JURNAL Yoana
JURNAL Yoana
Abstrak
Kata Kunci :
Latar Belakang
lingkungan adalah diare.Penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih
dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.
Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama
(Soebagyo, 2008).
Menurut data WHO (2017), setiap tahunnya ada 520.000 balita meninggal
karena diare. Diperkirakan secara global, terjadi 1,7 kasus diare pada balita setiap
tahunnya. Menurut data WHO pada tahun 2017, diare merupakan penyakit kedua
yang menyebabkan kematian pada balita (dibawah lima tahun) dengan angka
penyakit endemis dan merupakan penyakit potensial KLB yang disertai dengan
kematian.
balita (1–4 tahun) sebesar 25,2% (Kemenkes, 2013). Survei morbiditas yang
dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2000 sampai
dengan 2012 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR (Incidence
Rate) penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjad 374/1000
penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi
411/1000 penduduk, pada tahun 2012 menjadi 900/1000 penduduk (Hardi, 2015).
Penyakit diare menjadi masalah pada berbagai daerah di Indonesia, salah
satunya adalah kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru merupakan salah satu kota yang
endemis diare di Provinsi Riau Jumlah penderita diare di Provinsi Riau sebanyak
diare yang ada di Kota Pekanbaru adalah sebanyak 8.877 kasus pada Tahun 2016.
Kasus diare terbanyak terjadi pada balita dengan prevalensi 17,7 % pada tahun 2016
dan terus meningkat pada tahun 2017 dengan prevalensi 20,8 %. (Profil Kesehatan
dengan jumlah kasus yaitu 608 kasus dengan jumlah penderita diare pada balita
sebanyak 236 balita (38,8%). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan terhadap 15 rumah yang ada di Simpang Tiga, masih ada beberapa rumah
yang mempunyai jamban namun tidak memenuhi syarat seperti jamban tidak kedap
air sehingga mencemari sumber air, tempat pembuangan sampah yang masih terbuka
sehingga ada kemungkinan hinggap nya lalat pada makanan. Selain itu hampir
setengah dari 15 rumah yang memiliki balita yang diwawancara mengaku tidak
mencuci tangan dengan sabun sebelum menyusui bayi serta setelah buang air besar.
Melihat latar belakang masalah maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh sanitasi total (ketersediaan air bersih dan tempat pembuangan sampah) serta
perilaku buang air besar serta perilaku cuci tangan pakai sabun terhadap kejadian
tersebut. Penelitian dilaksanakan dari Agustus 2018 sampai dengan November 2018.
responden.
Metode Penelitian
penelitian, dalam hal ini objek penelitian adalah seluruh orang tua yang memiliki
observasi. Kuesioner dan lembar observasi yang dipakai dimodifikasi sesuai dengan
tujuan penelitian. Kuesioner digunakan untuk melihat variabel perilaku BAB dan
CTPS, sosial, ekonomi dan kejadian diare, sedangkan lembar observasi digunakan
untuk melihat variabel ketersedian air bersih dan tempat sampah, saluran
pembuangan air limbah. Pemberian nilai 1 untuk jawaban Ya, dan 0 untuk jawaban
Kejadian Diare OR
P
Perilaku BAB Tidak Total %
Diare % % value
diare
Buruk 30 66,7 15 33,3 45 100 2,1
Baik 12 48 13 52 25 100 0.010
Total 42 60 28 40 70 100
Sumber : data olahan (2018)
Kecamatan Simpang Tiga, sebesar 66,7% responden perilaku buang air besar buruk
dan 48% responden perilaku buang air besar baik. Nilai Odd Rasio (OR)
menunjukkan bahwa kejadian diare 2,1 lebih banyak pada responden dengan perilaku
Hasil uji hipotesis Chi-Square diperoleh nilai Sig. 0,010 (p < 0,05) sehingga
secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku buang air besar
dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga. Hal ini sesuai
dengan penelitian Farid, dkk (2017), yang menyatakan bahwa ada hubungan perilaku
buang air besar dengan kejadian diare pada balita di RW 2 Kelurahan Wonokusumo,
Surabaya.
Hasil penelitian perilaku buang air besar di Wilayah Kerja Puskesmas
kotoran dari balita sehingga dapat dijangkau oleh lalat. Berdasarkan hasil observasi,
memudahkan lalat untuk hinggap di sisa kotoran tersebut. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Winarti (2016) di Klaten bahwa perilaku buang air besar
sehingga makanan yang dikonsumsi oleh tercemar oleh lalat. Lalat merupakan salah
satu vektor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare yang ditularkan
Perilaku buang air besar yang tidak memenuhi syarat akan banyak
tercemarnya air permukaan dan tanah yang disebabkan oleh kotoran manusia. Selain
itu, perilaku buang air besar sembarangan dapat menyebabkan vektor lalat menempel
pada kotoran dan membawa agent penyebab penyakit diare pada manusia.
2. Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dengan Kejadian Diare
Hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun dan kejadian diare dapat dilihat pada
Tabel 8. Hubungan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dan Kejadian Diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2018
Kejadian Diare OR
Perilaku Cuci P
Tidak Total %
Tangan Diare % % value
diare
Buruk 35 81,3 8 18,6 43 100 12,5
Baik 7 25,9 20 74,0 27 100 0.001
Total 42 60 28 40 70 100
Sumber : data olahan (2018)
Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga, sebesar 81,3% responden perilaku cuci
tangan pakai sabun yang buruk dan 25,9% responden perilaku cuci tangan pakai
sabun yang baik. Nilai Odd Rasio (OR) menunjukkan bahwa kejadian diare 12,5
lebih banyak pada responden dengan perilaku cuci tangan pakai sabun yang buruk.
Hasil uji hipotesis Chi-Square diperoleh nilai Sig. 0,001 (p < 0,05) sehingga
secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan pakai
sabun dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga. Hal ini
sesuai dengan penelitian Farid, dkk (2017), yang menyatakan bahwa ada hubungan
perilaku cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada balita di RW 2
sabun adalah salah satu cara yang paling efektif dan murah untuk mencegah penyakit
diare yang sebagian besar menyebabkan kematian pada anak. Mencuci tangan dengan air
saja kurang efektif dalam menghilangkan kuman peyakit jika dibanding dengan mencuci
tangan dengan sabun. Mencuci tangan dengan sabun setelah menggunakan toilet atau
membantu anak BAB dan sebelum memegang makanan dapat mengurangi tingkat
Hasil penelitian perilaku cuci tangan pakai sabun di Wilayah Kerja Puskesmas
Simpang Tiga tidak dilaksanakan dengan baik dikarenakan responden hanya mencuci
tangan tanpa menggunakan sabun sebelum dan sesudah memberikan makanan kepada
balita. Asumsi peneliti yaitu bahwa ibu/responden belum terbiasa untuk melakukan
perilaku cuci tangan pakai sabun serta belum mendapatkan penyuluhan dan informasi
Hubungan ketersediaan air bersih dan kejadian diare dapat dilihat pada tabel 9
sebagai berikut.
Kejadian Diare OR
P
Air Bersih Tidak Total %
Diare % % value
diare
Tidak 31 77,5 9 22,5 40 100 0.002 5,9
memenuhi
syarat
Memenuhi 11 36,6 19 63,3 30 100
syarat
Total 42 60 28 40 70 100
Sumber : data olahan (2018)
ketersediaan air bersih yang buruk dan 36,6% responden yang memiliki ketersediaan
air bersih yang baik. Nilai Odd Rasio (OR) menunjukkan bahwa kejadian diare 5,9
lebih banyak pada responden dengan ketersediaan air bersih yang buruk.
Hasil uji hipotesis Chi-Square diperoleh nilai Sig. 0,002 (p < 0,05) sehingga
secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan air bersih
dengan kejadian diare di Kecamatan Simpang Tiga. Hal ini sesuai dengan penelitian
Amatus, dkk (2015), yang menyatakan bahwa ada ketersediaan air bersih dengan
Sumber air bersih responden adalah air galon isi ulang. Responden
beranggapan bahwa air galon isi ulang merupakan sumber air bersih yang aman
diminum tanpa direbus terlebih dahulu. Perspesi ini yang membuat responden
Air bersih merupakan hal yang penting selain udara bagi kehidupan manusia. Air
bersih banyak digunakan dalam berbagai kegiatan seperti memasak, mencuci dan
kebutuhan minum. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan fisik, kimia dan
biologis. Persyaratan fisik seperti : tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna dan
persyaratan biologis menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan. Hal ini berkaitan
5.1 Kesimpulan
a. Ada hubungan yang signifikan antara perilaku buang air besar, cuci tangan
pakai sabun, ketersediaan air bersih, ketersedian tempat sampah dan SPAL
dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga.
b. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan faktor yang paling berpengaruh
dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.
5.2 Saran
1. Bagi Puskesmas
2. Perlu adanya kerja sama lintas sektor agar terciptanya lingkungan yang bersih
diare.
4. Melakukan lomba rumah sehat untuk memotivasi masyarakat agar tetap menjaga
5. Bagi Masyarakat
Daftar Pustaka
Amatus, dkk. 2015. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadia Diare pada
Anak Usia Sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. E-jurnal
Keperawatan, Volume 3 Nomor 2.