan
maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi baru.
Salah satu penyebab bangsa Eropa kuat dan maju adalah pengaruh baru dunia Islam. Pada
awalnya bangsa Eropa mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan dari umat Islam pada
periode klasik ( periode kejayaan dan keemasan umat Islam ) seperti ilmu kedokteran, ilmu
sejarah, ilmu pertambangan dan ilmu kimia. Ilmu-ilmu tersebut kemudia mereka dalami dan
kembangkan sendiri sehingga berhasil memperoleh kemajuan dan kekuatan serta berhasil
melaksanakan revolusi di bidang industri.

KEMUNDURAN ISLAM ERA SEKARANG


Ada beberapa faktor yang menjadi sebab kemunduran dan kemerosotan umat islam di era
sekarang ini. Menurut Amir Syakib Arsalan, faktor kemunduran islam diantaranya ialah:
1. Kebodohan
2. Kerusakan budi pekerti
3. Kebejatan moral dan kerusakan budi pekerti pemimpinnya.
4. Sikap penakut dan pengecut.
Upaya-upaya lain untuk memundurkan islam diantaranya ialah:
1. Menjauhkan ummat islam dari Al-Qur’an
2. Menghancurkan akhlaq ummat Islam
3. Memecah belah persatuan dan kesatuan ummat Islam
4. Menanamkan keraguan terhadap ajaran Islam dengan menyebar pemahaman sesat.
5. Merintangi kemajuan ummat islam.

Anda mungkin juga menyukai